Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172215 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ismayadi
"Latar belakang. Berbagai studi telah berhasil menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka khususnya terkait fungsi ginjal dan albumin. Akan tetapi, belum terdapat studi yang mengevaluasi hubungan fungsi ginjal dan albumin terkhusus pada penyembuhan luka pasca amputasi pasien luka diabetik.
Metode. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif, yang dilakukan pada bulan Oktober–Desember 2022. Pasien ulkus kaki diabetik yang telah mendapatkan tindakan amputasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo, yang mana keputusan amputasinya diambil berdasarkan skor WIfI [berada pada zona merah (risiko amputasi tinggi) skor WIfI yang dipetakan berdasarkan derajat luka, iskemia, dan infeksi] diinklusi ke dalam penelitian. Variabel yang diteliti meliputi kadar albumin, ureum, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (LFG), kesembuhan luka, usia, status gizi, terapi insulin, merokok, hipertensi, durasi penyakit DM, dan onset luka.
Hasil. Peneliti mengikutsertakan 61 pasien luka kaki diabetik yang menjalani tindakan amputasi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, yang terdiri dari 23 (37,7%) pasien laki-laki dan 39 (63,9%) pasien dengan status gizi berlebih. 65,6% pasien mengalami reepitelisasi sempurna dalam 28 hari pasca tindakan amputasi. Kadar albumin, ureum, dan kreatinin pasien ditemukan sebesar 2,56 (1,11–4,98) g/dL, 71,00 (0,56–210) U/L, dan 1,40 (0,50– 11,50) U/L. LFG ditemukan sebesar 52,60 (4,10–117,30) mL/menit. Kadar albumin yang lebih tinggi (≥ 2,605 g/dL) dan kadar ureum yang lebih rendah (< 71,6 U/L) ditemukan berhubungan dengan probabilitas penyembuhan luka yang lebih tinggi (p < 0,050).
Simpulan. Kadar albumin ditemukan lebih tinggi, sementara kadar ureum ditemukan lebih rendah pada kelompok luka sembuh pasien luka kaki diabetik 28 hari pasca amputasi.

Background. Various studies have succeeded in finding factors that affect wound healing, especially related to kidney function and albumin. However, there have been no studies evaluating the relationship between kidney function and albumin, especially in post-amputation wound healing in diabetic wound patients.
Methods. This is a retrospective cohort study, conducted in October–December 2022. Diabetic foot ulcer patients who have received an amputation procedure at Cipto Mangunkusumo Hospital, where the decision to amputation is made based on the WIfI score [is in the red zone (high risk of amputation) WIfI scores charted according to degree of injury, ischemia, and infection] were included in the study. The variables studied included albumin, urea, creatinine, glomerular filtration rate (GFR), wound healing, age, nutritional status, insulin therapy, smoking, hypertension, duration of diabetes mellitus, and onset of injury.
Results. We included 61 patients with diabetic foot injuries who underwent amputation at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, which consisted of 23 (37.7%) male patients and 39 (63.9%) patients with excess nutritional status. 65.6% of patients experienced complete re-epithelialization within 28 days after the amputation. The patient's albumin, urea, and creatinine levels were found to be 2.56 (1.11–4.98) g/dL, 71.00 (0.56–210) U/L, and 1.40 (0.50–11 ,50) U/L. GFR was found to be 52.60 (4.10–117.30) mL/minute. Higher albumin levels (≥ 2.605 g/dL) and lower urea levels (< 71.6 U/L) were found to be associated with a higher probability of wound healing (p < 0.050).
Conclusion. Albumin levels were higher, while urea levels were lower in the group of healed wounds of patients with diabetic foot ulcer in 28 days following the amputation surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Novita Sari
"Gangguan sirkulasi kaki pada penderita DM mengakibatkan proses penyembuhan ulkus diabetik tertunda. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi pengaruh Ankle Range of Motion (ROM) Exercise terhadap penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetik. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 28 responden yang dibagi menjadi 14 responden kelompok intervensi dan 14 responden kelompok kontrol. Metode penelitan ini adalah quasi eksperimental design dengan pendekatan Pretest and Posttest With Control Group Design. Kelompok intervensi diberikan perlakuan ankle Range of Motion (ROM) exercise dan perawatan luka modern dressing, sedangkan kelompok kontrol hanya diberikan perawatan luka modern dressing saja. Ankle Range of Motion (ROM) exercise terdiri dari empat gerakan yaitu plantarfleksi, dorsofleksi, inversi dan eversi. Latihan ini termasuk dalam latihan tidak menahan beban dan aman dilakukan pada penderita ulkus diabetik. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan yang signifikan rerata selisih skor penyembuhan luka antara kelompok intervensi dengan kontrol dengan p value 0,000 (< 0,05). Hasil uji variabel confounding menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat merokok terhadap skor penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetik dengan p value 0,143 (> 0,05). Ankle Range of Motion (ROM) Exercise diharapkan dapat dijadikan terapi tambahan dalam manajemen luka pada pasien ulkus diabetik untuk mempercepat proses penyembuhan luka

Impaired foot circulation in diabetic patients causes the healing process of diabetic ulcers to be delayed. The purpose of this study was to identify the effect of Ankle Range of Motion (ROM) Exercise on wound healing in diabetic ulcer patients. The sample in this study amounted to 28 respondents who were divided into 14 respondents in the intervention group and 14 respondents in the control group. This research method is a quasi-experimental design with a Pretest and Posttest approach with Control Group Design. The intervention group was treated with ankle Range of Motion (ROM) exercise and modern wound dressings, while the control group was only given modern wound dressings. Ankle Range of Motion (ROM) exercise consists of four movements, namely plantarflexion, dorsiflexion, inversion and eversion. This exercise is included in non-weight-bearing exercises and is safe for diabetic ulcer sufferers. The results showed that there was a significant difference in the mean difference in wound healing scores between the intervention group and the control group with a p value of 0.000 (<0.05). The results of the confounding variable test showed that there was no relationship between smoking history and wound healing scores in diabetic ulcer patients with a p value of 0.143 (> 0.05). Ankle Range of Motion (ROM) Exercise is expected to be used as additional therapy in wound management in diabetic ulcer patients to accelerate the wound healing process."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Anggara
"Latar Belakang: Ulkus diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dengan prevalensi 6,3% populasi dunia dan angka amputasi mencapai 139,97 kasus per 100.000 orang. Pada kasus lanjut, pasien ulkus diabetik dilakukan debridemen atau bahkan amputasi yang sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Prediksi penyembuhan luka pasca debridemen merupakan suatu penilaian yang sangat penting untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien. Namun, hingga saat ini, penelitian untuk mengetahui hubungan antara tekanan sistolik, fasisitas dan volume flow pada pasien ulkus diabetik terhadap penyembuhan luka pasca debridemen belum banyak dilakukan.

Tujuan: Mengetahui hubungan antara tekanan sistolik, fasisitas and volume flow pasien ulkus diabetik terhadap penyembuhan luka pasca debridemen.

Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang, dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2023 – Oktober 2023.

Hasil: Terdapat 40 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Profil subjek penelitian  sebagian besar terdiri dari jenis kelamin perempuan dengan rata-rata usia 56,93 tahun. Jumlah pasien yang memiliki riwayat hipertensi adalah 21 orang (52,5%), riwayat dislipidemia adalah 10 orang (25%), dan riwayat merokok adalah 17 orang (42,5%). Analisis bivariat dengan uji Pearson mendapatkan faktor risiko yang berhubungan signifikan terhadap skor DFUAS adalah diabetes melitus (p<0,001), merokok (p<0,001), dan hipertensi (p=0,007). Terdapat hubungan korelasi yang kuat dan signifikan antara nilai ABI yang semakin kecil dengan skor DFUAS yang semakin besar (p<0,001). Selain itu, terdapat juga hubungan korelasi kuat dan signifikan antara fasisitas arteri poplitea bifasik dengan nilai DFUAS yang semakin besar (p<0,001). Sementara itu, tidak terdapat hubungan korelasi yang signifikan antara tekanan sistolik arteri poplitea, fasisitas arteri femoralis komunis, dan volume flow arteri poplitea maupun femoralis komunis terhadap skor DFUAS atau penyembuhan luka.

Kesimpulan: Pemeriksaan ABI dan fasisitas arteri poplitea dengan ultrasonografi dapat menjadi prediksi penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetik.


Diabetic ulcer is a complication of diabetes mellitus with high morbidity and mortality, with a prevalence of 6.3% of the world population and an amputation rate of 139.97 cases per 100,000 people. In advanced cases, diabetic ulcer patients undergo debridement or even amputation which greatly affects the patient's quality of life. Prediction of wound healing after debridement is a very important assessment to provide the best service for patients. However, until now, there has not been much research to determine the relationship between systolic pressure, fascicity and volume flow in diabetic ulcer patients on post-debridement wound healing.

Objective: Knowing the relationship between systolic pressure, fascicity and volume flow of diabetic ulcer patients on wound healing after debridement.

Method: The design of this study was cross-sectional, conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital. The study was conducted in August 2023 - October 2023.

Results: There were 40 research subjects who met the inclusion criteria. The profile of the research subjects mostly consisted of female gender with an average age of 56.93 years. The number of patients who had a history of hypertension was 21 people (52.5%), a history of dyslipidemia was 10 people (25%), and a history of smoking was 17 people (42.5%). Bivariate analysis with the Pearson test found that the risk factors significantly associated with DFUAS scores were diabetes mellitus (p<0.001), smoking (p<0.001), and hypertension (p=0.007). There was a strong and significant correlation between a smaller ABI value and a larger DFUAS score (p<0.001). In addition, there was also a strong and significant correlation between biphasic popliteal artery fascicity and greater DFUAS score (p<0.001). Meanwhile, there was no significant correlation between popliteal artery systolic pressure, common femoral artery fascicity, and popliteal or common femoral artery flow volume on DFUAS score or wound healing.

Conclusion: Ankle brachial index examination and popliteal artery fascicity with ultrasonography can be predictive of wound healing in diabetic ulcer patients."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marinda Navy Septiana
"ABSTRAK
Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi dari diabetes melitus dan termasuk luka kronik. Ulkus diabetikum menyebabkan berbagai gangguan kenyamanan baik fisik, psikologis maupun sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan derajat luka dengan interaksi sosial pada pasien ulkus diabetikum. Desain penelitian menggunakan pendekatan cross-sectional dengan jumlah sampel 69 pasien di Rumat. Analisis data menggunakan uji T-independen menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara derajat luka dengan interaksi sosial p: 0,448, ?: 0,05 . Hasil penelitian didapatkan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial yaitu bau p:0.009 , status psikologis p:0,010 and stres p: 0,005 . Penelitian ini menunjukkan untuk memperhatikan kenyamanan psikologis pada gangguan kenyamanan fisik dalam peningkatan kenyamanan sosial pasien ulkus diabetikum.

ABSTRACT
Diabetic ulcer as a chronic wound is one of chronic complication of Diabetes Mellitus. Diabetic ulcer causes a variety of discomfort such as physics, psychology also social. The aim of this research was to identify the correlation between wound degree with social interaction to the diabetic ulcer patient. Cross sectional design applied in this study with 69 samples that recruiting in Rumat. Statistic analyze using independent t test showed wound degree has no significant relationship with social interaction p 0,448, 0,05 . This study found the related factor of social interaction are odor p 0.009 , psychology p 0,010 and stress p 0,005 . This study recommended the importance of paying attention to psychological comfort of physical discomfort to increase social comfort diabetic ulcer patient."
2017
S67249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza Miranda
"Diabetes sering menyebabkan komplikasi ulkus kaki diabetik (UKD) yang penyembuhannya terhambat pada fase inflamasi dan terjadi gangguan pada pembentukan jaringan granulasi. LL-37 memiliki aktivitas antimikrobial, memicu angiogenesis, serta migrasi dan proliferasi keratinosit. Penelitian ini menganalisis pengaruh krim LL-37 terhadap kecepatan penyembuhan UKD derajat ringan dengan mengkaji IL-1a, TNF-a, serta pola dan jumlah kolonisasi bakteri aerob.
Penelitian ini adalah uji klinis buta ganda acak yang dilaksanakan Januari 2020–Juni 2021 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo dan RSUP Persahabatan, Jakarta. Subjek adalah penyandang UKD tanpa infeksi atau infeksi derajat ringan, berusia 18–60 tahun, ABI 0,9–1,3, luas luka ≥ 2 cm2, kedalaman luka sampai dengan subkutis, dan tanpa infeksi sistemik. Subjek dibagi menjadi kelompok krim LL-37 dan plasebo yang dioles dua kali seminggu selama 4 minggu. Dilakukan pengamatan luka pada akhir minggu dengan metode planimetri dan fotografi digital lalu diolah dengan ImageJ. Subjek diperiksa kadar IL-1a dan TNF-a cairan luka dengan metode ELISA dan kultur bakteri aerob dari apusan luka pada setiap akhir minggu.
Kadar LL-37 cairan luka pada kelompok LL-37 adalah 1,07 (0,37–4,96) ng/mg protein dan plasebo sebesar 1,11 (0,24–2,09) ng/mg protein (p = 0,44). Penurunan luas luka pada hari ke-14, ke-21, dan ke-28 dibandingkan hari ke-1 pada kelompok LL-37 lebih besar daripada plasebo, walaupun tidak bermakna. Pada kelompok LL-37 terjadi peningkatan luas jaringan granulasi yang lebih besar daripada plasebo pada semua hari, walaupun hanya bermakna pada hari ke-14 yaitu 0,95 (±1,34) cm2 pada kelompok LL-37 dibandingkan -0,24 (±1,01) cm2 pada kelompok plasebo (p = 0,020). Terjadi peningkatan indeks granulasi yang secara konsisten lebih besar dan bermakna (p < 0,05) pada kelompok LL-37 dibandingkan plasebo pada semua hari. Tidak terjadi penurunan kadar IL-1a dan TNF-a yang lebih besar pada kelompok LL-37. Pada hari ke-1, frekuensi bakteri aerob terbanyak adalah S. aureus yaitu 37,1% pada kelompok LL-37 dan 45% pada kelompok plasebo. Penurunan jumlah koloni bakteri pada kelompok plasebo lebih besar dibandingkan dengan kelompok LL-37 pada hari ke-28 dibandingkan dengan hari ke-1, walaupun tidak bermakna (p = 0,98).
Simpulan: Kadar LL-37 pada UKD kedua kelompok rendah. Pemberian LL-37 mempercepat penyembuhan UKD tanpa infeksi maupun derajat ringan dengan meningkatkan indeks granulasi. Pemberian LL-37 tidak menurunkan kadar IL-1a dan TNF-a pada UKD. Pemberian LL-37 tidak memengaruhi pola dan jumlah kolonisasi bakteri aerob pada UKD.

Diabetes often causes DFU (diabetic foot ulcer). Wound healing in DFU has prolonged inflammation phase and defective granulation tissue formation. LL-37 has antimicrobial property, induces angiogenesis, and keratinocyte migration and proliferation. This study analyzes the efficacy of LL-37 cream on wound healing rate in DFU with mild infection by examining IL-1a, TNF-a, and aerobic bacteria colonization.
This study was a randomized double-blind controlled trial conducted from January 2020–June 2021 at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo and RSUP Persahabatan, Jakarta. Subjects were patients with uninfected DFU or DFU with mild infection according to IDSA, aged 18–60 years old, ABI 0.9–1.3, wound area ≥ 2 cm2, wound no deeper than subcutaneous layer, and without systemic infection. Subjects were divided into the LL-37 cream and placebo cream group which were applied twice a week for 4 weeks. Wounds were measured at the end of every week using planimetric method and digital photography and subsequently processed with ImageJ. The levels of IL-1a and TNF-a from wound fluid were measured using the ELISA method and aerobic bacteria culture was performed using wound swabs.
The level of LL-37 from wound fluid in the LL-37 group was 1.07 (0.37–4.96) ng/mg protein and in the placebo group was 1.11 (0.24–2.09) ng/mg protein (p = 0.44). The decrease in wound area on day 14, 21, and 28 compared to day 1 in the LL-37 group was greater than in the placebo group, although the difference was not significant. In the LL-37 group, there was a greater increase in granulation tissue area than in the placebo group on each day, although the difference was only significant on day 14 which was 0.95 (±1.34) cm2 in the LL-37 group compared to -0.24 (± 1.01) cm2 in the placebo group (p = 0.020). There was a consistently and significantly greater increase in granulation index (p < 0.05) in the LL-37 group compared to placebo group on each day. There was no greater decrease in IL-1a and TNF-a levels in the LL-37 group. On day 1, the highest frequency of aerobic bacteria was S. aureus which was 37.1% in the LL-37 group and 45% in the placebo group. The decrease in the number of bacterial colonies in the placebo group was greater than in the LL-37 group on day 28 compared to day 1, although the difference was not significant (p = 0.98).
Conclusion: The level of LL-37 in DFU was low in both groups. Administration of LL-37 accelerated the healing of uninfected DFU or DFU with mild infection by increasing the granulation index. Administration of LL-37 did not reduce the levels of IL-1a and TNF-a in DFU. Administration of LL-37 did not affect the pattern and number of colonization of aerobic bacteria in DFU.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Misella Elvira Farida
"ABSTRAK
Luka kaki diabetik merupakan komplikasi diabetes yang menyebabkan tingginya angka amputasi. Luka kaki diabetik membutuhkan perawatan yang efektif dan efisien untuk mecegah perluasan infeksi dan memperbaiki kerusakan jaringan. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis keefektifan balutan luka modern dalam perawatan luka kaki diabetik. Metodologi yang digunakan adalah studi kasus. Hasil analisis yang didapat bahwa terdapat perbaikan pada kondisi luka berupa berkurangnya jaringan nekrotik sebanyak 75% , jumlah eksudat berkurang 80%, dan lingkungan disekitar luka tampak lembab. Studi kasus ini merekomendasikan agar perawatan luka dengan menggunakan balutan modern jenis hydrogel dapat diimplementasikan pada perawatan luka kaki diabetik untuk mempercepat proses penyembuhan luka.

ABSTRACT
Diabetic foot ulcer is a complication of diabetes which causes high amputation rates. Diabetic foot ulcer requires effective and efficient treatment to prevent the spread of infection and repair damaged tissue. The purpose of writing this scientific paper is to analyze the effectiveness of modern dressing Hydrogel in the treatment of diabetic foot ulcer. The methodology used is a case study. The results of the analysis found that there was an improvement in the condition of the wound in the form of 75% reduction in necrotic tissue, the amount of exudate was reduced by 80%, and the environment around the wound looked moist. This case study recommends that wound care using modern dressing hydrogel can be implemented for treatment of diabetic foot ulcer to promote the wound healing process.
"
2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Anggraini
"ABSTRAK
Deformitas kaki dapat menyebabkan perubahan mobilitas sendi, luas kontak kaki ke permukaan, kemampuan neuromuskular untuk menstabilkan kaki serta mempertahankan posisi berdiri tegak. Perubahan ini akan berdampak pada penurunan fungsi ekstremitas bawah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui hubungan deformitas kaki dengan fungsi ekstremitas bawah pada pasien neuropati diabetik. Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi cross-sectional dengan jumlah sampel 105 orang responden yang mengalami neuropati diabetik dengan deformitas kaki. Analisis data menggunakan Chi Square, Anova, dan regresi logistik etiologik. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara deformitas kaki dengan fungsi ekstremitas bawah p = 0,000, OR = 10,857 . Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagi perawat dalam melakukan pengkajian keperawatan untuk memprediksi penurunan fungsi ekstremitas bawah pada pasien neuropati diabetik dengan deformitas kaki sehingga bisa mencegah terjadinya resiko cedera atau jatuh pada pasien.

ABSTRACT
Foot deformity can cause various of changes in joint mobility, extent of foot contact to the surface, neuromuscular ability to stabilize the legs and maintain an upright standing position. These changes will have an impact on lower limb function. The purpose of this study was to determine the correlation of foot deformities with the lower extremity functions in diabetic neuropathy patients. The design of this study was a quantitative research with a cross sectional study approach with sample size of 105 respondents who has foot deformity with diabetic neuropathy. Data were analysed using a Chi Square, Anova, and etiologic logistic regression. The results showed a significant correlation between foot deformities with lower extremity function p 0,000, OR 10,857 . This study is expected to be used as a reference for nurses in conducting nursing assessments to predict lower extremity function in diabetic neuropathy patients with foot deformities in order to prevent the risk of injuries or falls in patients."
2017
T48515
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Lisa Indra
"Cairan NaCl 3% pada penelitian sebelumnya terbukti mampu menarik kelebihan eksudat dan mengurangi bau luka karena bersifat hipertonik. Penelitian eksperimen dengan penyamaran ganda dilakukan untuk mengetahui efektivitas perawatan luka dengan cairan NaCl 3% terhadap penurunan jumlah eksudat dan bau ulkus diabetik. Intervensi dilakukan selama 14 hari terhadap 15 sampel yang dibagi menjadi kelompok NaCl 0,9% dan NaCl 3% melalui randomisasi blok.
Tidak terdapat perbedaan signifikan jumlah eksudat setelah intervensi antara kedua kelompok namun terdapat perbedaan signifikan pada skor bau luka. Perawatan ulkus diabetik dengan NaCl 3% tidak lebih efektif dalam menurunkan jumlah eksudat luka dibandingkan NaCl 0,9% namun lebih efektif NaCl 3% dalam menurunkan skor bau.

Previous studies on wound care had proved that NaCl 3% solution able to absorbs the wound exudate and reduces the odor because it is hypertonic. A randomized controlled trial with double blinded technique was conducted to determine the effectiveness of wound care using NaCl 3% solution to decrease amount of exudate and odor of diabetic ulcers. Interventions performed for 14 days on 15 subjects blocked randomly allocated to NaCl 0,9% and NaCl 3% groups.
The result showed that there was no significant difference in the amount of exudate between the groups, however there was significant difference in the odor score. Wound care using NaCl 3% is no more effective to reduce the amount of exudate than NaCl 0,9%, however NaCl 3% is effective to reduce the odor score of diabetic ulcer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T44545
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Shindi Eugene Tiurma
"ABSTRACT
Sirkumsisi telah dianggap sebagai salah satu prosedur bedah tertua dan paling sering dilakukan. Meskipun telah banyak teknik-teknik sirkumsisi yang telah diciptakan, tidak ada mufakat dalam penentuan metode sirkumsisi yang terbaik dalam praktik, terutama dalam ketentuan perbaikan jaringan kulit. Tenascin-C TNC adalah glikoprotein ekstraselular yang terbentuk selama embriogenesis dan meningkat sewaktu penyembuhan luka, terutama dalam fase resolusi. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa penyembuhan luka akibat sirkumsisi dengan dorsal-slit method dan kauter laser melalui ekspresi Tenascin-c. Kulit khatan dari 20 partisipan laki-laki 5-12 tahun dikumpulkan dan diwarnai dengan pewarna hematoxylin-eosin untuk menentukan area insisi. Ekspresi tenascin-c diamati dengan imunohistokimia: rasio area dengan TNC positif dan batas pinggiran insisi. Hal ini diikuti dengan daftar pertanyaan pasca-operasi beserta foto-foto dari partisipan untuk menentukan status penyembuhan luka. Grup konvensional memperlihatkan ekspresi TNC yang lebih besar 57.28 47.56 dibanding grup kauterisasi 25.36 16.44 p=0.07 . Rata-rata ekspresi TNC pada subyek dengan penyembuhan luka yang normal 42.15 40.87 sedikit lebih tinggi daripada rata-rata pada subyek dengan penyembuhan luka yang tertunda 38.83 33.40 p=0.872 . Tidak ada korelasi yang signifikan antara ekspresi tenascin-c dengan proses penyembuhan luka. Dari data yang terkumpul dapat dilihat bahwa dorsal-slit dan kauterisasi method, kedua-duanya membuahkan perbaikan jaringan kulit yang normal.

ABSTRACT
Circumcision has been noted as one of the oldest and most common surgical procedure. Even though, various techniques have been developed, there is no consensus on best practice method for circumcision in terms of skin tissue repair. Tenascin c TNC is an extracellular glycoprotein expressed during embryogenesis and markedly increased in wound healing, especially in resolution phase. In this study, the author analyzed the outcome of skin tissue repair dorsal slit and laser cauterization through expression of tenascin c. Prepuces from 20 male participants 5 12 years old were collected and stained using hematoxylin eosin staining to determine incisional area. Tenascin C expression was determined by immunohistochemistry with ratio of TNC positive area and incisional margin. Follow up investigation was done using post operative questionnaire and photographs to determine the status of wound healing. The conventional group showed greater TNC expression 57.28 47.56 than cauterization group 25.36 16.44 p 0.07 . The mean expression of TNC in normal wound healing subjects 42.15 40.87 is slightly more than the mean of delayed wound healing subjects 38.83 33.40 p 0.872 . There is no significant correlation between tenascin c expression and wound healing process. The number of subjects with normal healing after cauterization or conventional techniques is almost identical. The data presented here suggested that both dorsal slit and cauterization methods resulted in normal skin tissue repair. "
2016
S70375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sessy Arie Margareth
"Latar Belakang: Indonesia menempati peringkat ke-7 di antara 10 negara dengan jumlah penderita DM terbanyak. Tingginya jumlah penderita DM meningkatkan jumlah komplikasi luka kaki diabetes. Anemia berhubungan dengan luka kaki diabetes, serta menjadi prediktor amputasi dan mortalitas. Pasien anemia tanpa DM mengalami peningkatan ekspresi HIF-1α akibat hipoksia. Akan tetapi, pada pasien luka kaki diabetes tanpa anemia justru memiliki kadar HIF-1α yang rendah. Keadaan hiperglikemia menyebabkan degradasi HIF-1α. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kadar hemoglobin dengan ekspresi HIF-1α pada pasien luka kaki diabetes dengan anemia di RS Dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian ini merupakan observasional analitik jenis potong lintang. Data diambil dari seluruh pasien terdiagnosis luka kaki diabetes dengan anemia di RSCM, meliputi kadar hemoglobin, gula darah sewaktu, HbA1c, dan kadar HIF-1α berdasarkan metode ELISA yang diperoleh dari jaringan hasil biopsi. Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS versi 20. Uji korelasi Spearman dilakuan untuk memperoleh nilai koefisien korelasi. Nilai p <0,05 bermakna signifikan.
Hasil: Terdapat 59 subjek luka kaki diabetes dengan anemia di RSCM. Laki-laki sebanyak 30 orang (50,8%) dan mayoritas subjek berusia 40—59 tahun yaitu sebanyak 37 orang (62,7%). Perempuan memiliki median GDS 227,0 mg/dL (IQR: 192) dan HbA1c 8,0 g/dL (IQR: 4,6), lebih besar dibandingkan laki-laki. Sebaliknya, laki-laki memiliki rerata Hb 9,9 g/dL (SB: 2,0) dan median HIF-1α 19,1 pg/mg (IQR: 36,4), lebih besar dibandingkan perempuan. Hanya Hb dan HbA1c yang berhubungan dengan jenis kelamin secara signifikan (p <0,05). Uji korelasi Spearman diperoleh nilai korelasi r = 0,266 (IK95%: -0,14—0,58; p = 0,043).
Simpulan: Didapatkan korelasi positif lemah dan signifikan antara kadar hemoglobin dengan ekspresi HIF-1α pada pasien luka kaki diabetes dengan anemia di RSCM. Keadaan hiperglikemi dapat mendegradasi HIF-1α lebih kuat dibandingkan kemampuan anemia dalam memicu ekspresi HIF-1α.

Background: Indonesia is ranked 7th out of 10 countries with the most diabetes mellitus patients. The high number of DM patients will increase complications of diabetic foot ulcers. Anemia is associated with diabetic foot ulcers as well as a predictor of amputation and mortality. Anemic patients without diabetes have increased HIF-1α expression due to hypoxia. Meanwhile, diabetic foot ulcer patients without anemia have low levels of HIF-1α. Hyperglycemia causes degradation of HIF-1α. This study aims to determine the association of hemoglobin levels and HIF-1α expression in diabetic foot ulcer patients with anemia at Dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital.
Method: This is a cross-sectional study. Data were taken from all patients diagnosed with diabetic foot ulcers with anemia at the RSCM, including hemoglobin (Hb) levels, blood glucose (BG), HbA1c, and HIF-1α levels based on the ELISA method obtained from tissue biopsies. Statistical analysis was done using SPSS version 20. Spearman correlation test was performed to obtain the coefficient of correlation. P-value <0.05 was significant.
Results: There were 59 subjects with diabetic foot ulcers with anemia in RSCM. It consisted of 30 male (50.8%) and most of subjects were 40-59 years old (37 subjects; 62.7%). Female subjects have a median BG 227.0 mg/dL (IQR: 192) and median HbA1c 8.0 g/dL (IQR: 4.6), it is higher than male. On the other hand, male subjects have a mean Hb 9.9 g/dL (SB: 2.0) and median HIF-1α 19.1 pg/mg (IQR: 36.4), it is larger than female. Only Hb and HbA1c were significantly related to gender (p <0.05). Spearman correlation test obtained a correlation value of r = 0.266 (95%CI: -0.14-0.58; p = 0.043).
Conclusion: We found a weak but significant positive correlation between hemoglobin levels and HIF-1α expression in diabetic foot wound patients with anemia in RSCM. Hyperglycemia can degrade HIF-1α more strongly than anemia's ability to initiate HIF-1α expression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>