Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16182 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heru Dias Pambudhi
"Hasil survei SANS-INSTITUTE, menyatakan bahwa terdapat kenaikan signifikan pada jumlah perusahaan yang mengembangkan kapabilitas cyber threat intelligence (CTI). Hingga saat ini terdapat urgensi akan sebuah cara untuk mengukur efektifitas program CTI. Penerapan model maturitas merupakan salah satu cara untuk mengukur efektivitas dari sebuah proses atau program. Terdapat beberapa model maturitas yang berfokus pada domain CTI, namun belum terdapat penelitian yang mengevaluasi model-model tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi model maturitas CTI dari sisi teoretis dan praktikalnya. Hasil evaluasi teoretis menyimpulkan bahwa model maturitas CTIM merupakan model yang paling komprehensif dibandingkan model-model maturitas CTI lainnya. Dari evaluasi secara praktikal, model maturitas CTIM juga mendapatkan umpan balik positif pada saat diterapkan di PT. XYZ. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model CTIM dapat dijadikan referensi untuk perusahaan yang ingin mengukur tingkat maturitas program CTInya. Penelitian ini juga menghasilkan enam poin rekomendasi perbaikan untuk model maturitas CTIM agar kualitasnya dapat lebih baik lagi.

The SANS-INSTITUTE survey showed a significant increase in companies developing cyber threat intelligence (CTI) capabilities. Until now, there is an urgency for a way to measure the effectiveness of the CTI program. The application of the maturity model is one way to measure the effectiveness of a process or program. Several maturity models focus on the CTI domain, but there needs to be research that evaluates these models. This study evaluates the CTI maturity model from a theoretical and practical perspective. The results of the theoretical evaluation concluded that the CTIM maturity model is the most comprehensive compared to other CTI maturity models. The CTIM maturity model received positive feedback from practical evaluations when implemented at PT. XYZ. This study concludes that the CTIM model can be used as a reference for companies that wish to measure the maturity level of their CTI program. This study also produced six recommendations for improving the CTIM maturity model so that the quality could be even better."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyid Arifin
"Tesis ini membahas mengenai kebijakan Amerika Serikat dalam pelarangan produk Huawei. Huawei yang memiliki pasar kecil di Amerika Serikat dan merupakan satu dari sekian banyak perusahaan telekomunikasi di dunia. Pemerintah Amerika Serikat melarang penggunaan Huawei dengan alasan keamanan nasional. Studi ini menggunakan kerangka pemikiran stakeholder Actions motif (SAM) yang dikembangkan oleh Jan-Frederik Kremer dan Benedikt Muller untuk menganalisis faktor-faktor yang mendorong pelarangan Huawei di Amerika Serikat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelusuran causal-process tracing (CPT) dengan pengambilan data melalui studi kepustakaan. Analisis tesis ini memberikan penjelasan faktor-faktor pelarangan Huawei di Amerika Serikat. Ada 3 faktor penting dalam kerangka berfikir SAM dalam pelarangan Huawei di Amerika Serikat. Pertama pada stakeholder, kebangkitan Tiongkok dalam teknologi serta teknonasionalisme dan hubungan Tiongkok-Huawei, Kedua actions yang berisi serangan siber Tiongkok kepada Amerika Serikat dan Ancaman yang dihadirkan Huawei terhadap Amerika Serikat, dan yang terakhir pandangan Amerika Serikat terhadap motif dari serangan siber yang terjadi yang pada akhirnya memiliki implikasi terhadap pemerintah AS. Analisis penelitian ini menunjukan bahwa faktor-faktor tersebut yang mendorong pemerintah AS mengambil kebijakan pelarangan Huawei di Amerika Serikat.

This thesis discusses the US policy in banning Huawei products. Huawei has a small market in the United States and is one of the many telecommunication companies globally. The United States government prohibits the use of Huawei for reasons of national security. This study uses the stakeholder actions motives (SAM) framework developed by Jan-Frederik Kremer and Benedikt Muller to analyze the factors driving Huawei's ban in the United States. This research uses the causal-process tracing (CPT) method by collecting data through a literature study. This thesis analysis explains the factors prohibiting Huawei in the United States. There are 3 important factors in SAM framework in banning Huawei in the United States. First is on stakeholders, China's rise in technology as well as technonationalism and China-Huawei relations, second is actions containing Chinese cyberattacks to the United States and threats that Huawei presents to the United States, and the last is the United States' view of the motives of cyberattacks that occurred which in turn has implications for the US government. The analysis of this research shows that these factors have prompted the US government to adopt a policy to ban Huawei in the United States."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsyanda Syifa Adiba
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigiro, Farlin Hottua
"Lanskap ancaman siber global dan nasional telah mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, ditandai dengan serangan yang semakin canggih, kompleks, dan persisten, yang memengaruhi berbagai sektor strategis. Pemerintah Indonesia, melalui Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), telah merespons dengan membentuk lembaga keamanan siber, yaitu Computer Security Incident Response Team (CSIRT), untuk memperkuat pertahanan ruang digital. Namun, pendekatan reaktif yang masih dominan dalam pemantauan dan respons serangan terbukti kurang efektif dalam menghadapi dinamika ancaman yang semakin kompleks. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tren ancaman siber di tingkat nasional dan global serta mengidentifikasi strategi yang efektif dalam penanganannya, khususnya melalui kolaborasi antar lembaga keamanan siber. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, data diperoleh melalui wawancara mendalam, tinjauan pustaka, dan observasi langsung. Konsep-konsep seperti teori ancaman, Intelijen Ancaman Siber (Cyber Threat Intelligence/CTI), dan koordinasi lintas lembaga menjadi landasan analisis untuk memahami pola ancaman dan potensi kolaborasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan ancaman siber membutuhkan kerja sama lintas lembaga dalam berbagi intelijen ancaman untuk menghadapi ancaman bersama. Sebagai langkah strategis, penelitian ini mengusulkan pembentukan model berbagi informasi intelijen ancaman yang kolaboratif serta tata kelola lintas lembaga yang terintegrasi guna memperkuat operasi keamanan siber nasional sekaligus meningkatkan ketahanan siber nasional.

The global and national cyber threat landscape has significantly evolved in recent years, marked by increasingly sophisticated, complex, and persistent attacks that impact various strategic sectors. The Indonesian government, through the National Cyber and Crypto Agency (BSSN), has responded by establishing a cybersecurity institution, namely the Computer Security Incident Response Team (CSIRT), to strengthen digital space defences. However, the dominant reactive approach in monitoring and responding to cyber incidents has proven inadequate in addressing the dynamic and complex nature of emerging threats. This study aims to analyze cyber threat trends at both national and global levels and to identify effective strategies for addressing these threats, particularly through collaboration among cybersecurity institutions. Using a qualitative approach, data were collected through in-depth interviews, literature reviews, and direct observation. Concepts such as threat theory, Cyber Threat Intelligence (CTI), and interagency coordination serve as the analytical foundation to understand threat patterns and potential collaboration mechanisms. The findings indicate that the increasing cyber threats necessitate interagency cooperation in sharing threat intelligence to tackle common challenges. As a strategic measure, this study proposes the establishment of a collaborative threat intelligence-sharing model and integrated interagency governance to enhance national cybersecurity operations and bolster national cyber resilience."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Kurniawan
"TNI AD harus menguasai teknologi terkini yang meliputi teknologi informasi dan peralatan perang sebagai bentuk tanggapan atas adanya transformasi digital. Perang yang terjadi bukan lagi terkait perang fisik, tetapi perang yang diakibatkan oleh arus teknologi dan informasi. Kompetensi dan peran Perwira Staf Intelijen TNI AD saat ini tidak lagi mencukupi seiring dengan tanggung jawabnya yang berubah. Mempertahankan keamanan siber di sektor pemerintahan Indonesia, khususnya keamanan siber di tubuh TNI AD menjadi peran penting dari kompetensi siber Perwira Staf Intelijen TNI AD. Penelitian ini bertujuan menganalisis kesenjangan kompetensi siber Perwira Staf Intelijen TNI AD, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi siber Perwira Staf Intelijen TNI AD, dan menganalisis strategi penguatan kompetensi siber Perwira Staf Intelijen TNI AD. Penelitian ini menggunakan pendekatan positivist. Data dikumpulkan melalui wawancara, studi dokumen, dan survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi siber Perwira Staf Intelijen TNI AD menunjukkan adanya kesenjangan. Meskipun secara pengetahuan (knowledge), sifat (traits), dan kerangka berpikir (mind set) cukup memadai, namun masih diperlukan peningkatan dalam keterampilan (skill), aspek citra diri (self-image), motif sosial (social motives), pola pikir (thought pattern), dan cara berpikir, merasa, dan bertindak (way of thinking, feeling, and acting). Faktor yang mempengaruhi kompetensi siber Perwira Staf Intelijen TNI AD seperti pendidikan, pelatihan, karakteristik pribadi, dan lingkungan perlu dikuatkan lebih lanjut. Meskipun terhadap Perwira Staf Intelijen TNI AD telah dilakukan strategi penguatan kompetensi siber, namun strategi berupa analisis kebutuhan (need analysis), pengembangan kompetensi inti, dan perubahan desain kerja yang inovatif yang telah dilakukan menunjukkan belum maksimal.

Indonesia Army must master the latest technology which includes information technology and war equipment as a form of response to digital transformation. The war that occurs is no longer related to physical war, but war caused by the flow of technology and information. The current competence and role of the Indonesian Army Intelligence Staff Officer is no longer sufficient in line with the changing responsibilities. Maintaining cyber security in the Indonesian government sector, especially cyber security in the Indonesian Army organization, is an important role of the cyber competence of the Indonesian Army Intelligence Staff Officers. This study aims to analyze the cyber competence gap of Indonesian Army Intelligence Staff Officers, analyze the factors that affect the cyber competence of Indonesian Army Intelligence Staff Officers, and analyze strategies for strengthening the cyber competence of Indonesian Army Intelligence Staff Officers. This study uses a positivist approach. Data were collected through interviews, document studies, and surveys. The results showed that the cyber competence of the Indonesian Army Intelligence Staff Officers showed a gap. Although knowledge, traits, and mind set are adequate, it is still necessary to improve skills, aspects of self-image, social motives, mindset or thought patterns, and ways of thinking, feeling, and acting. Factors affecting the cyber competence of Indonesian Army Intelligence Staff Officers such as education, training, personal characteristics, and the environment need to be further strengthened. Although the Indonesian Army Intelligence Staff Officer has carried out a cyber competency strengthening strategy, the strategies in the form of needs analysis, core competency development, and innovative work design changes that have been carried out show that they are not optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Khausar
"Pada Juni 2017, Uni Eropa meningkatkan kewaspadaannya terkait masalah serangan siber dengan mendukung pembentukan The Cyber Diplomacy Toolbox (CDT) sebagai tanggapan diplomatik bersama Uni Eropa terhadap aktivitas serangan siber. Keputusan Uni Eropa untuk mengadopsi CDT sebagai bagian dari strategi Cyber Security nya didasari oleh faktor internal dan faktor eksternal. Penelitian ini menjelaskan lebih dalam tentang faktor-faktor tersebut serta menjelaskan implementasi CDT sebagai bagian dari tindakan strategi keamanan siber Uni Eropa. Metode penelitian pada penelitian ini adalah metode Kualitatif dengan menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Penelitian ini dianalisis menggunakan Teori Regional Security Complexs dan Konsep Cyber Diplomacy. Teori Regional Security Complexs digunakan untuk menganalisis potensi ancaman pada sektor keamanan siber yang ada di regional Uni Eropa dan menjelaskan upaya pencegahan serta penanggulangan aktivitas serangan siber terhadap negara-negara anggota Uni Eropa dan Konsep Cyber Diplomacy untuk menganalisa proses diplomasi dalam memperkuat strategi Cyber Security Uni Eropa. Penelitian ini menemukan bahwa Keputusan Uni Eropa untuk mengadopsi CDT didasari oleh Faktor Internal dan Faktor Eksternal, kerangka kerjasama CDT dinilai dapat menjadi solusi permasalahan siber dikawasan Uni Eropa dan negara anggotanya, CDT memungkinkan Uni Eropa dan negara anggotanya untuk memanfaatkan instrumen diplomatik mereka, termasuk tindakan pembatasan, untuk menjaga dunia maya tetap global, terbuka, stabil, dan aman.

.In June 2017, the European Union increased its vigilance on the issue of cyberattacks with the establishment of The Cyber Diplomacy Toolbox (CDT) as a joint EU response to cyberattack activity. The European Union's decision to adopt CDT as part of its Cyber Security strategy was based on internal and external factors. This study explains more about these factors and explains the implementation of CDT as part of the European Union's cybersecurity strategy. The research method used in this study is a qualitative method using primary data sources in the form of interviews and secondary data in the form of literature review. This study analyzes using Regional Security Complexs Theory and the Concept of Cyber Diplomacy. The Regional Security Complexs theory is used to analyze potential threats to the cybersecurity sector in the European Union region and explain efforts to prevent and counter cyberattack activities against member countries of the European Union and the concept of Cyber Diplomacy to analyze the diplomatic process in strengthening cyber strategies European Union Security. This study found that the European Union's decision to adopt CDT was based on Internal and External Factors, the CDT cooperation framework is considered to be a solution to cyber problems in the European Union and its member states, CDT allows the European Union and its member countries to take advantage of their diplomatic instruments, including restrictive measures. , to keep cyberspace global, open, stable and secure."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Eriza Aminanto
"Pandemi COVID-19 sejak tahun 2020 menyebabkan transofrmasi digital secara masif yang terjadi, Tantangan keamanan yang perlu diatasi berasal dari sifat keterbukaan media nirkabel yang menjadi media komunikasi utama di IoT. Hal tersebut menyebabkan besarnya kerugian yang disebabkan kejahatan siber. Kepolisian Republik Indonesia lewat Direktorat Tindak Pidana Siber diharapkan memiliki peran pencegahan dalam melakukan giat pengawasan terhadap serangan-serangan ini, dimana Dittipidsiber belum memiliki fungsi pencegahan serangan siber. Sistem Pendeteksi Intrusi (Intrusion Detection System) atau lebih dikenal sebagai IDS, merupakan salah satu sistem yang dapat memantau serang siber ini, di mana memanfaatkan kecerdasan buatan untuk dapat memisahkan antara serangan siber dan bukan serangan. Pada penelitian ini, akan dihasilkan model pemolisian berbasis machine learning untuk pendeteksian serangan siber pada jaringan Wi-fi dan IoT. Model tersebut melakukan perekaman data jaringan, kemudian data tersebut dilakukan analisa IDS sehingga dapat ditampilkan di command room, yang kemudian ketika adanya indikasi serangan dapat dilakukan penindakan dengan cepat. Dilakukan simulasi dan analisis terhadap berbagai metode seleksi fitur dan model klasifikasi untuk menghasilkan IDS yang baik. Penelitian ini menggunakan dataset publik berisi serangan siber terhadap jaringan Wi-Fi. Dari hasil eksperimen, didapatkan bahwa metode terbaik untuk pengurangan fitur adalah mutual information dengan fitur berjumlah 20, dan metode untuk klasifikasi serangan adalah Neural Network, menghasilkan F-Score sebesar 94% dengan waktu yang dibuthkan 95 detik. Hasil ini menunjukkan IDS yang diusulkan memiliki kemampuan untuk mendeteksi serangan dengan cepat dan hasil deteksi yang sama bagus dengan penelitian sebelumnya.

Since 2020, the Covid-19 pandemic has caused massive digital transformation. Security challenges needed to be overcome is based on the nature of wireless media which is the main communication medium in IoT (Internet of Things). Such condition generates huge loss caused by cybercrime attacks. Indonesian National Police through Directorate of Cyber Crime (Dittipidsiber) is expected to have preventive roles in supervising these attacks, where Dittipidsiber has not had a cyber-attack prevention function. The Intrusion Detection System (IDS) is a system that can identify these cyber-attacks, utilizing artificial intelligence to be able to separate between cyber-attacks and non-attacks. In this study, a machine learning-based policing model will be generated for detecting cyber-attacks on Wi-Fi and IoT networks. The model records network data that will be analysed by IDS so that it can be displayed in the command room. After that, any indications of attacks can be identified quickly. The author performs the simulations and analyses various feature selection methods and classification models in order to produce a good IDS. The study employs a public dataset containing cyber-attacks against Wi-Fi networks. Based the experimental results, it is found that the best method for reducing features is mutual information using twenty features and the method for classifying attacks is Neural Network, resulting F-Score of 94% with a time required of 95 seconds. These results indicate that the proposed IDS have the ability to detect attacks quickly and the detection results are the same as previous studies."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cyril Nugrahutama Kurnaman
"Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk dan pengguna internet terbesar keempat di dunia membuat kemungkinan serangan siber semakin besar. Oleh karena itu, dalam mempertimbangkan banyak potensi serangan siber yang dapat terjadi, perusahaan harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang kualitas keamanan infrastruktur teknologi informasi (TI) yang dimilikinya. Penelitian ini mengevaluasi kualitas keamanan infrastruktur TI yang dimiliki PT XYZ saat ini dan membandingkannya dengan kualitas keamanan infrastruktur TI yang diharapkan PT XYZ menggunakan perluasan model kematangan keamanan siber yaitu Cybersecurity Capability Maturity Model (C2M2). Peneliti mengadopsi 10 (sepuluh) domain C2M2 dan 2 (dua) domain lain yang bersumber dari Center for Internet Security (CIS) Controls sehingga jumlah domain yang diuji pada model konseptual adalah 12 domain. Perluasan model ini menyesuaikan dengan kondisi dalam masa pandemi COVID-19. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah in-depth interview dan kuesioner self-evaluation assessment. Data kemudian diolah dan dianalisis menggunakan gap analysis dan importance-performance analysis. Berdasarkan hasil penelitian, 10 domain C2M2 dan 2 domain CIS yang diujikan terhadap PT XYZ memiliki gaps pada Maturity Indicator Level (MIL) di masing-masing domain. Hampir seluruh domain yang diujikan berada di kuadran A pada matriks importance-performance analysis dimana tingkat kinerja rendah namun tingkat kepentingan tinggi. Skala prioritas dibuat agar PT XYZ dapat fokus memperbaiki domain yang memiliki selisih gaps besar dan tingkat kepentingan tinggi. Prioritas I atau prioritas utama domain yang harus segera dibenahi oleh PT XYZ adalah asset, change, and configuration management (ACM); identity and access management (IAM); dan event and incident response, continuity of operations (IR). Kemudian, prioritas II yaitu domain threat and vulnerability management (TVM). Lalu, prioritas III yaitu domain risk management (RM) dan situational awareness (SA). Kemudian, prioritas IV yaitu domain workforce management (WM) dan data protection (PR). Lalu, prioritas V yaitu domain information sharing and communications (ISC) dan cybersecurity program management (CPM). Terakhir, prioritas VI yaitu domain supply chain and dependencies management (EDM). Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan kualitas keamanan infrastruktur TI di PT XYZ belum mampu mengatasi risiko keamanan yang ada sehingga membutuhkan banyak perbaikan dan perlu dievaluasi secara menyeluruh.

Indonesia is a country with the fourth largest population and internet users in the world, making the possibility of cyberattacks even greater. Therefore, in considering the many potential cyberattacks that can occur, companies must have a deep understanding of the security quality of their information technology (IT) infrastructure. This research evaluates the security quality of PT XYZ's current IT infrastructure and compares it with the quality of IT infrastructure security expected by PT XYZ using a framework’s expansion of Cybersecurity Capability Maturity Model (C2M2). The researcher adopted 10 (ten) C2M2 domains and 2 (two) other domains sourced from the Center for Internet Security (CIS) Controls so that the number of domains tested in the conceptual model is 12 domains. The expansion of this model adapts to conditions during the COVID-19 pandemic. The methods used in this research are in-depth interviews and self-evaluation assessment questionnaires. The data is then processed and analyzed using gap analysis and importance-performance analysis. Based on the research results, 10 C2M2 domains and 2 CIS domains tested against PT XYZ have gaps in the Maturity Indicator Level (MIL) in each domain. Almost all of the tested domains are in quadrant A in the importance-performance analysis matrix where the level of performance is low but the level of importance is high. The priority scale is made so that PT XYZ can focus on improving domains that have large gaps and high levels of importance. Priority I or the main priority domains that must be addressed by PT XYZ are asset, change, and configuration management (ACM); identity and access management (IAM); and event and incident response, continuity of operations (IR). Then, priority II is the threat and vulnerability management (TVM) domain. Then, priority III is the domain of risk management (RM) and situational awareness (SA). Then, priority IV is the domain of workforce management (WM) and data protection (PR). Then, priority V is the domain of information sharing and communications (ISC) and cybersecurity program management (CPM). Finally, priority VI is the supply chain and dependencies management (EDM) domain. This shows that the overall security quality of PT XYZ’s IT infrastructure has not been able to overcome the existing security risks so that it requires a lot of improvements and needs to be evaluated thoroughly."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftakhul Indi Mas'ud
"Negara merupakan entitas yang memiliki perilaku dan sifat dasar agresif untuk mencapai kepentingan nasional (national interest) dan memperjuangkan kekuasaan (struggle for power). Perkembangan teknologi membuat ancaman terhadap suatu negara berkembang menjadi bermacam-macam. Salah satunya adalah jenis serangan siber (cyber attack). Salah satu jenis serangan siber adalah serangan yang dilakukan oleh aktor ancaman yang disebut Advanced Persistent Threat (APT) yang biasanya merupakan peretas yang didukung oleh suatu negara. Di ASEAN terdapat negara yang diketahui memiliki APT yakni Vietnam yang dikenal dengan APT32 atau Ocean Lotus. APT tersebut diketahui melakukan operasi serangan siber ke negara – negara di kawasan ASEAN termasuk Indonesia, padahal seluruh negara ASEAN telah menyepakati kerja sama keamanan dan ketahanan siber regional. Hal ini kemudian menimbulkan suatu hal yang menarik untuk mengetahui latar belakang Vietnam melakukan operasi serangan siber tersebut. Penulis menggunakan dilemma keamanan siber (cybersecurity dilemma) sebagai kerangka analisis. Dari hasil temuan penelitian ini, penulis berpendapat bahwa aksi serangan siber Vietnam terhadap negara ASEAN adalah tindak lanjut dari upaya mempertahankan keamanan dan kedaulatan negara dari serangan siber negara lain (terutama Tiongkok) dan untuk mewujudkan pembangunan ekonomi dan daya saing industri domestik

The state is an entity that has aggressive behavior and nature to achieve national interests and struggle for power. The development of technology makes threats to a state develop into various kinds. One of them is the type of cyber attack. One type of cyber attack is an attack carried out by a threat actor called Advanced Persistent Threat (APT) which is usually a hacker group supported by a state. In ASEAN, there is a state known to have an APT, namely Vietnam, known as APT32 or Ocean Lotus. The APT is known to carry out cyber attack operations on states in the ASEAN region, including Indonesia, even though all ASEAN member states have agreed on regional cyber security and resilience cooperation. This raises an interesting point to find out the background of Vietnam's cyber attack operations. The author uses the cybersecurity dilemma as an analytical framework. From the findings of this research, the author argues that Vietnam's cyberattack against ASEAN countries is a follow-up to efforts to defend the country's security and sovereignty from cyberattacks from other countries (especially China) and to realize the economic development and competitiveness of domestic industries."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Satriyo Adipratomo
"Data World Bank menunjukkan bahwa dari tahun 2010 hingga 2021 terjadi kenaikan sebesar 51% pada angka persentase populasi yang menggunakan akses internet di Indonesia. Kondisi ini belum dibarengi dengan penjagaan cybersecurity yang maksimal. Salah satu cara untuk menanggulangi masalah ini adalah dengan perumusan strategi cybersecurity berdasarkan cyber threat intelligence. Salah satu metode yang dapat dimanfaatkan untuk mencari cyber threat intelligence adalah melalui open source intelligence atau OSINT. OSINT merupakan suatu metode pengumpulan dan analisis data yang tersedia secara terbuka; artinya sumber informasi dan datanya harus dapat diakses oleh siapapun, kapanpun. Pada penelitian ini, Twitter dipilih sebagai sumber OSINT dengan pertimbangan kemampuan Twitter untuk menghasilkan data yang volumenya besar, jumlah akun yang banyak dan beragam, aksesibilitas, dan popularitas di komunitas cybersecurity. Data dari Twitter akan diproses melalui enam skenario untuk menghasilkan cyber threat intelligence. Hal ini dilakukan dengan menghitung persentase jumlah kemunculan istilah terkait cyber threat dan threat actor atau software yang sering dibicarakan di Twitter. Kemudian hasil dari tiap skenario akan dibandingkan. Didapatkan hasil bahwa isu paling berbahaya di Indonesia adalah dark web: 40,12%, kebocoran data: 31,48%, dan ransomware: 12,35%; dnegan LockBit sebagai threat group yang paling berbahaya dengan persentase kemunculan 27,27%. Informasi tersebut digabungkan dengan hasil banding strategi cybersecurity dari negara Malaysia, Belgia, Inggris, dan Amerika Serikat menjadi dasar perancangan rekomendasi Strategi Cybersecurity Indonesia yang terbagi menjadi sebuah narasi, 4 komitmen, dan 17 tugas untuk mencapai tujuan tersebut.

World Bank data shows that from 2010 to 2021 there will be an increase of 51% in the percentage of the population using internet access in Indonesia. This condition has not been accompanied by maximum cybersecurity. One way to overcome this problem is to formulate a cybersecurity strategy based on cyber threat intelligence. One method that can be used to search for cyber threat intelligence is through open source intelligence or OSINT. OSINT is an openly available data collection and analysis method; meaning that sources of information and data must be accessible to anyone, at any time. In this study, Twitter was chosen as the OSINT source by considering Twitter's ability to generate large volumes of data, the large and varied number of accounts, accessibility, and popularity in the cybersecurity community. Data from Twitter will be processed through six scenarios to generate cyber threat intelligence. This is carried out by calculating the percentage of terms related to cyber threats and threat actors or software that are frequently discussed on Twitter. Then the results of each scenario will be analyzed and compared with each other. The results show that the most dangerous issues in Indonesia are the dark web: 40.12% occurrence, data breach: 31.48% occurrence, and ransomware: 12.35% occurrence; with LockBit being the most dangerous threat group with an occurrence percentage of 27.27%. This information is combined with the results of a comparison of cybersecurity strategies from Malaysia, Belgium, the United Kingdom, and the United States of America to form the basis for designing the recommendations for the Indonesian Cybersecurity Strategy which are divided into a narrative, 4 commitments, and 17 tasks to achieve this goal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>