Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61598 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyuni Adi Purwaninghari
"Bunga potong/tanaman hias merupakan komoditas hortikultura yang permintaannya dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan tingkat pendapatan masyarakat. Konsumen bunga potong terutama banyak terdapat di kota-kota besar karena di dalamnya terdapat banyak rumah tangga, perkantoran, hotel, dan florists. Permintaan bunga potong terbesar adalah DKI Jakarta, yaitu sebesar 855,5 ribu tangkai setiap minggu nya (Asbindo, 2002). DKI Jakarta tidak memiliki lahan produksi yang cukup luas karena keterbatasan Iahannya, namun mempunyai pasar yang cukup besar. Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga/Tanaman Hias Rawabelong adalah satusatunya pusat promosi bunga/tanaman hias terbesar di DKI Jakarta dan merupakan UPT Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta yang dikenal sebagai Pasar Bunga Rawabelong. Melalui pasar ini kebutuhan konsumen akan bunga/tanaman hias dipasok dari berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Batam, Sumatera Utara, dan tentunya dari DKI Jakarta sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan alternatif-alternatif kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis lingkungan serta menentukan prioritas kebijakan pengelolaan pasar yang penting untuk dilaksanakan dalam rangka mengembangkan usaha untuk mencukupi kebutuhan masyarakat DKI dan sekitarnya akan bunga potong. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 16 responden yang ditunjuk secara purposive. Data sekunder diperoleh dari laporan, literatur dan bahan-bahan lain yang relevan. Data tersebut di analisis dengan menggunakan analisis internal eksternal untuk merumuskan alternatif-alternatif kebijakan dan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process untuk menentukan prioritas kebijakan yang harus dilaksanakan.
Analisis dengan matrik ekstemal internal diperoleh basil bahwa posisi pasar bunga Rawabelong berdasarkan analisis lingkungan eksternal dan internal ada pada sel ke 5 yang berarti organisasi ini berada pada posisi growth/stability. Kemudian analisis dengan AHP, menghasilkan bahwa kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan berdasarkan bobotnya adalah peningkatan dan pengembangan kerjasama, pembangunan data base dan jaringan informasi, peningkatan sarana dan prasarana fisik, optimalisasi lingkungan pasar, peningkatan penelitian kualitas bunga, peningkatan kualitas SDM Pembina dan pedagang dan peningkatan alokasi anggaran pemerintah. Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta selaku pengelola agar tetap melestarikan kawasan pasar bunga Rawabelong sebagai pusat promosi dan pemasaran bungaltanaman hias di DKI Jakarta sekaligus sebagai kawasan Ruang Terbuka Hijau Budidaya Pertanian. Kebijakan peningkatan dan pengembangan kerjasama Serta pembangunan data base dan jaringan informasi agar benar-benar diprioritaskan untuk dilaksanakan karena keduanya merupakan faktor penentu khususnya untuk kontinuitas pasokan, kualitas dan harga bunga.

Cut flowers is a horticulture product which the demand keeps on rising in every year in a line with the increasing of society income. Cut flowers consumers mostly living in the big cities where there are many household, offices, hotels, and florists. DKI Jakarta is the city with highest demand of cut flowers, that is almost 855,5 thousand stems in everyweek (Asbindo, 2002). DKI Jakarta doesn't have enough land to product cut flowers but it has big enough potential market for distributing them. The flower's promotion and distribution center is in Rawabelong and it is a part of Agriculture and Forestry Department, Government of DKI Jakarta Province. Cut flowers which distributed in this market comes from many ragion, such as Sukabumi (west Java), Magelang, Ambarawa (Central Java), Malang, Surabaya (East Java), Kaliurang (Jogjakarta), Batam, and also DKI Jakarta. The objectives of this research are to formulate the policy alternatives based on environmental scanning and to definite the most important policy based on priority to manage the market in order to adequate the needed of cut flowers in DKI Jakarta. The research method is descriptive and it describes qualitative and quantitative. Data which is obtained are prime and seconder. Prime data is obtained from questioner which has been given to 16 purposive respondences. Seconder data is got from report, journal and the others which have connection to solve the problem. Then, those data has analyzed by internal and external matrix to formulate policy alternatives and by AHP method to definite which is the priority policy to apply.
Analyzing with external internal matrix gave results that organization potion is in fifth cell. It means that the policy strategy organization is to grow or stability. The results from AHP which showed the priority policy are increasing and developing cooperation; developing data base and system information, increasing physic facilities; optimalizing market environment, increasing research of flower quality; increasing human resources quality and increasing allocation of government budget. Department of Agricultural and forestry, Government of Jakarta Province as the manager is fully hoped for keeping the Rawabelong area as a greeny area and as a center of promotion and distribution cut flowers in DKI Jakarta. Besides that, increasing and developing cooperation and developing data base and system information policies should be realized in order to guarantee the continuity and stability the products price.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hidayat
"Selain pendapatan dari sewa daerah, perolehan pendapatan untuk agenda mendukung pelaksanaan otonomi daerah juga ditopang dari pendapatan sektor retribusi daerah. Retribusi daerah sangat beragam jenisnya dan semakin diperlukan dalam agenda inklusi kas daerah. Jenis retribusi terbagi dalam beberapa jenis yaitu retribusi pelayanan umum, retribusi pelayanan khusus, dan retribusi pelayanan perizinan terpilih. Menurut jenis retribusi pasar termasuk jenis retribusi pelayanan umum. Dalam konteks penelitian, pasar adalah atau sarana sarana prasarana perkotaan untuk memungut retribusi daerah serta penerimaan-penerimaan lain yang bersifat penyertaan bagi suatu daerah. Dalam upaya ini suatu pasar harus mempunyai fasilitas dan pendukung khusus yang dapat dipungut pembayaran/retribusinya karena pemanfaatan sarana. Penulisan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dan dari jenis penelitiannya termasuk jenis penelitian deskriptif yang menggambarkan bagaimana kebijakan pengelolaan retribusi di Pasar Kemiri Muka Kota depok. Sedangkan dari segi waktu yang dihadapi termasuk jenis penelitian Cross-Sectional. Berdasarkan teknik pengumpulan data termasuk penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode: observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pengelolaan retribusi pasar yang ada di Pasar Kemiri Muka Kota Depok belum efektif. Belum efektifnya dilihat dari indikator kurang baiknya semua pedagang dalam membayar retribusi yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mengingat pelaksanaan kebijakan yang belum efektif, maka pengelolaan retribusi dalam pengelolaannya harus disesuaikan dengan peraturan yang ada. Namun dari aspek observasi yang ada di pasar ini telah berjalan dan terdapat mekanisme tersendiri dalam pelaksanaannya, seperti metode observasi tes petik. Yang mana adanya pengawasan seperti ini juga harus dipertahankan untuk mencegah kesalahan baik yang dilakukan petugas maupun kesalahan yang tidak disengaja.

Besides eamings of local lease, acquirement of earnings for the agenda of supporting execution of area autonomy is also supported from earnings of area retribution sector. Very immeasurable area retribution of type and was progressively required for the agenda of inclusion for area cash. Retribution type devided in there type that is public service retribution, special service retribution, and selected licensing service retribution. According to the type of market retribution of including public service retribution type. In research context, market is or medium of prasarana urban to collect area retibution and also other acceptance which is inclusion for an area. In the effort this is a market have to have especial facilities and supporter able to be collected by his payment /retribution of because exploiting of medium. Writing of this research use approach quantitative, and from the research type of the including descriptive research type which depict how to policy of management to retribution in Kemiri Muka Market of depok Town. Where as from the time faced of the including type research of Cross-Sectional. Pursuan at data collecting tecnique of including research of field. Technique data collecting of conducted by there metods: observation, interview, and documentation study. Research result indicate that policy of management of market retribution which in Kemiri Muka Market of Depok Town not yet effective. Not yet effective of him seen from indicator less him all merchants in paying retribution which disagree with by law. Considering execution of policy which not yet effective, hence managemant of retribution ought to ought in the management of have to be adapted for existing regulation. But from observation aspect which in this market have walked and there is separate mechanism in execution of him, like method observation of test pluck. Which existence of observation like this also have to be defended to prevent mistake either by officer and or unintended mistake."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S10626
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Tamzis Hudi
"Studi ini mengkaji kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kinerja pasar saham, dan hubungan di antara mereka dalam hal stabilitas ekonomi di Indonesia. Melalui kajian literatur dari beberapa penelitian empiris yang meneliti kasus Indonesia dan di negara-negara lain, studi ini menemukan bahwa kebijakan fiskal dan kebijakan moneter mempunyai efek signifikan dengan arah negatif terhadap harga saham. Oleh karena itu, pemerintah harus menaruh perhatian lebih terhadap penerapan stimulus fiskal dan disiplin fiskal serta penerapan instrumen-instrumen kebijakan moneter dalam merancang kebijakan yang sesuai dan positif terhadap performa pasar modal. Selain itu, batas realistis pada pembayaran utang harus diatur sedemikian rupa untuk memungkinkan pengembangan keuangan internal. Dari perspektif moneter, bank sentral harus fokus mengurangi efek lag sehingga reaksi berlebihan dari investor dapat diminimalkan. Dari perspektif pasar, kampanye kesadaran bagi perusahaan regional dan asing untuk mendaftar dan aktif di pasar bursa harus ditingkatkan. Selain itu, mendorong pasar agar investor tertarik berinvestasi di sektor riil juga merupakan tindakan penting, yang pada gilirannya dapat merangsang kapasitas produksi yang lebih tinggi bagi perekonomian.

This study investigates the Indonesian fiscal policy, monetary policy, stock market performance, and the relationship between them in terms of economic stability in Indonesia. Through a literature review of several empirical studies, which scrutinize Indonesian cases and those in other countries, this study has found that amongst others, fiscal policy and monetary policy are negatively significant related to stock prices. Therefore, the government should pay close attention to the application of fiscal stimulus and observe fiscal discipline, when it takes into consideration monetary decisions regarding the performance of stock market. In addition, realistic limits on payments of debt service should be appropriately rearranged to allow for internal financial development. From a monetary perspective, the central bank should focus on reducing the lag effect so that the overreaction of investors can be minimized and the policy can be more effective. From a market perspective, an awareness campaign to help more regional and foreign companies become listed and quoted in the stock exchange market should be enhanced. In addition, encouraging the market is also an important action so that investors are interested in investing in the real sector, which in turn can lead to a higher production capacity for the economy and aggregate output."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Sukmara Christian Permadi
"Pengelolaan Pasar Tanah Abang selalu menjadi permasalahan krusial sejak masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso (1997) hingga Gubernur Anies (2018), yaitu mengenai kehadiran pedagang kaki lima (PKL) dan kemacetan. Dalam 100 hari kepemimpinannya Gubernur Anies mengeluarkan kebijakan penutupan salah satu ruas jalan untuk area berjualan PKL sehingga menimbulkan pro dan kontra. Permasalahan tersebut dalam penelitian ini dikaji menggunakan model inkremental dari teori kebijakan publik dan model eksternalitas dari teori ekonomi neo-klasik.
Model inkremental merupakan suatu model yang memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya, dengan hanya melakukan perubahan-perubahan seharusnya. Sedangkan, model eksternalitas adalah model yang memandang dampak (dari transaksi) terhadap pihak ketiga (yang tidak ikut transaksi) dalam suatu kesepakatan yang dibuat antara pihak pertama dan pihak kedua.
Penelitian ini hendak menjawab mengenai alasan mengapa Gubernur Anies mengeluarkan kebijakan pengelolaan Blok G Pasar Tanah Abang dengan menutup salah satu ruas Jalan Jatibaru Raya serta siapa yang menerima manfaat dari kebijakan pengelolaan Blok G Pasar Tanah Abang dan pihak-pihak mana saja yang dirugikan atas diterapkannya kebijakan tersebut. Dalam menetapkan kebijakan tersebut Gubernur Anies beralasan untuk mengakomodasi para PKL.
Penelitian ini menemukan dugaan bahwa kebijakan penutupan jalan tersebut dilakukan untuk mengakomodasi janji politik Gubernur Anies saat Pilkada DKI 2017 terhadap masyarakat Tanah Abang, sehingga sangat diduga beberapa pihak yang menerima manfaat dari diberlakukannya kebijakan tersebut adalah para PKL, Haji Lulung, dan Anak Wilayah (Komunitas Pemuda Tanah Abang di bawah binaan Haji Lulung). Selain itu, pihak-pihak yang dirugikan dari kebijakan tersebut adalah Pedagang Blok G, pejalan kaki, dan supir Angkot.
Penerapan kebijakan tersebut pada akhirnya membuat Gubernur Anies dinilai melakukan maladministrasi oleh Ombudsman, salah satunya dengan melanggar Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sehingga Ombudsman memunculkan rekomendasi penon-aktifan jabatan Anies sebagai gubernur kepada Kementerian Dalam Negeri.

The management of the Tanah Abang Market has always been a crucial problem since the leadership of Governor Sutiyoso (1997) to Governor Anies (2018), namely regarding the presence of street vendors (PKL) and congestion. In his 100 days of leadership, Governor Anies issued a policy of closing one of the road segments for selling street vendors, which gave rise to pros and cons. These problems in this study were examined using incremental models of public policy theory and externality models of neo-classical economic theory.
The incremental model is a model that views public policy as a continuation of activities that have been carried out by the previous government, only by making changes it should. Whereas, the externality model is a model that views the impact (of transactions) on a third party (who does not participate in a transaction) in an agreement made between the first party and the second party.
This research is about to answer the reasons why Governor Anies issued a policy on managing the Blok G Tanah Abang Market by closing one of the Jatibaru Raya Road segments and who benefited from the management policy of the Blok G Tanah Abang Market and which parties were disadvantaged for the implementation of the policy. In establishing the policy, Governor Anies reasoned to accommodate the street vendors.
This study found the allegation that the road closure policy was carried out to accommodate Governor Anies political promises during the 2017 DKI Pilkada to the people of Tanah Abang, so it was highly suspected that some parties who benefited from the enactment of these policies were street vendors, Haji Lulung and Regional Children (Youth Community Tanah Abang under the guidance of Haji Lulung). In addition, the aggrieved parties of the policy are Block G Traders, pedestrians, and public transportation drivers.
The implementation of this policy ultimately made Governor Anies considered maladministration by the Ombudsman, one of which was by violating Law No. 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation so that the Ombudsman raises recommendations for the deactivation of Anies position as governor to the Ministry of Home Affairs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T52521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedek Muhammad
"Globalisasi perdagangan makanan dan perkembangan teknologi dalam produksi perikanan, penanganan, pengolahan dan distribusi serta peningkatan kepedulian dan permintaan konsumen untuk keamanan dan mutu makanan yang tinggi menjadikan keamanan pangan dan jaminan kualitas yang tinggi dalam kepedulian publik dan perioritas bagi banyak pemerintah. Dalam hal pengelolaan perikanan, tahapan kegiatan pasca produksi menjadi hal yang penting dan perlu untuk diperhatikan dalam mengusahakan peningkatan nilai komoditas perikanan tangkap karena berkaitan erat dengan pengupayaan keamanan pangan dan jaminan kualitas ikan yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai peranan hukum dan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait kegiatan pasca produksi dalam pengelolaan perikanan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan melihat pengaturan yang telah ada terkait dengan kegiatan pasca produksi dari tataran legislasi hingga petunjuk teknis. Ketentuan hukum mengenai kegiatan pasca produksi perikanan belum sepenuhnya diatur secara eksplisit untuk meningkatkan komoditas perikanan Indonesia di pasar lokal ataupun global.

The globalization of food trade and technological developments in fisheries production, handling, processing and distribution as well as the increased consumer concern and demand for high food safety and quality make food safety and high quality assurance became public awareness and priority for many governments. In terms of fisheries management, post production activities stages are important and need to be taken into account in trying to increase the value of Indonesia rsquo s capture fishery commodities as they are closely linked to food security and quality assurance of expected fish. This study was conducted to find out more about the role of law and government policies related to post production activities in capture fisheries management in Indonesia. This study was conducted by looking at existing arrangements related to post production activities from the level of legislation to technical guidance. Legal provisions concerning post fishery production activities have not been fully explicitly regulated to increase Indonesian fishery commodities in local or global markets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Trisna Delfyan
"Kabupaten Bekasi menempati peringkat pertama kabupaten dengan total timbulan sampah harian dan total timbulan sampah tahunan terbanyak di Provinsi Jawa Barat, dengan total timbulan sampah harian sebesar 1.900 Ton/hari dan jumlah timbulan sampah tahun 2020 sebesar 693.586 ton/tahun. Pemerintah daerah kabupaten Bekasi menetapkan sebuah peraturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 91 Tahun 2018 berbentuk Peraturan Bupati Bekasi Nomor 33 Tahun 2019 Tentang Kebijakan dan Strategi Daerah (JAKSTRADA) Kabupaten Bekasi Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan pengelolaan sampah rumah tangga di kabupaten Bekasi. Hasil Penelitian menunjukan bahwa kerangka hukum yang terdapat pada kebijakan pengelolaan sampah rumah tangga sudah tersedia dari hierarki peraturan tertinggi pada level nasional, provinsi, Sampai kepada level peraturan daerah kabupaten. Permasalahan teknis yang dihadapi cukup beragam yaitu tidak adanya teknologi yang digunakan pada proses pengelolaan sampah akhir di TPA, Lahan TPA yang sudah Overload dan kurangnya sarana prasarana pengelolaan. karakteristik kebijakan menunjukan bahwa tujuan kebijakan sudah jelas dan detail membahas teknis tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi pelaksana kebijakan, serta target dan capaian kebijakan. Alokasi anggaran yang besar terlihat tidak sebanding dengan pelaksanaan pengelolaan sampah di Kabupaten Bekasi yang masih dihadapi dengan permasalahan pada teknologi dan sarana dan prasarana. Masih terdapat ego sektoral atau tindakan mementingkan instansi masing-masing.pada koordinasi antar hierarki instansi pelaksana kebijakan. Satu aspek penting pada lingkungan kebijakan yang masih perlu untuk diperbaiki adalah ketersediaan teknologi dalam pengelolaan akhir sampah rumah tangga. Pada tahapan dalam proses implementasi kebijakan, Output yang dikeluarkan sebagai bentuk turunan kebijakan pengelolaan sampah rumah tangga dikabupaten Bekasi adalah berupa program dan kegiatan masing-masing instansi pelaksana. Disiplin dan Kesadaran Masyarakat terkait Kebijakan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Masih Rendah Bentuk pelanggaran kelompok sasaran berupa membuang sampah ke aliran sungai dan tempat pembuangan sampah liar.

Bekasi Regency is ranked first in the city/regency with the highest total daily waste volume and the highest total annual waste volume in West Java Province, with a total daily waste volume of 1,900 tons/day and total waste generation in 2020 of 693,586 tons/year. The Bekasi district government stipulates a derivative regulation from Presidential Regulation Number 97 of 2017 and West Java Governor Regulation Number 91 of 2018 in the form of Bekasi Regent Regulation Number 33 of 2019 concerning Regional Policies and Strategies (JAKSTRADA) Bekasi Regency in the Management of Household Waste and Waste Similar to Household Waste. This study aims to analyze the implementation of household waste management policies in Bekasi Regency. The results of the study show that the legal framework contained in household waste management policies is available from the highest regulatory hierarchy at the national, provincial, to district level regulations. The technical problems faced are quite diverse, namely the absence of technology used in the final waste management process at the TPA, the TPA Land that has been overloaded and the lack of management infrastructure. The characteristics of the policy indicate that the policy objectives are clear and detailed discussing the technical main tasks and functions of each policy implementing agency, as well as policy targets and achievements. The large budget allocation seems disproportionate to the implementation of waste management in Bekasi Regency which is still faced with problems in technology and facilities and infrastructure. There are still sectoral egos or actions that prioritize their respective agencies in coordination between the hierarchies of policy implementing agencies. One important aspect of the policy environment that still needs to be improved is the availability of technology in the final management of household waste. At this stage in the policy implementation process, the output issued as a derivative form of household waste management policy in Bekasi Regency is in the form of programs and activities of each implementing agency. Discipline and Public Awareness related to Household Waste Management Policy is still low. The target group's violations are in the form of throwing garbage into rivers and illegal dumping sites."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Orisa Shinta Haryani
"Seiring berkembangnya paham neoliberalisme di dunia maka semakin berkembang pula sektor finansial khususnya pasar modal. Perkembangan dalam pasar modal ditunjukkan dengan semakin meluas dan beragamnya produk-produk yang ditransaksikan. Salah satunya adalah produk derivatif. Penelitian ini membangun argumentatif bagaimana produk derivatif yang merupakan produk legal dalam pasar modal rupanya memiliki peran dalam terjadinya suatu kejahatan. Analisis dilakukan dengan menggunakan perspektif kriminologi marxis baik dengan menggunakan konsep global superstructure yang mengadopsi konsep base-suprastructure milik Marx, crime of domination, dan konsep criminogenic. Hasilnya ditemukan bahwa memang produk derivatif dalam pasar modal memiliki aspek-aspek yang criminogenic dilihat dari niat pelaku, peraturan-peraturan yang diterapkan, dan sistem yang ada di dalam pasar modal itu sendiri.

Along with the growth of neoliberalism worldwide, financial sector is also developing especially, financial market. Financial market is developing in terms of its widespread and variant of products being traded. Derivative product is one of them. This research construct arguments on derivative products as legal product in stock exchange contribute to a certain form of crime. This research uses marxist criminology perspective, global superstructure, which adopts marx's basesuprastructure, crime of domination and criminogenic concept. As a result, this study shows, derivative products in stock exchange are indeed criminogenic in terms of criminal intention, rules applied and stock exchange's system itself.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajria Mulia Wahid
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai hubungan antara kebijakan moneter dengan pasar saham periode penelitian 1996-2015. Kebijakan moneter direpresentasikan oleh suku bunga jangka pendek dan nilai tukar. Sedangkan pasar saham direpresentasikan oleh return saham. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode regresi OLS, SUR dan Regresi Panel. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa kebijakan moneter mampu mempengaruhi Perkembangan Pasar Saham. Pengaruh tersebut berbeda di tiap-tiap negara. Melalui metode OLS dan SUR, suku bunga jangka pendek memiliki pengaruh negatif terhadap return saham, dan nilai tukar memiliki pengaruh positif pada return saham. Sedangkan melalui data panel, pengaruh suku bunga jangka pendek terlihat di negara G7 dan Emerging Market. Sedangkan Nilai Tukar memiliki pengaruh di negara Emerging, tidak signifikan di negara G7. Hasil SUR memberikan informasi penting bahwa ada common factors yang membuat return negara observasi bergerak bersama. Kebijakan moneter menjadi tidak efektif diterapkan dalam mempengaruhi pasar saham jangka panjang karena keberadaan common factor

ABSTRACT
Researcher explain correlation between Monetary Policy and Development of Stock Market in period 1996-2015. Monetary policy were represented by short term interest rate and exchange rate to US Dollar. Stock Market is represented by stock return. It is quantitative research which used OLS Regression, SUR, and Panel Regression Method. The result suggest that monetary policy could affects development of stock market. It is different for each country. Using OLS and SUR, short term interets have negative correlation to return, and exchange rate have positive correlation to return. While using Panel, short term interest have significant correlation in G7 member and Emerging Market. But exchange rate only significant in Emerging Market. The most important is, SUR provide information that there are common factors which affect the global return so that returns moves together. Monetary policy is not effective influence stock market because there are common factor inside."
2016
S62914
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvianita Timotius
"Pulau Rambut adalah salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Sejak tahun 1937 telah berfungsi sebagai area konservasi yaitu cagar alam. Terhitung Mei 1999 statusnya diubah menjadi suaka marga pulau Rambut melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 275/Kpts-II/1999.
Baik sebagai cagar alam maupun suaka margasatwa, fungsi perlindungan dijalankan dengan pertimbangan utama adalah melindungi burung-burung yang tinggal di pulau tersebut. Pulau ini mendukung lebih dari 50 jenis burung, baik burung merandai maupun burung-burung lain. Beberapa jenis burung di antaranya masuk dalam kategori satwa yang dilindungi serta ada pula yang masuk dalam satwa yang terancam punah.
Salah satu pertimbangan penurunan status adalah pengembangan P. Rambut untuk wisata. Untuk mengelola pulau dari status cagar alam (sangat ketat) ke suaka margasatwa (menjadi lebih terbuka) berarti dibutuhkan pengelolaan yang tepat. Dengan fungsi yang besar namun berbagai kendala yang dihadapi dibutuhkan keterlibatan banyak pihak serta pengelolaan yang mempertimbangkan berbagai kendala tersebut. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta sebagai pihak yang berkewajiban membuat rencana pengelolaan, belum menetapkan rencana pengelolaan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pihak (pelaku) yang terkait dengan P. Rambut, menganalisis skenario masa depan pulau yang diinginkan para pelaku, mengidentifikasi permasalahan dalam pencapaian masa depan, serta menetapkan prioritas kebijakan yang harus dibuat dan dijalankan untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya mengajukan secara garis besar usulan pengelolaan P. Rambut.
Penelitian ini menggunakan proses hirarki analisis sejak tahap awal berupa identifikasi pelaku hingga tahap penentuan prioritas kebijakan. Data diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Kuesioner terbagi dalam dua tahapan (proses depan dan proses balik) yang disebar kepada lima kelompok responden yaitu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, masyarakat, dan swasta.
Skenario atau masa depan P. Rambut diajukan dalam tiga alternatif, yaitu:
1. Perlindungan burung merandai serta menjalankan wisata dengan pengelolaan pengunjung. Wisata dijalankan dengan melibatkan masyarakat di sekitar pulau sehingga diharapkan masyarakat juga ikut terlibat dalam pengelolaan P. Rambut. Masyarakat yang dimaksud adalah yang ada di P. Untung Jawa, Jakarta serta di Tanjung Pasir, Tangerang.
2. Perlindungan burung merandai serta menjalankan wisata tanpa pengelolaan pengunjung. Wisata dijalankan tanpa pengelolaan dengan pertimbangan meningkatkan pendapatan pemerintah secara maksimal. Selain itu, pengunjung yang datang ke pulau selama ini relatif tidak banyak sehingga dianggap tidak mengganggu kehidupan burung.
3. Perlindungan burung merandai tanpa menjalankan wisata. Dengan status suaka margasatwa maka campur tangan dalam pembinaan habitat diperkenankan. Dengan tujuan hanya melindungi burung, serta menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan maka wisata sama sekali ditiadakan.
Analisis menghasilkan prioritas pertama pada skenario 1 yaitu perlindungan burung serta menjalankan wisata. Dalam skala 0-1, skenario ini mempunyai skor 0,621, hampir tiga kali lebih besar dari skenario 3 yang menempati prioritas kedua dengan skor 0,261. Skenario perlindungan tanpa pengelolaan pengunjung hanya memiliki skor 0,118. Skenario 1 menempati prioritas pertama kali di masa yang akan datang akan lebih baik bila masyarakat terlibat langsung. Keterlibatan masyarakat dapat terjadi bila masyarakat mendapatkan nilai lebih dari konservasi itu. Salah satu upaya untuk memberi nilai lebih itu adalah dengan wisata.
Dalam pengelolaan P. Rambut, pihak dengan kepentingan paling besar adalah pemerintah (0,278), diikuti oleh masyarakat P. Untung Jawa dan Tanjung Pasir (0,229). Sesuai dengan alasan yang dikemukakan dalam penentuan skenario, para pelaku menilai di masa depan masyarakat di sekitar Pulau Rambut yang sebaiknya memiliki peran paling besar dalam pengelolaan selain pemerintah. Pelaku berikutnya berturut-turut adalah perguruan tinggi, LSM, pengunjung, dan terakhir swasta.
Kendala yang harus diselesaikan dalam mencapai skenario pilihan meliputi kendala dari luar pulau, kendala dari dalam pulau, dan kendala pengelolaan. Kendala dari luar berupa (1) pencemaran, (2) berkurangnya area pakan, serta (3) gangguan dari pengunjung. Kendala dari dalam pulau adalah kerusakan hutan serta predator-kompetitor. Kendala pengelolaan terdiri dari (1) minimnya sarana, (2) kesadaran/kepedulian masyarakat yang rendah tentang pentingnya P. Rambut, serta (3) pengelola.
Para pelaku menilai permasalahan utama adalah kerusakan hutan (0,192). Pulau Rambut, tepatnya hutan mangrove dan hutan campuran, adalah habitat serta tempat berbiak burung-burung merandai. Kerusakan hutan (yang kini makin meluas) berarti kehilangan tempat tinggal terutama breeding site maka dikhawatirkan mengancam burung-burung di pulau tersebut. Permasalahan berikutnya adalah pencemaran (0,181), penurunan luas area pakan (0,175), rendahnya kepedulian masyarakat (0,143), pengelola (0,110), gangguan oleh pengunjung (0,094), minimnya sarana (0,063), dan terakhir predator kompetitor (0,043).
Dalam mengatasi berbagai kendala tersebut di atas, terdapat delapan kebijakan yang perlu dibuat dan diterapkan. Analisis menghasilkan dua kebijakan sebagai prioritas pertama dalam melakukan pengelolaan pulau adalah peningkatan kesadaran masyarakat (0,180) dan rehabilitasi hutan (0,176). Keduanya berkaitan dengan upaya mencegah pencemaran serta upaya rehabilitasi hutan. Kebijakan berikutnya adalah pemberdayaan masyarakat (0,149), penyediaan area pakan (0,117), pembentukan forum kerja sama (0,111), monitoring (0,097), peraturan pengunjung (0,085), dan pembuatan sarana (0,085).
Sesuai dengan skenario masa depan P. Rambut yang diharapkan, maka diajukan pengelolaan berupa melindungi burung merandai dengan wisata pengamatan burung. Untuk menjalankan perlindungan bagi burung serta menjalankan wisata maka diperlukan rencana pengelolaan (RP) yang mencakup aspek-aspek teknis. Rencana pengelolaan sebaiknya dibuat secara bersama oleh pihak-pihak terkait. Berarti pemerintah selaku institusi yang bertugas menyusun RP, harus melibatkan pihak-pihak tersebut sejak tahap awal hingga RP selesai. Pelibatan pihak terkait juga harus dilakukan ada dalam keseluruhan rangkaian pengelolaan.
Kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Terdapat lima kelompok pelaku yang terkait dengan P. Rambut yaitu (1) pemerintah, (2) masyarakat [Tanjung Pasir, Tangerang dan P. Untung Jawa, Jakarta], (3) perguruan tinggi, (4) LSM, dan (5) swasta, secara berurutan menurut prioritas.
2. Para pelaku kebijakan mengharapkan di masa akan datang Pulau Rambut dapat dikelola dengan mempertahankan populasi burung merandai agar relatif stabil dengan kondisi saat ini serta menjalankan wisata dengan menerapkan peraturan kunjungan dan pengunjung.
3. Terdapat delapan kendala yang harus diatasi untuk mencapai masa depan P. Rambut yang diharapkan. Kedelapan kendala tersebut secara berurutan dari prioritas tinggi ke rendah adalah menurunnya luasan hutan habitat burung merandai, pencemaran dari teluk Jakarta, menurunnya area pakan burung merandai, rendahnya kepedulian masyarakat, pihak yang sebaiknya menjadi pengelola, gangguan pengunjung, minimnya sarana, serta predator kompetitor.
4. Kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah meliputi 8 kebijakan. Skala prioritas adalah (1) peningkatan kesadaran masyarakat, (2) rehabilitasi hutan, (3) pemberdayaan masyarakat, (4) mempertahankan/menyediakan area pakan burung, (5) pembentukan forum kerjasama antar pihak terkait, (6) monitoring flora dan fauna, (7) Pengaturan kunjungan dan pengunjung, dan (8) penyediaan sarana.
5. Dalam upaya mempertahankan fungsi dan keberadaan Suaka Margasatwa P. Rambut, serta diperkenankannya wisata alam terbatas, maka pengelolaan yang sesuai adalah menjalankan kebijakan berdasar prioritas pilihan pelaku kebijakan serta wisata pengamatan burung.
Dari penelitian ini, saran yang diajukan adalah:
1. Pemerintah perlu melibatkan pihak-pihak terkait sejak tahap perencanaan, implementasi pengelolaan, dan evaluasi pengelolaan.
2. Membuat Rencana Pengelolaan P. Rambut, kemudian ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan agar memiliki kekuatan hukum.
3. Untuk menjalankan pengelolaan secara umum serta secara khusus pengembangan wisata pengamatan burung diperlukan kajian lebih lanjut untuk mendapatkan hal-hal teknis penerapan wisata.
4. Karena lingkup penelitian yang luas, maka studi dengan penerapan proses hirarki analisis perlu dibuat lebih lanjut hingga ke hal-hal teknis.

Rambut Island is one of Thousand islands, North Jakarta. It had been a Strict Nature Reserve since 1937. In May 1999 it has been changed to a Wildlife Sanctury based on Forestry and Aesthetic Crop Ministry Decree No 275/Kpts-II/1999.
Both as nature reserve or wildlife sanctuary, the main role of this island is to protect birds that live in. The island supports more than 50 species of birds, encompasses water bird and others. Some of them are categorized as protected animals based on Indonesian law and others as endangered species.
One consideration for the changing status was the idea to develop Rambut Island for tourism as well as conservation. it needs good management to manage the island from nature reserve (which is very strict in rule) to wildlife sanctuary that is more open. Rambut Island plays a big function; as a nesting site and a breeding site for birds, but also faces numerous problems. In order to manage the island along with those problems, many stakeholders are needed to take a part. Furthermore those problems become the main focus of the management plan. BKSDA Jakarta is the government's institution in charge and has a role to make the management plan. There is no management plan established so far.
The aims of this research are as follows
1. Identifying stakeholders/actors who are related to Rambut Island,
2. Analyzing future scenarios that are chosen by actors,
3. Identifying the problems in order to achieve the scenario,
4. Determining the policy priorities needed then carrying them out to solve problems
5. Proposing the outline of Rambut island wildlife sanctuary management plan.
This research uses analytical hierarchy process from first step (identification of the actors) until determination the policy priorities. Data were collected using questionnaire. The questionnaires were divided into two steps (forward scenario and backward scenario) and distributed into five groups of respondents. They were government, non government organization (NGO), university, community and private sector.
The following are the forward scenarios of Rambut Island:
1. Protecting water bird, carrying out the tourism and applying regulations for visiting. The tourism is carried out by involving community near the island, so that it becomes a part of the management for protecting the birds. The community encompasses people live in Untung Jawa Island, Jakarta and Tanjung Pasir, Tangerang.
2. Protecting water bird, carrying out the tourism without applying regulations for visiting. The scenario is offered in order to maximize the local income from tourism. The other reason is the number of visitors still low and has not disturbed bird activities.
3. Protecting water bird with no tourism activity. The opportunity for habitat management in wildlife sanctuary gives a better circumstance to full protection for birds and its habitat. Without tourism activity, any disturbance or damage could also be minimized.
Result of analysis shows the first priority is on scenario 1 i.e. protecting water bird and running the tourism activity. In scale of one, the score is 0,621. The second priority is scenario 3 with 0,261 and the last with score 0,118 is scenario 2. The first scenario has the highest score because the conservation also has to consider giving value for community, and one way to do that is the tourism activity.
The actor who has the biggest part for management of Rambut Island is the government (score 0,278), followed by Untung Jawa and Tanjung Pasir communities (0,229). In the future, the communities as well as the government should act as the main actors in management of Rambut Island. The subsequent actors are university, NGO, tourist and private sector, in respectively.
The problems which have to be solved cover the ones come from out of the island, inside the island, and management problem. The problems from out of the island are (1) pollution from Jakarta Bay, (2) decreasing size of feeding ground and (3) disturbance from visitors. The inside problems are (1) forest degradation and (2) predator-competitor. The management problems are (1) poor facilities, (2) lack of community awareness on important values of Rambut Island and (3) institutional problem.
The actors define that the main problem is forest degradation (0,192). It is due to the fact that the forest supports birds with nesting site and breeding site. The degradation threatens the life of birds which use the forest. The next problems priorities are pollution from Jakarta (0,181), followed by decreasing size of feeding ground (0,175), lack of community awareness (0,143), institutional problem (0,110), disturbance from visitors (0,094), poor facilities (0,063), and the last is predator-competitor (0,043).
The implementation of eight policies is needed as part of management of Rambut Island. The following are the priority given respectively, increasing public awareness (0,180), rehabilitating the forest (0,176), developing capacity of community (0,149), preserving or adding the feeding ground (0,117), making cooperation forum between stakeholders (0,111), monitoring biota (0,097), Appling rules for visitation (0,085) and developing facilities (0,085).
According to future scenario for Rambut Island, the ideal management is to protect birds and also to run bird watching activity as tourism part. A management plan should be made and applied, in order to synchronize both activities. The management plan itself, is better made together by stakeholders. This means the government as institution who has the authority to carry out the plan, ideally involves stakeholders from the beginning until the final process of management planning. All related stakeholders are involved in all of the management process.
The following are the conclusions of this study:
1. Five groups of stakeholders are involved in Rambut Island. They are government, local community, university, NGOs and private sector, respectively based on priority.
2. Future scenario chosen by all actors is protecting water bird and keeping the population stable with nowadays condition, also running tourism activity by applying visiting rules.
3. There are eight problems have to be solved in order to achieve the future scenario. In priority order are firstly: forest degradation, pollution from Jakarta, decreasing size of feeding area, lack of community awareness, institutional problem, disturbance from visitors, poor facilities, and lastly: predator - competitor.
4. There are eight policies needed to be implemented as part of management of Rambut Island. The priority given respectively to: increase public awareness, rehabilitate the forest, built capacity of community, preserve or add the feeding ground area, make cooperation forum between stakeholders, monitor biota, apply rules for the visiting and develop the facilities.
5. To keep the function and availability of Rambut island wildlife sanctuary, and also allow limited tourism, the appropriate management is to do policies based on actors choices and run bird watching activity.
The suggestions of this study are as follows:
1. Government should involve related stakeholders from the first step of planning, implementation and evaluation of the management process.
2. Government together with stakeholders makes the Management Planning for Rambut Island and bring it as a law.
3. Specific study on technical aspects of tourism is needed for implementing the overall management, especially bird watching activity.
4. This study is a big issue; there for a deep analytical hierarchy process study is needed, i.e. looking into technical aspects.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T9395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahri Cheira Noor
"[Tesis ini berfokus pada pemilihan prioritas kebijakan pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya mineral dan batubara, dengan menggunakan pendekatan analisis AHP. Penelitian ini melihat penilaian stakeholder atas hirarki permasalahan yang disusun dengan menggunakan metode AHP dan menentukan kebijakan yang tepat untuk dijadikan sebagai prioritas kebijakan penanganan
pengelolaan piutang PNBP SDA Minerba yang didasarkan atas pandangan dan preferensi para penilai yang diasumsikan sebagai “the experts”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi Kementerian ESDM, Pelaku Usaha, dan pihak terkait lainnya terutama dalam upaya penyelesaian permasalahan dalam pengelolaan piutang PNBP SDA Minerba. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan pendekatan Analitycal Hierarchy Process (AHP), penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan yang harus diprioritaskan adalah pembangunan perangkat produk hukum penunjang pengelolaan piutang PNBP SDA Minerba dengan bobot penilaian sebesar 0,242. Kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan merumuskan peraturan setingkat Menteri tentang tata cara pemungutan, penagihan, pembayaran dan penyetoran PNBP sektor pertambangan mineral dan batubara;This thesis focuses on the selection of the management policy priority of non-tax revenues mineral resources and coal , using AHP analysis approach . The
research looked stakeholder assessment on the hierarchy of the problems which have been prepared using AHP and determine the appropriate policies to serve as a policy priority handling receivable management PNBP Mining natural resources based on the views and preferences of the evaluators assumed as "the experts". The result of this research is expected to be used as contribution to the Ministry of
Energy and Mineral Resources, business communities, and other stakeholders, especially in solving the problems of receivable management of non-tax revenues Natural Resources Mineral and Coal.
Based on the analysis using the approach of Analytical Hierarchy Process (AHP), This study concluded that the policies that should be prioritized is the development of a legal product supporting the receivable management of non-tax revenues of Natural Resources Mineral and Coal with a weight rating of 0.242. The policy can be done by formulating the ministerial level regulation on procedures for collecting, billing, payment and remittance PNBP mineral and coal
mining sector., This thesis focuses on the selection of the management policy priority of
non-tax revenues mineral resources and coal , using AHP analysis approach . The
research looked stakeholder assessment on the hierarchy of the problems which
have been prepared using AHP and determine the appropriate policies to serve as
a policy priority handling receivable management PNBP Mining natural resources
based on the views and preferences of the evaluators assumed as "the experts".
The result of this research is expected to be used as contribution to the Ministry of
Energy and Mineral Resources, business communities, and other stakeholders,
especially in solving the problems of receivable management of non-tax revenues
Natural Resources Mineral and Coal.
Based on the analysis using the approach of Analytical Hierarchy Process
(AHP), This study concluded that the policies that should be prioritized is the
development of a legal product supporting the receivable management of non-tax
revenues of Natural Resources Mineral and Coal with a weight rating of 0.242.
The policy can be done by formulating the ministerial level regulation on
procedures for collecting, billing, payment and remittance PNBP mineral and coal
mining sector.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>