Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142091 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Holila
"Pailitnya suatu perusahaan pada dasarnya merupakan Fenomena yang biasa dalam dunia bisnis. Namun kalau hal itu melibatkannya banyak perusahaan, bahkan terjadi dalam waktu yang bersamaan pada suatu Negara tertentu, maka akan menimbulkan banyak permasalahan. Hal itulah yang terjadi di Indonesia setelah terjadinya krisis ekonomi sejak tahun 1997. Bahkan untuk menangani permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan UU No. 4 tahun 1998 yang merupakan amandemen dari Statblad 1906 No. 348 dan Statblad 1905 No. 217. Ternyata perubahan yang terdapat dalam UU NO. 4 Tahun 1998 inipun dirasakan belum memenuhi rasa keadilan, sehingga perlu diadakan tambahan-tambahan ataupun perubahan-perubahan.
Salah satu masalah yang masih mengganjal dan menimbulkan pro dan kontra adalah masalah siapa yang berwenang mengajukan kepailitan pada perusahaan asuransi. Hal ini penting, karena tidak seperti Bank dan perusahaan efek yang mendapatkan ketentuan khusus dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan, maka perusahaan asuransi walaupun melakukan penghimpunan dana dari masyarakat, namun posisinya disamakan dengan perusahaan lain pada umumnya, dimana semua kreditur dapat mengajukan permohonan pailit atas suatu perusahaan asuransi. Hal ini dirasakan tidak adil terutama bagi para pemegang polis. Permasalahan ini selalu timbul manakala suatu perusahaan asuransi dipailitkan. Kasus yang cukup mengegerkan adalah dengan pailitnya Perusahaan Asuransi Jiwa Manulife Indonesia oleh Salah satu pemegang saham terdahulunya. Dalam rangka melihat lebih jauh mengenai hal-hal tersebut dan untuk mencari alternative pengaturan dimasa yang akan datang, maka penulis tertarik meneliti ?Perlindungan Nasabah Terhadap Pailitnya Perusahaan Asuransi (Studi Kasus Pailitnya Asuransi Jiwa Manulife Indonesia)?.
Dalam penelitian ini yang menjadi pokok permasalahan adalah siapa sajakah yang sebaiknya berwenang mempailitkan suatu perusahaan asuransi, apa saja syarat-syarat permohonan pailit terhadap perusahaan asuransi dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi dalam pailitnya suatu perusahaan asuransi. Dalam mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut penulis melakukan penelitian kepustakaan yaitu dengan jalan mempelajari buku-buku, artikel, peraturan-peraturan dan putusan pengadilan tentang kepailitan. Karena pada saat penelitian dilakukan telah keluar ketentuan baru Tentang Kepailitan yaitu UU No. 37 Tahun 2004, maka pembahasan kemudian dilakukan pula berdasarkan UU baru ini. Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa menurut UU No. 4 Tahun 1998, yang berwenang mengajukan pailit atas perusahaan asuransi adalah semua kreditur sedangkan menurut UU No. 37 Tahun 2004, maka kewenangan ini hanya ada pada Menteri Keuangan. Adapun Syarat-syarat permohonan pailit pada prinsipnya tidak ada perbedaan pengaturan dalam dua UU ini.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 dirasakan sangat kurang memberikan perlindungan pada para nasabah, perlindungan ini terdapat dalam UU baru yaitu dengan hanya Menteri Keuangan yang dapat mengajukan permohonan pailit pada perusahaan asuransi, maka kedudukan nasabah lebih terjamin, karena tidak mudah mempailitkan perusahaan asuransi. Namun demikian dimasa yang akan datang kiranya masih perlu diatur lebih lanjut apa yang menjadi pedoman bagi Menteri Keuangan dalam mempailitkan suatu perusahaan asuransi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norista Veronika
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S24104
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Thomas Edison
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Vivi Novita Rido
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36289
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhendra
"Kepailitan merupakan suatu peristiwa yang wajar dalam suatu perekonomian baik di Indonesia maupun di luar negeri, namun seharusnya tidak terjadi. Sumber kepailitan dapat berasal dari dalam perusahaan itu sendiri maupun dari luar. Sumber kepailitan merupakan masalah yang harus ditanggulangi. Namun permasalahan kompleks muncul di saat Pendekatan Keuangan dan Pendekatan Hukum, khususnya hukum di Indonesia, memiliki sudut pandang yang berbeda mengenai Kepailitan sehingga tidak menimbulkan konflik. Tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa Pendekatan Hukum, khususnya hukum di lt1donesia, sudah berjalan paralel dengan Pendekatan Keuangan.
Karya akhir ini akan menganalisis lebih lanjut mengenai apakah Pendekatan Keuangan dan Pendekatan Hukum sudah berjalan paralel dalam menyimpulkan suatu kepailitan atau berjalan berlawanan. Permasalahan ini semakin menarik di saat PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dinyatakan pailit karena PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia tidak membayar dividen sebesar Rp. 32.789.856.000,- kepada PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. (dalam pailit). Banyak pihak dari dalam dan luar negeri saling berargumentasi pro dan kontra terhadap putusan pailit PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia tersebut. Tingkat perkembangan Pendekatan Hukum dan Pendekatan Keuangan di dunia bisnis kadang berjalan tidak selaras. Ada yang berpendapat bahwa perkembangan Pendekatan Hukum harus menyesuaikan diri dengan Pendekatan Keuangan. Namun ada yang berpendapat bahwa Pendekatan Keuangan-lah yang harus menyesuaikan diri dengan Pendekatan Hukum. Proses penyelarasan Pendekatan Hukum dan Pendekatan Keuangan memang membutuhkan waktu.
Dalam kesempatan ini PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia akan dikaji berdasarkan Pendekatan Keuangan dan Pendekatan Hukum. Dengan Pendekatan Keuangan, laporan keuangan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia per 31 Desember 1999 dan 1998 (karena laporan keuangan ini yang dijadikan dasar kepailitan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia) akan dianalisis berdasarkan Stock-based Insolvency, Flow-based Insolvency, Solvency Margin, dan Model Z guna mencari tahu apakah PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia memang dikategorikan perusahaan yang solvent atau insolvent saat dipailitkan. Karya akhir ini menganalisis kinerja PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia secara tersendiri dan membandingkan kinerja keuangan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dengan perusahaan-perusahan asuransi jiwa lainnya, yakni PT Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912, PT Asuransi Jiwa Principal Indonesia, PT Asuransi Niaga Cigna Life, dan PT Metlife Sejahtera. Perbandingan ini dilaksanakan guna mengetahui kondisi keuangan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia seobyektif mungkin. Kecuali PT Asuransi Jiwa Bumi Putera 1912, perusahaan-perusahaan asuransi jiwa lainnya tersebut adalah perusahaan yang memiliki induk perusahaan di luar negeri; sama halnya dengan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. Dengan adanya perbandingan perusahaan-perusahaan yang sejenis, baik dari bidang usaha dan kepemilikan, maka kinerja PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dapat dilihat secara lebih obyektif.
Karya akhir ini mengacu putusan pailit PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia yang diputus oleh Pengadilan Niaga sebagai kajian Pendekatan Hukum. Berdasarkan Pendekatan Hukum, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri kemudian putusan pailit Pengadilan Niaga tersebut dikoreksi kembali oleh putusan kasasi Mahkamah Agung dengan alasan yang bersifat administratif, yakni kurator PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. (dalam pailit) belum memperoleh ijin dari Hakim Pengawas dan Panitia Kreditor. Apabila kuratof PT Dharmala Sakti Sejahtera Tbk. (dalam pailit) telah memperoleh ijin dari Hakim Pengawas dan Panitia Kreditor maka Mahkamah Agung dapat memperkuat putusan Pengadilan Niaga.
Pendekatan Hukum yang dilakukan Pengadilan Niaga dan Mahkamah Agung tersebut tidak mempertimbangkan Pendekatan Keuangan atau tidak ada pendekatan kwantitatif-nya. Pendekatan Hukum tidak memiliki filter untuk memilah-milah apakah pengajuan pailit suatu perusahaan memang layak diproses oleh Pengadilan Niaga berdasarkait Hukum Pailit atau diproses oleh Pengadilan Negeri berdasarkan hukum perdata pada umumnya. Karya akhir ini bertujuan memberikan sumbangan praktis dan teoritis bagi perkembangan bidang keuangan dan bidang hukum."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fareza Adisatya
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan prinsip utmost good faith dalam suatu
perjanjian asuransi. Pada skripsi ini penulis membahas mengenai hal tersebut
dengan membaginya menjadi tiga buah pembahasan. Pembahasan pertama
membahas mengenai pengertian asuransi yang ditinjau dari Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014. Kedua, penulis
membahas mengenai pengertian prinsip utmost good faith yang ditinjau melalui
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan bagaimana prinsip tersebut secara
umum. Ketiga, pembahasan mengenai pelanggaran penanggung dalam
melaksanakan prinsip utmost good faith dalam suatu polis asuransi. Dalam hal ini
dibahas berdasarkan penelitian atas Putusan Nomor 111/Pdt.G/2017/PN Jaksel
antara Agus Suwandi melawan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. Dimana
dalam hal ini penulis mencapai suatu kesimpulan bahwa dalam suatu polis asuransi
penanggung dan tertanggung apabila telah mencapai keyakinan akan fakta materiil
yang diberikan maka keduanya tetap memiliki kewajiban atas pertanggungan
tersebut.

This undergraduate thesis discusses the application of the principle of utmost good
faith in an insurance policy. In this undergraduate thesis the author discusses this
matter by dividing it into three discussions. The first discussion discusses the notion
of insurance in terms of the Commercial Law Book, Indonesian Law Number 40 of
2014. Second, the author discusses the meaning of the principle of utmost good
faith as reviewed through the Code of Commercial Law and how these principles
in general. Third, discussion of insurers' violations in implementing the principle of
utmost good faith in an insurance policy. In this matter discussed based on research
on Putusan No 111 / Pdt.G / 2017 / PN South Jakarta between Agus Suwandi and
PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. Where in this case the author reaches a
conclusion that in an insurance policy the insurer and the insured, if they have
reached confidence in the material facts provided, then both of them still have an
obligation for the coverage
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asra
"Dimulai dengan terjadinya krisis ekonomi akibat turunnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (US $) secara tajam dan mendadak pada tahun 1998. Akibat dari krisis ini diperkirakan banyak perusahaan (Debitor) dalam keadaan pailit (Insolvency) atau tidak mampu membayar utang-utangnya (insolven). Untuk keperluan ini, hukum kepailitan (bunkrupcy law) sebagai sarana penagihan utang yang merupakan pelaksanaan pasal 1131 dan 1132 KUH. Perdata. Undang-undang Kepailitan yang diatur dalam Faillisements Verordenings stbl. 1905 No. 217 jo. 1906 No. 348 perlu difungsikan dan dirubah, maka lahirlah PERPU Nomor 1 Tahun 1998 tertanggal 22 April 1998, yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang No. 4 Tahun 1998.
Sebagai sarana penagihan utang, hukum kepailitan harus dibedakan penggunaanya dengan gugatan perdata biasa, untuk membedakannya, maka secara umum dianut adanya keadaan Insolven (unable to pay) sebagai persyaratan atau merupakan indikasi adanya kepailitan. Tetapi PERPU No. 1 Tabun 1998 jo. Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tidak mengandung persyaratan ini dan telah melahirkan putusan putusan yang mengundang perdebatan (debatable). Pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 6 (3) PERPU No. 1 Tahun 1998 jo. Undang-undang No. 4 Tahun 1998 ini mengatur persyaratan pernyataan pailit, tetapi keadaan insolven tidak merupakan persyaratan. Dengan demikian, Dengan mudahnya Debitor dapat dinyatakan pailit dengan hanya memenuhi syarat-syarat: Adanya dua Kreditor, utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih dan dapat dibuktikan secara sederhana.
Menurut beberapa pakar hukum kepailitan, persyaratan yang termuat dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang kepailitan ini mempunyai kelebihan dan kecanggihan dibandingkan dengan hukum kepailitan negara lain yang mengharuskan adanya persyaratan insolven (unable to pay) dimana undang-undang ini diharapkan untuk menjangkau para Debitor yang tidak mau membayar utang (unwilling to pay), atau alias Debitor nakal walaupun Debitor tersebut masih solven (able to pay debts). Tetapi kenyataan tidak demikian. Salah satu contoh yang aktual adalah putusan perkara kepaitan PT. Manulife Indonesia, putusan ini dikritik oleh Pemerintah Canada.
Kritikan atau kecaman ini sebenarnya tidak perlu terjadi seandainya semua pihak dapat memahami adanya perbedaan pengertian pailit dalam perspektif negara lain dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 dimana di negara lain pailit berarti tidak mampu membayar (insolven), sedangkan pailit dalam pengertian Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 berarti tidak membayar utang, bila utang itu dibayar kepailitan itu tidak ada. Disamping itu, upaya hukum pengajuan permohonan Penundaan Pembayaran Utang (PKPU) dapat digunakan untuk melawan permohonan pernyataan pailit yang diajukan Kreditor terhadap Debitor di pengadilan niaga. Dan kepada hakim diharapkan dapat menerapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1988 secara arif dan bijaksana."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T18950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rusmy Mustari
"Skripsi ini membahas mengenai insolvensi sebagai syarat pengajuan kepailitan. Dalam hukum kepailitan debitor dapat dimohonkan pernyataan pailit apabila debitor tersebut sudah dalam keadaan insolven (tidak mampu membayar utang). Keadaan insolven adalah keadaan dimana aset yang dimiliki oleh debitor sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban membayar utang. Syarat Kepailitan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU hanya mensyaratkan terdapatnya lebih dari dua kreditor dan utang yang jatuh tempo tanpa syarat insolvensi. Hal tersebut menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia yang masih solven dipailitkan seperti yang terjadi pada PT. Telkomsel dan PT. AJMI. Pengaturan tersebut jelas berbeda apabila dibandingkan dengan pengaturan kepailitan yang diterapkan di Amerika Serikat, Jepang, dan Belanda. Ketiga negara tersebut mengatur syarat keadaan tidak mampu membayar utang sebagai syarat permohonan pailit. Insolvensi tes merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memperoleh pernyataan apakah debitur dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya lagi.

This Thesis is aimed to explain insolvency as a the terms of bankruptcy. Debtor could be filed for a petition of bankruptcy if the debtor is already insolvent (unable to pay the debt). Insolvent is a condition where the assets owned by the debtor are not sufficient to meet the obligation to pay the debt. Terms of bankruptcy stated in Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment only requires more than two creditors and the debt maturity without the insolvency condition. It causes many companies in Indonesia which are still solvent are being bankrupt as in PT. Telkomsel and PT. AJMI. The regulation is clearly different if it is compared with bankruptcy arrangements applied in the United States, Japan, and the Netherlands. The three countries set the term ?unable to pay the debt? as a condition for bankruptcy. Insolvency test is a method used to obtain the statement of whether the debtor is unable to pay its debts again.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Bregitta Pelawi
"Maraknya masalah terkait dengan gagal bayar dalam industri asuransi menjadi hal yang patut untuk diperhatikan, terutama terkait dengan transaksi produk asuransi yang menjanjikan proteksi terhadap jiwa dan mendapat manfaat investasi, yakni Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI). Skripsi ini membahas tentang bentuk perlindungan hukum terhadap perusahaan asuransi gagal bayar PT Asuransi Jiwa Kresna serta akibat dari gagal bayar yang terjadi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian berbentuk yuridis-normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian mengemukakan bahwa peraturan terkait perlindungan hukum terhadap pemegang polis asuransi gagal bayar PT Asuransi Jiwa Kresna dapat ditinjau dari sudut pandang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, UU Perasuransian, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan akibat hukumnya adalah nasabah berhak menyelesaikan sengketa baik didalam maupun diluar pengadilan, mengajukan permohonan pailit kepada OJK untuk selanjutnya dimohonkan kepada Pengadilan Niaga yang berwenang, dan meminta pelaksanaan sanksi administratif terhadap perusahaan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

The rise of problems related to default in the insurance industry is something that requires attention, especially in transactions related to insurance products that offer life protection and investment benefits, for instance Investment-Linked Insurance Products (PAYDI). This thesis discusses the form of legal protection for policyholders of insurance company in default, namely what occured in PT Asuransi Jiwa Kresna, and the consequences of the defaults that occur. The research method used is a juridical-normative research by analyzing the laws and regulations. The results of the study show that regulations related to legal protection for  for policyholders of insurance company in default PT Asuransi Jiwa Kresna can be viewed from the point of view of the Civil Code, Commercial Law, Insurance Law, and Otoritas Jasa Keuangan Regulations, while the legal consequences is the policyholders has the right to settle disputes both inside and outside the court, submit a bankruptcy application to the OJK for further application to the competent Commercial Court, and request the implementation of administrative sanctions against the company by the OJK. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>