Ditemukan 164433 dokumen yang sesuai dengan query
Zulfa Safitri Kusumaningrum
"Ritual pertunangan adalah prosesi sakral, bermakna ikatan perjanjian pernikahan. Oleh sebab itu, calon mempelai dituntut menjaga ikatan tersebut. Namun, apabila terjadi permasalahan yang menyebabkan pertunangan dibatalkan dapat menyulitkan calon mempelai perempuan. Ia dihadapkan pada situasi subordinat yang membuatnya tidak mampu mengambil keputusan. Melalui isu tersebut, penelitian ini mengeksplorasi posisi perempuan dalam ritual pertunangan dan relasi kuasa yang menggerakkannya menampilkan agensi. Peneliti menggunakan metode autoetnografi dan data kemudian dianalisis menggunakan teori Sherry B. Ortner tentang subjektivitas dan agensi serta praktik budaya. Hasilnya menunjukkan, calon mempelai perempuan menempati posisi subordinat, sebagai anak perempuan harus patuh (manut), sebagai perempuan dewasa tidak dapat mengambil keputusan dan sebagai calon mempelai perempuan dilarang memutuskan hubungan dengan sepihak. Kuasa mewujud pengetahuan mengenai pancer wali. Selain relasi kuasa, konstruksi dan restriksi kultural terkait sakralitas pertunangan, proses melepaskan anak perempuan pada pasangannya dan hal lain seperti pamali dan malu (isin) juga turut memojokkan posisinya. Melalui relasi kuasa dan konstruksi serta restriksi kultural, calon mempelai perempuan merefleksi peristiwa budaya yang lebih dikenal dengan subjektivitas. Dari subjektivitas, muncul intensi yang menjadi dasar dari agensi. Selanjutnya, agensi calon mempelai perempuan dalam peristiwa pembatalan pertunangan yaitu, nesu (mendiamkan untuk mengontrol emosi), berpura-pura bertahan dan memperbaiki hubungan (ethok-ethok) serta temporarily avoiding (membatasi komunikasi).
The engagement rituals is a sacred procession, containing bond of marriage agreement. Therefore, the prospective bride and groom are required to maintain those bond. However, if there’s a problem that cause engagement should be canceled, that would be difficult situation for the prospective bride. She faced subordinate situation that cause her unable to made decisions. So, this studies explore the position of women in engagement rituals and power relations that motivate her to show agency. This studies used autoethnography as research method then analyze using Sherry B. Ortner’s theory of cultural practices, subjectivity and agency. The result shows that, the prospective bride as a daughter should obey their parents, as an adult she can’t make decision and as prospective bride she is prohibited from canceling engagement. Power embodies knowledge about pancer wali. In addition to power relations, cultural constructions dan restrictions related to the sacredness of bond, the process releasing a daughter to her partner and other things such as pamali and shame also contributed to her position. Through those situation, she could doing reflection which better known as subjectivity. From subjectivity arises intention which is the basis of agency. Furthermore, the agency of prospective bride namely nesu, ethok-ethok and temporarily avoiding."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ade Lita
"Kegiatan bersepeda di ibukota Jakarta merupakan tantangan yang berat karena masih minimnya fasilitas untuk pesepeda, kriminalitas dan juga perilaku kendaraan bermotor masih belum bisa toleran dengan pengguna sepeda. Namun semua hambatan untuk bersepeda adalah infrastruktur. Tantangan berat itu bertambah untuk perempuan, selain belum terjaminnya keselamatan pesepeda, perempuan menghadapi tantangan yang lebih mengerikan yakni tantangan rentannya posisi perempuan pesepeda terpapar dan menderita pelecehan seksual. Penelitian ini berusaha menjelaskan pengalaman perempuan pesepeda di pengaruhi konstruksi gender mengenai seksualitas dan bagaimana perempuan pesepeda berstrategi mewujudkan rasa aman dan dianalisis dengan teori Ketakutan dari Gill Valentine dan Gender dan Mobilitas dari Susan Hanson. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi dan wawancara. Data diperoleh melalui wawancara kepada 5 subjek dan observasi tidak terstruktur peneliti. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan berperspektif feminis untuk menggali lebih dalam pengalaman perempuan pesepeda. Hasilnya menjadi perempuan pesepeda di ruang publik urban sangatlah sulit. Perempuan yang memilih bersepeda sebagai alat transportasi, harus menerima pembatasan dari keluarga dan orang terdekatnya karena ia seorang perempuan. Pembatasan tersebut berdasarkan konstruksi gender yang masih sangat melekat dalam masyarakat Indonesia. Selain itu, perempuan pesepeda juga harus menghadapi hambatan yang lebih berat di ruang publik urban Jakarta, yaitu berupa beragam bentuk kekerasan seksual dari pengguna ruang publik lainnya. Pengguna jalan lain khususnya laki-laki melihat perempuan pesepeda masih sebagai objek di ruang publik urban, bukan sebagai subjek. Implikasinya membuat perempuan pesepeda semakin minim di jalanan ibukota. Ini membuat perempuan pesepeda harus menyusun strategi untuk mengatasi rasa takut dan membuat mereka merasa aman untuk bersepeda di ruang publik jalanan ibukota yang didominasi oleh pengguna laki-laki.
due to the lack of facilities and infrastructure for cyclists. It doesn’t stop there, the threat of crime and the behavior of motorized vehicles that are still unable to tolerate bicycle users. The formidable challenge increases for women. Apart from not ensuring the safety of cyclists, women face a more dire challenge, namely the vulnerability of the position of women cyclists to being exposed to sexual harassment. This study seeks to explain the experiences of women cyclists influenced by gender construction regarding sexuality, as well as how women cyclists have strategies to create a sense of security. The specific theory used is the 'theory of fear' from Gill Valentine and 'gender and mobility' from Susan Hanson. This study uses a qualitative approach with data collection methods of observation and interviews. Data were obtained through interviews with 5 subjects and unstructured observations. This study also uses a feminist perspective approach to dig deeper into the experiences of women cyclists. The results of the study show that the activities of women cyclists in urban public spaces face many challenges. Women who choose cycling as a means of transportation, do not get support from the closest people and get restrictions based on gender construction which is still very much embedded in Indonesian society. In addition, female cyclists also face more severe obstacles in Jakarta's urban public spaces, namely in the form of various forms of sexual violence from other public space users. Other road users, especially men, see female cyclists as objects in urban public spaces, not as subjects. The implication is that there are fewer women cyclists on the streets of the capital. Policy actors need to present policies and their implementation that can fulfill a sense of security for women cyclists in public spaces."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Annisa Himmatu Fitriana
"Penelitian ini merupakan sebuah telaah kritis terhadap pemikiran Michel Foucault dan Anthony Synnott mengenai kepemilikan tubuh individu. Melalui Foucault tubuh diartikan sebagai hal yang patuh terhadap relasi kuasa yang dicerminkan melalui berbagai pengawasan (panopticon) sehingga tidak ada ruang gerak untuk tubuh, sementara Anthony Synnott melihat tubuh sebagai bagian dari sosial yang tidak bisa dilepaskan dari konstruksi sosial sehingga tubuh terbentuk sedemikian rupa dan menjadi tubuh sosial. Penelitian ini berusaha untuk menunjukkan benang merah yang berada di antara tubuh yang patuh dan tubuh sosial sehingga terlihat bahwa tubuh individu tidak bisa dimiliki karena berada di dalam relasi kuasa dan sosial.
This undergraduate thesis is a critical analysis of Michel Foucault and Anthony Synnott's theories about the possession of individual body. Based on Michel Foucault, the body is defined as a docile entity which enslaved by power relation that can be seen through some kind of surveillances called panopticon. In consequence, there is no free space for the body. Antony Synnott sees the body as part of social relation which cannot be separated from its construction. From this point the body is being constructed to be the body social. This undergraduate thesis is a serious effort to points out the general connection between the docile body and the social body which indicate that the possession of individual body cannot be attained, because the body is being placed under power and social relation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56180
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Istanto Aldy Nugroho
"Isu sistem pemerintah yang Totaliter di Inggris selama bertahun-tahun diadaptasi dalam film V for Vendetta (2005). Cara kepemimpinan yang ketat seperti membuat kebijakan yang hanya memihak pemerintah adalah cara bagaimana sistem pemerintah totaliter mengontrol dan mengatur pihak masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan kondisi negara yang teratur. Kuasa pihak pemerintah yang totaliter sudah merenggut kebebasan yang dimiliki oleh pihak masyarakat. Akibat penindasan kepada pihak masyarakat, pemberontakan pun terjadi, dan film ini memperlihatkan bahwa pihak masyarakat juga dapat menggunakan kuasa mereka untuk meruntuhkan dan mendominasi pihak pemerintah. Jadi, terdapat pergeseran kuasa dari pihak pemerintah ke pihak masyarakat. V for Vendetta adalah film yang memperlihatkan bahwa pihak masyarakat yang lemah dapat melawan balik pihak pemerintah yang kuat dengan membunuh beberapa aparat pemerintah dan juga properti-properti pemerintah. Dengan menggunakan teori Michel Foucault tentang relasi kuasa, penelitian ini menampilkan bagaimana film V for Vendetta mengilustrasikan pihak masyarakat yang memulai pemberontakan kepada pihak pemerintah dari satu tokoh yaitu V hingga mencakup seluruh pihak masyarakat di Inggris. Melalui penelitian ini, peneliti akan menampilkan bahwa kuasa tidak hanya dimiliki oleh pihak yang kuat, tetapi kuasa juga dapat dimiliki oleh pihak yang lemah.
The issue of totalitarian government as depicted in the movie V for Vendetta (2005) was shown to have existed in Britain for years. Leading strictly and making several regulations arbitrarily were the ways of the totalitarian government to control and regulate the society in order to create a like-minded country. The power of the totalitarian government had snatched the identity and freedom of the society. Due to the oppression to the society in Britain, resistance occurred, and the movie shows that the society can also use their power to overthrow the totalitarian government. Thus, there was a shift of power from the totalitarian government to the society. V for Vendetta is the movie which shows that the powerless society can also fight back a powerful government by killing several governments’ people and also its properties. Using Michel Foucault’s theory of power relation, the paper shows how the movie V for Vendetta illustrates how the society begins the rebellion toward the government from one person whom V until whole of the society in Britain. Through this research, I will show that power is not always owned by the powerful party, but it can also be owned by the powerless party."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S46360
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Putri Fremelia Muli
"Berangkat pengalaman riil perempuan Tionghoa tentang adanya ketidakadilan gender dalam perkawinan beda etnis, maka penelitian ini membahas tentang posisi dan peran perempuan Tionghoa dalam perkawinan beda etnis dengan laki-laki Jawa secara spesifik di Gresik, Sidoarjo, dan Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berperspektif feminis dan memilih secara purposif empat perempuan Tionghoa sebagai subjek penelitian. Teori interseksionalitas dari Kimberle Crenshaw digunakan sebagai kerangka analisis terkait posisi dan peran gender, relasi gender, ketidakadilan gender, dan etnisitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identitas perempuan Tionghoa dapat menentukan posisi mereka dalam relasi gender pada perkawinan beda etnis dengan laki-laki Jawa melalui pertemuan (interseksionalitas) dari beragam identitas yang menghasilkan kondisi tertentu dalam struktur perkawinan, representasi nilai di mata keluarga, serta peraturan dan kebijakan terkait perkawinan. Dengan identitas yang cair, situasional, dan beragam, interseksionalitas identitas menghasilkan pengalaman ketidakadilan gender pada perempuan Tionghoa baik sebagai kelompok minoritas juga sebagai kelompok superior. Pengalaman ketertindasan nyatanya juga dialami oleh laki-laki Jawa sebagai suami mereka berupa pemberian stereotip dan subordinasi. Dalam situasi tertentu, interseksionalitas identitas perempuan Tionghoa secara bersamaan dapat menjadi strategi memperjuangkan keadilan. Berdasarkan hasil tersebut, disarankan perlunya pemberdayaan diri pada perempuan, pengembangan perspektif adil gender pada pasangan, keluarga, dan institusi terkait, serta pengembangan teoritis dan metodologis pada penelitian lanjutan.
Based on the prejudice and real experiences of Chinese women about the existence of gender injustice in inter-ethnic marriages, this study discusses the position and roles of Chinese women in inter-ethnic marriages with Javanese men specifically in Gresik, Sidoarjo, and Surabaya. This study used a qualitative method with a feminist perspective and purposively selected four Chinese women as research subjects. Kimberle Crenshaw's theory of intersectionality is used as a framework for analysis related to gender roles and roles, gender inequality, and ethnicity. The results show that the identity of Chinese women can determine their position in gender relations in ethnic marriages with Javanese men through a meeting of various identities that produce certain conditions in the structure of the marriage, representation of values in the eyes of the family, and regulations and policies related to marriage. With a fluid, situational, and diverse identity, identity intersectionality results in experiences of gender injustice in Chinese women both as a minority group as well as a superior group. The experience of oppression in fact also followed by Javanese men as their husbands in the form of stereotyping and subordination. In certain situations, the simultaneous intersectionality of Chinese women's identities can be a strategy for fighting for justice. Based on these results, which are based on the need for self-empowerment in women, the development of a gender perspective in partners, as well as theoretical and methodological development in further research."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fine, Welcy
"Perempuan Minangkabau termasuk yang berada di Nagari Taeh Baruah salah satu nagari asli Minangkabau berada di bawah sistem matrilineal yang secara ideal mengatur posisi perempuan menjadi istimewa. Berbeda dengan perempuan yang berada di bawah sistem patrilineal, perempuan Minangkabau dianggap memiliki posisi dominan dan ideal dalam masyarakatnya, namun demikian sistem matrilineal tidak menjamin perempuan Minangkabau terlepas dari pengaruh kuasa yang berasal dari berbagai pihak. Salah satu kuasa yang terlihat adalah dari transformasi penutup kepala perempuan Minangkabau seiring dengan berubahnya rezim dan zaman. Perubahan ini tidak hanya terkait akan budaya berbusana namun juga terkait dengan berbagai kuasa yang mempengaruhi tatanan hidup masyarakat Nagari Taeh Baruah. Penelitian ini mengambil rentang waktu dari 1950an hingga 2017 dengan mengambil fokus di Nagari Taeh Baruah, sehingga ditemukan pola kuasa yang terjadi dari waktu ke waktu. Selain pola kuasa dalam penelitian ini juga ditemukan bagaimana cara masyarakat matrilineal Nagari Taeh Baruah dalam menegosiasi berbagai kuasa yang dilekatkan pada tubuh perempuan.
Minangkabau women, including those who live in Nagari Taeh Baruah, one of the native Minangkabau nagari, lived under a matrilineal system which ideally regulates the position of women to be special. According to Minangkabau custom, rules governing the position of women are considered ideal where the culture of Islamic patriarchy meets the culture of Minangkabau matriarchy. However, in reality Minangkabau women in Nagari Taeh Baruah remain subject to the ambient powers government regulation, among other things. This can be seen from how women in Nagari Taeh Baruah have been subjected to regulations on how to wear head covering along with the changing regime and era. This change is not only related to the culture of dress, but also related to various powers that influence the living arangements of the people of Nagari Taeh Baruah. This study took a span of time from 1950s to 2017 by focusing on Nagari Taeh Baruah, so that a pattern of power occurred from time to time. In addition to the pattern of power in this study also found how matrilineal community in negotiating various powers attached to the female body."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49965
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ari Prasetiyo
"Disertasi ini membahas keterkaitan antara kehidupan Suparto Brata dengan hasil karya tulisnya serta membahas pandangan Suparto Brata berkaitan dengan peranan dan kedudukan perempuan Jawa sebagaimana terepresentasikan dalam novel Donyane Wong Culika dan Bekasi Remeng-Remeng. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang mengaitkan unsur intrinsik (berupa fakta kemanusiaan fiksionalitas) dengan unsur ekstrinsik (fakta kemanusiaan realitas). Temuan atas penelitian ini adalah bahwa latar belakang kehidupan Suparto Brata berupa hadirnya tiga perempuan (ibu, ibu mertua, istri) serta nilai-nilai budaya Jawa yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan bahasa Jawa sangat mempengaruhi isi karya sastranya. Pandangan dan sikap perempuan Jawa berkaitan dengan permasalahan gender dilandasi oleh empat jenis motivasi yaitu motif biogenetis, motif sosiogenetis, motif teogenetis, serta motif psikogenetis. Berdasarkan keempat motivasi tersebut, sosok perempuan Jawa dapat dikatakan sebagai sosok perempuan yang humanis dan religius. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa peranan perempuan Jawa sangat dominan. Perempuan Jawa dapat melakukan hal-hal yang berkaitan dengan masalah domestik sekaligus publik. Dikarenakan peranannya yang sangat besar tersebut, kedudukan perempuan Jawa menjadi sangat tinggi dan sangat terhormat.
This dissertation discusses the interrelationship between life of Suparto Brata with the results of his writings and discuss Suparto Brata`s view about the role of and position of Javanese women as represented in the novel Donyane Wong Culika and Bekasi Remeng-Remeng. This study uses sociology of literature approach that linked the intrinsic elements (in the form of humanitarian fact of fiction) with extrinsic elements (humanitarian facts of reality). The findings of this research is that the background of life of Suparto Brata form of the presence of three women (mother, mother-in-law, wife) and Javanese cultural values contained within the Java language expressions greatly influence the content of his literary work. The views and attitudes of Javanese women related to gender issues based on the four types of motivation that biogenetic motive, sosiogenetic motive, theogenetic motive, and the psikogenetic motive. Based on the fourth motivations, Javanese women can be regarded as the humanist and religious figure of women. The conclusion of this study is that the role of Javanese women is very dominant. Javanese women can do things that are related to domestic issues and public at once. Due to the very huge role, the position of Javanese women become very high and very respectable."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2184
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Devi Fortuna Utomo
"Tugas karya akhir ini mengkaji studi kasus mengenai aktor perempuan sebagai female suicide bomber (perempuan pelaku bom bunuh diri) di Indonesia, dengan menyorot pada motivasi dan pengalaman individu mereka sebagai bagian dari jaringan teroris. Terdapat beberapa pergeseran keterlibatan perempuan dalam kejahatan teror di Indonesia dalam kelompok ekstremis kekerasan dari pendukung ke inisiator, dan kemudian menjadi pelaku. Mereka tidak menikmati kedudukan yang sama dengan laki-laki, mengingat nilai-nilai patriarki yang masih membumikan jaringan pro Islamic States (IS). Meskipun telah terjadi pergeseran keterlibatan perempuan Indonesia dalam kejahatan teror, namun perempuan yang menjadi female suicide bomber (perempuan pelaku bom bunuh diri) adalah korban dari struktur sosial/masyarakat patriarkal dalam jaringan internasional kejahatan teror. Dalam jaringan kejahatan ini, perempuan tetaplah objek kontrol laki-laki. Metode penulisan yang digunakan adalah dengan cara melakukan analisis teks data sekunder, yang berasal dari putusan pengadilan, laporan, buku, dan artikel jurnal tentang fenomena tiga perempuan yang terlibat dalam aksi female suicide bombing di Indonesia. Analisis dalam tulisan ini menggunakan secondary data analysis, radical feminism, dan critical victimology. Dari hasil analisis, ditemukan bahwa pergeseran keterlibatan perempuan dalam kejahatan teror bukanlah merupakan ekspresi atau wujud dari agensi perempuan yang dihormati sebagai subjek atas tubuhnya sendiri, melainkan masih menjadi objek kontrol laki-laki atas agenda masyarakat patriarkal.
This final work examines case studies of female actors as female suicide bombers in Indonesia, highlighting their individual motivations and experiences as part of a terrorist network. There have been several shifts in women's involvement in terror crimes in Indonesia in violent extremist groups from supporters to initiators and then perpetrators. They do not enjoy the same position as men, given the patriarchal values that still ground the pro-Islamic States (IS) network. Although there has been a shift in the involvement of Indonesian women in terror crimes, women who become female suicide bombers are victims of patriarchal social/societal structures in the international network of terror crimes. In this crime network, women remain the object of male control. The method of writing used is by analyzing secondary data, derived from court rulings, reports, books, and journal articles on about the phenomenon of three women involved in the action of female suicide bombing in Indonesia. The analysis in this paper uses secondary data analysis, radical feminism, and critical victimology. From the results of the analysis, it was found that the shift in women's involvement in terror crimes is not an expression or manifestation of a female agency that is respected as a subject of its own body, but instead still an object of male control over the agenda of patriarchal society."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Dwi Putri Anggraeni
"Penelitian ini membahas tentang representasi kuasa perempuan Jawa dalam sebuah karya sastra Jawa modern berjudul Dahuru ing Loji Kepencil tulisan Suparto Brata. Penelitian ini menggunakan teori struktural dan teori motivasi. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Temuan penelitian ini adalah bahwa peran dan kedudukan perempuan Jawa di dalam teks tersebut bukanlah berada pada posisi subordinat dan ada tiga motif yang mendasari dari sikap dan tindakan sosial perempuan Jawa, yakni motif sosiogenetis, biogenetis, dan teogenetis. Perempuan digambarkan sebagai sosok yang kuat, sejajar dengan laki-laki, bahkan dapat melakukan hal-hal melebihi apa yang dapat dilakukan oleh laki-laki. Pandangan tentang perempuan dalam novel DILK menduduki peran yang sangat penting.
This research discusses about representation of the Javanese woman rsquo s power in a modern Javanese literary work entitled Dahuru ing Loji Kepencil by Suparto Brata. This research uses stuctural analysis theory and motivation theory. The methodology used in this reasearch is descriptive analysis. The findings research is that the role and status Javanese woman in the text is not on the subordinate position and there rsquo s three motives that influence in each attitude and action of the Javanese woma that are sociogenetic, biogenetic, and theogenetic. Woman depicted as strong creature, one line to men, can even do things beyond what men can do. Views on woman in the novel DILK occupy very important role."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69874
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sutrisno
"
ABSTRAKSetelah jatuhnya rezim Orde Baru negara berupaya menempatkan Polri pada posisi yang sesuai dengan tuntutan demokrasi. Perubahan struktural-normatif tersebut merupakan konfigurasi baru relasi kuasa di sepanjang sejarah Polri. Faktanya hasil independensi kepolisian ternyata masyarakat memandang kinerja Polri ini masih jauh dari harapan. Penelitian ini berusaha menggali relasi kekuasaan Polri dengan organisasi masyarakat sipil dalam konfigurasi baru itu. Bagaimana, setelah sejumlah perubahan struktural itu, Polri memainkan peran relasi kekuasaanya dengan organisasi masyarakat sipil. Pembacaan relasi kuasa Polri dengan organisasi masyarakat sipil ini bertumpu pada data yang dipublikiasi media massa, selain wawancara medalam dan dokumen.
Hasilnya, kepolisian tidak lagi menggunakan (dimensi) koersif dalam relasinya dengan organisasi kritis masyarakat sipil sebagaimana era Orde Baru. Media cukup bebas, tetapi tak ada jaminan keamanan atas kebebasanya; relasi Polri yang semakin merenggang dengan komunitas universitas bukan saja menyebabkan institusi ini mengisolasi diri ruang diskusi penyegaran akademik, alih-alih cenderung terjebak dalam ideologisasi keilmuan; cenderung bekeja parsial (justru) karena terlalu berorientasi melindungi citra. Kepolisian tak serta merta mempunyai legitimasi di kalangan stake holders-nya, walaupun tindakannya selalu mempunyai basis legalitas. Legitimasi menyangkut persyaratan ?kemasuk-akalan? tindakan normativ pada derajat universal, bukan pada ?lokalitas? legal. Sementara, independensi kepolisian yang diperolehnya dalam deretan perubahan struktural di atas menampilkan wajah institusi raksasa yang ?imun?. Kondisi ini menjadi persoalan bagi sebuah sistem demokrasi yang mengharuskan adanya asosiasi yang saling berkordinasi (imperative coordination association).
ABSTRACTThe structural change after falling New Order in 1998 has became a new configuration of power relation between police and society in Indonesia. The state aimed at police institution to be compatible in democratic structure post 1998. In this at research, power relation between police and society in the new structure is seen how the process was, and of course how the culture play behind the process. At the beginning, it is important to know the impact of police is independence for its work and its power relation with society. The research is based on data which has been published by any media, in-deep interview, and some documents.The result, police did not use a such of coercive (or force) any more in an articulation of his power relation with critical civil social organizations in post 1998. Mass media and civil society organization have its freedom, but they have not guarantee for their security. The relationship between police and university had taken the distant since 2004, its mean that police institution handles the source of definition of reality. In the other realm, the police do all out for getting (good) image in society, then the consequence is that police work on partiality. Its mean that police is not working base on the truth and humanity but image. Police has also legitimation problem although his action based on legal formal, at least on his ration. Legitimation refers to condition of ?logical?- normative action in universal level. For the time being, police independency -- at the structural change --reflects the face as an immune institution. This condition becomes the problem in democratic system that each elements of social relation should be coordinated (imperative coordination association)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1353
UI - Disertasi Open Universitas Indonesia Library