Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153252 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Athaya Shaumi Hermawan
"Latar belakang: Kanker payudara merupakan kanker paling umum yang terjadi pada wanita dan urutan kedua paling umum terjadi secara umum (2.089.000 kasus per tahun 2018), dengan salah satu mortalitas tertinggi (627.000 kematian per tahun 2018). Namun begitu, metode diagnosis histopatologi, standar baku emas penemuan kanker payudara, masih bersifat subjektif terhadap operator peneliti yang mengakibatkan rawannya terjadi diagnosis negatif palsu dan positif palsu. Beberapa studi kemudian meneliti aplikasi dari metode spektrofotometri autofluoresensi sebagai alat diagnosis tambahan dari beragam kanker dengan hasil yang memiliki sensitivitas tinggi dan periode akuisisi data yang singkat. Terlepas hasilnya yang menjanjikan, hingga saat ini belum ada studi aplikasi spektrofotometri autofluoresensi dalam klasifikasi derajat lesi kanker payudara. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi spektrofotometer autofluoresensi sebagai metode klasifikasi jaringan payudara mencit normal, prekanker, dan kanker dalam sediaan blok parafin. Metode: Dalam penelitian ini diukur 640 panjang gelombang mulai dari 420.2–762.9nm terhadap 30 total sampel blok parafin jaringan payudara mencit normal, prekanker, dan kanker. Data autofluoresensi kemudian dianalisis melalui perangkat lunak SPSS untuk uji komparatif dan Orange Data Mining untuk analisis machine learning. Hasil: Terdapat 583 dari 640 panjang gelombang yang dapat menunjukan perbedaan intensitas cahaya antar derajat lesi, dengan 3 di antaranya dapat menunjukkan perbedaan yang bermakna. Logistic Regression merupakan machine learning dengan performa terbaik untuk mengklasifikasi derajat lesi jaringan kanker payudara berdasarkan skor AUC (91,2%), akurasi (83,3%), presisi (83,3%), recall (83,3%), F1 (82.9%), spesifisitas (77,8-100%), dan sensitivitas (87,5%-100%). Kesimpulan: Spektrofotometri autofluoresensi menunjukan performa yang cukup baik dalam aplikasinya mengklasifikasi jaringan payudara mencit normal, prekanker, dan kanker.

Introduction: Being the most common cancer in women and the second most common in general (2,089,000 cases on 2018), Breast cancer also has one of the highest mortality rate (627,000 deaths on 2018). However, despite the histopathological diagnosis method being the gold standard for breast cancer detection, it is still very subjective to the operator, making it prone to false negative and false positive diagnoses. Several studies investigating the application of the autofluorescence spectrophotometric method as an additional diagnostic tool for various cancers shows high sensitivity results with short data acquisition period. Despite the promising results, until today, there has not been a study of the application of autofluorescence spectrophotometry in the classification of the breast cancer lesions. This study was conducted to determine the potential of the autofluorescence spectrophotometer as a method of classifying normal, precancerous, and cancerous mice breast tissue in paraffin block samples. Method: In this study, 640 wavelengths ranging from 420.2–762.9nm were measured against a total of 30 paraffin block samples of normal, precancerous, and cancer mice breast tissue. The autofluorescence data was then analyzed using SPSS software for comparative testing and Orange Data Mining for machine learning analysis. Result: There are 583 of 640 wavelengths that able to show differences in light intensity between the degrees of lesions, with 3 of them showing significant differences. Logistic Regression is a machine learning with the best performance to classify the degree of breast cancer tissue lesions based on the AUC score (91.2%), accuracy (83.3%), precision (83.3%), recall (83.3%), F1 (82.9%), specificity (77.8-100%), and sensitivity (87.5%- 100%). Conclusion: Autofluorescence spectrophotometry shows a fairly good performance in its application to classify normal, precancerous, and cancerous mice breast tissue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziza Hana Salsabila
"Latar belakang: Kanker lambung bertanggung jawab atas lebih dari 1.000.000 kasus kanker baru pada tahun 2020 dan diperkirakan 769.000 kematian atau sama dengan satu dari setiap 13 kematian secara global. Deteksi dini menjadi kunci penurunan angka kematian dan perbaikan prognosis, dengan baku emas berupa avaluasi histopatologi dari hasil biopsi endoskopi. Tetapi subjektivitas pemeriksan tersebut berpotensi menimbulkan kesalahan diagnosis terutama akibat kesalahan interpretasi ahli patologi. Untuk itu, diperlukan metode diagnostik kuantitatif yang dapat menilai secara objektif lesi prekanker atau inflamasi pada dinding lambung. Metode autofluoresensi sebelumnya sudah digunakan dalam upaya diagnostik kanker lambung. Namun, saat ini belum ada studi terkait penggunaan spektrofotometri autofluoresensi sebagai metode diagnostik kuantitatif dan objektif untuk kanker lambung. Tujuan: Studi ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan spektrofotometri autofluoresensi dalam mengidentifikasi jaringan lambung normal, inflamasi dan prekanker berdasarkan intensitas fluoresensi jaringan.Metode: Studi ini menggunakan sediaan blok parafin jaringan lambung mencit (Mus musculus) normal, inflamasi dan prekanker. Intensitas fluoresensi jaringan diukur pada 640 panjang gelombang menggunakan spektrofotometer autofluoresensi sederhana dengan sumber cahaya ultraviolet. Analisis data dilakukan dengan SPSS untuk uji normalitas, homogenitas dan hipotesis. Dilanjutkan dengan pengelompokkan data secara kualitatif dengan Principal Component Analysis (PCA) dan secara kuantitatif dengan machine learning dengan 3-fold cross validation. Hasil analisis dengan PCA dinilai dengan scatter plot. Hasil pengolahan data secara kuantitatif dinilai dengan Area under the Curve (AUC),Classification Accuracy (CA), precision, recall, F1-score, sensitivitas dan spesifisitas. Hasil: Ditemukan dua panjang gelombang dengan intensitas fluoresensi bermakna untuk tiga kelompok jaringan dan 554 panjang gelombang yang bermakna untuk dua kelompok jaringan. Dalam pengelompokkan tiga variabel, ditemukan nilai AUC 0,900, CA 0,833, Skor F1 0,831, Precision 0,802, dan Recall 0,800. Dalam pengelompokkan dua variabel, ditemukan sensitivitas dan spesifisitas 100% untuk membedakan jaringan prekanker dengan normal. Sensitivitas 100% dan spesifisitas 80% untuk jaringan prekanker dengan inflamasi. Serta sensitivitas 80% dan spesifisitas 90% untuk jaringan inflamasi dengan normal. Kesimpulan: Spektrofotometeri autofluoresensi dapat membedakan jaringan lambung normal, inflamasi dan prekanker mencit Mus musculus dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik.

Introduction: Gastric cancer was responsible for more than 1,000,000 new cancer cases in 2020 and an estimated 769,000 deaths or equal to one in every 13 deaths globally. Early detection is the key to reducing mortality and improving prognosis, with histopathological evaluation of endoscopic biopsy results as gold standard. However, the subjectivity of the examination has the potential to cause misdiagnosis, mainly due to the pathologist's misinterpretation. For this reason, quantitative diagnostic methods are needed that can objectively assess precancerous or inflammatory lesions in the gastric wall. The autofluorescence method has previously been used in the diagnostic effort of gastric cancer. However, there are currently no studies related to the use of autofluorescence spectrophotometry as a quantitative and objective diagnostic method for gastric cancer Objective: This study was conducted to determine the ability of autofluorescence spectrophotometry to identify normal, inflammatory and precancerous gastric tissue based on the intensity of tissue fluorescence.Method: This study used a paraffin block preparation of normal, inflammatory and precancerous mice (Mus musculus) gastric tissue. The intensity of tissue autofluorescence was measured at 640 wavelengths using simple autofluorescence spectrophotometer with ultraviolet light source. Data analysis was performed using SPSS to test for normality, homogeneity and hypotheses. Followed by grouping the data qualitatively with Principal Component Analysis (PCA) and quantitatively with machine learning with 3-fold cross validation. The results of the PCA analysis were assessed using a scatter plot. The results of quantitative data processing were assessed by Area under the Curve (AUC), Classification Accuracy (CA), precision, recall, F1-score, sensitivity and specificity. Result: Two wavelengths with significant fluorescence intensity were found for three tissue groups and 554 significant wavelengths for two tissue groups. In grouping the three variables, the AUC value was 0.900, CA 0.833, F1 score 0.831, Precision 0.802, and Recall 0.800. In grouping the two variables, 100% sensitivity and specificity were found to differentiate between precancerous and normal tissues. 100% sensitivity and 80% specificity for precancerous tissue with inflammation. As well as 80% sensitivity and 90% specificity for normal inflammatory tissue. Conclusion: Autofluorescence spectrophotometry can differentiate normal, inflammatory and precancerous gastric tissue in mice Mus musculus with good sensitivity and specificity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livinda Orceila Librianto
"Latar belakang: Kasus kanker terus meningkat setiap tahunnya. Begitu pula dengan kanker kolon. Selain itu, belum terdapat penelitian mengenai pendeteksian kanker kolon menggunakan spektrofotometri autofluoresensi. Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan panjang gelombang dan intensitas cahaya reflektans pada sediaan preparat blok parafin jaringan kolon normal, radang, dan prekanker mencit menggunakan spektrofotometri autofluoresensi dengan menilai sensitivitas dan akurasinya. Metode: Penelitian ini mengukur panjang gelombang dan intensitas cahaya reflektans pada jaringan kolon normal, radang, dan prekanker mencit dengan spektrofotometri autofluoresensi bersumber cahaya ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 420,2—762,9 nm. Kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS untuk menguji hipotesis dan normalitas data serta Orange Data Mining yang ditinjau dengan machine learning untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, akurasi, precision, serta recall. Hasil: Tidak terdapat perbedaan signifikan panjang gelombang reflektans antara 3 kelompok jaringan kolon (normal, radang, dan prekanker) dengan akurasi 56,7% dan tidak ditemukan perbedaan signifikan panjang gelombang reflektans antara 2 kelompok jaringan (radang dengan prekanker) dengan sensitivitas 66,67% dan nilai diagnosis buruk. Namun, ditemukan 175 panjang gelombang reflektans dengan perbedaan signifikan dalam membedakan jaringan kolon normal dengan radang atau prekanker dengan sensitivitas 72,73%—100% dan nilai diagnosis baik hingga sangat baik. Kesimpulan: Spektrofotometri autofluoresensi bersumber cahaya ultraviolet (UV) dapat mengklasifikasikan 2 kelompok jaringan kolon, yakni jaringan kolon normal dengan jaringan kolon radang atau prekanker. Namun, tidak dapat mengklasifikasikan 3 kelompok jaringan kolon, yakni jaringan kolon normal, radang, dan prekanker serta 2 kelompok jaringan kolon radang dengan prekanker.

Introduction: Cancer cases are increasing annually, including colon cancer. Furthermore, early detection of colon cancer using autofluorescence spectrophotometry also hasn't been done before. Objectives: This research aims to comprehend the difference between reflectance wavelength and light intensity in normal, inflammation, and precancerous mice's colon tissues in paraffin block samples using autofluorescence spectrophotometry by assessing its accuracy and sensitivity. Method: This research measured reflectance wavelength and light intensity of normal, inflammation, and precancerous mice's colon tissue using autofluorescence spectrophotometry with ultraviolet light, in the range of 420.2—762.9 nm. Afterward, it was analyzed by SPSS to test the hypothesis and data normality, also Orange Data Mining's machine learning to determine its sensitivity, specificity, accuracy, precision, and recall. Result: There was no significant difference in reflectance wavelength between 3 groups of colon tissues (normal, inflammation, and precancerous) with accuracy valued at 56.7%, also between 2 groups of colon tissues (inflammation and precancerous) with sensitivity valued at 66.67% and "poor" diagnostic value. Nonetheless, there were 175 significantly different reflectance wavelengths to differentiate normal with inflammation or precancerous colon tissue with sensitivity valued at 72.73%—100% and "good" to "excellent" diagnostic value. Conclusion: Autofluorescence spectrophotometry with ultraviolet (UV) light can classify 2 groups of colon tissue, i.e. normal with inflammation or precancerous colon tissue. Otherwise, it cannot classify 3 groups of colon tissue (normal, inflammation, precancerous) at a time and 2 groups of colon tissue (inflammation and precancerous)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valencia Hadinata
"Latar belakang: Menurut Global Cancer Statistics 2020 (GLOBOCAN), kanker kolorektal masih menduduki posisi ke-3 pada penyebab kanker tersering di dunia, dan posisi ke-2 pada penyebab kematian tersering akibat kanker (9.4%). Evaluasi histopatologi dari hasil biopsi jaringan kolorektal yang merupakan baku emas dalam diagnosis saat ini pun masih memiliki berbagai keterbatasan. Penentuan derajat keparahan dari kanker kolorektal, dilakukan secara subjektif oleh ahli patologi anatomik melalui observasi mikroskop, sehingga data yang dimiliki bersifat kualitatif. Studi menggunakan prinsip spektrofotometri sudah pernah dilakukan dalam upaya diagnostik kanker sebelumnya. Namun, hingga saat ini masih belum ada studi yang menggunakan spektrofotometer reflektansi VIS-NIR sebagai metode diagnostik kuantitatif dan objektif untuk kanker kolorektal.
Tujuan: Penelitian ini adalah studi pendahuluan untuk mengetahui potensi dan kemampuan dari spektrofotometer reflektansi VIS-NIR dalam membedakan jaringan normal, prekanker, dan radang pada blok parafin jaringan kolon mencit.
Metode: Penelitian ini memiliki desain eksperimental yang menggunakan sampel blok parafin jaringan kolorektal mencit Mus musculus. Sampel diklasifikasikan oleh ahli patologi anatomi menjadi tiga kategori berdasarkan derajat lesinya, yaitu normal, radang, dan prekanker. Sebanyak 30 sampel tersebut diukur intensitas cahaya reflektansinya pada 454 panjang gelombang berbeda yang termasuk dalam spektrum VIS-NIR. Hasil pengukuran dianalisis dengan perangakat lunak SPSS 26.0 untuk uji komparatif dan perangkat lunak Orange Data Mining untuk pengujian machine learning dalam pegelompokan sampel berdasarkan derajat lesinya.
Hasil dan Pembahasan: Hasil uji komparatif membuktikan bahwa 429 dari 454 panjang gelombang cahaya VIS-NIR memiliki perbedaan intensitas cahaya reflektansi yang bermakna antarkelompok derajat lesi (p<0.05). Machine learning yang terbaik dalam pengelompokan sampel menurut derajat lesi berdasarkan data intensitas cahaya reflektansi adalah model SVM dengan nilai Area under the Curve (AUC) 98.3%, Classification Accuracy (CA) 86.7%, Skor F1 0.862, Precision 86.9%, Recall 86.7%, sensitivitas 70-100%, dan spesifisitas 90-95%.
Kesimpulan: Spektrofotometri Reflektansi VIS-NIR dapat membedakan jaringan normal, radang dan prekanker kolorektal pada mencit Mus musculus dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik

Background: According to the Global Cancer Statistics 2020 (GLOBOCAN), colorectal cancer is still the 3rd most common cause of cancer in the world and the 2nd most common cause of cancer death (9.4%). Histopathological evaluation of colorectal tissue biopsy results, which is currently still the gold standard in colorectal cancer diagnosis, has its limitations. Determining the severity of colorectal cancer is done subjectively by anatomical pathologists through microscopic observation. Results from this evaluation are qualitative data which can contribute to the high level of false positive and negatives of the diagnosis. Studies using spectrophotometric principles have been carried out in previous diagnostic efforts. However, to date, there are still no studies using the VIS-NIR reflectance spectrophotometer as a quantitative and objective diagnostic tool for colorectal cancer.
Objective: This is a pilot study to determine the potential and ability of the VIS-NIR reflectance spectrophotometer in differentiating normal, precancerous, and inflammatory parrafin-block of mouse colorectal tissues.
Method: This experimental study uses paraffin-block samples of colorectal tissue from Mus musculus mice. Samples were classified by anatomical pathologists into three categories based on the degree of lesion, namely normal, inflammatory, and precancerous. A total of 30 samples were measured by their light intensity reflectance at 454 different wavelengths included in the VIS-NIR spectrum. Results are evaluated using SPSS 26.0 for comparative testing and Orange Data Mining for machine learning to evaluate their competence in differentiating samples based on the degree of lesion.
Results and Discussion: Comparative test results proved that 429 of the 454 wavelengths in the VIS-NIR light spectrum had a significant difference in light intensity reflectance between the three degree groups of lesion (p<0.05). The best machine learning in differentiating samples according to the degree of lesions based on light reflectance intensity is the SVM model with the value of Area Under the Curve (AUC) 98.3%, Classification Accuracy (CA) 86.7%, F1 score 0.862, Precision 86.9%, Recall 86.7%, sensitivity 70-100%, and specificity 90-95%.
Conclusion: VIS-NIR Reflectance spectrophotometry can distinguish normal, inflammatory, and precancerous colorectal tissue in Mus musculus mice with good sensitivity and specificity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsa Billa As`syifa
"Latar belakang: Diagnosis memiliki peranan yang sangat penting dalam penatalaksanaan kanker usus halus. Namun, pemeriksaan sebelumnya memiliki kekurangan, yaitu; sensitivitas rendah, operator dependent, dan lama. Sehingga akan diobservasi spektrofotometri autofluorosensi menggunakan blok parafin yang memiliki sensitivitas, spesifisitas, akurasi, dan presisi dengan nilai yang baik. Metode: Studi ini mengukur perbedaan intensitas cahaya fluorosensi menggunakan spektrofotometri autofluorosensi cahaya UV pada blok parafin jaringan kanker usus halus mencit dalam panjang gelombang dari 420.2nm sampai 762.9nm. Hasil uji dianalisis menggunakan dua perangkat lunak, yaitu SPSS 26.0 serta Orange Data Mining. Dalam melakukan analisis Orange Data Mining (kualitatif), data akan dianalisis menggunakan PCA dan 7 jenis PC. Sedangkan machine learning (analisis kuantitatif) dengan cross validation kelipatan 5. Hasil: Dari 511 panjang gelombang yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan intensitas cahaya pada ketiga kelompok sampel, perbedaan intensitas cahaya dapat dibedakan secara signifikan pada (panjang gelombang); 495 pada kelompok normal-prekanker, 495 pada kelompok normal-radang, 454 pada kelompok radang-prekanker. Selain itu, dalam hasil analis Machine Learning menunjukkan bahwa Neural Network memiliki performa terbaik dalam menganalisis klasifikasi derajat lesi kanker usus halus. Kesimpulan: Spektrofotometri autofluorosensi memiliki kemampuan mengklasifikasikan jaringan normal, radang, serta pre-kanker pada usus halus mencit dengan nilai sensitivitas dan spesifititas baik, namun masih terdapat kesulitan membedakan jaringan radang.

Background: Diagnosis has a very important role in the management of small bowel cancer. The previous examination, on the other hand, had drawbacks, including low sensitivity, operator dependence, and a long time.So that autofluorescence spectrophotometry will be observed using a paraffin block that has good sensitivity, specificity, accuracy, and precision. Method: This study measured the difference in fluorescence intensity using UV light autofluorescence spectrophotometry on paraffin blocks of mouse small intestine cancer tissue at wavelengths from 420.2 nm to 762.9 nm. The test results were analyzed using two software programs, namely SPSS 26.0 and Orange Data Mining. Data will be analyzed using PCA and 7 different types of PCs in the orange data mining analysis (qualitative).while using machine learning (quantitative analysis) with a total of 5 cross-validations. Results: Of the 511 wavelengths that show a significant difference in light intensity in the third sample group, the difference in light intensity can be significantly different at 495 in the normal-precancer group, 495 in the normal-inflammation group, and 454 in the inflammatory-precancer group. In addition, the results of machine learning analysis show that the neural network has the best performance into analyze the classification of small intestine cancer lesion degrees. Conclusion: Autofluorescence spectrophotometry has the ability to classify normal, inflammatory, and precancerous tissues in the small intestine of mice with good sensitivity and specificity, but there are still difficulties in differentiating tissue inflammation"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kareen Tayuwijaya
"Kanker kolorektal terus menyumbang jumlah kasus kanker dan kematian yang tinggi setiap tahunnya. Salah satu metode diagnosis progresi kanker ini adalah dengan interpretasi biopsi dari ahli patologi anatomi. Akan tetapi, seringkali terjadi misinterpretasi antar patolog karena lesinya yang kurang spesifik. Maka dari itu, perlunya ada alat bantu yang dapat menunjang pekerjaan ahli patologi anatomi dalam menginterpretasi progresi kanker kolorektal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan spektrofotometer untuk mengklasifikasikan jaringan kolorektal mencit. Data jaringan mencit yang sudah diklasifikasikan menurut ahli PA diuji menggunakan cahaya tampak dan akan dibaca oleh spektrofotometer reflektansi. Hasil dari spektrofotometer kemudian akan dibaca oleh Theremino Spectrophotometer. Semua data kemudian diuji normalitas menggunakan uji Saphiro Wilk, dilanjutkan dengan uji ANOVA atau Kruskal-Wallis, kemudian uji Post Hoc atau Mann-Whitney. Data juga dianalisis menggunakan supervised dan unsupervised machine learning. Dari uji hipotesis hanya didapatkan 2 panjang gelombang yang dapat membedakan jaringan normal dan prekanker secara signifikan (696,7 dan 699.8 nm). Sedangkan yang lainnya kurang dapat membedakan jaringan normal, radang, dan prekanker. Hasil dari machine learning menunjukkan sensitivitas, spesifisitas, AUC, akurasi, dan presisi yang rendah. Maka dari itu, dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa metode spektrofotometri reflektans cahaya tampak kurang cocok digunakan untuk membedakan jaringan kolon normal, radang, dan prekanker pada sediaan preparat mencit.

Colorectal cancer continues to account for a high number of cancer cases and deaths every year. The gold standard of diagnosing this cancer progression is by interpretation of a biopsy from an anatomical pathologist. However, there is often misinterpretation among pathologists due to their unspesific lesions. Therefore, it is required to have a tool that can support the work of anatomical pathologists in interpreting the progression of colorectal cancer. This study aims to see the ability of the spectrophotometer to classify the colorectal tissue of mice. Mice tissue data that has been classified according to PA experts was tested using visible light and would be read by a reflectance spectrophotometer. The results of the spectrophotometer will then be read by the Theremino Spectrophotometer. All data were then tested for normality using the Saphiro Wilk test, followed by the ANOVA or Kruskal-Wallis test, then the Post Hoc or Mann-Whitney test. Data were also analyzed using supervised and unsupervised machine learning. From the hypothesis test, only 2 wavelengths were found that could significantly differentiate normal and precancerous tissue (696.7 and 699.8 nm). While others are less able to distinguish normal, inflammatory, and precancerous tissue. The results from machine learning show low sensitivity, specificity, AUC, accuracy, and precision to distinguish between the three categories. Therefore, it can be concluded from this research that the visible light reflectance spectrophotometric method is not suitable for distinguishing normal, inflammatory, and precancerous colonic tissue in mice preparations."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trixie Putri Padita
"Tumor supresor gen p53 (TP53) merupakan salah satu marker yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya mutasi pada sel kanker. Sampel Formalin-Fixed Paraffin-Embedded (FFPE) merupakan metode penyimpanan sampel untuk jangka panjang. Sampel FFPE mengandung materi genetik dan protein. Namun, DNA yang terkandung pada sampel FFPE sering mengalami degradasi yang menyebabkan rendahnya konsentrasi DNA yang dapat diamplifikasi dengan metode PCR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimal PCR dalam amplifikasi gen target TP53 pada sampel FFPE yang telah tersimpan lebih dari satu tahun. Terdapat dua primer yang digunakan pada penelitian ini, yaitu primer referensi dari penelitian sebelumnya dan primer yang dirancang sendiri. Kemampuan deteksi dari primer referensi dievaluasi menggunakan satu kali PCR. Kemudian dilanjutkan dengan amplifikasi gen target TP53 menggunakan dua metode PCR yaitu nested PCR dan two round PCR. Selanjutnya dilakukan perbandingan ketebalan pita amplikon pada kedua metode tersebut. Evaluasi primer referensi menunjukkan bahwa primer dapat digunakan untuk mendeteksi ekson 2 hingga 11 dari gen TP53. Hasil visualisasi produk PCR dari metode nested PCR yang dibandingkan dengan metode two round PCR menunjukkan bahwa pita ekson gen TP53 lebih tebal apabila deteksi dilakukan dengan menggunakan metode two round PCR.

Tumor suppressor gene p53 (TP53) is one of the markers used to detect mutations in cancer cells. Formalin-Fixed Paraffin-Embedded (FFPE) samples are a method of storing samples for the long term. FFPE samples contain genetic material and protein. However, the DNA contained in FFPE samples is often degraded which causes a low concentration of DNA that can be amplified by the PCR method. This study was conducted to determine the optimal PCR conditions for the amplification of the TP53 target gene in FFPE samples that have been stored for more than one year. There were two primers used in this study, namely reference primers from previous studies and self-designed primers. The detectability of the reference primers was evaluated using one-time PCR. Then continued with the amplification of the TP53 target gene using two PCR methods, namely nested PCR and two round PCR. Furthermore, a comparison of the thickness of the amplicon tape in the two methods was carried out. Evaluation of the reference primers showed that the primers could be used to detect exons 2 through 11 of the TP53 gene. The results of visualization of PCR products from the nested PCR method compared with the two round PCR method showed that the exon band of the TP53 gene was thicker when the detection was carried out using the two round PCR method."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy
"Pemahaman karakteristik sel punca kanker merupakan salah satu cara untuk menemukan terapi yang tepat untuk mengobati penyakit kanker. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan pengaruh lingkungan mikro yang dihasilkan oleh sel fibroblas normal dan kanker terhadap pluripotensi sel punca kanker payudara. Sel fibroblas dan sel punca kanker payudara masing-masing dikultur dengan menggunakan medium kultur DMEM high glucose. Kemudian sel punca kanker diko-kultur dengan sel fibroblas, baik sel fibroblas normal maupun kanker. Pengukuran pluripotensi dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengukuran ekspresi penanda permukaan CD44+/CD24+ dengan spektrofluorometer dan pengukuran ekspresi SOX2 dengan menggunakan reverse transcription-polymerase chain reaction. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pluripotensi sel punca kanker payudara menurun pada sel punca kanker yang diko-kultur dengan sel fibroblas, baik fibroblas normal maupun kanker, namun, ekspresi penanda permukaan dan SOX2 pada sel punca kanker yang diko-kultur dengan sel fibroblas kanker lebih tinggi dibandingkan dengan yang diko-kultur dengan sel fibroblas normal. Dari hasil ini, kami menyimpulkan bahwa lingkungan mikro yang dihasilkan sel fibroblas normal dan kanker mampu menurunkan tingkat pluripotensi sel punca kanker payudara sehingga lingkungan mikro dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menghilangkan sel punca kanker.

Understanding and figuring out the characteristics of cancer stem cells is believed as a way to find a perfect therapy in treating cancer disease. This research aims to find out the effect of the microenvironment provided by either normal fibroblast cells or cancer fibroblast cells toward the pluripotent characteristics of breast cancer stem cells. Both the fibroblast cells and the cancer stem cells were cultured independently using DMEM high glucose. The cancer stem cells were then cocultured into the fibroblast cells, both normal and cancer cells. The pluripotent characteristics were measured using two methods; expression of CD44+/CD24+ cell surface markers using fluorescent spectroscopy and expression of SOX2 using reverse transcription - polymerase chain reaction. Results showed that the expression of both CD44+/CD24+ cell surface markers and SOX2 decreased in breast cancer stem cells co-cultured with the fibroblast cells, whereas the expression in the cancer stem cells co-cultured with cancer fibroblast cells were higher than those co-cultured with the normal fibroblast cells. From the results, we suggest that the microenvironment created by either normal fibroblast cells or cancer fibroblast cells could decrease the pluripotent characteristics of breast cancer stem cells, hence microenvironment can be used as a tool to eradicate cancer stem cells.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S42536
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Dolly Nurdin
"Tesis ini bertujuan mengukur kedalaman kerusakan jaringan serviks normal pasca aplikasi topikal dosis tunggal Trichlor-Acetic Acid (TCA) 85 persen. Desain penelitian adalah intervensi dengan mengoleskan ±5 mL larutan TCA 85% pada serviks 40 orang subjek yang terjadwal menjalani prosedur histerektomi total atas indikasi selain patologi serviks 24 jam sebelum operasi. Kedalaman kerusakan jaringan diukur secara mikroskopis pada foto preparat histologi spesimen serviks. Hasil penelitian ini didapatkan dari total 39 subjek. Gambaran mikroskopis ditemukan area nekrosis lapisan superfisial disertai erosi seluruh ketebalan epitel skuamosa. Ditemukan juga area fibrotik mirip jaringan luka bakar pada stroma. Rata-rata kedalaman kerusakan jaringan serviks di bibir anterior adalah 1,16 ± 0,49 mm dan posterior 1,01 ± 0,35 milimeter. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedalaman di bibir anterior dan posterio (p³0,05). Sebagai kesimpulan, aplikasi topikal dosis tunggal larutan TCA 85% mampu menimbulkan kerusakan jaringan serviks normal dengan kedalaman yang lebih dalam daripada rata-rata kedalaman lesi NIS III di epitel skuamosa serviks.

This study aims to measure the depth of destruction to normal cervical tissue after topical application of a single dose of 85 percent Trichlor-Acetic Acid (TCA). The study design was interventional by applying ±5 mL of 85% TCA solution to the cervix of 40 subjects who were scheduled to undergo a total hysterectomy procedure for indications other than cervical pathology 24 hours before surgery. The depth of tissue destruction was measured microscopically on histological photographs of cervical specimens. The results of this study were obtained from a total of 39 subjects. The microscopic picture found areas of superficial layer necrosis accompanied by full thickness erosion of the squamous epithelium. There were also fibrotic areas resembling burnt tissue in the stroma. The mean depth of cervical tissue destruction in the anterior lip was 1.16 ± 0.49 mm and the posterior 1.01 ± 0.35 mm. There was no significant difference between the depth in the anterior and posterior lips (p³0.05). In conclusion, topical application of a single dose of 85% TCA solution was able to cause destruction to normal cervical tissue with a deeper depth than the average CIN III depth in cervical squamous epithelium."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ashfar Kurnia
"Kanker payudara merupakan kanker terbanyak nomor 1 di Indonesia dan memiliki insiden kematian terbesar. Kanker payudara adalah sekumpulan masa yang heterogen, pertumbuhan masa tersebut disebabkan oleh adanya sel punca kanker payudara. Sel punca kanker payudara memiliki kemampuan untuk berkembang biak, memperbaiki dirinya sendiri dan juga resisten terhadap apoptosis. Pada kondisi normal sel punca payudara normal memiliki reseptor permukaan CD44+/CD24+, namun pada kondisi keganasannya sel punca kanker payudara mengekspresikan protein permukaan sel CD44+/CD24-/low . Dilakukan penelitian untuk mengetahui proporsi CD44 dan CD24 dengan menggunakan imunofluoresensi. Jaringan kanker payudara dan payudara normal dihancurkan dan diekstraksi selnya dengan menggunakan colagenese IV dan disaring dengan saringan filter 40 mikron. Hasil ekstraksi sel normal payudara dan kanker payudara dilakukan pewarnaan dengan menggunakan antibodi pertama, rabbit-anti-human CD44 dan mouse-anti-human CD24, serta antibodi kedua, goat-anti-rabbit-berikatan dengan Rhodamine dan goat-anti-mouse-berikatan dengan FITC dalam PBS-BSA 2%. Diperoleh 12 gambaran sel dan intensitas cahaya fluoresensinya. Tidak diperoleh perbedaan signifikan antara sel punca kanker payudara dengan sel punca payudara normal pada intensitas fluoresensi CD44 dan CD24, kemungkinan disebabkan karena telah terjadi metastasis. Serta adanya penurunan nilai intensitas CD44 dengan bertambahnya waktu kultur."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33155
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>