Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184837 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tika Yuliana
"Stunting merupakan pertumbuhan tinggi badan anak yang tidak normal yang disebabkan karena kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang yang terlihat sejak balita usia 24 bulan. Angka prevalensi kasus stunting di Provinsi Banten menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (2021) mencapai 294.862 balita dan masuk lima besar daerah dengan angka stunting tertinggi di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi, hubungan, interaksi dan colinearitas ASI eksklusif dengan kejadian stunting dikontrol oleh factor determinan stunting. Disain studi penelitian yaitu cross sectional dengan mengambil data Riskesdas 2018 mengenai stunting dan faktor determinan stunting. Dari hasil penelitian diperoleh kasus stunting di Provinsi Banten pada baduta usia 6-23 bulan sebanyak 29,2%. Baduta yang tidak mendapatkan ASI secara eksklusif 1,2 kali lebih berisiko mengalami stunting dibandingkan dengan balita yang mendapatkan ASI secara eksklusif setelah dikontrol oleh BBLR, MP-ASI dan panjang badan lahir. Berdasarkan penelitian ini program pemeriksaan kesehatan pra-menikah bekerjasama dengan KUA dan fasilitas kesehatan setempat perlu dilakukan guna mencegah terjadinya BBLR dan panjang badan lahir tidak normal. Serta melakukan penyuluhan berupa praktik pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI pada calon orang tua bayi dan keluarga besar bayi (nenek, kakek, paman, bibi), supaya pengaruh budaya tidak mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif.

Stunting is an abnormal growth in children's height caused by chronic malnutrition and recurrent infections that have been seen since the age of 24 months. The prevalence rate of stunting cases in Banten Province according to the Indonesian Toddler Nutrition Status Survey (2021) reached 294,862 toddlers and is included in the top five regions with the highest stunting rate in Indonesia. The purpose of this study was to determine the frequency distribution, relationship, interaction and colinearity of exclusive breastfeeding with the incidence of stunting being controlled by the determinants of stunting. The research study design is cross sectional by taking the 2018 Riskesdas data regarding stunting and the determinants of stunting. From the results of the study, it was found that stunting cases in Banten Province in children aged 6-23 months were 29.2%. Under-fives who are not exclusively breastfed are 1.2 times more at risk of experiencing stunting compared to toddlers who are exclusively breastfed after being controlled by low birth weight, complementary foods, and birth length. Based on this research, a pre-marital health check-up program in collaboration with the Office of Religious Affairs and local health facilities needs to be carried out to prevent low birth weight and abnormal birth length. As well as conducting counseling in the form of the practice of exclusive breastfeeding and complementary foods for prospective baby parents and the baby's extended family (grandmothers, grandparents, uncles, aunts), so that cultural influences do not affect exclusive breastfeeding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Khanifah
"Stunting masih menjadi salah satu masalah gizi buruk pada anak-anak di Indonesia. Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi pada baduta di Indonesia yaitu sebesar 32,5. Selain masalah stunting, tingkat pemberian ASI eksklusif di Kalimantan Barat juga masih rendah. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan merupakan salah satu kebijakan dari penanggulangan stunting baik nasional maupun global.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada baduta di Kalimantan Barat setelah dikontrol dengan variabel confounding dan memperhitungkan interaksi. Sampel pada penelitian ini berjumlah 366 baduta umur 6-23 bulan yang berstatus anak kandung dan masih mempunyai ibu. Desain studi penelitian ini adalah cross-sectional dengan analisis multivariat regresi logistik ganda menggunakan data PSG Provinsi Kalbar tahun 2016.
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada baduta setelah diuji interaksi dan dikontrol oleh variabel confounding OR = 1,38; 95 CI : 0,477 ndash; 3,983. Hasil dari interaksi menunjukkan pada baduta yang tidak diberikan ASI eksklusif dari ibu bekerja berisiko 4,27 kali untuk badutanya menjadi stunting 95 CI : 1,55 ndash; 13,06. Saran kepada ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif karena bermanfaat untuk bayi dan bagi ibu bekerja yang tidak memberikan ASI eksklusif dapat mengoptimalkan pemberian MP-ASI yang berkualitas untuk mencegah stunting.

Stunting is still one of malnutritions problem in children in Indonesia. West Kalimantan Province is the highest prevalence of stunting in under two children in Indonesia, which is 32.5. In addition to the stunting problem, the exclusive breastfeeding rate in West Kalimantan is still low. Exclusive breastfeeding for 6 months is one form of policies of national and global stunting countermeasures.
This study aimed to determine the relationship between exclusive breastfeeding status and stunting among under two children in West Kalimantan after being controlled with the variables from children and mother factors and also considering the interaction of variables. The sample is made up of 366 children aged 6 23 months who have had mothers. The design of this study was cross sectional with multivariate analysis of binary logistic regression using Nutrition Status Monitoring data of West Kalimantan in 2016.
The results of this study showed that exclusive breastfeeding was not related significantly to the stunting OR 1.3 95 CI 0,776 2,338. Interaction analysis showed that infants who were not exclusively breastfed from working mother more likely to be stunted than those from non working mother OR 4,27 95 CI 1,55-13,06. The recommendations for mother should remain exclusively breastfeeding for her children considering about its benefit and for working mother who can not exclusively breastfeed should optimize the qualities of complementary feeding practice as prevention from stunting.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert
"Di Indonesia, stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Provinsi Lampung mengalami prevalensi stunting yang meningkat dari Tahun 2015 sampai 2017, yaitu 22,6%, 24,8% dan 31,6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku keluarga sadar gizi ( penimbangan berat badan balita secara teratur, memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan/ASI Eksklusif, rumah tangga menggunakan garam beryodium, minum suplemen gizi sesuai anjuran/ vitamin A dan Konsumsi beraneka ragam makanan) dan karakteristik responden seperti faktor riwayat balita pernah dirawat, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah balita, dan tempat tinggal dengan kejadian stunting. Desain studi penelitian ini yaitu cross-sectional dengan analisis bivariat dengan chi square (kai kuadrat). Data yang digunakan yaitu data Pemantauan Status Gizi (PSG) dengan jumlah sampel 1533 balita usia 6-23 bulan di Provinsi Lampung Tahun 2017. Hasil anlisis menunjukkan bahwa perilaku keluarga sadar gizi, pemberian vitamin A, pemberian ASI Eksklusif, konsumsi beraneka ragam makanan tidak berhubungan dengan kejadian stunting. Namun terdapat hubungan antara rumah tangga menggunakan garam beryodium dan penimbangan balita secara teratur dengan kejadian stunting. Perlu adanya dukungan dari setiap anggota keluarga dalam menerapkan perilaku keluarga sadar gizi.

In Indonesia, stunting is still a public health problem. Lampung Province experienced an increasing prevalence of stunting from 2015 to 2017, by percentage is 22,6 %, 24,8% and 31,6%. This study aims to determine association between nutrition conscious family behavior (with variables like weighing toddlers regularly, provide exclusive breastfeeding, households use iodized salt, get vitamin A and consume a wide variety of foods) and respondent characteristics such as a history of factors under five have been treated, mother’s education, mother’s occupation, number of family members, the number of under five, and residence with stunting incident. The design of this research study is cross-sectional with chi square test to bivariate analysis. The data used is Pemantauan Status Gizi (PSG) data and used 1533 child aged 6-23 months as sample in Lampung Province 2017. The analysis result shows that nutrition conscious family (KADARZI) behavior, get vitamin A, provide exclusive breastfeeding, consume a wide variety of foods are not related to stunting incident. However there is a relationship between households use iodized salt and weighing toddlers regularly to stunting incident. There needs to be support from each family member in implementing nutrition conscious family (KADARZI) behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adimas Siti Helvanisari Denang
"Stunting atau pendek (PB/U < -2SD) merupakan kegagalan pertumbuhan liniear yang menjadi permasalahan dunia terutama negara berkembang. Stunting terjadi akibat dari banyak faktor diantaranya, faktor maternal, lingkungan, MPASI tidak adekuat, dan pemberian ASI. Faktor maternal yang mempengaruhi kejadian MPASI adalah karakteristik ibu, riwayat kehamilan, dan kesehatan mental. Salah satu masalah kesehatan mental pada ibu adalah gangguan mood. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui hubungan gangguan mood dan pola asuh gizi terhadap stunting. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Penelitian ini dimulai dari September 2019 s/d April 2020. Analisis pada penelitian ini adalah univariate, bivariate dan multivariate. Uji Chi-square pada penelitian ini mendapati bahwa ada hubungan signifikan gangguan mood, pola asuh gizi dan karakteristik ibu terhadap stunting (p value < 0.001). Gangguan mood, ASI Eksklusif, MPASI tepat waktu, dan pekerjaan ibu merupakan faktor protektif terhadap stunting (OR<1) Hasil analisis multvariat mendapati usia adalah faktor yang paling kuat mempengaruhi kejadian stunting. Peneliti menyaranakan pemerintah untuk melakukan upaya yang lebih gencar lagi pada skrining gangguan mood, pemantauan status gizi dan pemantauan status gizi ibu dan anak.

Stunting atau short stature (HAZ < -2SD) is a linear growth failure that largely occur in developing contries. Stunting happened from various causes for instances maternal factor, environment, complementary feeding and breastfeeding. Some of maternal factors potentially causes stunting are maternal characteristic, pregnancy history, and mental health. One of maternal mental health is mood disorder. This study aim for finding relationship between mood disorder and nutritional parenting to stunting aged 6-23 months old. This study used secondary data from Riskesdas 2018 by using cross sectional design. This study also analyzed univariate, bivariate, and multivariate factors. It started on September 2019 until April 2020. This study reported that there is significant relationship between mood disorder nutrition parenting, and maternal characteristic towards stunting. Mood disorder, exclusive breastfeeding, complementary feeding, and mother’s profession are protective factor to stunting (OR <1). Futhermore, multivariate analysis result showed that mother age is the most impactful factors from all of them. It suggested for stakeholder to be more concern about maternal mood disorder, mother nutririon status, children nutrition status and also exclusive breastfeeding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliawita Andrieni
"Stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia yang disebabkan oleh faktor yang bersifat konteks dan penyebab langsung yang akan tampak pada usia 2 tahun. Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis yang pada jangka pendek berdampak pada meningkatnya kesakitan dan kematian, hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak, adanya ketidak seimbangan dari fungsi-fungsi tubuh, rendahnya kemampuan kognitif, motorik dan bahasa serta dampak jangka panjang berupa postur tubuh yang pendek, obesitas, menurunnya kesehatan reproduksi dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja sehingga mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. ASI merupakan zat gizi sempurna untuk bayi yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui hubungan antara riwayat mendapatkan ASI eksklusif terhadap kejadian stunting setelah di kontrol variabel jenis kelamin, status BBLR, status PBLR, status mendapatkan Vitamin A pada anak, dan status gizi pada anak pada usia 24-59 bulan di Kota Cilegon. Penelitian menggunakan desain studi kasus-kontrol pada 273 anak stunting (kasus) dan 546 anak tidak stunting (kontrol). Data diperoleh dari e-PPGBM Kota Cilegon bulan Agustus tahun 2022. Analisis multivariat pada hubungan ASI eksklusif terhadap kejadian stunting diperoleh nilai aOR 2,55 pada 95% CI 1,337-4,879 setelah dikontrol variabel jenis kelamin, status BBLR, status PBLR, status mendapatkan Vitamin A pada anak, status gizi, interaksi ASI eksklusif dengan jenis kelamin, dan interaksi ASI eksklusif dengan status gizi. Kandungan zat gizi pada ASI perlu diperhatikan agar anak memperoleh ASI yang cukup secara kualitas dan kuantitas untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Stunting is still a health problem in Indonesia caused by contextual factors and direct causes that will appear at the age of 2 years. Stunting reflects chronic malnutrition which in the short term has an impact on increasing morbidity and mortality, hinders the growth and development of children, there is an imbalance of bodily functions, low cognitive, motoric and language abilities as well as long term impacts in the form of short stature, obesity, decline in reproductive health and will further affect work productivity thereby affecting the quality of human resources. Breast milk is the perfect nutrient for babies according to their growth and development. WHO recommends exclusive breastfeeding in the first 6 months of life. The purpose of this study was to determine the relationship between a history of exclusive breastfeeding and the incidence of stunting after controlling for variables such as gender, LBW status, LBL status, status of getting Vitamin A in children, and nutritional status in children aged 24-59 months in Cilegon City. The study used a case-control study design in 273 stunted children (cases) and 546 non-stunted children (controls). Data were obtained from the Cilegon City e-PPGBM in August 2022. Multivariate analysis on the relationship of exclusive breastfeeding to stunting events obtained an aOR value of 2,55 at 95% CI 1,337-4,879 after controlling for the variables gender, LBW status, PBLR status , status of getting Vitamin A in children, nutritional status, interaction of exclusive breastfeeding with gender, and interaction of exclusive breastfeeding with nutritional status. It is necessary to pay attention to the nutritional content of breast milk so that the child obtains sufficient quality and quantity of breast milk for growth and development."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriarni
"Di era globalisasi ini banyak terjadi masalah gizi ganda. Masalah ini terutama banyak terjadi di negara berkembang dan negara miskin. Masalah gizi ganda adalah munculnya masalah gizi lebih dengan gizi kurang juga masih menjadi masalah di negara tersebut. Masalah gizi lebih ini terjadi karena makanan murah yang dikonsumsi banyak mengandung tinggi gula, tinggi lemak, tinggi garam dan tinggi kalori yang dapat menyebabkan kegemukan terutama pada anak-anak. Kegemukan pada anak-anak akan menyebabkan menyebabkan timbulnya risiko penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, dan lain-lain kelak jika mereka dewasa nanti.
Masa anak-anak merupakan masa yang penting untuk proses tumbuh kembangnya, untuk itu sangat diperlukan konsumsi makanan yang mengandung zatzat gizi yang diperlukan oleh tubuh anak-anak sesuai dengan kebutuhannya. Jika berlebihan akan menimbulkan dampak yang buruk bagi anak-anak. Konsumsi makanan pada anak-anak ditentukan dari apa yang mereka konsumsi sejak dini. Makanan yang pertama kali dikonsumsi oleh anak-anak adalah air susu ibu (ASI). ASI diketahui banyak mengandung gizi penting yang dibutuhkan oleh bayi, untuk itu pemerintah dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk memberikan ASI eksklusif selama enam bulan kehidupan pertama bayi. ASI juga diketahui memiliki efek protektif terhadap kegemukan pada anak. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai hubungan antara konsumsi ASI eksklusif dan faktor lainnya dengan kejadian kegemukan pada anak usia 6-23 bulan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data sekunder Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Desain penelitian Riskesdas 2010 adalah cross sectional (potong lintang). Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat, bivariat dan multivariat. Variabel dependen yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah status kegemukan pada anak usia 6-23 bulan berdasarkan IMT/U.
Dalam penelitian ini didapatkan hasil proporsi kegemukan pada anak usia 6-23 bulan adalah 22,6% dan proporsi ASI eksklusif sebesar 19,9%. Dari hasil uji chisquare diketahui tidak ada hubungan bermakna antara ASI eksklusif dengan kegemukan, sedangkan hubungan yang bermakna ditemukan pada variabel berat lahir, pekerjaan ibu dan pengeluaran keluarga. Faktor yang paling berhubungan dari semua variabel independen yang diteliti adalah berat lahir.

Globalization era has make a double burden on nutrition problem. This problems happened in the develeloped and poor country. Double burden on nutrition is a problem with overnutrition has come while the undernutrition still become a problem. Overnutrition arise because a children consume cheap food that contain of high sugar, high fat, high salt and high calory that can cause a degenerative diseases such as cardiovaskuler, diabetes mellitus when they grow up later.
Children period plays an important role for their development and growth, and for that they need the food that contain of nutrition that they need. If it more than they need, it will become a bad impact for the child. For babies, the first food that they consume is breastmilk. Breastmilk has been known as an important nutrition for the baby so that the World Health Organization has recommend to give breastmilk only for the first six months of their early life. Breastmilk has a protective effect for overweight on child. Based on that reason, the writer interested to analyze the association between breastfeeding and other factors with overweight on children ages 6-23 months in Indonesia 2010.
This research is a quantitative research using a secondary data from health research 2010 (Riskesdas 2010). Riskesdas 2010 design is a cross sectional. Data analysis are univariat, bivariat and multivariat. The dependent variable is an overweight status based on Basal Metabolism Index per Age (BMI/Age).
This research has found that overweight proportion is 22,6% while the breastfeeding proportion is 19,9%. Chi-Square test has found that there is no relationship between breastfeeding with overweight while the significant relationship has been found on birth weight, mother occupation and family expenses.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T29791
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Rahmawati F.
"Stunting ialah kondisi kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dari kebutuhan tubuh dalam waktu yang cukup lama sehingga anak lebih pendek jika dibandingkan dengan usianya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian stunting dan praktik pemberian makan adalah usia ibu, pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu, berat badan lahir anak.

Stunting is a condition of chronic malnutrition caused by the lack of nutrient intake of the body needs in a long time so that the child is shorter when compared with his age. Factors that may affect the incidence of stunting and feeding practices are maternal age, maternal employment, maternal education, child birth weight."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yedida Ayuningtyas
"Stunting merupakan masalah pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh kekurangan gizi, infeksi berulang, dan kurangnya rangsangan psikososial. Stunting memiliki konsekuensi negatif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk peningkatan kejadian penyakit, gangguan perkembangan dan keterampilan belajar yang buruk, peningkatan risiko terkena penyakit tidak menular, penurunan kemampuan kerja, serta dampak antargenerasi. Kejadian stunting dikaitkan dengan berbagai faktor, di antaranya asupan tidak adekuat, penyakit infeksi, kerawanan pangan, pola asuh yang kurang tepat, serta kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 melaporkan bahwa Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan provinsi kelima dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia dan termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat kategori sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting serta faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional menggunakan data sekunder SSGI tahun 2021. Terdapat 600 subyek baduta yang dilibatkan dalam penelitian ini. Data dianalisis menggunakan uji kai kuadrat pada analisis bivariat dan uji regresi logistik ganda pada analisis multivariat. Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat variabel yang secara signifikan berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan, yaitu usia anak, jenis kelamin, partisipasi ibu dalam kelas ibu hamil, dan berat badan lahir. Anak dengan riwayat berat badan lahir rendah diketahui sebagai faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6—23 bulan dengan p-value 0,001 dan OR 3,560 (CI 95%: 1,777-7,132). Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian untuk masyarakat melakukan pencegahan dini kejadian stunting dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, memerhatikan kecukupan gizi sejak dini, menerapkan pola asuh yang sesuai, dan menggunakan akses sanitasi yang layak. Selain itu, instansi kesehatan diharapkan dapat mengoptimalkan dukungan kepada masyarakat melalui Komuikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) Gizi yang berkaitan dengan stunting. Program-program pencegahan stunting yang sudah ada perlu dioptimalkan oleh instansi kesehatan guna memberikan manfaat yang maksimal dalam mencegah stunting di masyarakat.

Stunting is a growth and development problem in children caused by malnutrition, reccurent infections, and lack of psychosocial stimulation. Stunting has negative consequences in both the short and long term, including increased incidence of disease, impaired development and poor learning skills, increased risk of non-communicable diseases, decreased ability to work, and intergenerational impacts. The incidence of stunting is associated with various factors, including inadequate intake, infectious diseases, food insecurity, inadequate caregiving practices, and inadequate environmental health and health services. According to the 2021 Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) report, it is known that Southeast Sulawesi Province is the fifth province with the highest prevalence of stunting in Indonesia and is classified under the category of very high public health problem. This study aims to analyze the factors associated with stunting incidence and identify the dominant factors among children aged 6-23 months in Southeast Sulawesi Province. This research was conducted using a cross-sectional design using secondary data from the 2021 SSGI. A total of 600 children aged 6-23 months subjects were involved in this study. Data were analyzed using chi-square test in bivariate analysis and multiple logistic regression in multivariate analysis. The results of the study show that there are four variables significantly associated with the occurrence of stunting in children aged 6-23 months, namely child age, gender, maternal participation in maternity classes, and low birth weight. Children with a history of low birth weight were identified as the dominant factor in the occurrence of stunting in children aged 6-23 months, with a p-value of 0,001 and an odds ratio (OR) of 3,560 (95% CI: 1,777-7,132). Based on the research, suggestions for the community to prevent stunting include utilizing healthcare facilities for early prevention, paying attention to early nutritional adequacy, implementing appropriate parenting practices, and using proper sanitation facilities. In addition, healthcare institutions are expected to optimize support to the community through Nutrition Communication, Information, and Education (KIE Gizi) related to stunting. Existing stunting prevention programs need to be optimized by healthcare institutions to provide maximum benefits in preventing stunting in the community."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Syafitriani
"Indonesia termasuk dalam 17 negara yang mengalami beban ganda permasalahan gizi, salah satunya adalah stunting sebesar 37,2%, Tahun 2021 terlihat laju penurunan prevalensi stunting sudah semakin membaik terlihat data SSGI 2021 menunjukkan prevalensi stunting dari Tahun 2019 menurun 3,9% diikuti penurunan tahun 2021 menurun 3,3% dari 27,67% menjadi 24,4% di Tahun 2021. Kehamilan Tidak Diinginkan di Indonesia cenderung stagnan dan belum turun. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 memperlihatkan prevalensi KTD sebesar 15%, selanjutnya tahun 2018 Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program KKBPK (SKAP) memperlihatkan angka KTD 15%. Kehamilan tidak diinginkan menjadi faktor pemungkin dan memiliki peranan dalam menyebabkan stunting, dimulai sejak masa kehamilan seperti kesiapan untuk memiliki anak memberikan pengaruh terhadap kejadian kehamilan tidak diinginkan dan pola pengasuhan. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui hubungan kehamilan tidak diinginkan dengan kejadian stunting pada balita 12-24 bulan di Indonesia, bersifat kuantitatif menggunakan data sekunder Riskesdas 2018. Penelitian ini mencakup seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis data dengan menu complex samples. Hasil penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan bermakna antara Kehamilan Tidak Diinginkan dengan Kejadian Stunting pada Baduta (12-24 bulan) di Indonesia pada analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dengan nilai p 0,648 (OR: 1,054; 95%CI: 0,840 – 1,324). Pada analisis multivariat dengan menggunakan uji regeresi logistik menunjukkan Kehamilan Tidak Diinginkan memiliki pengaruh 1,287 berisiko lebih besar pada Kehamilan Tidak Diinginkan untuk menjadi Stunting dibandingkan pada Kehamilan Diinginkan (p 0,086, OR: 1,287; 95%CI: 0,965-1,716). Terdapat konfonding pada penelitian ini yaitu variabel ASI Eksklusif (aOR=1,l92: 95%CI : 0,987-1,441: p value 0,069). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Tingkat Sosial Ekonomi dan Jenis Kelamin merupakan faktor pengontrol yang mempengaruhi kejadian Stunting pada Baduta (12-24 bulan) di Indonesia, bayi yang lahir BBLR akan memiliki peluang risiko 2,508 kali lebih besar untuk menjadi stunting pada Baduta (12-24 bulan) dibanding dengan bayi lahir normal (p 0,000, OR: 2,508; 95%CI: 1,632-3,855), semakin rendah tingkat sosial ekonomi keluarga akan berisiko 2,151 kali lebih besar untuk mengalami stunting (p0,000, OR:2,151; 95%CI: 1,596-2,900), jenis kelamin laki-laki lebih memiliki kemungkinan mengalami stunting 1.309 kali berisiko dibanding anak perempuan (aOR: 1,309; 95% CI 1,090 - 1,573; pvalue = 0,004).

Indonesia is one of 17 countries that have experienied in a double burden of nutritional problems, one of which is stunting of 37.2%, In 2021, the rate of decline in the prevalence of stunting has improved, as can be seen from the 2021 SSGI data showing the prevalence of stunting from 2019 decreased by 3.9% followed by a decrease in 2021 decreased by 3.3% from 27.67% to 24.4% in 2021. Unwanted pregnancies in Indonesia tend to be stagnant and have not decreased. Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) showed an adverse event prevalence of 15%, then the Program Performance and Accountability Survey (SKAP) in 2018 showed an adverse event rate of 15%. Unwanted pregnancy is an enabling factor and has a role in causing stunting, starting from the time of pregnancy such as readiness to have children which influences the incidence of unwanted pregnancies and parenting patterns. This study aims to determine the relationship between unwanted pregnancies and the incidence of stunting in toddlers 12-24 months in Indonesia, using secondary data from Riskesdas 2018 in quantitative methods. This research covered all provinces and districts/cities in Indonesia. This research uses data analysis with complex samples menu. The result of this research showed that there was no significant relationship between unwanted pregnancy and stunting in Baduta (12-24 months) in Indonesia in bivariate analysis using the chi-square test with a p-value of p 0,648 (OR: 1,054; 95%CI: 0,840 – 1,324). In multivariate analysis using logistic regression test showed that unwanted pregnancy had a 1.287 greater risk of unwanted pregnancy becoming stunting than unwanted pregnancy (p 0,086, OR: 1,287; 95%CI: 0,965-1,716). There was a confounding in this research, namely the exclusive breastfeeding variable (aOR=1,192: 95%CI : 0,987-1,441: p value 0,069). Low Birth Weight (LBW), Socioeconomic Level and Gender are controlling factors that influence the incidence of stunting in Baduta (12-24 months) in Indonesia, the babies born with LBW will have a 2,508 times greater chance of being stunting in Baduta (12-24 months) compared to babies born normally (p 0,000, OR: 2,508; 95%CI: 1,632-3,855), the lower the socio economic level of the family, the risk is 2.151 times greater for stunting p 0,000, OR:2,151; 95%CI: 1,596-2,900), the male is more likely to experience stunting 1.309 times the risk than female (aOR: 1,309; 95% CI 1,090 - 1,573; pvalue = 0,004)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Zahra Lydia Cross
"ASI eksklusif terbukti menjadi makanan terbaik yang dapat diberikan ibu kepada anaknya selama 6 bulan pertama. Rendahnya cakupan ASI eksklusif di Indonesia perlu menjadi perhatian mengingat tingginya risiko kesehatan yang dapat mengancam pertumbuhan, kesehatan, hingga menyebabkan kematian bayi jika tidak ASI eksklusif. Berbagai faktor ditemukan menjadi penentu dalam praktik pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor dominan yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia. Desain yang digunakan adalah cross-sectional dengan menggunakan data sekunder IFLS-5 tahun 2014-2015 yang memiliki sampel anak usia 6-23 bulan sebanyak 1550 orang. Data dianalisis menggunakan uji chi square dan uji regresi logistik ganda. Hasil analisis menunjukkan prevalensi pemberian ASI eksklusif hingga usia minimal 5 bulan adalah sebesar 24,9%. Analisis bivariat menemukan beberapa faktor yang berhubungan signifikan dengan pemberian ASI eksklusif, yaitu usia ibu, pendidikan ibu, berat badan lahir, tempat persalinan, penolong persalinan, dan kunjungan ANC. Faktor status pekerjaan, status perkawinan, paritas, pengetahuan terkait ASI eksklusif, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, dan kunjungan PNC ditemukan tidak berhubungan signifikan dengan pemberian ASI eksklusif dalam penelitian ini. Hasil analisis multivariat menemukan usia ibu sebagai faktor dominan pemberian ASI eksklusif pada ibu dengan anak usia 6-23 bulan di Indonesia dengan OR 2,13. Penelitian ini menunjukkan bahwa optimalisasi praktik menyusui pada usia reproduktif dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan hingga 2,1 kali lebih tinggi.

Exclusive breastfeeding (EBF) is proven to be the best food a mother can give to her child during the first 6 months. The low prevalence of EBF in Indonesia needs to be a concern given the many health risk of not breastfeeding exclusively, such as delayed growth, threatened health, and infant mortality. Various factors were found to be determinants in the practice of exclusive breastfeeding. This study was conducted to identify the dominant factor associated with 6-month EBF among children aged 6-23 months in Indonesia. The design used in this study is cross-sectional using IFLS-5 2014-2015 as a secondary data with a sample of 1550 children aged 6-23 months. Data were analyzed using chi square test dan multiple logistic regression test. The result found the prevalence of 5-month EBF was 24,9%. Bivariate analysis found several factors that were significantly related to EBF, which are maternal age, maternal education, birth weight, place of delivery, birth attendant, and ANC visits. The factors of employment status, marital status, parity, knowledge related to EBF, gender, area of residence, and PNC visits were not found to be significantly related to EBF practice in this study. The result of multivariate analysis showed maternal age as the dominant factor of EBF practice in mothers with children aged 6-23 months in Indonesia with an OR of 2,13. This study shows that optimizing breastfeeding practices at reproductive age can increase the success of 6-month EBF up to 2,1 times."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>