Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80061 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ali Husein
"Pendahuluan dan tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengusulkan istilah baru terkait batu kandung kemih berukuran besar pada populasi pasien anak berdasarkan stone burden, kapasitas kandung kemih, dan gangguan ginjal yang berhubungan dengan batu kandung kemih.
Metode: Tiga puluh empat anak dengan batu kandung kemih di Rumah Sakit kami antara Januari 2014 hingga Agustus 2019 dimasukkan ke dalam penelitian. Data mengenai usia pasien, gejala klinis, riwayat diet, status sosial ekonomi, pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah lengkap, urinalisis dan kultur urin, adanya hidronefrosis, ukuran batu, status gizi, dan jenis operasi dikumpulkan. Estimasi Volume Batu (EVB) diukur dengan menggunakan rumus Ackermann, sedangkan Estimasi Kapasitas Kandung Kemih (EKKK) dihitung dengan menggunakan rumus Koff. Kurva Receiver Operating Characteristic (ROC) digunakan untuk menentukan nilai cut-off terbaik untuk menentukan nilai rasio EVB terhadap EKKK di mana batu kandung kemih menyebabkan hidronefrosis.
Hasil: Hidronefrosis tercatat pada 12 pasien. Terdapat perbedaan hasil yang signifikan pada rerata EVB dan rasio EVB terhadap EKKK ditemukan pada kedua kelompok (masing-masing p <0,001 dan 0,006). Kurva ROC digunakan untuk menilai akurasi rasio EVB terhadap EKKK sebagai prediktor kejadian hidronefrosis dengan luas area di bawah kurva 0,768 (95% CI 0,624 hingga 0,949). Nilai cut-off rasio EVB terhadap EKKK adalah 0,0286 dengan sensitivitas 94,40%, spesifisitas 62,50%, nilai prediksi positif 73,91%, dan nilai prediksi negatif 90,90%.
Kesimpulan: Kami mengusulkan untuk menggunakan istilah giant pada kasus batu buli pasien anak dengan menggunakan rasio EVB terhadap EKKK di atas 0,028. Kami berharap penelitian kami akan mendorong peneliti lain untuk secara prospektif mengevaluasi implikasi terapeutik dari terminologi baru.

Introduction: This current study aims to propose a new term related to giant bladder stones in pediatric patient populations concerning the stone burden, bladder capacity, and renal impairment related to the bladder stone.
Methods: Thirty-four children with bladder stones in our center between January 2014 to August 2019 were admitted to the study. Data regarding patient's age, clinical symptoms, dietary history, socioeconomic status, laboratory investigations include complete blood examination, urinalysis and urine culture, presence of hydronephrosis, stone size, nutritional status, and type of procedure were collected. Estimated stone volume (ESV) was measured using Ackermann's formula, while estimated bladder capacity (EBC) was calculated using Koff formulas. Receiver operating characteristic (ROC) curve was constructed to determine the best cut-off value for determining what ESV to EBC ratio value at which a bladder stone cause hydronephrosis.
Results: Hydronephrosis was noted in 12 patients. A significant difference in the mean ESV and ESV to EBC ratio was found between those two groups (p < 0.001 and 0.006 respectively). ROC curve was used to assess the accuracy of the ESV to EBC ratio as a predictor of hydronephrosis incidence with the area under the curve 0.768 (95% CI 0.624 to 0.949). Cut-off value of this ESV to EBC ratio is 0.0286 with a sensitivity 94.40%, specificity 62.50%, positive predictive value 73.91%, and negative predictive value 90.90%.
Conclusion: We propose to use the term giant in pediatric cases using the EBV to EBC ratio above 0.028. We hope that our work will stimulate other researchers to prospectively evaluate the therapeutic implications of the new terminology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isaac Ardianson Deswanto
"Latar belakang: Batu buli merepresentasikan sekitar 5% dari semua kasus batu saluran kemih. Banyak kondisi medis yang berperan dalam pembentukan batu tersebut. Penanganan batu buli terus berkembang dari sectio alta, intracorporeal lithotripsy dan extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL). ESWL adalah sebuah modalitas yang menjanjikan dalam penanganan batu buli karena dapat ditoleransi dengan baik dan lebih sederhana. Penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang dapat menggambarkan keamanan dan efektifitas dari ESWL dalam penanganan batu buli
Metode: Studi ini merupakan sebuah studi retrospektif yang mengambil data dari rekam medis 92 pasien yang didiagnosa batu buli di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dari Januari 2011 sampai April 2015. Data yang dikumpulkan meliputi usia pasien, jenis kelamin, jenis batu, prosedur yang dilakukan dan status disintegrasi batu, lama rawat dan komplikasi yang mungkin terjadi. Semua data dianalisa secara statistik menggunakan IBM SPSS versi 20.
Hasil: Mayoritas pasien menjalani prosedur ESWL (49 dari 92, 53,3%). Angka bebas batu untuk tindakan ESWL, intracorporeal lithotripsy, dan sectio alta adalah 93,9%, 97,0% dan 100% secara berurutan. Salah satu pasien harus mengulang prosedur ESWL. Rerata ukuran batu ditemukan paling kecil pada kelompok ESWL bila dibandingkan dengan kelompok intracorporeal lithotripsy dan sectio alta (2,5±2,0 vs 4,8±3,7 vs 7,4±5,4 secara berurutan). Perbedaan rerata batu ditemukan signifikan secara statistik antara kelompok ESWL dan intracorporeal lithotripsy (p=0,014). Prosedur ESWL dilakukan pada klinik rawat jalan.
Kesimpulan: ESWL dapat direkomendaasikan sebagai modalitas terapi yang efektif dan non-invasif dalam penanganan batu buli dengan angka bebas batu yang cukup baik (93,9%) dan bisa dilakukan di poliklinik rawat jalan dengan komplikasi yang minimal.

Background: Bladder stone accounts for 5% of all cases of urolithiasis. Many conditions play a role in its formation. Bladder stones management has evolved over the last decades from open bladder surgery (sectio alta) to intracorporeal cystholithotripsy as well as extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL). ESWL presents to be a promising modality in the management of bladder calculi due to its simplicity and well tolerability. This study is thus conducted to present data on the safety and effectiveness of ESWL in the management of bladder stone patients.
Methods: This is a retrospective study evaluating the medical records of 92 bladder calculi patients admitted to Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM) from January 2011 to April 2015. Patient’s age, gender, type of stone and procedure being done, status of stone disintegration, length of hospital stay, and any complications that may occur are noted down and statistically analyzed using IBM SPSS v. 20.
Results: Majority of the patients underwent ESWL (49 out of 92, 53.3%). The stone free rates for ESWL, intracorporeal lithotripsy, and sectio alta are 93.9%, 97.0% and 100% respectively. One patient had to repeat ESWL. The ESWL group had the smallest stone size average compared to the intracorporeal lithotripsy and section alta group (2.5±2.0 vs 4.8±3.7 vs 7.4±5.4 respectively). This difference in average stone size was statistically significant compared to the ESWL and intracorporeal lithotripsy group (p=0.014). The ESWL sessions were conducted in the outpatient clinic, and thus no hospital stay was required.
Conclusion: ESWL can be suggested as an effective non-invasive approach in the disintegration of bladder stone of £25 mm with a promisingly high stone-free rate (93.9%) that can be performed on an outpatient basis with minimal complications.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahendra Wijaya .J
"Introduction:
Bladder stones, a common urological condition, can significantly impact a patient's quality of life, leading to symptoms such as obstructive lower urinary tract symptoms (LUTS) and hematuria. In recent years, the utilization of laser lithotripsy has emerged as a promising technique for the removal of bladder stones, offering potential advantages in terms of efficacy and safety.
Material & Methods:
Data obtained from the medical record was collected retrospectively since the use of laser lithotripsy in 2019. Patients who fulfilled the inclusion and exclusion criteria were included. Data on patients’ age, sex, symptoms, maximum stone diameter, operation duration, complications, and length of in-hospital duration were gathered and analyzed using SPSS v.27. The primary endpoint was to assess the stone size being successfully removed and procedure duration.
Results:
We recruited 46 participants (40 men and 6 women) with a mean age of 55,5 years old. In 18 (39%) participants, obstructive LUTS was the main presenting symptom, followed by hematuria in 9 (19%) patients. In 10 (28%) of cases, work-up was done by plain abdominal x-ray, while the remaining 36 (72%) underwent CT-scan. The mean surgery duration was 57,2 ± 22,3 minutes. Out of subjects, 3 (6,5%) experienced hematuria as a side effect while 1 (2,1%) patient had a fever.
Conclusion:
Our data demonstrated a safe and effective result of laser lithotripsy used for bladder stones removal. More research is warranted to compare the current modality applied in Indonesia general hospitals along with cost analysis to provide the best treatment option for the patients.

Pendahuluan:
Batu kandung kemih, kondisi urologi yang umum, dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup pasien, menyebabkan gejala seperti gejala obstruktif saluran kemih bawah (LUTS) dan hematuria. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan litotripsi laser telah muncul sebagai teknik yang menjanjikan untuk pengangkatan batu kandung kemih, menawarkan potensi keuntungan dalam hal efektivitas dan keamanan.
Metode:
Data yang diperoleh dari catatan medis dikumpulkan secara retrospektif sejak penggunaan litotripsi laser pada tahun 2019. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diikutsertakan. Data tentang usia, jenis kelamin, gejala, diameter batu maksimum, durasi operasi, komplikasi, dan lama rawat inap pasien dikumpulkan dan dianalisis menggunakan SPSS v.27. Titik akhir utama adalah menilai ukuran batu yang berhasil diangkat dan durasi prosedur.
Hasil :
Penelitian ini terdapat 46 subjek (40 pria dan 6 wanita) dengan usia rata-rata 55,5 tahun. Pada 18 subjek (39%), gejala utama yang muncul adalah obstruksi, diikuti oleh hematuria pada 9 pasien (19%). Pada 10 kasus (28%), pemeriksaan dilakukan dengan X-ray abdomen, sedangkan 36 lainnya (72%) menjalani CT-scan. Rata-rata durasi operasi adalah 57,2 ± 22,3 menit. Tiga orang (6,5%) mengalami hematuria sebagai efek samping sementara 1 pasien (2,1%) mengalami demam.
Kesimpulan:
Penggunaan litotripsi laser untuk menghilangkan batu kandung kemih aman dan efektif. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk membandingkan metode saat ini yang diterapkan di rumah sakit umum di Indonesia, serta analisis biaya untuk memberikan opsi pengobatan terbaik bagi pasien.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Ginanda Putra
"Pendahuluan: Penelitian ini bertujuan mendapatkan profil pasien adenokarsinoma buli secara komprehensif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari tahun 1995-2012.
Metode: Studi ini menggunakan rancangan deskriptif potong lintang. Data sekunder dikumpulkan secara retrospektif dari rekam medis Departemen Urologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari tanggal 1 Januari 1995 - 31 Desember 2012. Pasien dengan adenokarsinoma buli dikategorikan menggunakan stadium berdasarkan sistem TNM/AJCC 2010. CT scan dilakukan untuk penentuan stadium adenokarsinoma buli.
Hasil: Terdapat 45 pasien, yang terdiri dari 12 (26,7%) wanita dan 33 (73,3%) laki-laki. Umur rerata pasien adalah 46.04±13,50 (18-72) tahun. Riwayat batu buli ditemukan pada 11 (24,4%) dari total 45 pasien. Pada umumnya pasien didiagnosis pada stadium IV dan hanya sebagian kecil yang didiagnosis pada stadium I. Terdapat 16 (35,5%) pasien dengan metastase pada awal didiagnosis. Pada umumnya, (64,4%) pasien hanya dilakukan TUR-BT. Sebelas (24%) pasien dilakukan tindakan sistektomi. Pasien lainnya juga diberikan radioterapi (6,7%) dan kemoterapi (4,4%).
Kesimpulan: Insiden adenokarsinoma buli pada penelitian ini ditemukan lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya di negara-negara berkembang lainnya. Beberapa karakteristik pasien dengan adenokarsinoma buli di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki kesamaan dengan negara lain dalam hal jenis kelamin yang dominan, penentuan stadium pada saat ditegakkan diagnosis, dan jenis operasi yang dilakukan. Usia pasien saat pertama kali didiagnosis adenokarsinoma buli di Indonesia pada umumnya lebih muda dan seperempat dari total pasien memiliki riwayat batu buli.

Introduction: The aim of this study was to get a comprehensive profile of bladder adenocarcinoma patient at "CiptoMangunkusumo" Hospital from 1995 to 2012.
Method: This was a descriptive cross-sectional study. Secondary data were obtained retrospectively from Departement of Urology,"CiptoMangunkusumo" Hospital medical record from 1st January 1995 to 31st December 2012. Staging of bladder adenocarcinoma patients were based on TNM/AJCC 2010. CT scan was performed as staging procedure of bladder adenocarcinoma.
Results: There were 45 patients which were 12 female (26,7%) and 33 male (73.3%). Mean of subjects?s age (n=45) was 46.04±13,50 (18-72) years old. History of bladder stone was found in 11 of 45 patients (24,4%). Most patients were diagnosed at stage IV and only small percentage were diagnosed at stage I. There were 16 patients (35,5%) with metastases at time of first diagnosis. Most of our patients (64.4%) were treated with TUR-BT only. Eleven (24%) patients were treated with cystectomy. The rest of the patient was performed radiotherapy (6,7%) and chemotherapy(4,4%).
Conclusion: Several characteristics of bladder adenocarcinoma patients in "Cipto Mangunkusumo" Hospital are similar with studies in other countries in parts of gender predominant, staging at first diagnosed, and type of surgery performed. Age at first diagnosed with bladder adenocarcinoma tend to be younger in Indonesia, and one fourth of our patients presented with history of bladder stone.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Thyrza Laudamy Darmadi
"Karsinoma kandung kemih merupakan keganasan nomor empat terbanyak. Dampak beban ekonomi karsinoma kandung kemih cukup nyata, sehingga diperlukan deteksi dini keganasan kandung kemih untuk menurunkan beban ekonomi. Sistoskopi merupakan pemeriksaan baku emas untuk identifikasi karsinoma kandung kemih, tetapi pemeriksaan tersebut invasif dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Sitologi urin tidak invasif, tetapi hasilnya tidak bisa didapatkan dengan cepat dan terdapat ketergantungan interpretasi pemeriksa.Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan nilai diagnosis dua penanda tumor, yaitu ELISA NMP-22, ELISA UBC urin, serta kombinasi keduanya pada pasien karsinoma kandung kemih. Penelitian uji diagnostik ini terdiri dari 25 orang pasien dengan indikasi sistoskopi dan trans ureteral resection bladder tumor (TUR-BT)/biopsi tumor. Pasien yang memenuhi kriteria masukan dan tolakan dilakukan pengambilan urin pasien kemudian dilakukan pemeriksaan ELISA NMP-22 dan ELISA UBC urin. Hasil pemeriksaan ELISA NMP-22 dan ELISA UBC urin akan dibandingkan dengan pemeriksaan sistoskopi disertai dengan hasil histopatologi.Permeriksaaan ELISA NMP-22 urin dengan cut-off 10 U/ml mempunyai sensitivitas 62,3% dan spesifisitas 83,3%, nilai prediksi positif 81,8% dan nilai prediksi negatif71,4%,likelihood ratio positif3,73 dan likelihood ratio negatif0,45. Jika kasus sistitis dieksklusi maka didapatkan sensitivitas adalah 69,2%, spesifisitas 75%, nilai prediksi positif 81,8%, nilai prediksi negatif 60%, likelihood ratio positif 2,76 , likelihood ratio negatif0,42. Pemeriksaan ELISA UBC dengan cut-off 12 ug/Lmempunyai sensitivitas 38,5% dan spesifisitas 91,7%, nilai prediksi positif 83,3% dan nilai prediksi negatif57,9%,likelihood ratio positif4,63 dan likelihood ratio negatif0,67. Jika kasus sistitis dieksklusi maka didapatkan sensitivitas adalah 38,5%, spesifisitas 87,5%, nilai prediksi positif 83,3%, nilai prediksi negatif 46,7%, likelihood ratio positif 3,08 , likelihood ratio negatif0,70. Kombinasi pemeriksaan ELISA NMP-22 dengan UBC urin mempunyai sensitivitas 76,9% dan spesifisitas 75%, nilai prediksi positif 76,9% dan nilai prediksi negatif75%,likelihood ratio positif3,08 dan likelihood ratio negatif0,31. Jika kasus sistitis dieksklusi maka didapatkan nilai sensitivitas adalah 78,5%, spesifisitas 71,4 %, nilai prediksi positif 84,6 %, nilai prediksi negatif 62,5%, likelihood ratio positif2,74 , likelihood ratio negatif0,30. Kami menyimpulkan kombinasi pemeriksaan ELISA NMP-22 dengan ELISA UBC urin lebih baik karena mempunyai sensitivitas paling tinggi sehingga adanya tumor di kandung kemih baik primer maupun rekuren tidak akan luput dari diagnosis, meskipun harus dipastikan lagi dengan pemeriksaan sistoskopi.

Bladder cancer is the forth most common cancer. Bladder cancer posseses a significant economic burden so that early detection of baldder cancer may decrease the economic burden. Cystoscopy is the reference standard for identification of bladder carcinoma, but it is invasive andcauses significant discomfortto the patient. Urinary cytology is noninvasive but time consuming and hampered by inter-observer variations. The aim of this study is to compare the diagnostic value of the urine NMP-22 ELISA test, UBC-ELISA test and combination of both tests on suspect bladder carcinoma patients.This diagnostic study included25 patients who were indicated for cystoscopy and trans uretheral resection bladder tumor / tumor biopsy. From patients who met requirements for the inclusion and exclusion criteria, the urine voided sample was taken and used for NMP-22 ELISA test and UBC ELISA test. The results of NMP-22 ELISA test and UBC ELISA test were evaluated against the cystoscopy and histological findings as the reference standard.The result of diagnostic study of NMP-22 ELISA test with cut-off 10 U/mlshowed that it had a sensitivity of 62,3% and a specificity of 83,3%, a positive predictive value of 81,8% and a negative predicitive value of 71,4%, a positive likelihood ratio of 3,73 and a negative likelihood ratio of 0,45. If the cystitis case was excluded, it had a sensitivity of 69,2%, and a specificity of 75%, a positive predictive value of 81,8%, and a negative predicitive value of 60%, a positive likelihood ratio of 2,76 , and a negative likelihood ratio of0,42. Diagnostic value of UBC ELISA test with cut-off 12 ug/L had a sensitivity of 38,5% and a specificity of 91,7%, a positive predictive value of 83,3% and a negative predicitive value of 57,9%, a positive likelihood ratio of 4,63 and a negative llikelihood ratio of 0,67. If the cystitis case was excluded, it had a sensitivity of 38,5%, and a specificity of 87,5%, a positive predictive value of 83,3%, and a negative predicitive value of 46,7%, a positive likelihood ratio of 3,08 , and a negative likelihood ratio of0,70.Diagnostic value of combined NMP-22 ELISA test with UBC ELISA test had a sensitivity of 76,9% and a specificity of 75%, a positive predictive value of 76,9% and a negative predicitive value of 75%, a positive likelihood ratio of 3,08 and a negative llikelihood ratio of0,31. If the cystitis case was excluded, it had a sensitivity of 78,5%, and a specificity of 71,4%, a positive predictive value of 84,6%, and a negative predicitive value of 62,5%, a positive likelihood ratio of 2,74 , and a negative likelihood ratio of0,30.The conclusion was that the combined NMP-22 ELISA test with UBC test had the highest sensitivity, thus itwould not miss any primary or recurrent tumour in the bladder, although this neededto be confirmed by cystoscopy."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Made Parulian
"Pendahuluan dan tujuan: Kanker kandung kemih ditandai dengan tingkat rekurensi dan progresivitas yang tinggi. E-cadherin berfungsi sebagai salah satu molekul terpenting yang mengambil bagian dalam aderensi sel-sel epitel, menunjukkan penghambatan perkembangan sel tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ekspresi E-cadherin dengan progresivitas kanker kandung kemih selama 3 tahun.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif yang melibatkan pasien kanker kandung kemih di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Diagnosis kanker kandung kemih dikonfirmasi oleh pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia antara 2011-2018, dengan penilaian dan stadium ditentukan oleh ahli uropatolog dan urolog onkologi. E-cadherin diperiksa melalui pemeriksaan imunohistokimia pada saat diagnosis. Data demografi, invasi jaringan otot, stadium klinis, derajat, metastasis, multifokal, dan kekambuhan diperoleh dari rekam medis dan laporan patologis. Hubungan ekspresi E-cadherin dengan invasi otot dan kanker kandung kemih invasi non-muskuler dievaluasi dan dianalisis secara statistik. Data kelangsungan hidup pasien ditindaklanjuti melalui komunikasi telepon.
Hasil: Empat puluh pasien kanker kandung kemih dengan usia rata-rata 60,05 ± 10,3 tahun menjadi subyek penelitian. Sebagian besar subjek memiliki ekspresi E-cadherin yang tinggi (85%), invasi otot (65%), derajat tinggi (65%), tanpa metastasis (87,5%), multifokal (65%), tanpa rekurensi (62,5%). Ekspresi E-cadherin yang lebih rendah diasosiasikan dengan stadium klinis kanker kandung kemih yang lebih tinggi (p <0,02) dan metastasis (p <0,001). Pasien dengan ekspresi E-cadherin rendah menunjukkan kelangsungan hidup kumulatif yang lebih buruk daripada yang tinggi (rata-rata 32 bulan vs 25 bulan, p = 0,13).
Kesimpulan: Kadar E-cadherin yang rendah dikaitkan dengan risiko invasi otot yang lebih tinggi, stadium klinis, derajat histologis, dan risiko metastasis. Sementara itu, pasien dengan tingkat E-cadherin yang tinggi menunjukkan tingkat kelangsungan hidup tiga tahun yang lebih baik.

Introduction: Bladder cancer is characterized with high recurrence and progressivity. E-cadherin serves as one of the most important molecules partaking in the epithelial cells cell-to-cell adherence, suggested to inhibit tumor cells progression. This study aims to investigate the association between the E-cadherin expressions with bladder cancer progressiveness in 3 years.
Methods: This study was a retrospective cohort study involving bladder cancer patients in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Diagnosis of bladder cancers confirmed by histopathological and immunohistochemistry examination between 2011–2018, with both grading and staging determined by uropathologists and uro-oncologists. E-cadherin was examined through immunohistochemistry examination at the time of diagnosis. Data on demography, muscle invasion, clinical staging, grade, metastasis, multifocality, and recurrence were obtained from medical records and pathology reports. The association of E-cadherin expression to muscle invasion and non-muscle invasion bladder cancer was evaluated and statistically analyzed. Patients survival data were followed up by phone.
Results: Forty bladder cancer patients with mean age of 60.05 ± 10.3 years were included. Most subjects had high E-cadherin expression (85%), muscle invasion (65%), high grade (65%), no metastasis (87.5%), multifocality (65%), no recurrence (62.5%). Lower expression of E-cadherin was associated with higher clinical stage (p <0.02) and metastasis (p <0.001). Patients with low E-cadherin expression showed worse cumulative survival than the high one (mean 32 months vs 25 months, p = 0.13).
Conclusion: Low level of E-cadherin was associated with higher risk in muscle invasion, clinical staging, histological grade and risk of metastasis. Meanwhile, patients with high level of E-cadherin showed better three-year survival rate
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy
"Latar Belakang Radikal sistektomi (radical cystectomy / RC) merupakan standar pengobatan untuk muscle-invasive bladder carcinoma. Diperlukan faktor prediksi untuk pendekatan agresif karena dapat menyebabkan pengobatan berlebihan. Hitung darah tepi (BCC) dilaporkan memiliki hubungan yang signifikan dengan beberapa jenis keganasan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan BCC sebagai faktor prediktor terhadap tingkat keselamatan umum (OS) pada pasien karsinoma kandung kemih (BC) setelah menjalani RC.
Metode Studi kohort retrospektif dibuat terhadap 26 pasien yang menjalani RC. Karakteristik demografis dan BCC seperti hemoglobin (Hb), NLR, PLR, dan rasio limfosit/monosit (LMR). Analisis kesintasan Kaplan-Meier dilakukan untuk menentukan overall survival (OS) pada penanda pemeriksaan hitung darah. Hubungan antara karakteristik pasien dengan kesintasan satu tahun juga dilakukan dengan menggunakan metode Mantel-Cox (Log-rank).
Hasil Dari 26 pasien, usia rata-rata adalah 55,6 ± 12,9 tahun. Pada analisis univariat, tidak ada karakteristik demografis yang ditemukan sebagai prediktor signifikan dari kelangsungan hidup satu tahun dan keseluruhan (p>0,05). Hb, NLR, PLR, dan LMR tidak menjadi prediktor signifikan dari kelangsungan hidup satu tahun dan OS (p>0,05).
Kesimpulan BCC bukan merupakan faktor prediktor yang signifikan terhadap kelangsungan hidup pada pasien dengan kanker kandung kemih setelah menjalani radikal sistektomi.

Background
Radical cystectomy (RC) is the gold standard treatment for muscle-invasive bladder carcinoma. A predictive factor is needed for the aggressive approach as it could lead to overtreatment. Elevated blood cell count (BCC) markers are reported to have a significant association with poor outcomes in several types of malignancy. Neutrophil-to-lymphocyte-ratio (NLR) and platelet-to-lymphocyte ratio (PLR) are a well-known inexpensive and effective representative marker of inflammatory condition. This study aims to determine the BCC as a predictor factor of overall survival (OS) in bladder carcinoma (BC) after RC patients
Methods
A retrospective cohort study was designed to investigate 26 patients undergone RC. The demographic characteristics and BCC such as hemoglobin (Hb). NLR, PLR and lymphocyte/monocyte ratio (LMR) were collected. The patients were categorized based on the CBC markers value (≥Median and
Results
Among the 26 patients, the mean age was 55.6 ± 12.9 years. On univariate analysis, none of the demographic characteristics were found as a significant predictor of one year and overall survival (p>0.05). Hb, NLR, PLR and LMR were not a significant predictor of one year survival and OS (p>0.05).
Conclusions
The BCC was not a significant predictor factor survival in patients with bladder cancer after radical cystectomy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M Iqbal Tafwid
"Latar Belakang Disfungsi saluran kemih bawah (LUTD) adalah istilah yang merujuk pada gangguan penyimpanan dan pengosongan urin, atau disfungsi kandung kemih, termasuk gejala saluran kemih bawah (LUTS). Arus interferensial digunakan untuk memberikan arus frekuensi rendah yang diperlukan untuk stimulasi transkutan struktur internal tanpa menyebabkan ketidaknyamanan. Elektroterapi interferensial (IET) telah banyak digunakan untuk mengobati LUTD. Namun, IET belum banyak diteliti dalam hal evaluasi klinisnya, terutama pada anak-anak dengan LUTD. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas dan efek IET terhadap kualitas hidup pasien disfungsi kandung kemih dibandingkan dengan terapi konservatif konvensional.
Metode Basis data PubMed, Cochrane Library, Scopus, EBSCOhost EMBASE, dan CINAHL dicari secara sistematis termasuk semua studi dengan data primer yang membandingkan kualitas hidup dan hasil urodinamik terapi listrik interferensial dan terapi konservatif konvensional. Risiko bias untuk studi yang termasuk dievaluasi. Meta-analisis dilakukan dengan menggunakan Review Manager (Revman 5.4).
Hasil Delapan studi yang memenuhi kriteria inklusi, dengan sebagian besar menunjukkan risiko bias rendah, telah dimasukkan dalam tinjauan ini. Dari delapan studi yang termasuk, lima studi dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan meta-analisis. Hasil meta-analisis menunjukkan bahwa IET secara signifikan mengurangi kejadian inkontinensia siang hari (RR: 0,27, 95% CI: 0,14-0,50), dan pola pengosongan abnormal (RR: 0,44, 95% CI: 0,22-0,91) dibandingkan dengan CCT. Namun, tidak ada perbedaan signifikan yang diamati dalam kejadian inkontinensia malam hari, waktu pengosongan, volume pengosongan, PVR, Qmax, atau Qave dengan IET dibandingkan dengan CCT.
Kesimpulan Studi ini mengkonfirmasi IET sebagai modalitas yang efektif dalam pengobatan disfungsi kandung kemih dengan beberapa LUTS pada anak-anak.

Background Lower urinary tract dysfunction (LUTD) is an exclusive term that refers to impairments in urine storage and voiding, or bladder dysfunction, including lower urinary tract symptoms (LUTS). During recent decades, inferential electrotherapy (IET) has been expanded and extensively used to treat LUTD in both adults and children. Despite some prior studies, to our knowledge IET has not been studied much in terms of its clinical evaluation, especially in children with LUTD. This systematic review and meta-analysis aims to address the efficacy and effect of IET on the quality of life for bladder dysfunction patients compared to conventional conservative therapy (CCT).
Methods PubMed, Cochrane Library, Scopus, EBSCOhost EMBASE and CINAHL databases were systematically searched including all studies with primary data that compared the quality of life and urodynamic outcomes of interferential electric and conventional conservative therapy. The risk of bias for included studies was assessed. Meta-analysis was performed in Review Manager (Revman 5.4).
Results Eight Studies were included that meet the eligibility criteria, with the majority exhibiting a low risk of bias. Of the eight studies included, five studies were able to be further analyzed using meta-analysis. The meta-analysis results show that IET significantly reduced the incidence of daytime incontinence (RR: 0.27, 95% CI: 0.14-0.50), and abnormal voiding patterns (RR: 0.44, 95% CI: 0.22–0.91) compared to CCT. However, no significant difference was observed in the incidence of nighttime incontinence, voiding time, voiding volume, PVR, Qmax or Qave with IET compared to CCT.
Conclusion Overall, studies confirm IET as an effective modality in the treatment of bladder dysfunction with several LUTS in children. IET is safe, with no significant adverse events reported promising results in bowel and urinary disorders in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prio Hangudi Sampurno
"Paparan pestisida membawa risiko, termasuk keracunan, polusi, dan resistensi hama, mempengaruhi banyak individu setiap tahunnya. Studi menghubungkan paparan pestisida dengan kanker, terutama kanker kandung kemih yang lebih umum terjadi di daerah yang banyak menggunakan pestisida. Kanker kandung kemih menempati peringkat ke-13 dalam kasus baru di Indonesia, dengan tingkat kematian global yang signifikan menurut data GLOBOCAN 2022. Etiologi kanker kandung kemih melibatkan beberapa faktor, termasuk paparan kerja terhadap bahan kimia karsinogenik seperti amina aromatik, yang memberikan risiko khusus bagi petani yang menangani pestisida dan herbisida. Gejala saluran kemih pada petani karet berusia 50 tahun mendorong penyelidikan terhadap bahaya potensial di tempat kerja, terutama terkait paparan herbisida (Imazethapyr) dan risiko kanker kandung kemih. Tinjauan literatur mengidentifikasi studi yang relevan, terutama dua studi kohort oleh Koutros et al. pada tahun 2009 dan 2016, yang menunjukkan hubungan signifikan antara paparan herbisida, khususnya Imazethapyr, dan kejadian kanker kandung kemih di kalangan petani. Diskusi menekankan risiko paparan pestisida yang dikenal dan pemahaman terbatas mengenai efek kesehatan senyawa tertentu seperti Imazethapyr. Studi ini mendukung penelitian lebih lanjut dan intervensi untuk mengurangi bahaya di tempat kerja. Upaya kolaboratif, termasuk alternatif yang lebih aman, regulasi pemerintah, dan penelitian tambahan, sangat penting untuk mengatasi hubungan yang mengkhawatirkan antara penggunaan Imazethapyr dan kanker kandung kemih di kalangan petani, serta memahami kompleksitas paparan pestisida dan dampak kesehatannya.

Pesticide exposure poses risks, including poisoning, pollution, and pest resistance, affecting a substantial number of individuals annually. Studies has established link between pesticide exposure and cancer, specifically bladder cancer which is more common in high-pesticide areas. Bladder cancer ranks 13th in new cases in Indonesia, with significant global mortality rates, according to GLOBOCAN 2022 data. Bladder cancer etiology involves multiple factors, including occupational exposure to carcinogenic chemicals like aromatic amines, which pose a particular risk to farmers who control pesticides and herbicides. A 50-year-old rubber farmer's urinary symptoms prompt investigation into potential occupational hazards, particularly regarding herbicide (Imazethapyr) exposure and bladder cancer risk. A literature review identifies relevant studies, notably two cohort studies by Koutros et al. in 2009 and 2016, showing a significant association between herbicide exposure, especially Imazethapyr, and bladder cancer incidence among farmers. The discussion emphasizes known pesticide exposure risks and a limited understanding of specific compound health effects like imazethapyr. These studies support further research and interventions to mitigate occupational hazards. Collaborative efforts, including safer alternatives, government regulations, and additional research, are crucial to addressing the concerning link between Imazethapyr use and bladder cancer among farmers and unraveling pesticide exposure complexities and health impacts."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Moeliadi Mansoer Arsjad
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1984
T58799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>