Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126533 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulaeman
"Invasi Amerika di Irak dilatarbelakangi oleh asumsi kepemilikan senjata pemusnah massal, keterlibatan Rezim Saddam dengan jaringan teroris internasional, dan usaha membangun sebuah pemerintahan yang demokratis. Hal ini menjadi perlu bagi Amerika, mengingat Saddam mempunyai track record yang buruk dengan masyarakat internasional. Tindakan ofensifnya pernah menyulut perang delapan tahun dengan Iran (1980-1988) dan juga invasi Kuwait (1990) yang berakhir dengan keikutsertaan tentara multinasional di Irak.
Hancurnya World Trade Centre-New York, 11 September 2001, penyerangan Markas Militer dan Intelejen Amerika-Pentagon merubah perspektif Amerika terhadap pentingnya menjaga kedaulatan (souverignity), keamanan (security) was tindakan-tindakan teror yang tidak manusiawi, kalau tidak mau disebut biadab. Berubahnya arah kebijaksanaan luar negeri Amerika dari containment (penangkalan) dan deterrence (penangkisan) menjadi preemptive strike (serangan dini) dan defensive intervention (intervensi defensif) lebih dipicu oleh jatuhnya rival ideologi-militer Amerika, Uni Soviet tahun 1989 dan juga pencarian "new enemy" sebagai upaya balance of power.
Kehadiran tentara penundukan yang dipimpin oleh Amerika di Irak berhasil menjatuhkan Rezim Saddam, 9 April 2003. Akan tetapi, situasi dan kondisi ini justeru melahirkan permasalahan baru, yaitu (I) suasana chaos dan (2) perebutan kekuasaan dari tiga faksi politik di Irak, yaitu Syi'ah (Irak Selatan), Sunni-Arab (Irak Tengah) dan Sunni-Kurdi (Irak Utara). Jatuhnya pemerintahan sementara ke dalam tiga faksi tersebut disambut Amerika dengan tindakan politis dan militer. Amerika justru membentuk Pemerintahan Sipil untuk Irak (CPA) kemudian CPA yang dipimpin oleh Amerika membentuk Dewan Pemerintahan Sementara Irak. Tidak hanya itu tentara penundukan pun berusaha melenyapkan penguasa-penguasa sementara Irak tersebut dengan kekuatan militer.
Munculnya tentara al-Mahdi sebagai representasi Muslim Syi'ah (Irak Selatan) yang berpusat di Najaf dan Karbala begitupun juga gerakan Tawhid wal Jihad (gerakan jihad internasional) yang berkolaborasi dengan fundamentalis Islam Sunni di Irak Tengah, Falujah, sebagai fenomena yang wajar dan logis mengingat hak menentukan nasibnya sendiri (self determination) yang tidak bisa dimonopoli oleh bangsa ataupun negara manapun, apalagi Amerika. Baik tentara al-Mahdi maupun gerakan Tawhid wal Jihad mempunyai tujuan yang sama, yaitu tegaknya pemerintahan Islam dan supremasi hukum Islam di Irak.
Dengan demikian, penulis mencoba mendeskripsikan bentuk dan proses perjuangan kedua gerakan tersebut melalui paradigma positifisme, pendekatan studi kasus dan setting sejarah setelah jatuhnya era Saddam yang dibatasi hingga 30 Januari 2005 bertepatan dengan pemilu pertama di Irak post-Saddam.

The alleged possession of mass destruction weapons and involvement of the Saddam Regime in an international terrorist network and the establishment of a democratic government have been the major backgrounds or assumptions enforcing the United States and its alliances to carry out a massive invasion to Iraq. Saddam regime's bad track records in the international communities' eyes, including its provocation triggering the 8- year war between Iraq and its neighboring country, Iran (1980-1999), and its invasion to another neighboring country, Kuwait, which was ended up by the presence of multinational troops in Iraq, had been another justification for the US to invade Iraq.
Terrorists' attacks to the World Trade Center-New York, on September 11, 2001, and to the US Military and Intelligence Headquarters in Pentagon have changed the way of how the USA views its sovereignty and security and terrorists' inhuman and cruel attacks. But actually, the US Government changes its international policies from containment and deterrence to preemptive strikes and defensive intervention were triggered more by the fall of the US' ideological and military rival, the Soviet Unions in 1989, and by the will to seek a "new enemy" for balance of power.
The presence of the US-led aligned troops in Iraq has successfully ousted the Saddam Regime in April 9, 2003. Sadly, this new situation and condition have resulted in the birth of two new complicated problems, i.e. chaotic situation in Iraq and power struggle among three major factions in Irak, namely Shia (in South Iraq), Sunni-Arab (in Central Iraq) and Sunni-Kurds (in North Iraq). The US responded the fall of power to three factions with political and military actions. The US formed the Coalition Provisional Authority (CPA). Afterwards, the US--led CPA established Iraqi Interim Government. Further, the aligned forced have tried to use their military power to exterminate those temporary rulers in Iraq.
The emergence of al-Mahdi Army representing Shiite (South Iraq) and having its central power in Najaf and Karbala and Tawhid wal Jihad (International Holly War Movement) are having collaboration with Sunni Islamic fundamentalists in Central Iraq. Falujah, is a logical phenomenon due to the self determination right that cannot be monopolized by any nation or country, let alone the United States of America. Both al-Mahdi and Tawhid wal Jihad militia have the same objective, Le. to establish Islamic government and to uphold Islamic law supremacy in Iraq.
The writer tries to describe the formation and struggle of both movements by using positivism paradigm and a case study approach. The post-Saddam historical setting will be limited until January 30, 2005, when the first post-Saddam election was held.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Kurniady
"ABSTRAK
Samuel Huntington dalam "the Clash of Civilazation" menyebutkan signifikansi budaya dalam menganalisa fenomena hubungan internasional pasca perang dingin. Begitupun kontemplasi dari Francis Fukuyama dan Barry Smart menyebutkan faktor-faktor budaya cukup berperan dalam interaksi antar bangsa pasca perang dingin.
Produk para ilmuan di atas telah membangkitkan keingintahuan penulis mengkaji fenomena hubungan internasional dalam konteks signifikannya budaya dalam interaksi antar bangsa. Fenomena hubungan internasional yang akan menjadi fokus perhatian di dalam studi ini adalah munculnya kekuatan Islam sebagai alternatif penyaring kebudayaan Barat. Samuel Huntington telah menyebutkan bahwa Kebudayaan Barat telah mengalami pergeseran pengaruh dan berusaha mereidentifikasikan diri dan mereinventarisasikan kembali pengaruh besarnya. Dalam proses tersebut kebudayaan Barat menemukan munculnya kekuatan baru dan berhadapan dengan kebudayaan Islam dan Cina. Pengaruh kebudayaan ini cukup besar, yaitu sebagai pembanding dari kebudayaan Barat. Realita yang terjadi di negara-negara Timur Tengah dan beberapa negara Islam lainnya ternyata telah menghadapkannya pada posisi yang berlawanan dengan kepentingan Barat. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Aljazair, Revolusi Islam Iran, Libia, Iraq dan masyarakat di negara-negara Islam lainnya seperti Palestina memiliki kecenderungan untuk menolak kebudayaan Barat. Mereka secara relatif mungkin dapat menerima modernisasi tetapi tidak berarti harus menerima kebudayaan Barat itu. Keengganan mereka merupakan merupakan response akibat mengemukanya ketidakadilan dan dominasi yang dilakukan pihak Barat dalam interaksi internasional.
Dari paparan kerangka teoritis di atas, penulis mencoba merumuskan masalah penelitian , yaitu "Apakah Fundamentalisme Islam merupakan reaksi terhadap kebijakan Amerika Serikat terhadap Israel' dalam perjanjian Palestina Israel (1991-1993) ?" Dengan bertujuan untuk memahami bahwa dalam studi hubungan internasional, faktor-faktor di luar power atau keamanan konvensional dapat mempengaruhi hubungan antar negara. Salah satu faktor itu adalah pengaruh dari budaya (agama). Dalam penelitian ini juga akan menyangkut persepsi terhadap unsur budaya yang merupakan Fundamentalisme Islam yang akan dilihat keterhubungan antar variabelnya dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat, maka penulis mencoba mengaplikasikan model sistemik dengan metode penelitian "content analysis" untuk mencari hubungan pengaruh antara kedua variabel penelitian itu melalui verifikasi hipotesa.
Hasil penelitian ini adalah bahwa Fundamentalisme Islam merupakan reaksi terhadap kebijakan Amerika Serikat terhadap Israel. Sementara itu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Peta Fundamentalisme Islam, mulai sumbernya di Barat sampai imbasnya dalam bentuk Fundamentalisme Lokal, menunjukkan persoalan fundamentalisme ternyata amat kompleks. Banyak faktor yang turut mempengaruhi, tidak hanya faktor sosial ekonomi tapi juga politik dan budaya.
Studi-studi tentang Fundamentalisme Islam seharusnya mendapat tempat yang besar di dalam kerangka pemikiran para peneliti oleh karena dewasa ini muncul fenomena Islam dalam hubungan internasional yang dapat mempengaruhi hubungan antar negara."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malik Fatoni
"Fundamentalisme bukanlah sebuah fenomena yang tunggal dan berdiri sendiri tetapi lebih dari itu, ia merupakan sebuah konsep atau ideologi yang berakar dari gejala-gejala sosial dan keagamaan. Fenomena fundamentalisme adalah sebuah konsep atau ideologi yang dibangun dan berakar pada teologi. Teologi disini berlaku secara umum, baik itu Islam, Kristen dan Yahudi.
Timbulnya gejala teologis ini di sebabkan oleh aspek yang menyangkut kehidupan masyarakat daiam menyikapi sisi keberagamaan masyarakat dunia. Tak dapat di pungkiri juga dalam konteks pemahaman dan pembahasan ini adalah fenomena yang menyangkut kebangkitan Islam (fundamentalisme Islam) di Timur Tengah. Fundamentalisme Islam hadir dan tumbuh di negara Timur Tengah sebagai reaksi akibat produk modernitas yang terjadi di negara-negara Arab, ini yang telah menyebabkan situasi hidup manusia benibah.
Di sinilah akhirnya fenomena munculnya fundamentalisme terkait erat dengan upaya kelompok atau masyarakat tertentu dalam upaya pencarian identitas diri. Karena fenomena munculnya fundamentalisme ini terkait erat dengan kelompok atau masyarakat tertentu dalam upaya pencarian identitas diri. Disisi lain fenomena ini adalah merupakan fenomena multidimensional yang ia merupakan produk lingkungan sosial, budaya, politik dan, ekonomi yang secara khas perwujudan dan spesifiksinya yang ditandai dengan faktor-faktor psikologis, kultural, religius, ekonomi, politik dan sejarah.
Fenomena Hamas merupakan salah satu dimensi gerakan yang terkait dengan wacana ideologi dan fenomena yang ada dan berlangsung di sebagian besar negara Timur Tengah tersebut. Berdasarkan perspektif inilah dapatlah di ambil kesimpulan bahwa fenomena kemunculan dan gerakan Hamas sebagai gerakan fundamentalisme Islam yang ada di Palestina terkait dan terinspirasi oleh adanya sejumlah faktor yang melatarbelakanginya. Di antara beberapa faktor itu adalah :
1. Adanya kekecewaan yang sangat dalam dari rakyat Palestina terhadap pemerintah, dalam hal ini otoritas pemerintahan Palestina (PLO). Atas segala tindakan yang pernah dilakukan sehingga rakyat semakin diliputi rasa ketakutan, kelaparan, kesengsaraan dan bahkan penindasan. Terutama mereka yang hidup dibawah tenda-tenda pengungsian
2. Situasi dan kondisi kehidupan rakyat Palestina yang tidak menentu dan tidak jelas, diliputi rasa kebimbangan dan adanya rasa tidak aman yang wring muncul.
3. Penolakan rakyat Palestina terhadap keberadaan pendudukan bangsa Israel di bumi Palestina. Tindakan pendudukan ini merupakan sebagai bentuk imperialisme dan kolonialisme jenis baru yang hadir pada abad 20 ini
4. Hamas dan gerakannya merupakan altematif baru dari sebuah sistem gerakan yang telah ada sebelumnya sebagai implementasi gerakan perjuangan rakyat Palestina untuk membebaskan belenggu penjajahan dari bangsa Israel.
Sedangkan faktor-faktor yang menimbulkan gerakan Hamas diidentikkan sebagai gerakan fundamentalisme Islam disebabkan oleh hal berikut ini yaitu faktor internal; meliputi masalah dalam negeri Palestina dan adanya kebangkitan Islam di Palestina. Sedangkan faktor eksternal meliputi adanya kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat, permasalahan internasionalisasi Yerusalem dan adanya ketegangan dan konflik dengan Zionisme. Demikianlah gambaran awal sementara serta kesimpulannya tentang fenomena gerakan fundamentalis Islam di Palestina, dan itu tercermin pada gerakan Hamas.

Fundamentalism is not a self supporting and single phenomenon, but rather from that, he represent a ideology or concept taking root from religious and social symptom. Fundamentalism phenomenon is an ideology woke up or concept and take root [at] theology. Theology here goes into effect in general, that goodness of Islam, Christian and Jew
Incidence of this theology symptom caused by aspect which concerning to the life of society in side attitude believed in world society. Cannot be denied also in understanding context and this solution is phenomenon which concerning Islam evocation (Islam is fundamentalism) in the Middle East The Islamic Fundamentalism attends and grows in the Middle East state as reaction of effect of modernity product that happened in Arabic nations, this case has caused human life situation change.
Here, finally appearance fundamental phenomenon related to group effort or certain society in the effort of seeking x'self identity. Because the appearance of fundamentalism with certain society or group in the effort seeking of x'self identity. In the other hand this phenomenon is multidimensional phenomenon which product of social, cultural, economic and politic which characteriscally, materialization and its of specification marked with psychological factors, cultural, religion, economic, political and history.
Phenomenon Hamas represent one of the movement dimensions which related to ideology discourse and existing phenomenon and take place in this part of in the Mid-East state. Based on perspective can be taken conclusion that appearance and Hamas movement as Islam fundamentalism movement exists in Palestine and inspirationally caused by existence of a number of factor. Some of the factor:
1. Existence of very disappointment from Palestinian government, in this case Palestinian Liberalation Authority ( PLO). To the all action which have been done so that people progressively in a condition of feel fear, hunger, miserable and even grind. Especially for them that live in evacuation tents.
2. Situation and condition of Palestinian life which uncertain and is ill defined, in a condition of feel anxiety and existence of feeling unpeaceful which often emerge.
3. Palestinian denied to the existence Israel nation under the sun Palestinian. Occupying Israel nation represents as imperialism form and new type colonialism attending this century
4. Hamas and movement represent new alternative from a movement system which have preexisted as Palestinian struggle movement implementation to free colonization shackle from Israel nation.
While factors generating Hamas movement identifies as Islam fundamentalism movement caused by some factor that is internal factor, covering Palestinian country internal issue and existence of Islam evocation in Palestinian. While external factor cover the political policy existence abroad United States; problems of Yerussalem internationalization and existence of conflict and stress with Zionism. This is the description a conclusion about fundamentalism movement phenomena is Palestine. And this appears to Hamas Movement in Palestine.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Sumbulah, 1971-
"Summary:
On Islamic fundamentalism in Indonesia"
Malang: UIN-Malang Press, 2009
297.67 UMI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Fundamentalisme Agama merupakan salah satu fenomena global yang mewarnai aawal abad 21. Pada awal sejarahnya fundamentalisme dikenal sebagai salah satu gerakan Kristen Protestan di Amerika, namun kini istilah fundamentalisme digunakan untuk menyebut/menamai bangkitnya suatu ideologi tertentu yang muncul di berbagai belahan dunia. Banyak penelitian seputar gerakan fundamentalisme dilakukan untuk mempelajari dan memahami apa itu fundamentalisme, bagaimana awal kebangkitannya, karakteristiknya dengan budaya kekerasan, serta kaitannya dengan modernitas. Penelitian tentang fundamentalisme selama ini menunjukkan adanya beberapa temuan dan kemajuan dalam kajia ilmu sosial-humaniora, meski demikian tidak menutup kemungkinan masih terdapat problem konseptualisasi tentang fundamentalisme agama. Fundamentalisme agama muncul di tengah-tengah masyarakat sejak akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20. Orang-orang yang mempelajari fundamentalisme agama melihatnya sebagai respon terhadap masyarakat modern."
KONSTAINT 9:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sakti Wira Yudha
"Tesis ini adalah hasil penelitian kualitatif dengan studi dokumen sebagai teknik utamanya yang mengidentifftasi wacana radikalisme kelompok Isiam, sekaligus melakukan kritik metodologis serp konstruksi model analisis dan skenario radikalisme. Gagasan mengenai konstruksi wacana radikalisme-secara implisit-melekat dengan Islam dan seolah-olah hal memiliki oposisi biner dengan barat. Konsepsi pengetahuan terkait gejala radikalisme yang diadopsi oleh setiap agen memungkinkan mereka untuk melakukan sebuah proses reproduksi pengetahuan mengenai wacana radikalisme. Setiap agen justru tidak sekedar melakukan upaya mereproduksi pengetahuan mengenai wacana radikalisme, melainkan melakukan elaborasi pengetahuan dengan berusaha mengkonstruksi indikator dan parameter radikalisme. Tipologi, model analisis, dan skenario tentang radikalisme kelompok Islam menjadi alternatif pilihan bagi deteksi dini radikalisme. Skenario radikalisme kelompok Islam dapat digunakan sebagai deteksi dini radikalisme dengan pengembangan tiga tipe skenario yakni harmonis dan teror.

This qualitative study identified Islamic group radicalism discourse, provide methodological critique, and construct scenario and model analysis or radicalism using documents studies. The idea of radicalism discourse construction implicitly embedded to Islam as if having binary opposition to the west. Conception of knowledge related to radicalism symtoms which were adopted by each agent enables them to perform a knowledge reproduction process about radicalism discourse. Each agent would not only make any effort to reproduce knowledge about radicalism discourse, but also elaborate the knowledge by constructing the radicalism parameters an indicators. T1pology, analysis model, and scenario about Islamic group radicalism is alternative for early detection of radicalism. Islamic group radicalism secenario can be used as early detection of radicalism bay develop three types of scenario: harmonious and terror."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30635
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Damar Jinanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tema ideologi teks novel Les toiles de Sidi Moumen dan film Les Chevaux de Dieu melalui kajian alih wahana. Pengungkapan ideologi teks diperoleh dengan menggunakan pendekatan struktural dan analisis wacana kritis dari kedua karya. Hasil penelitian ekranisasi ini mengungkapkan ideologi teks yang berbeda, khususnya dalam perubahan citraan tokoh fundamentalis. Unsur naratif dan sinematografis film menghilangkan beberapa gagasan yang ada di dalam struktur naratif novel, seperti latar belakang keluarga, kisah cinta, pelampiasan hawa nafsu, dan aspek emosional tokoh. Wahana film mengutamakan interaksi antartokoh untuk membentuk tokoh fundamentalis. Tesis ini memberikan pemahaman bahwa hasil ekranisasi mampu menampilkan citraan tokoh fundamentalis Islam sebagai bentuk kesadaran diri pada nilai kemanusiaan yang terdapat di dalam novel dan sebagai sebuah internalisasi praktik kekuasan yang tidak disadari tokoh dalam film.

ABSTRACT
This study aims at showing the changes of ideology of the text in the novel Les toiles de Sidi Moumen and in its film adapation which goes under the title of Les Chevaux de Dieu. To unravel the ideology of the two texts, this study uses the structural approach and critical discourse analysis. The results reveal that the narrative and cinematographic elements of the film incite some changes in the images of the fundamentalist characters. The changes indicate that there are some eliminations of the following elements from the narrative structure of the novel a family background a love story a lust and emotional aspects of the characters. This thesis provides an understanding that the imagery of the fundamentalist characters could be shown as a self consciousness on the value of humanity in the characters through the novel and as an internalization of power practices, which are not recognized by the characters in the film."
2017
T48139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuhairi Misrawi
Jakarta: Ford Foundation, 2003
297.09 DAR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mabroer MS
"Hubungan antara Timur dan Barat, khususnya Islam dan Barat banyak mengalami pasang dan surut. Terkadang kedua kutub tersebut mampu menjalin komunikasi yang harmonis, namun acapkali suasana hubungan tersebut diwarnai ketegangan. Dan, salah satu puncak ketegangan tersebut adalah peristiwa pengeboman bunuh diri dengan menggunakan pesawat terbang terhadap gedung WTC di New York. Bagi Amerika Serikat yang selama ini diposisikan sebagai kiblat Barat itu, serbuan tersebut benar-benar telah mempermalukan sekaligus meruntuhkan kedigdayaan AS. Dengan mengabaikan isu demokrasi seperti HAM serta supremasi hukum, Amerika Serikat langsung melakukan invasi militer ke Afghanistan karena dianggap menjadi sarang para teroris yang telah menyerbu gedung WTC. Setelah itu, Amerika Serikat dibawah kendali Presiden AS Goerge W.Bush juga melakukan tindakan serupa di Irak. Meski tuduhan bahwa pemerintahan Saddam Husain telah menyimipan senjata pemusnah massal serta berkongsi dengan para teroris, khususnya para aktifis AL-Qaidah itu tidak terbukti, namun AS terlanjur mengambilkan keputusan untuk melakukan tindakan unilateral yang menyebabkan ribuan nyawa warga sipil berjatuhan. Tempo dulu, konflik antara Barat dan Timur juga telah terjadi yakni dalam Perang Salib yang berlangsung lebih dari 200 tahun. Akibat konflik tersebut, ribuan nyawa dari kedua belah pihak telah menjadi korban. Salah satu kerugian terbesar yang diderita oleh umat Islam adalah runtuhnya peradaban dan berpindahnya niiai-nilai tersebut ke Barat. Namun, dibalik sejarah konflik yang cukup panjang tersebut, sebetulnya ada satu hal yang patut dicatat bahwa antara Barat dan Timur dalam konteks teologis merupakan realitas yang unik karena keduanya yakni Islam dan Kristen sama-sama tergolong sebagai agama samawi.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang berpenduduk mayoritas muslim juga tak lepas dari sejarah panjang dan konflik tersebut. Meski tidak mempunyai pengalaman langsung terhadap Perang Salib, namun nilai-nilai historis dari peristiwa itu juga tumbuh di Indonesia bersama dengan perkembangan Islam itu sendiri. Oleh karena itu, acapkali reaksi sebagian umat Islam di Indonesia terkesan cukup keras dalam merespon setiap kejadian maupun kebijakan pihak Barat yang dinilai lebih banyak didasari oleh sikap diskriminatif. SaIah satunya adalah proses stigmatisasi yang dilakukan secara sistemik pihak Barat terhadap Islam sehingga membuat posisi Islam terpojok karena melihat Islam sebagai sebuah ancaman seperti yang digambarkan Samuel P. Huntington. Diantara contoh dari proses stigmatisasi tersebut adalah berbagai kebijakan baik politik maupun yuridis dari Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya pasca pertiswa 11 September 2001 yang cenderung memojokkan Islam. Terlebih lagi, tuduhan bahwa pelaku dari pengeboman WTC tersebut adalah aktifis muslim juga masih menimbulkan tanda tanya besar, namun AS langsung mengambil kebijakan untuk menyerbu Afghanistan dan Irak. Padahal, kedua negara tersebut mayoritas berpenduduk muslim sehingga menimbulkan berbagai kecurigaan dan tafsiran. Kebijakan AS tersebut merupakan salah satu puncak dari proses sdgmatisasi yang mereka Iakukan terhadap Islam melalui obyek kewilayahan (Timur tengah).
Sikap Amerika Serikat dan sekutunya itu telah menyulut reaksi keras dari berbagai kalangan, khususnya umat Islam, tak terkecuali juga umat Islam di Indonesia. Sesuai dengan terra darn tesis ini, maka fokus utama yang disorot dalam tulisan ini adalah reaksi serta berbagai kemungkinan yang menyebabkan munculnya reaksi tersebut. Bahkan, pada awal serangan Amerika Serikat ke Afghanistan, beberapa aktifis muslim juga melakukan pendaftaran bagi relawan yang berkenan untuk menjadi pejuang bagi pembebasan Afghanistan dari cengkraman Amerika Serikat dan Inggris yang diklaim sebagai new colonialis.
Selain itu, ada juga reaksi lebih lunak yang dilakukan oleh beberapa organisasi Islam, seperti NU dan Muhammadiyah. Namun, agak berbeda dengan ormas Islam lainnya, NU dan Muhammadiyah mewujudkan sikapnya itu dalam bentuk imbauan dan seruan agar Amerika Serikat tidak melakukan invasi. Seruan serupa juga disampaikan masyarakat Internasional, tak terkecuali juga masyarakat non muslin yang peduli terhadap nasib dan derita rakyat sipil di Afghanistan maupun Irak. Namun, berbagai seruan maupun reaksi tersebu tidak mampu mengubah kebijakan AS.
Akibat dari kebijakan AS yang cenderung diskriminatif tersebut, secara tdak langsung telah membawa implikasi terhadap umat Islam di Indonesia. Salah satu bentuknya adalah sikap kritis, sensitif dan cenderung reaktif terhadap berbagai kebijakan Barat yang dianggap telah melecehkan Islam. Dalam konteks ini, mereka acapakali dikategorikan sebagai kelompok Islam radikal karena cenderung memilih garis perjuangan yang konfrontatif. Diantara tema-tema perjuangan yang mereka sebarkan adalah penegakan syariat Islam yang diyakini dapat mengakhiri krisis multidimensional itu."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14875
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafi Muthohirin
"[;, ]"
Jakarta: IndoStrategi, 2014
297.72 NAF f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>