Ditemukan 177515 dokumen yang sesuai dengan query
Alif Vito Kurniawan
"Reforma Agraria merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir ketimpangan di Indonesia. Pemerintah Indonesia, dalam upaya mewujudkan reforma agraria, telah mencanangkan Program Reforma Agraria yang difokuskan pada pendistribusian lahan kepada masyarakat. Upaya ini menghadapi tantangan yaitu ekspansi dari industri kelapa sawit di Indonesia yang menjadi semakin besar akibat dari kebutuhan energi global. Perkembangan industri kelapa sawit sejalan dengan kebutuhan akan lahan untuk perkebunan komoditas tersebut, salah satunya di Provinsi Riau sebagai salah satu daerah penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di Indonesia. Akibatnya, implementasi kebijakan reforma agraria di Riau menemui serangkaian masalah, yang membuat pemerintah daerah dihadapkan pada dilema untuk melanggengkan industri kelapa sawit demi memenuhi permintaan pasar global akan energi baru terbarukan, atau mewujudkan cita-cita reforma agraria. Menggunakan kerangka teoritik Model Implementasi Kebijakan Merilee S Grindle, studi ini berupaya untuk mengeksplorasi mengapa ekspansi industri kelapa sawit dapat menjadi suatu faktor yang menghambat upaya reforma agraria di Provinsi Riau, dengan berfokus pada proses redistribusi lahan di Kabupaten Siak.
Agrarian Reform is one of the efforts to minimize inequality in Indonesia. The Indonesian government, in an effort to realize agrarian reform, has launched the Agrarian Reform Program that focuses on distributing land to the community. This effort faces challenges, namely the expansion of the palm oil industry in Indonesia which is getting bigger as a result of global energy needs. The development of the palm oil industry is in line with the need for land for these plantation commodities, one of which is in Riau Province as one of the largest crude palm oil (CPO) producing regions in Indonesia. As a result, the implementation of the agrarian reform policy in Riau encountered a series of problems, which made the local government face the dilemma of perpetuating the palm oil industry in order to meet global market demand for new and renewable energy, or to realize the ideals of agrarian reform. Using the theoretical framework of the Merilee S Grindle Policy Implementation Model, this study seeks to explore why the expansion of the palm oil industry can be a factor hindering agrarian reform efforts in Riau Province, by focusing on the land redistribution process in the Siak District."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Revidia Rahma Sani
"Kebakaran lahan merupakan kebakaran yang terjadi di kawasan luar kawasan hutan, baik disengaja maupun tidak disengaja. Kebakaran ini dapat terjadi di wilayah lahan gambut maupun lahan non-gambut. Di Indonesia kejadian kebakaran sebagian besar berlokasi di lahan gambut. Desa Bunsur dan Desa Mengkapan Kabupaten Siak merupakan salah satu daerah di Provinsi Riau yang masuk ke dalam desa prioritas penanggulangan kebakaran karena banyaknya hotspot dan luasnya lahan gambut yang dapat meningkatkan potensi terjadinya kebakaran lahan. Potensi kebakaran lahan dalam penelitian ini diperoleh dengan mengolah sebaran data hotspot menggunakan metode Kernel Density Estimation (KDE). Selain kondisi fisik lingkungan, aktiviyas manusia juga menjadi penyebab utama terjadinya kebakaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial kebakaran lahan yang ditinjau berdasarkan potensi kebakaran lahan, distribusi lahan gambut, dan pola aktivitas manusia yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu aktivitas pembukaan lahan, aktivitas pertanian, dan penguasaan lahan di wilayah penelitian yang dianalisis berdasarkan jarak dari permukiman. Hasilnya diketahui bahwa potensi kebakaran lahan memiliki keterkaitan spasial dengan distribusi lahan gambut dan pola aktivitas manusia. Dapat diketahui bahwa semakin tipis ketebalan lahan gambut maka semakin mudah kering dan semakin tinggi juga potensi kebakaran lahannya. Hal ini dikarenakan daya penyaluran air di lahan gambut bekerja secara mendatar atau horisontal. Hal ini juga berkaitan dengan pola aktivitas manusia, semakin jauh jarak dari permukiman maka semakin tinggi pula potensi terjadinya kebakaran lahannya yang dikelola oleh kelompok/individu masyarakat dengan penggunaan lahan pertanian sawit, karet, dan sagu.
Land fires are fires that occur in the forest, whether or not or outside the area. These fires can occur in areas of peatland or non-peat land. In Indonesia, major fires are located on peatlands. BunsurVillage and Mengkapan Village, Siak Regency are one of the areas in Riau Province that are included in the fire priority villages because of the large number of hotspots and the extent of peatlands that can increase the potential for land fires. The fire potential in this study was obtained by processing the distribution of hotspot data using the Kernel Density Estimation (KDE) method. In addition to the physical condition of the environment, human activities are also the main cause of fires. This study aims to determine the spatial pattern of activity fires based on the potential for land fires, distribution of peatlands, and patterns of human activity in terms of several aspects, namely land clearing, agriculture, and land tenure activities in the analyzed area based on the distance from the fire. The results show that the potential for land fires has a spatial relationship with the distribution of peatlands and patterns of human activity. It can be seen that the thinner the peat land, the easier it is to dry and the higher the potential for land fires. This is because the distribution of air in peatlands works horizontally or horizontally. This is also related to the pattern of human activity, the farther the distance from use, the higher the potential for land fires managed by community groups/individuals with the use of oil palm, rubber, and sago land."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Situmorang, Cahaya
"Skripsi ini mengevaluasi pelaksanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kecamatan Tandun tahun 2018-2021, yang tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Pertanyaan penelitian adalah “Mengapa target program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) Tahun 2018-2021 di Kecamatan Tandun, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau tidak tercapai?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut digunakan dengan fokus dua indikator dengan teori A Model of The Policy Implementation Process oleh van Meter dan van Horn (1975) berdasarkan dua indikator yaitu komunikasi antar lembaga dan penguatan kegiatan pelaksana dan kondisi ekonomi, sosial dan politik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara mendalam dan studi literatur, melibatkan empat informan yang berasal dari petani rakyat, pemerintah daerah, asosiasi petani, dan akademisi. Hasil temuan dapat dikategorikan kedalam tiga faktor: 1) masalah legalitas dan status lahan; 2) adanya ego sektoral antara Dinas Perkebunan, Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Agraria dan Tata Ruang; 3) partisipasi petani rendah karena alasan ekonomi. Kombinasi dari ketiga kendala ini menyebabkan target PSR tidak tercapai di kecamatan Tandun, Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau tahun 2018-2021. Keberhasilan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kecamatan Tandun, Kabupaten Rokan Hulu, sangat bergantung pada kolaborasi erat antara pemerintah, organisasi petani seperti Apkasindo, dan para petani sawit itu sendiri.
This thesis evaluates the implementation of the People's Palm Oil Replanting (PSR) Program in Tandun District in 2018-2021, which did not achieve the set targets. The research question is “Why was the target of the 2018-2021 People's Palm Oil Replanting (PSR) program in Tandun District, Rokan Hulu Regency, Riau Province not achieved?”. To answer this question, two indicators were used with a focus on the theory of A Model of The Policy Implementation Process by van Meter and van Horn (1975) based on two indicators, namely communication between institutions and strengthening implementing activities and economic, social and political conditions. This research used qualitative methods through in-depth interviews and literature studies, involving four informants from smallholder farmers, local government, farmer associations and academics. The findings can be categorized into three factors: 1) legality and land status issues; 2) sectoral ego between the Plantation Office, Environment Office and Agrarian and Spatial Office; 3) low farmer participation due to economic reasons. The combination of these three constraints caused the PSR target not to be achieved in Tandun sub-district, Rokan Hulu district, Riau province in 2018-2021. The success of the People's Palm Oil Replanting Program (PSR) in Tandun Sub-district, Rokan Hulu Regency, depends heavily on close collaboration between the government, farmer organizations such as Apkasindo, and the oil palm farmers themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lana Utrujatulhayat
"Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan provinsi Riau sebagai penyumbang lahan perkebunan kelapa sawit terluas. Sektor perkebunan tersebut berkembang hampir di seluruh wilayah kabupaten provinsi. Dari tiga sistem pengelolaan perkebunan, pengembangan sektor kelapa sawit ini lebih gencar dilaksanakan dengan status perkebunan swasta baik perusahaan maupun investor asing. Seiring dengan pertumbuhannya yang semakin meningkat, sektor perkebunan kelapa sawit justru berpotensi menimbulkan masalah terhadap kelestarian lingkungan. Menggunakan green criminology sebagai perspektif utama yang didukung teori marxs ecology, penelitian ini menjelaskan bagaimana lingkungan hidup secara tidak langsung mengalami viktimisasi secara struktural akibat upaya pemerintah dalam mengembangkan sektor perkebunan kelapa sawit di provinsi Riau. Pendekatan kualitatif dengan metode observasi, wawancara, dan studi pustaka digunakan peneliti untuk mendeskripsikan fenomena dan memberikan porsi analitis dalam pembahasan penelitian ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bentuk viktimisasi struktural terhadap lingkungan tersebut terjadi dengan proses perumusan Rancangan Peraturan Daerah Ranperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi RTRWP Riau sebagai legal factor.
Indonesia is the largest palm oil producer in the world with Riau province as a contributor to the largest palm oil plantation. The plantation sector is spread all over the provincial area. Based on 3 three plantation maintenance systems, the development of palm oil sector is more intensively conducted with the status of private estates both companies and foreign investors . As development rise, palm oil plantation sector potentially creates problem to the environment. Using green criminology as the main perspectives that supported by Marx 39 s ecology theory, this research explains how living the environment ecology indirectly experiences structural victimization because of the state rsquo s efforts in developing palm oil sector in Riau province. A qualitative approach with the method of observation, interview, and literature study used by researchers to describe the phenomenon and provide an analytical portion in the discussion of this study. This research concluded that the structural form of victimization against the environment occurred with the drafting local regulation process Ranperda of Riau Provincial Spatial Planning RTRWP as a legal factor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Cerli Febri Ramadani
"Riau memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Sebanyak 1,2 juta hektar perkebunan kelapa sawit berada di kawasan hutan dan tidak memiliki izin. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif yuridis. Penelitian ini mengindetifikasi penyebab terjadinya alih fungsi kawasan hutan yang tidak memiliki izin khususnya untuk perkebunan kelapa sawit. Dampak yang terjadi akibat alih fungsi ini adalah rusaknya ekosistem hutan, negara mengalami kerugian pajak, konflik perusahaan dengan masyarakat, dan hilangnya mata pencaharian masyarakat setempat. Alih fungsi kawasan hutan diperbolehkan berdasarkan Pasal 19 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, namun harus diimbangi dengan pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Undang-undang Kehutanan dan Perkebunan sebagai undang-undang dasar alih fungsi kawasan hutan sudah cukup memperhatikan lingkungan, namun hal ini tidak sejalan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang banyak mengganti dan menghapus pasal-pasal dari Undang-undang Kehutanan dan Perkebunan menjadi tidak ramah lingkungan dan tidak sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai grundnorm yang menganut Green Constitution.
Riau has the largest oil palm plantations in Indonesia. As much 1,2 million hectares of oil palm plantations are located in forest land and unlicensed. This research used normative juridical. This research identifies cause functions shift forest land unlicensed especially for oil palm plantation. Impact this functions shift is damaged forest ecosystems, tax losses, corporate conflict with communities, and livelihood loss. The functional shift of forest land be permitted based on article 19 Law Number 41 of 1999 on Forestry but must balance with sustainable and environmentally friendly development. Forestry law and Plantation law as the constitution forest shift functional land notice environment, but not in line with Law Number 11 of 2020 on Job Creation which replaces a lot and removes articles from The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia as grundnorm follow The Green Constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T55477
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rizky Alika
"Pada tahun 1980, penduduk etnis Jawa melakukan transmigrasi di Kecamatan SiakKecil, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Adanya transmigrasi ini menimbulkankontak bahasa antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Peningkatan mutusarana dan prasarana dapat menambah peluang terjadinya kontak bahasa antara sukuMelayu dan Jawa. Kontak bahasa yang terjadi pada dua etnis menimbulkan variasibahasa di Kecamatan Siak Kecil.
Berdasarkan situasi tersebut, tulisan inimemaparkan variasi bahasa antardesa di Kecamatan Siak Kecil dengan menggunakanmetode dialektologi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode kuantitatifdalam penelitian ini menggunakan penghitungan dialektometri. Sementara itu,metode kualitatif digunakan untuk memaparkan situasi kebahasaan yang terdapat diSiak Kecil. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan penggunaan bahasa Jawa danMelayu di Kecamatan Siak Kecil berdasarkan kosakata dasar Swadesh dan sistemkekerabatan.
Hasil penelitian menujukkan kontak bahasa yang terjadi di Siak Kecilmemengaruhi kosakata yang digunakan oleh penuturnya. Pemakaian bahasa Jawamenunjukkan adanya peminjaman bahasa dengan kosakata bahasa Melayu. Peminjaman bahasa juga terjadi pada penutur bahasa Melayu yang tinggal di daerahdominan bahasa Jawa. Sementara itu, penutur di daerah ibukota menggunakan bahasaIndonesia dalam tuturan sehari-hari.
In 1980, some Javanese migrated to Siak Kecil Subdistrict, Bengkalis Regency, Riau Province. Therefore, transmigration affected language contact between local people and migrants. In addition, improvement on infrastructures and facilities quality may increase the chances of language contact between Malay and Javanese people. Language contact that occurs between two ethnics may cause language varieties inSiak Kecil. Based on these issues, this thesis elaborates language varieties among villages in Siak Kecil Subdistrict using dialectology method, in both quantitative and qualitative analysis. The quantitative method using dialectometric calculation. Meanwhile, the qualitative method is used to describe language situation in Siak Kecil. This research aims to map the use of Javanese and Malay language in Siak Kecil Subdistrict based on Swadesh and kinship system list. The result shows language contact in Siak Kecil affects vocabulary which used by the speakers. The usage of the Javanese vocabulary shows language borrowing with Malay vocabulary. Language borrowing also occurs in Malay speakers who live in Javanese language dominant area. Meanwhile, speakers who live in capital city use Indonesian language in everyday speech."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S70195
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nelliza Putri
"Biaya logistik secara signifikan dapat mempengaruhi harga TKKS sebagai bahan baku bioethanol generasi kedua, dimana bahan baku itu sendiri merupakan bagian terbesar komponen biaya operasional. Untuk itu diperlukan studi yang secara spesifik merancang rantai pasok biomassa serta mengkuantifikasi biaya transportasi. Pada penelitian ini, telah dikembangkan rancangan logistik untuk beberapa cluster yang masing-masing terdiri dari beberapa PKS (Pabrik Kelapa Sawit) untuk mensuplai pabrik bioethanol berkapasitas 50 kta di Provinsi Riau. Selanjutnya juga dilakukan kuantifikasi biaya logistik dengan mempertimbangkan jarak, jenis kendaraan, kondisi jalan, dan kondisi sumber TKKS. Biaya logistik terdiri dari harga TKKS (dari sumber), biaya transportasi dan biaya pra-perlakuan. Hasil penelitian ini, diharapkan mampu memberikan skema supply network yang optimal dan biaya yang layak dalam mendukung pengembangan bisnis bioethanol generasi kedua berbasis TKKS yang layak secara komersial. Skema tersebut adalah lokasi pabrik bioethanol harus berdekatan dengan pasokan bahan baku terbesar. Didapatkan 3 calon lokasi pabrik bioethanol berkapasitas 50kta di provinsi riau yang terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri hilir. Lokasi tersebut menghasilkan biaya transportasi terendah calon lokasi pabrik 2 sebesar Rp 156.000 dengan jarak ke terminal BBM sejauh 282 km dan yang termahal terletak di calon lokasi pabrik 1 yaitu dengan biaya transportasi sebesar Rp189.000 dengan jarak ke TBBM sebesar 120 km.
Logistics costs can significantly affect the price of OPEFB as a second generation bioethanol raw material, where the raw material itself is the largest component of the operational costs. For this reason, studies are needed that specifically design biomass supply network and quantify transportation costs. In this study, we developed a design supply network for several clusters, each consisting of 15 PKS to supply a 50kta bioethanol plant in Riau Province. Furthermore, logistics cost quantification is also carried out by considering the distance, type of vehicle, road conditions, and conditions of the OPEFB source. Logistics costs consist of the OPEFB price (from source), transportation costs and pre-treatment costs. The results of this study are expected to be able to provide an optimal supply network scheme and a reasonable cost to support the development of a commercially viable second-generation bioethanol business based on EFB. The scheme is that the location of the bioethanol plant must be close to the largest supply of raw materials. There were 3 candidate locations for bioethanol factories with a capacity of 50kta in Riau province, which are located in Pelalawan and Indragiri downstream districts. This location generates the lowest transportation costs for prospective factory location 2 of Rp. 156,000 with a distance to the BBM terminal as far as 282 km and the most expensive is located in the prospective factory location 1, with a transportation cost of Rp.189,000 with a distance to TBBM of 120 km."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nanik Ambar Suharyanti
"Salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia dalam target pencapaian ISPO yaitu perkebunan kelapa sawit yang telah tertanam di lahan gambut, baik untuk perkebunan swasta maupun perkebunan rakyat. Beberapa permasalahan diantaranya terkait produktivitas, lingkungan, ekonomi dan sosial. Riset ini bertujuan untuk membangun model perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dan membuat sintesis perbaikan. Metode riset adalah analisis statistik dynamic multivariate regression, analisis keekonomian (NPV dan IRR) serta pemodelan system dynamics. Hasil riset pada perkebunan kelapa sawit swasta, urutan variabel yang paling berpengaruh yaitu OER CPO, kerapatan tanam, TMAT dan pemupukan. Untuk perkebunan kelapa sawit rakyat, urutan variabel teknis yang berpengaruh adalah kebakaran, periode panen, pemupukan dan umur tanaman. Kesimpulan riset menyatakan, model pengelolaan perkebunan kelapa sawit swasta dibangun dengan intervensi skenario optimis yaitu peningkatan persentase OER CPO 20%, kerapatan tanam 15%, pemupukan 15% dan TMAT 100%. Untuk perkebunan kelapa sawit rakyat, kunci utamanya adalah kebakaran dan kelembagaan agar dapat mencapai target keberlanjutan.
One of the challenges faced by Indonesia in achieving the ISPO target is oil palm plantations existing planted on peatlands, both for private plantations and smallholder. Some of these problems are related to productivity, environment, economy, and social. This study aims to build a model of sustainable oil palm plantations and synthesize improvements. The research methods used are dynamic multivariate regression statistical analysis, economic analysis (NPV and IRR), and system dynamics modeling. The research results on private oil palm plantations, the order of the most influential variables are OER CPO, planting density, groundwater level, and fertilization. For smallholder, the technical variables influence fire, harvest time, fertilization, and plant age. The study's conclusion stated that the private oil palm plantation model was built with an optimistic scenario intervention, namely an increase in the percentage of OER CPO 20%, planting density 15%, fertilization 15%, and groundwater level 100%. For smallholder, the key is fire and institutions to achieve sustainability targets."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Octa Fredi
"Isu lingkungan khususnya deforestasi telah menjadi perhatian dunia termasuk Indonesia yang kemudian merespon dengan keluarnya kebijakan moratorium hutan dan gambut di tahun 2011. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra terkait trade off antara lingkungan dan ekonomi khususnya pada studi kasus sektor kelapa sawit. Penyelamatan lingkungan melalui kebijakan moratorium harus dihadapkan dengan potensi dampak melambatnya kontribusi ekonomi dari kelapa sawit sebagai komditas andalan baik di level regional dan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan moratorium terhadap daerah sentra kelapa sawit, Riau. Analisis penelitian menggunakan metode sistem dinamik selama periode aktual 2008-2016 dan dilanjutkan dalam proyeksi hingga 2026 dengan membandingkan skenario kondisi moratorium, tanpa moratorium dan moratorium berjangka. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan moratorium memberikan dampak positif terhadap perlambatan penurunan luas hutan namun di satu sisi juga memberikan dampak negatif terhadap perlambatan kontribusi ekonomi yang ditandai dengan perlambatan laju ekspansi lahan kelapa sawit, produksi kelapa sawit dan volume ekspor kelapa sawit yang kemudian berujung pada kontirbusi nilai ekspor kelapa sawit baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Environmental issues, especially deforestation, have become the world's attention, including Indonesia, which then responded with the release of forest and peat moratorium policies in 2011. This policy raises the pros and cons of trade-offs between the environment and the economy especially on the case study of the palm oil sector. Saving the environment through moratorium policies should be faced with the potential impact of slowing economic contributions from oil palm as a reliable commodity both at regional and national levels. This study aims to analyze the impact of moratorium policy on the area of oil palm center, Riau. The research analysis used dynamic system method during the actual period of 2008-2016 and continued in projection up to 2026 by comparing scenario of moratorium condition, without moratorium and futures moratorium. The results of the research indicate that the moratorium policy has a positive impact on the decline in forest area but on the one hand it also negatively impacts the slowdown of economic contribution which is marked by the slowing of the expansion rate of oil palm, palm oil production and export volume of palm oil which then lead to the contribution of value export of palm oil both in short and long term."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49907
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Julliana Isnuuntari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total biaya ekonomi produksi biodiesel minyak kelapa sawit. Biaya produksi dihitung dari tahap penanaman kelapa sawit di perkebunan, pengolahan menjadi minyak kelapa sawit dan pengolahannya menjadi biodiesel serta distribusi ke depo Pertamina. Pada tingkat perkebunan mengasumsikan luas lahan tanam 6.000 ha di Provinsi Riau. Total biaya ekonomi produksinya yaitu Rp 1.023/kg, dengan komponen biaya terbesar yaitu biaya tenaga kerja (41%) dan biaya material (27%). Biaya lingkungan dan biaya sosial yang merupakan eksternalitas negatif dari perkebunan sawit adalah Rp 169/kg (16%). Pada pabrik kelapa sawit dilakukan perhitungan pada 4 skala pabrik, dan total biaya produksi rata-rata terendah adalah skala 45 ton/jam, yaitu Rp 5.511/kg. Komponen biaya terbesarnya yaitu biaya proses (65%) dan biaya material (22%). Pada pabrik biodiesel dilakukan perhitungan pada 2 skala pabrik, dan biaya produksi rata-rata terendah adalah skala 300 ton per day yaitu Rp 9.721/kg. Secara total biaya ekonomi produksi biodiesel dari kelapa sawit mulai dari tahap penanaman sampai distribusi adalah Rp 9.971/kg, dengan komponen biaya terbesar yaitu biaya material (64%) dan biaya proses (30%). Perhitungan rinci komponen biaya produksi ini menghasilkan beberapa masukan bagi kebijakan efisiensi biaya produksi biodiesel guna meningkatkan ketahanan energi nasional melalui pemanfaatan biodiesel sebagai pengganti bahan bakar fosil.
This study aims to calculate the total economic cost of biodiesel production from palm oil. The production cost is calculated from the plantation level, the conversion into oil palm, the conversion into biodiesel and finally the distribution of biodiesel to Pertamina?s depot. At the plantation level, the study assumes a planting area of 6.000 hectares in Riau Province, resulting in the cost of Rp 1.023/kg with the largest components being the cost of labor (41%) and materials (27%). Environment and social cost as negative externalities incurred by oil palm plantation is Rp 169/kg (16%). In the palm oil mill stage, calculation is done on 4 different mill sizes, and the lowest total average production cost is a mill with capacity of 45 ton/hour, Rp 5.511/kg; the largest cost being processing costs (65%), and materials cost (22%). In the biodiesel plant stage, calculation was done on 2 different plant sizes and the lowest total average production cost is a plant with capacity of 300 ton per day. In total, the economic cost of biodiesel production form palm oil from the planting and distribution stages is Rp 9.971/kg, with the largest cost being materials cost (64%) and processing cost (30%). The detailed calculation on production cost results in a list of policy recommendations to enhance the efficiency of biodiesel production in order to improve national energy security through the use of biodiesel as substitute for fossil fuels."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T46094
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library