Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ellen Meianzi Yasak
"Perempuan yang hidup dalam sistem patriarki, seperti di Indonesia, berjuang untuk membuktikan bahwa dirinya memiliki kekuatan, mampu bersaing di kancah publik, dan bukan warga negara kelas dua. Idealnya, kebijakan yang terkait dengan hak warga negara harus menempatkan perempuan pada posisi yang setara dengan laki-laki. Diskriminasi berbasis gender di tempat kerja, dalam  upah, promosi, fasilitas, membuat pekerja perempuan di Indonesia lebih rentan dan lebih mungkin  dieksploitasi dibandingkan rekan kerja laki-laki. Sejak dulu jumlah jurnalis laki-laki selalu lebih banyak dibandingkan pewarta perempuan. Apalagi Jumlah mereka yang berprofesi sebagai pewarta foto, nya lebih kecil lagi. Berprofesi sebagai pewarta memiliki tantangan dan risiko tinggi, terlebih untuk perempuan. Mereka harus bersaing dengan pewarta laki-laki untuk mendapat berita secara profesional. Perbedaan pengalaman, identitas gender, struktur patriarki yang dikukuhkan oleh maskulinitas berimplikasi pada karya perempuan fotografer. Pierre Bourdieu, dalam bukunya Masculine Domination menyampaikan bahwa sebagai pria atau wanita, dalam objek yang kita coba pahami, sebetulnya kita telah mewujudkan struktur historis  tatanan maskulin dalam bentuk skema persepsi dan apresiasi yang tidak disadari.  Penelitian ini menelaah sumber semiotik yang dibentuk dari habitus perempuan pewarta foto, yang berimplikasi pada pilihan bahasa visual mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah semiotika sosial multimodal. Temuan penelitian ini yaitu (1) sumber semiotik yang dimiliki perempuan pewarta foto tidak bebas, dan ditentukan oleh habitus; (2) media menjadi sumber semiotik perempuan pewarta foto dalam memaknai dominasi maskulin; (3) dominasi wacana maskulin dibentuk dari konstruksi, kekerasan, dan kekuatan simbolik; dan (4) konteks situasi dan budaya pada konsep semiotika sosial Halliday merupakan perwujudan habitus dalam teori Bourdieu.

Women who live in a patriarchal system like in Indonesia, struggle to prove that they have power, are able to compete in the public arena, and are not second-class citizens. Ideally, policies related to the rights of male citizens should place women in an equal position with men. Gender-based discrimination in the workplace, in terms of pay, promotion, benefits, makes female workers in Indonesia more vulnerable and more likely to be exploited than their male counterparts. Since ancient times, there have always been more male journalists than female journalists. Moreover, the number of women who work as photojournalists is even less. Working as a journalist has high challenges and risks, especially for women. They have to compete with male journalists, to get news in a professional manner. Differences in experience, gender identity, patriarchal structures that are reinforced by masculinity are embodied in the work of female photographers. Pierre Bourdieu, as stated in his book Masculine Domination said that as men or women, in the objects we are trying to understand, we have actually materialized the historical structure of the masculine order in the form of unconscious schemes of perception and appreciation. In this research, I examine semiotic sources formed from the habitus of female photojournalists, which has an implicit effect on their choice of visual language. The research method used is Multimodality Social Semiotics. The findings of this study are (1) the source of semiotics owned by female photojournalists is not independent, and is determined by habitus; (2) the media is a semiotic source of female photojournalists in interpreting Masculine Domination; (3) Masculine Discourse Domination is formed from construction, violence, and symbolic power; (4) The context of situation and culture in Halliday's concept of Social Semiotics, is the embodiment of habitus in Bourdieu's theory.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Sekarayu
"Isu gender merupakan salah satu isu sosial yang masih sering menjadi diskursus dalam masyarakat Jerman. Salah satu subtema dari isu gender yang masih terus menjadi diskursus dalam masyarakat Jerman adalah perihal maskulinitas laki-laki sejak lama. Beberapa produk media membentuk konstruksi maskulinitas dalam masyarakat  Jerman, salah satunya lagu. Beberapa lagu yang mengusung tema maskulinitas laki-laki di antaranya adalah lagu Männer (1984) oleh Herbert Grönemeyer dan Nicht die Musik (2019) oleh Kummer. Untuk melihat konstruksi maskulinitas di Jerman pada tahun 1980-an dan di masa Jerman kontemporer, penulis membandingkan kedua lagu tersebut menggunakan metode analisis tekstual dengan metode semantik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi maskulinitas pada kedua lagu tersebut disajikan dalam berbagai bentuk stereotipe, berdasarkan teori maskulinitas hegemonik oleh R.W. Connell (2005). Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa konstruksi maskulinitas yang disajikan dalam kedua lagu tersebut tidak bersifat tunggal, tidak tetap, dan disajikan secara kontekstual.

Gender issue is one of the social issues which are still a topic of discourse in German society. One of the subthemes of gender issue that continues to be discussed in German society is the longstanding issue of male masculinity. Some media products shape the construction of masculinity in German society, including songs. Some songs that carry the theme of male masculinity are Männer (1984) by Herbert Grönemeyer and Nicht die Musik (2019) by Kummer. To look at the construction of masculinity in Germany in the 1980s and in contemporary Germany, the author compares the two songs using the textual analysis method with the semantic method. The results show that the construction of masculinity in both songs is presented in various forms of stereotypes, based on the theory of hegemonic masculinity by R.W. Connell (2005). This research also shows that the construction of masculinity presented in both songs is not singular, not fixed, and presented contextually."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hulya Amina Putri
"Artikel ini membahas bagaimana laki-laki menggunakan makeup dan membuat video tutorial makeup di YouTube seperti Jeffree Star dan Patrikstarrr yang menentang konsep maskulinitas tradisional dengan menggunakan makeup. Dalam studi kasus ini, media sosial, yaitu YouTube, tidak hanya berperan sebagai media ekspresi diri, namun juga sebagai media untuk memperoleh persamaan hak. Analisis Alvarez mengenai maskulinitas digunakan sebagai kerangka dalam studi ini. Dengan menggunakan analisis teks, dapat ditampilkan bahwa laki-laki yang menggunakan makeup cenderung dimarginalisasi oleh laki-laki yang berada dalam grup dominan di dalam masyarakat yang menganut sistem patriarki dimana mereka diharapkan untuk menerapkan ciri-ciri yang secara stereotipikal merepresentasikan laki-laki, seperti memiliki tubuh yang berotot dan menekan emosi yang dirasakan. Selanjutnya, artikel ini tidak hanya membahas tujuan laki-laki tersebut untuk menentang hegemoni maskulinitas dan mendapatkan persamaan hak, melainkan mereka juga memperkuat standar kecantikan bagi perempuan dengan menampilkan cara tertentu dalam mengaplikasikan makeup. Oleh karena itu, artikel ini memberikan kontribusi dalam pengetahuan mengenai laki-laki yang mengaplikasikan karakter feminin dan penggunaan media sosial yang memberikan pengaruh lebih lanjut dalam studi mengenai gender, jenis kelamin, dan identitas.

This article investigates how men who wear and do makeup tutorial videos on YouTube like Jeffree Star and Patrickstarrr challenge the traditional concept of masculinity by wearing makeup. In the chosen case studies, social media, in this case YouTube, does not only work as a media of expression, but also as a tool to seek equality. Alvarez rsquo s analysis about masculinities is used as the framework of this study. By using textual analysis, it is shown that men who wear makeup are more likely to be marginalized by the dominant group of men in patriarchal society where men are expected to perform the traits that stereotypically represent masculinity, such as having muscular bodies and oppressing emotions. Furthermore, this article does not only discover the purpose of these men to challenge hegemonic masculinity and seek equality, this also finds that they reinforce beauty standards on women by showing the way they put on makeup. Thus, this study contributes to the knowledge about men who perform feminine traits and the use of social media which give further impacts in the study of gender, sex, and identity."
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Winner Se Naufallaksono
"ABSTRAK
Tulisan ini akan meneliti sifat-sifat maskulin yang direpresentasikan melalui tokoh-tokoh laki-laki di dalam novel Tschick ndash; in einfacher Sprache karya Wolfgang Herrndorf. Terdapat tiga tokoh yang akan dianalisa, yaitu Maik, Tschick, dan ayahnya Maik. Ketiga tokoh tersebut akan dianalisa sifat-sifat maskulin mereka yang paling menonjol melalui kajian gender dan seperti apa keterkaitannya dengan gaya hidup masyarakat urban. Lebih jauh lagi, tulisan ini akan meninjau apakah gender tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan konstruksi gender yang ada di dalam masyarakat dan bagaimana peran gender masing-masing tokoh mendapat pengaruh dari anggota keluarga dan teman sebaya yang direpresentasikan dalam novel ini. Orang tua dan teman sebaya memiliki peran penting dalam proses pembentukan gender seorang remaja yang sedang dalam masa transisi. Hal ini yang akan menjadi unsur utama pembahasan dalam tulisan ini.

ABSTRACT
This paper will examine the masculine traits that represent through male characters in novel by Wolfgang Herrndorf, Tschick in einfacher Sprache. There are three characters that will be analyzed, they are Maik, Tschick, and Maik 39 s father. Those three characters will be analyzed through their most prominent masculine traits within gender studies and what are their correlations within urban lifestyle. Furthermore, this paper will examine whether the gender of those characters fit in the existing gender constructions within the community and how the gender roles of each character are influenced by the family members and peers that represent in this novel. Parents and peers does have an important role in the gender forming process of a teenager in transition. These will be the main point of the discussion in this paper."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Putri Indriyansyah
"Upaya Perlindungan Diri Perempuan dari Pelecehan Seksual Pada Perang Dunia II dalam Film Anonyma: Eine Frau in Berlin Karya Max Färberböck

The issue of sexual harassment against women is an issue that has long been a topic of discussion in the world. Sexual harassment of women is formed from the existence of hegemonic masculinity. According to Gramsci, hegemony is a form of domination and power, in short, hegemonic masculinity can be interpreted as a form of domination and power exercised by men over women. This is common in various social circles, therefore women
fight for their rights and demand gender equality. This research will raise the issue of identity change caused by hegemonic masculinity against the main female character Anonyma in Germany during World War II, through the film Anonyma: Eine Frau in Berlin. This research uses a qualitative approach and literature review through books, journals and scientific articles. The main focus of this research is the actions of the Russian army and the situation in the environment that supports the identity change and struggle of the figures Anonyma. How the surrounding environment can influence the process of forming the identity of Anonyma's character and the struggles he undertakes. This is answered by using the theory place identity and using cinematographic techniques in analyzing scenes in the film. The results of the analysis show that a person's identity can be formed through environmental influences, as well as the struggles that women waged by arranging strategies to protect themselves from sexual violence during World War II.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Sekar Setianing Gusti
"Maskulinitas subordinat merupakan salah satu bentuk maskulinitas yang belum banyak direpresentasikan di media. Dengan pemahaman masyarakat yang masih terbatas pada bentuk maskulinitas hegemonik, yakni laki-laki yang kuat, mandiri, dan dominan, bentuk maskulinitas subordinat masih sering mengalami diskriminasi dalam mengekspresikan identitas mereka. Pada industri K-Pop, Tomorrow by Together (TXT) merupakan salah satu grup K-Pop laki-laki yang sering menyuarakan isu stereotip dan norma gender, salah satunya melalui fesyen yang mereka kenakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis representasi subordinate masculinity, terutama dalam bentuk androgynous fashion yang ditampilkan anggota TXT pada acara red carpet Mnet Asia Music Award (MAMA) 2022. Terdapat beberapa konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini, antara lain representasi media, maskulinitas subordinat, dan TXT sebagai grup K-Pop yang akan dianalisis. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis semiotika oleh Roland Barthes untuk membahas penanda (signifier) dan petanda (signified) yang ada pada fashion TXT serta menggali sistem makna denotatif dan konotatif di baliknya. Hasilnya, ditemukan bahwa TXT berhasil merepresentasikan fesyen androgini melalui koleksi pakaian yang mereka kenakan dan memperoleh reaksi positif dari banyak pihak. Sebagai artis muda, TXT berhasil membangun branding sebagai sebuah grup yang merepresentasikan isu sosial melalui fesyen mereka.

Subordinate masculinity is one form of masculinity that has yet to be widely represented in the media. With society's understanding still limited to hegemonic forms of masculinity, such as strong, independent, and dominant men, men with subordinate masculinity still often experience discrimination in expressing their identity. In the K-Pop industry, Tomorrow by Together (TXT) is one of the male K-Pop groups that often voices issues of stereotypes and gender norms, one of which is through the fashion they wear. This study aims to analyze the representation of subordinate masculinity, especially in the androgynous fashion displayed by TXT members at the 2022 Mnet Asia Music Award (MAMA) red carpet event. This research will use several concepts, including media representation, subordinate masculinity, and TXT as a K-Pop group that will be analyzed. The research was conducted using Roland Barthes' semiotic analysis method to discuss the signifier and signified in TXT's fashion and explore the denotative and connotative meaning systems behind it. As a result, this research found that TXT successfully represented androgynous fashion through the Burberry Menswear Collection they wore at the event and received positive reactions from many people. As a young artist, TXT managed to build branding as a group representing social issues through their fashion.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Haiqa Albitya
"Penelitian ini dilakukan untuk menelaah bagaimana representasi maskulinitas alternatif di tampilkan pada tokoh Yuzuki Hayato dalam anime Yuzuki san Chi no yon Kyoudai serta bagaimana tanggapan masyarakat Jepang dalam anime merespons maskulinitasnya yang tidak sejalan dengan pandangan tradisional masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hegemonic masculinity milik Raewyn Connell. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis film dengan menganalisis narasi, dialog, penokohan, dan elemen visual. Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan, ditemukan bahwa tokoh Yuzuki Hayato menampilkan bentuk maskulinitas yang tidak sejalan dengan maskulinitas tradisional Jepang, yaitu sosok pria yang aktif berurusan dalam ranah domestik dan mengurus anak. Tema laki-laki yang memiliki maskulinitas alternatif pun kini banyak diangkat oleh beberapa judul anime untuk menayangkan bentuk maskulinitas yang tidak kaku. Gambaran respon masyarakat sekitar terhadap maskulinitas Hayato ditanggapi secara positif dan negatif. Melalui respon tersebut, menandakan bahwa potret maskulinitas Yuzuki Hayato menggoncang sekaligus mengukuhkan norma tradisional yang berlaku.

This study aims to examine the representation of alternative masculinity on Yuzuki Hayato from the anime Yuzuki san Chi no yon Kyoudai and how the Japanese society in the anime responds to his masculinity. The theory used in this study is Raewyn Connell’s hegemonic masculinity theory with film analysis method by analyzing narration, dialogue, characterization, and visual element. Based on the analysis, it is found that Yuzuki Hayato displays a form of masculinity that doesn’t align with traditional Japanese masculinity, namely a man who actively deals in the domestic sphere and takes care of children. This theme of anime also seems to be picked up by several anime titles to showcase other forms of alternative masculinities. The response towards Hayato’s masculinity from the people around him are both positive and negative. Suggests that Yuzuki Hayato’s potrayal of masculinity not only challenges, but also reinforces the prevailing of traditional norms."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurzakiah Ahmad
"Skripsi ini membahas mengenai perubahan nilai maskulinitas yang direpresentasi melalui iklan-iklan produk kosmetik pria. Kosmetik telah sekian lama terkonstruksi ke dalam area feminin. Namun, hal ini nampaknya kini telah berubah. Terdapat pemaknaan baru mengenai bagaimana nilai maskulinitas itu diyakini sekarang. Dengan menganalisis struktur yang membangun masingmasing iklan, skripsi ini mencoba untuk menganalisis bagaimana tiga iklan produk kosmetik pria, yang sudah dipilih sebagai korpus data, merepresentasi nilai-nilai maskulinitas baru.
This study is about the changing of the idea of masculinity in society, which is represented by the advertisements of men?s grooming products. Since a long time ago, grooming products had been constructed into the area of femininity. But it seems now, this construction is already changed. There is a new idea of how masculinity is now defined. By analyzing structures of each advertisement, this study tries to analyze how the three advertisements of men?s grooming products represent and bring the idea of the new and modern masculinity to society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S14997
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mia Yuliana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui redefinisi maskulinitas yang dianalisis melalui masculine performativity yang dilihat pada praktik dan pemaknaan pemakaian produk perawatan kulit pada laki-laki. Studi-studi terdahulu menunjukkan laki-laki yang memakai produk perawatan kulit, berguna untuk menjaga penampilan serta menarik perhatian lawan jenis, akan tetapi, belum banyak studi yang melihat fenomena ini sebagai bentuk redefinisi dari maskulinitas, khususnya dalam konteks pemakaian produk perawatan kulit pada laki-laki. Dengan memakai konsep masculine performativity oleh Butler dan body practice dari Shilling sebagai pisau analisis, peneliti berargumen bahwa laki-laki memakai produk perawatan kulit sebagai praktik yang dilakukan secara berulang dan terus-menerus sebagai cara untuk menunjukkan identitas gender mereka. Temuan penelitian menunjukkan bahwa praktik tubuh pada laki-laki yang memakai produk perawatan kulit bertujuan untuk mencapai bentuk tubuh yang mereka inginkan. Sementara, pemaknaan maskulinitas yang terdapat dalam pemakaian produk perawatan kulit dilakukan secara berulang dan konsisten yang dianggap sebagai maskulinitas modern, yaitu laki-laki yang peduli dengan penampilan wajah. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian fenomenologi, yaitu studi yang menggambarkan pengalaman beberapa individu dari suatu fenomena. Sumber data dari studi ini adalah wawancara mendalam dengan informan yang memiliki kriteria sebagai laki-laki yang memakai produk perawatan kulit dan content creator laki-laki di bidang beauty (skincare enthusiast).

This study aims to determine the redefinition of masculinity which is analyzed through masculine performativity which is seen in the practice and meaning of using skin care products for men. Previous studies have shown that men who use skin care products are useful for maintaining their appearance and attracting the attention of the opposite sex, however, not many studies have looked at this phenomenon as a form of redefinition of masculinity, especially in the context of using skin care products for men. man. Using Butler's concept of masculine performativity and Shilling's body practice as an analytical tool, the researcher argues that men use skin care products as a practice that is carried out repeatedly and continuously as a way to show their gender identity. Research findings show that men's body practices using skin care products aim to achieve the body shape they desire. Meanwhile, the meaning of masculinity contained in the use of skin care products is carried out repeatedly and consistently which is considered as modern masculinity, namely men who care about facial appearance. This study uses a qualitative approach with the type of phenomenological research, namely a study that describes the experiences of several individuals from a phenomenon. The data sources of this study are in-depth interviews with informants who have criteria as men who use skin care products and male content creators in the beauty field (skincare enthusiast).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>