Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Pemerintah Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, 2005,
R 338.959222 Ind j
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2006
S34043
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendaru Tri Hanggoro
"Skripsi ini memaparkan sejarah permukiman kumuh di Jakarta 1960—1969. Di tengah pembangunan ibukota, permukiman kumuh tersebut muncul dan tersebar. Awal 1960, Jakarta sedang bersiap menyambut Asian Games 1962. Gedung, kompleks olahraga, patung-patung, jalan-jalan, dan bangunan baru lainnya dipersiapkan untuk menyambut ajang tersebut. Jakarta mengalami perubahan besar di masa itu. Di saat yang sama, arus urbanisasi ke Jakarta meningkat pesat. Orang-orang dari desa menyerbu kota karena kemiskinan di desa dan pemberontakkan daerah. Hal ini ikut menyebabkan jumlah penduduk Jakarta meningkat. Jumlah penduduk Jakarta telah mencapai tiga juta orang sejak 1961. Penduduk tersebut memerlukan tempat bermukim di kota. Mereka yang mempunyai modal cukup dapat membangun permukiman yang layak. Sementara mereka yang tidak mempunyai cukup modal, seperti gelandangan, hanya mampu mendirikan gubuk-gubuk atau rumah-rumah kumuh tak permanen yang berbahan kayu, bambu, dan kardus. Pekerjaan mereka sebagai buruh kasar, pedagang asongan, penarik becak, dan sektor informal lainnya tidak banyak menghasilkan pemasukkan yang cukup. Sementara itu, pemerintah daerah belum mampu menyediakan permukiman yang layak untuk kelompok masyarakat tersebut. Akibatnya permukiman kumuh muncul dan tersebar di ibukota. Pemerintah daerah berusaha memecahkan masalah permukiman kumuh yang dapat menimbulkan masalah tambahan lainnya seperti pelacuran dan kriminalitas tersebut melalui berbagai cara. Melalui metode sejarah, skripsi ini mencoba memaparkan permasalahan tersebut.

This undergraduate theses describes the history of slum settlements in Jakarta among year 1960—1969. In the midst of capital development, slum settlements were emerged and spread. In the early 1960, Jakarta was preparing to welcome the Asian Games 1962. Buildings, a huge sport complexes, city statues, streets, and other new buildings were prepared to welcome this event. Jakarta had experienced major change in that period. At the same time, urbanization had rapidly increased. People from villages stormed the city because of poverty in rural areas and regional rebellions. It contributed toward the increase of city dwellers number. The population of Jakarta had reached three million people by the year 1961. The residents needed a settlement to live in the city. Those who had enough capital could build proper housing. While those who had no capital, such as nomad people, could only build huts or non-permanent houses which were made of wooden, bamboo, and cardboard. They only worked as unskilled laborers, hawkers, becak pullers, and other informal sector so that they could not raise enough revenue to build a proper house. Meanwhile, local government dad not been able to provide proper housing for these weak communities. As the result, slum settlements emerged and spread in the capital of Indonesia. Local government tried to solve the problem of slums that could cause additional problem such as prostitution and crime by doing many ways. Through the historical method, this undergraduate theses tries to explain the problems."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S94
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Bella Octoria
"DKI Jakarta merupakan Ibukota di Indonesia dengan tingkat kemacetan tertinggi ke 10 di dunia bedasarkan traffic index 2019. Selain itu, berdasarkan World Air Quality Report pada tahun 2019 menunjukan konsentrasi tingkat polusi udara di DKI Jakarta 49,4 g dan menempati urutan ke-5 polusi udara tertinggi di dunia. Dalam suatu perkotaan dengan tingkat mobilitas yang cukup tinggi saat ini sangat perlu dilakukan penilaian terhadap tingkat efisiensi dari infrastruktur transportasi yang berkembang. Dimana tingkat efisiensi ini merupakan faktor yang diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur. DKI Jakarta saat ini sedang dalam proses pembangunan infrastruktur kereta yang direncanakan dapat menunjang sistem transportasi. Permasalahan yang muncul dengan pembangunan kereta yang ada saat ini adalah apakah pembangunan sudah didasarkan dengan prinsip keberlanjutan baik secara kinerja maupun tingkat pelayanannya. Dengan begitu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi kinerja dan pelayanan infrastruktur transportasi berbasis rel di DKI Jakarta terhadap indikator keberlanjutan dari transportasi berbasis rel. Pada evaluasi ini selanjutnya dipetakan untuk mendapatkan alternatif rekomendasi untuk meningkatkan tingkat keberlanjutan pada transportasi kereta yang ada di DKI Jakarta. Pada pertama dilakukan detail literatur review dari paper yang berfokus kepada indikator keberlanjutan transportasi massal berbasis rel maupun transportasi umum lainnya dan upayanya untuk meningkatkan keberlanjutan. Dari indikator yang didapat kemudian dilakukan penilaian antara kondisi transportasi berbasis rel yang ada saat ini terhadap indikator keberlanjutan yang diteliti, penilaian ini dilakukan oleh responden sampel pengguna transportasi yang ada di DKI Jakarta dan beberapa unit kerja pelaksana dalam perencanaan, pembangunan maupun pengoperasian transportasi massal berbasis rel untuk mengetahui pembobotan tiap indikator dan penilaian transportasi itu sendiri. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pemetaan pembobotan dengan metode AHP dan penilaian dengan metode scoring. Penelitian ini menawarkan hasil bahwa aspek kinerja jaringan dan tingkat pelayanan memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap penilaian tingkat kepentingan penumpang dalam preferensi pemilihan transportasi dan memberikan rekomendasi alternatif untuk meningkatkan sistem persinyalan dalam upaya menambah kapasitas dan mengembangkan Kawasan transit (Transit Oriented Development) untuk meningkatkan integrasi antar moda.

DKI Jakarta is the Indonesia's capital city with the 10th highest level of congestion rate in the world based on the 2019 traffic index. Other than that based on World Air Quality Report in 2019 showed DKI Jakarta's air pollutant concentrate 49.4 µg and the 5th highest of air pollutant in the world. In the urban city nowadays the mobility rate is high enough and the efficiency for sustainability assessment in transport infrastructure development is needed. This efficiency is the important key for sustainable infrastructure development. DKI Jakarta currently in the process for construct the railway infrastructure to support the transportation system. The problems appearing is the railway infrastructure networks and the service in DKI Jakarta already planned based on sustainability indicators or not. Therefore, the aims of this research is to make the evaluation of railways infrastructure networks performance and services in DKI Jakarta regards on the railway sustainability key factors. Further evaluation will be used railway sustainability assessment framework and offers some of alternative solution to improve the railway transportation sustainability in DKI Jakarta. First, a detailed literature review of the paper focuses on Indicators of the sustainability indicators and it’s effort to improve railway sustainability, published on scientific journal in period 2011 until 2021. Regarding the indicators obtained, an assessment then carried out by respondents from a sample of transportation users in DKI Jakarta and the implementing works units in planning, building and operating railway transportation. The way to determine the weighting of each indicator and the transportation assessment use the AHP method and make an assessment by the scoring method. This research result offers the networks performance and service rate impact to the sustainability aspect and the passenger importance rate for using the railway transportation in DKI Jakarta and the alternative way to improve signaling system and increase the capacity. Also, the alternative way to increase the integration of mode is developing transit oriented area in the station area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Adiyanti
"Kecenderungan iklim di daerah perkotaan yang sering diperbincangkan akhir-akhir ini adalah fenomena kelebihan panas yang tidak merata atau disebut Kutub Panas Kota(Urban Heat Island). Telah banyak dikaji berbagai aspek dalam Kutub Panas Kota di berbagai negara, namun hasil penelitian di kota tropik masih jarang ditemukan. Pengaruh langsung dari peningkatan suhu udara terhadap kehidupan manusia adalah terganggunya mekanisme pengeluaran panas tubuh. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya Kutub Panas Kota adalah sifat fisik permukaan kota dan aktivitas di dalamnya. Terkonsentrasinya penduduk di kota merupakan salah satu faktor pemicu terbentuknya Kutub Panas Kota. Faktor lainnya, pertama, absorpsi sinar matahari di perkotaan lebih besar daripada di pedesaan. Kedua, evapotranspirasi di perkotaan lebih kecil daripada di pedesaan. Ketiga, kurangnya variasi pergerakan angin dekat permukaan tanah di perkotaan. Keempat, panas buatan dan pencemaran di perkotaan menambah besarnya panas yang dikandungnya. Kota Jakarta, hingga saat ini, masih mempunyai daya tarik bagi masyarakat Indonesia untuk berusaha dan bermukim di Jakarta. Akibatnya, pertumbuhan penduduk Jakarta masih melaju dengan pusat. Daya tarik tersebut adalah fasilitas dan kegiatan ekonomi yang terus berkembang di Jakarta. Konsekuensi yang timbul adalah intensitas penggunaan lahan kota yang tinggi, sehingga mengurangi jatah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sementara itu pembangunan kota Jakarta saat ini belum merata sehingga permukaannya sangat heterogen. Dengan tujuan memberikan gambaran mengenai Kutub Panas Kota di Jakarta, pengaruh pusat kegiatan ekonomi dan fasilitasnya serta pengaruh pola penggunaan tanah terhadap suhu udara mikro, maka penelitian dasar ini dilaksanakan. Gambaran tersebut diperoleh dari profil suhu udara mikro di 46 plot sampel. Selain memberikan manfaat akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran kondisi kritis dan faktor strategis yang harus ditangani untuk mengeiiminasi degradasi iklim mikro di Jakarta. Penelitian menekankan suhu udara setinggi spa yang oleh para ahli iklim tersebut disebut Urban Canopy Layer. Penelitian ini sangat terbatas, baik dalam lingkup ruang maupun waktu. Jangka waktu penelitian terpaksa singkat, karena datangnya musim hujan yang terlalu dini.
Penelitian ini bersifat deskriptif-eksploratif dan menggunakan rancangan non eksperimental-deskriptif dengan studi Time series di lapangan. Time series berjumlah 9 periode, masing-masing berinterval 2 jam dimulai dari periode T (pukul 13.00-15.00) hingga periode IX (pukul 05.00-07.00). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah suhu udara, kelembaban udara, arah angin dan keadaan cuaca, sedangkan variabel bebasnya adalah pola penggunaan tanah (lokasi pengukuran) dan waktu (periode pengukuran) Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Profil suhu udara di Jakarta menunjukkan nilai suhu udara yang tertinggi di daerah Pusat Kegiatan Ekonomi (PKE)(Central Business District) pada periode pukul 13.00-15.00 (Hipotesis 1 terbukti).
2. Profil suhu udara di Jakarta pads periode pukul 13.00-15.00 menunjukkan adanya pengaruh jenis penggunaan tanah, vegetasi dan kerapatan bangunan terhadap suhu udara (Hipotesis 2 terbukti).
3. Selisih suhu udara maksimum-minimum harian di daerah permukaan alamiah lebih rendah daripada di permukaan yang diperkeras (Hipotesis 3 terbukti).
4. 5elisih suhu udara maksimum-minimum di Jakarta tidak meningkat secara progresif dani arah pantai (Utara) ke pedalaman (Pusat) (Hipotesis 4 tidak terbukti).
5. Isoterm di wilayah kota yang tidak terbangun secara merata seperti Jakarta, membentuk kutub-kutub panas kota (lebih dari satu kutub.
Selain hasil pengujian hipotesis tersebut, dari penelitian ini diperoleh hasil lain:
1. Suhu udara maksimum di 46 lokasi pengukuran tidak selalu terjadi pada periods pengukuran I (pukul 13.00-15.00).
2. Elemen topografi dan aktivitas kota yang mempengaruhi terbentuknya Kutub Panas Kota adalah:
a. Pengaruh sifat fisik materi permukaan kota terhadap proses pertukaran panas.
b. Pengaruh konsentrasi pencemar di udara terhadap proses pertukaran panas.
c. Pengaruh sedikitnya proses evaporasi dan evapotranspirasi terhadap mekanisme pengurangan panas.
d. Produksi panas oleh aktivitas manusia di dalam kota.
3. Bentuk dan intensitas Kutub Panas Kota di Jakarta bervariasi menurut periods pengukuran (waktu) dan lokasi pengukuran (ruang).
4. Waktu yang baik untuk mengamati Kutub Panas Kota di Jakarta, menurut hasil penelitian ini adalah pukul 23.00-01.00.
Dengan demikian, waktu yang direkomendasikan oleh Sani {1987) dan Kingham (1969) yaitu pukul 22.00-23.00 (dalam Sani 1987: 258), tidak sepenuhnya diterima oleh kota Jakarta. Hipotesis 4 tidak terbukti, dapat disebabkan oleh hal-hal yang tidak terliput dalam penelitian. Atau dapat pula karena perbedaan iklim mikro yang disebabkan oleh faktor lain. Waktu penelitian yang dilaksanakan pada musim peralihan (musim panas-musim hujan) dan lama penelitian satu minggu dapat pula menjadi penyebab. Untuk memastikan apakah hipotesis ditolak atau tidak, perlu pengkajian lebih lanjut, untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan keputusan jenis alfa. "
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Jakarta sebagai ibukota negara, idealnya merupakan kota yang indah, bersih, tertib, nyaman dan teratur. Tetapi kenyataannya, Jakarta sebagai kota metropolitan yang mempunyai ciri khas kota besar, yaitu: keramaian lalu lintas kendaraan, banyaknya penduduk dan pembangunan gedung dan mall, serta banyak lagi sejumlah aktivitas yang dilakukan yang menyebabkan timbulnya kemacetan. Kemacetan lalu lintas di Jakarta mencerminkan ketidakberdayaan Pemda DKI Jakarta dahlin mengantisipasi perkembangan penduduk dan pembangunan kota Jakarta serta pertumbuhan kendaraan yang semakin pesat sehingga dahlin hal memberikan pelayanan transportasi apapun tidak bisa seeara baik terlak>ana. Padahal transportasi adalah salah satu tolok ukur dari ketahanan ekonomi suatu wi/ayah atau daerah. Program busway ditujukan untuk menjadi solusi atas persoalan transportasi massa di Jakarta, namun jalur busway itu sendiri pun masih dipertanyakan warga, apakah untuk mengatasi kemacetan atau justru menambah kemacetan di wilayah DKI Jakarta.

Jakarta as the capital of the countlY, ideally is a beautiful city, clean, orderly, comfortable and organized. But in reality, Jakarta as a metropolitan city that has typical big city, ie, traffic vehicles, large population and construction of buildings and malls, as well as many more number of activities undertaken that cause congestion. Traffic congestion in Jakarta, reflects helplessness Government of DIG Jakarta to anticipation of population growth and development of the city as well as the rapid growth of vehicle so in terms of providing transportation services of any kind can not be done. In fact, transportation is one of the benchmarks of economic resilience of a region or area. Program busway intended to be a solution to the problem of mass transportation in Jakarta, but the lane busway itself is still questionable residents, whether to tackle congestion or even add to traffic congestion in Jakarta."
Universitas Indonesia, 2012
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Semiarto Aji Purwanto
"Kajian mengenai pertanian kota menunjukkan bahwa kegiatan ini merupakan gejala yang dijumpai di hampir semua kota. Di negara-negara maju, pertanian kota dikaitkan dengan gerakan kembali ke alam, promosi bertani organik, usaha mempercantik kota, pendidikan lingkungan untuk warga, hobi dan sebagai mata pencaharian. Di negara-negara berkembang di Afrika, Amerika Selatan dan Asia, sejumlah kajian menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan dinamika kependudukan mewarnai munculnya pertanian kota di negara berkembang. Di Jakarta, karakteristik kota yang berbeda menyebabkan penjelasan munculnya pertanian kota sebagaimana di negara maju tidak relevan untuk dijadikan jawaban. Oleh karena itu, penjelasan mengenai pertanian kota di Jakarta tidak bisa dijelaskan dengan teori pertanian kota di negara maju atau semata-mata dari negara berkembang yang lain.
Penelitian yang saya lakukan pada komunitas petani kota di wilayah Jakarta Timur, yang merupakan migran dari Karawang, Jawa Barat, menunjukkan bahwa fenomena pertanian kota di Jakarta harus dilihat dalam perspektif keterkaitan desa-kota. Perhatian hanya pada dinamika migran di kota, adaptasi pendatang dan munculnya pertanian di kota di satu sisi, atau hanya melihat dinamika sosial budaya akibat industrialisasi di desa, kebijakan pembangunan pedesaan yang berubah dan berbagai faktor pendorong migrasi ke kota di sisi lain, tidak cukup untuk menerangkan pertanian kota yang saya temui di Jakarta Timur.
Secara teoretik saya menghadirkan argumen bahwa pendekatan antropologi perkotaan atau studi petani pedesaan belaka tidak mampu memberikan penjelasan yang utuh. Demikian pula dengan analisis di tingkat individu, yang tidak akan menerangkan secara lengkap pengaruh faktor eksternal: sosial, politik dan ekonomi yang melingkupi muncul dan bertahannya pertanian kota. Walaupun saya yakin bahwa pendekatan yang lebih luas dengan melihat keterkaitan dan hubungan desa-kota lebih mampu memberikan penjelasan, namun saya menemukan bahwa berbagai hal yang selama ini menjadi domain desa atau kota, dalam kasus petani kota migran Karawang di Jakarta, justru berlainan ceritanya. Pertanian yang selama ini menjadi domain desa, kali ini justru berlangsung di kota; sementara kota yang selama ini menjadi inspirasi budaya dari desa justru menambah pilihan pekerjaan yang stereotipik dengan desa. Dengan kasus ini saya menunjukkan bahwa pendefinisian desa dan kota secara eksklusif nampaknya sudah tidak lagi relevan.

Researches on urban agriculture indicated that it is common in almost every city in the world. In the developed countries, it has connection with back-to-nature movements, organic farming initiatives, city beautification, environment education, hobby and livelihood. While in the developing states, such as in Africa, South America and Asia, it is said that government policies and population dynamics have colored the emergence of urban agriculture. With its specific character as a city of a developing country, Jakarta?s urban agriculture will not be sufficiently explained by any theories and explanations derived from developed and other developing countries. Hence, it is necesarry to build its own expalanation.
My research conducted among communities of Karawang migrants in East Jakarta has shown how urban agriculture would be best seen within the perspective of rural-urban linkage. Solely giving attention to migrants? dymanics, adaptation process of new comers and the emerging of urban farming, or only by examining the socio-cultural dynamics as consequence of rural industrialization, changing rural policies and other push-factors for urbanization will not adequate to explain the case of urban agriculture in East Jakarta.
Theoretically, I argue that some approaches in urban anthropology and peasant studies fail to thoroughly and comprehensively answer my case. Similarly, analysis in individual level can not completely explain the external factors of social, political and economical issues. However, the rural-urban linkage that I believe will be able to give better explanation, in my case, has indicating other direction of rural-urban flows. Agriculture that commonly placed and seen as rural domain, in the case of urban agriculture practiced by Karawang migrants in East Jakarta, has obviously found in urban context. At the other hand, urban living that in many cases inspired rural tradition, has received rural contribution in term of choice in livelihood: agriculture that stereotypic to village. My finding and analysis have revealed that efforts to distinguish and constitute a finite and exclusive definition of rural (villlage) and urban (city) have now lost its relevance."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
D00911
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Diantorio Putri
"ABSTRACT
Mass Rapid Transit MRT Jakarta adalah salah satu transportasi kota yang ada di DKI Jakarta. MRT Jakarta muncul sebagai jawaban atas permasalah transportasi di Jakarta yang meliputi kemacetan, keakuratan jadwal, dan kenyamanan. Dari segi kemacetan, MRT Jakarta unggul karena memiliki jalur yang tidak beririsan dengan jalan raya. Proses operasional MRT tidak dipengaruhi kemacetan dan tidak menyebabkan kemacetan. Dari segi keakuratan jadwal, MRT Jakarta telah mengeluarga janji berupa target headway yang cukup singkat. Headway adalah interval kedatangan kereta. Dari segi kenyamanan, MRT Jakarta memiliki kualitas kereta yang cukup tinggi namun hal ini belum dapat memastikan tingkat kenyamanan MRT Jakarta, mengingat banyak faktor yang memengaruhi tingkat kenyamanan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kenyamanan MRT Jakarta berdasarkan kepadatan penumpang dan keakuratan jadwal kedatangan. Penulis menggunakan perangkat lunak ProModel 7.5 untuk melakukan simulasi atas 12 kebijakan yang telah dirancang berdasarkan tiga variabel kontrol, yaitu jumlah rangkaian kereta, jumlah kereta per rangkaian, dan headway. Dengan mempertimbangkan kepadatan penumpang dan pemenuhan target headway, kebijakan terbaik untuk peak hour adalah menggunakan 14 rangkaian kereta dengan 6 kereta per rangkaian untuk headway 5 menit, dan untuk off-peak hour menggunakan 7 rangkaian kereta dengan 8 kereta per rangkaian untuk headway 10 menit.

ABSTRACT
Mass Rapid Transit MRT Jakarta is one of the new urban transportation in Greater Jakarta area. MRT Jakarta appear as an answer for Jakarta rsquo s transportation problem, such as congestion, schedule accuracy, and level of comfort. MRT Jakarta rsquo s track is separated from highways, so it wouldn rsquo t impacted by congestion nor leads to congestions. MRT Jakarta has publish the headway target to promise the schedule accuracy. Headway is the interval time between train arrivals. MRT Jakarta has a high quality rolling stock, but this couldn rsquo t indicates MRT Jakarta overall level of comfort, since this level of comfort is affected by many factors. Therefore this research goal is to analyze MRT Jakarta level of comfort by considering passenger density and its headway target fulfillment. The researcher uses ProModel 7.5 to simulate 12 optional policies. This 12 optional policies are made of combined three control variable, which are train set, car number, and headway. By considering the passenger density and headway target fulfillment, the best specification for peak hour is 14 train set and 6 cars for each set with 5 minutes headway and for off peak hour is 7 train set and 8 cars for each set with 10 minutes headway."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Fransiska
"Penguatan manajemen kelurahan merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kebijakan tersebut berkaitan dengan pelimpahan kewenangan dari dinas-dinas provinsi kepada kelurahan yang diwujudkan dalam tugas pokok dan fungsi kelurahan dan didukung denganpenguatan anggaran kelurahan. Penelitian ini penting mengingat kompleksitas tuntutan kebutuhan dan permasalahan masyarakat di Provinsi DKI Jakarta yang sangat dinamis dan mendesak untuk segera mendapat penyelesaian. Melalui kebijakan penguatan manajemen Kelurahan, maka sebagai unsur pelaksana lini/ pelaksana kewilayahan, kelurahan diharapkan mampu melaksanakan kinerjanya yang optimal dalam memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat di wilayahnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi, dan wawancara mendalam dengan para informan dari pihak pemerintah dan masyarakat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa outcome implementasi penguatan manajemen kelurahan di Kelurahan Cakung Barat dilihat dari fungsi manajemen yaitu perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pemimpinan, pengkoordinasian, pengendalian, dan pelaporan.terlihat masih lemah. Hal ini ditunjukan dengan kapasitas perangkat kelurahan baik secara kuantitas maupun kualitas belum benar-benar memadai untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya khususnya dalam menyusun perencanaan kegiatan dan anggaran serta menyusun pelaporan. Selain itu pengendalian dan koordinasi baik internal maupun eksternal hanya menjadi kegiatan rutinitas tanpa ada standar dan evaluasi yang berkelanjutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi impelementasi penguatan manajemen kelurahan di Kelurahan Cakung Barat adalah disposisi atau sikap para pelaksana yang memandang tugas pokok dan fungsinya hanya sebagai rutinitas tanpa ada kesadaran untuk upaya meningkatkan kinerjanya.Selain itu faktor sumber daya manusia yang menunjukan keterbatasan secara kuantitas dan kualitas, faktor sumber daya lainnya adalah informasi yang lambat terkait regulasi yang kerap berubah-ubah yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan dan pelaporan pertanggungjawaban. Selanjutnya faktor elit DPRD dalam pengesahan anggaran dengan proses waktu yang lama juga turut mempengaruhi implementasi kebijakan penguatan manajemen kelurahan di Kelurahan Cakung Barat dimana kegiatan tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam tahap pengorganisasian kegiatan.

The urban villages management strengthening is one of the policies issued by the government of Jakarta special capital region. The policy is related to the changing authority of the province’s Department to the urban villages that is embodied in the main task and function of urban village’s reinforcement with urban villages budget strengthening. The research is important considering the complexity of the needs and demands of people in Jakarta is very dynamic and urged to get a solution immediately. Through the policy of urban villages management strengthening, then as the steering element of lines/implementing regional, the urban villages are expected to perform their optimal in providing direct services to the community in the area. This research used a qualitative method that produces descriptive data obtained through literature study, observation, and indepth interviews with informants from the government and society.
The results showed that the outcome of the implementation of urban management strengthening in the Village of Cakung Barat viewed from the management function such as planning, budgeting, organizing, leadership, coordination, control, and reporting still look weak. This is evidenced by the capacity of the village both in quantity and quality is not really adequate to carry out the duties and functions, especially in planning the activity, budgeting and reportinng. Besides, the controlling and coordination of internal and external are only routine activities without any standards and on going evaluation.
The factors affecting the implementation of urban management strengthening in the Village of Cakung Barat is disposition or the implementer’s attitude that looks the main duties and functions has only a routine without any awareness to obtain the improvement of performances. In addition, the factor of human resource has been showed the limitations in quantity and quality, the other resources factors are slowi nformation related to regulations often change which impact to the implementation and responsibilities report. Further, the elite Council factors in endorse the budget with the long time process is also influence the policy implementation of urban management strengthening in the Cakung Barat Village where the activities can not becarried out according to the schedule in the phase of organizing activities.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tania Nabilla Andiani
"Penelitian ini menganalisis bagaimana perencanaan sektor publik dapat terdampak oleh efek Pandemi Covid-19. Perencanaan strategis pada sektor publik menitikberatkan kepada bagaimana pelayanan kepada pemangku kepentingan, terutama masyarakat, diberikan oleh institusi publik. Subjek penelitian ini adalah salah satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan konsep perencanaan strategis sektor publik sebagai literatur utama. Data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari hasil interview dan data sekunder yang bersumber dari telaah dokumen. Hasil dari penelitian ini adalah Pandemi Covid-19 menimbulkan perubahan paradigma dan pemberlakukan batasan yang membuat program kerja dalam Rencana Bisnis dan Anggaran Puskesmas X tidak dapat dijalankan dengan maksimal. Namun, Pandemi Covid-19 tidak memberikan dampak signifikan terhadap Rencana Bisnis dan Anggaran Puskesmas X. Hal ini dikarenakan 1) penanganan pandemi covid-19 bersifat nasional 2) Puskesmas X hanya merupakan organisasi pelaksana dibawah naungan kepala daerah, arah program kerja dalam renstra mengikuti kepentingan kepala daerah saat itu. Walaupun tidak dapat dijalankan secara maksimal, strategi Puskesmas X untuk menghadapi Pandemi Covid-19 masih sejalan dengan tujuan organisasinya, yaitu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

This study analyzes how public sector planning can be affected by the effects of the Covid-19 pandemic. Strategic planning in the public sector focuses on how services to stakeholders, especially the community, are provided by public institutions. This study took the subject of research at one of the Public Health Centers (Puskesmas) in DKI Jakarta. This study uses the concept of public sector strategic planning as the main literature. The data used are primary data sourced from interviews and secondary data sourced from document review. The result of this research is that the Covid-19 pandemic has caused a paradigm shift and the imposition of regulations that make the work program in the Business Plan and Budget of Puskesmas X unable to run optimally. However, the Covid-19 Pandemic did not have a significant impact on the Business Plan and Budget of Puskesmas X. This is because 1) the handling of the covid-19 pandemic is national, so there are special parties tasked with organizing activities related to handling the pandemic 2) Puskesmas X is only an organization the executor under the auspices of the regional head, the direction of the work program in the strategic plan follows the interests of the regional head at that time. Although it cannot be carried out optimally, the strategy of Puskesmas X to deal with the Covid-19 Pandemic is still in line with its organizational goals, which is to provide health services to the community."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>