Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88072 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahma Dini Warastuti
"Klausa relatif merupakan klausa subordinatif yang berfungsi mewatasi fungsi sintaksis tertentu dalam suatu kalimat. Fungsi sintaksisi ini dapat berupa subjek, predikal, objek, keterangan maupun pelengkap. karena berfungsi sebagai pewatas, maka klausa ini sering sekali muncul di dalam kalimat majemuk bertingkat. Untuk mewujudkan terjemahan klausa relatif yang sepadan, yaitu terjemahan yang dipahami oleh pembaca BSa seperti pembaca BSu memahami klausa relatif BSu, terdapat beberapa prosedur penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah, misalnya tranposisi, modulasi dan pemdananberkonteks. Terdapat 140 klausa relatif yang diambiI secara random dari buku yang berjudul Culture and imperialism yang ditulis oleh Edward W. Said pada tahun 1994 beserta terjemahannya. Buku terjemahannya berjudul Kebudayaon dan Kekuasaan oleh Rahmani Astuti pada tahun 1995. Data ini dianalisis melalui beberapa tahap yaitu analisis perilaku sintaksis konstituen induk yang berkonstruksi dengan klausa relatif dalam tataran kalimat, analisis kesepadanan, untuk mengetahui sepadan atau tidaknya TSa sebagai terjemahan TSu, analisis gramatikal yang dilakukan untuk mengetahui terjadinya pergeseran struktur gramatikal dalam TSa sebagai terjemahan TSu dan analisis semantis TSa sebagai terjemahan Tsu; analisis ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya pergeseran sernantis dalam TSa sebagai terjemahan TSu. Karena pada akhirnya terjemahan akan dinilai, maka peneliti terlebih dahulu menentukan syarat minimal suatu terjemahan dapat dinilai yaitu memiliki padanan makna referensial. Temuan penelitian menunjukkan bahwa seluruh data memenuhi syarat minimal walaupun data yang berupa terjemahan tersebut terasa kaku dan kurang wajar karena masih terikat dengan bentuk. Pada dasarnya, menganalisis klausa relatif tidak dapat lepas dari analisis konstituen konstituen induk yang diwatasinya. Dengan demikian, analisis dimulai dari analisis perilaku sintaksis konstituen induk yang berkonstruksi dengan klausa relatif tersebut. Berdasarkan hasil analisis, ditemukan konstituen induk yang mengisi satuan fungsional subjek, objek, keterangan dan pelengkap, sedangkan konstituen induk pengisi satuan fungsional predikat tidak ditemukan. Penelitian ini juga menemukan bahwa klausa relatif dapat mewatasi 1 klausa. Klausa ini berjumlah empat. Karena berupa klausa, maka klausa ini tidak menduduki satuan fungsional apa pun.

A relative clause is a subordinate clause, which functions to modify certain syntactic function in a sentence. This syntactic function can be in the form of subject, predicate, object, adverb, as well as complement. The clause often occurs in a complex compound sentence because of its functions as modifier. There are several procedures implemented by the translator, such as translations, modulation, and contextual equivalence to create a translation of the relative clause equal, a translation by which the target language readers understand the relative clause translated as the source language readers understand it. There were 140 relative clauses taken randomly from a book entitled Culture anal Imperialism which was written by Edward W. Said in 1994 and its translation entitled Kebudayaan dan Kekuasaan which was written by Rahmani Astuti in 1995. The data was analyzed with several stages. These stages were the syntactic analysis of main constituent, which constructed with relative clause in a sentence; the equivalent analysis was to know whether or not the target language text was equal to the source language text; the grammatical analysis was done to know structural and grammatical shifts; and semantic analysis to know any semantic shifts. The researcher firstly decided the minimum requirements for a translation to be graded, in which it has referential meaning equivalence because the final aims of this research was to grade the translation. The research finding was that all data fulfilled the minimum requirement although the translation seemed right and not natural. Basically, analyzing relative clause could not be separated from analyzing main constituent which modify them. Thus, the analysis was started from syntactic analysis of main constituent which constructed with that relative clause. Based on the analysis results, most of main constituents filled functional units of subject, object, adverb, and complement and none of main constituent filled functional unit of predicate. This research found that a relative clause could modify a clause. There were four types of clause, These kinds of clause could not occupy any units because they were only clauses."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukirah Kustaryo
"Penelitian saya ini berlandaskan pada teori tentang penerjemahan karya para pakar penerjemahan, yaitu: Catford (1965), Nida dan Taber (1974), Chuquet dan Paillard (1987), Newmark (1988), Larson (1989), Hoed (1992), Hoed et al. (1993), dan Machali (1998). Teori mereka tentang penerjemahan telah memberi pengetahuan yang sangat berguna dan sangat saya butuhkan dalam penulisan tesis ini.
Penerjemahan adalah upaya untuk mengungkapkan pesan yang ada dalam BSu dalam BSa. Pengungkapan kembali itu dilakukan dengan menggunakan padanan yang wajar dan terdekat (Nida dan Taber 1974:1). Padanan adalah unsur bahasa sasaran yang mengandung pesan yang sama dengan unsur bahasa sumber. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa sepadan tidak berarti sama benar. Kesepadanan adalah keserupaan yang diterima, baik oleh penerima bahasa sumber maupun oleh penerima bahasa sasaran. Jadi, kesepadanan harus diukur dengan makna unsur bahasa yang besangkutan dan dengan pemahaman suatu penerjemahan oleh penerimanya. Penerjemahan juga harus ditempatkan dalam konteks komunikasi, khususnya komunikasi kebahasaan (Hoed et.al. 1993). Penerjemah harus memperhatikan tujuannya apa, siapa pembacanya, dan ragam bahasa apa yang digunakan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan padanan verba be bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia; (1) verba be sebagai verba penghubung (linking verb), (2) sebagai verba bantu (auxiliary) bentuk progresif (3) sebagai verba bantu (auxiliary), dan (4) sebagai verba eksistensial (existential verb).
Data yang dipilih dalam penelitian ini diangkat dari novel A Farewell to Arms (FA) karya Ernest Hemingway (1939) dengan terjemahannya Pertempuran Penghabisan (PP) oleh Toto Sudarto Bakhtiar (1997) dan karya ilmiah Discourse Analysis (DA) karya Brown et.al. (1993) dengan terjemahannya Analisis Wacana (AW) oleh I. Soetikno (1996).
Dalam penelitian ini digunakan empat tahap analisis, yaitu (1) analisis probabilitas perpadanan tak berkondisi, (2) analisis probabilitas perpadanan berkondisi, (3) analisis pergeseran graznatikal atau transposisi, (4) analisis pergeseran makna atau modulasi.
Hasil analisis probabilitas perpadanan tak berkondisi verba be mempunyai sembilan padanan dalam bahasa Indonesia, yaitu padanan zero 34.90 %, padanan ada 17.30 %, padanan adalah 6.29 %, padanan merupakan 1.26 %, padanan verba berprefiks di- 22.33 %, padanan verba berprefiks ter- 7.23 %, padanan sedang 4,72 %, padanan sudah 4.40 %, dan padanan akan 1.57 %.
Hasil analisis probabilitas perpadanan berkondisi verba be sebagai verba penghubung (linking verb) menunjukkan adanya delapan padanan, padanan zero 72.42 %, padanan ada 5.17 %, padanan adalah 17.24 %, padanan merupakan 3.45 %, padanan sedang 0.86 %, padanan sudah 4.31 %, dan padanan akan 0.86 %.
Hasil analisis probabilitas perpadanan berkondisi verba be sebagai verba bantu (auxiliary) bentuk progresif menunjukkan adanya enam padanan. Padanan zero 46.27 %, padanan verba berprefiks di- 11.94 %, padanan verba berprefiks ter-2.98 %, padanan sedang 22.39 %, padanan sudah 10.45 %, dan padanan akan 5.97 %.
Hasil analisis probabilitas perpadanan berkondisi verba be sebagai verba bantu (auxiliary) bentuk pasif menunjukkan adanya tiga padanan. Padanan verba berprefiks di- sangat menonjol, yaitu 84.72 % atau di atas 50 %, padanan verba berprefiks ter-12.5 %, dan padanan sudah 2.78 %.
Hasil analisis probabilitas perpadanan berkondisi verba be sebagai verba eksistensial (existential verb) menunjukkan adanya empat padanan. Padanan zero 4,76 %, padanan ada 77.78 %, padanan verba berprefiks di- 3.17 %, dan padanan verba berprefiks ter- 14.29 %.
Hasil analisis pergeseran gramatikal atau transposisi menunjukkan adanya pergeseran yang sangat beragam. Pergeseran yang banyak terjadi adalah pergeseran kelas kata, yaitu pergeseran padanan verba be ke padanan zero, ke padanan verba berprefiks di-, dan ke padanan verba berprefiks ter-. Pergeseran tataran yang ditemukan meliputi perubahan dari tataran gramatikal yaitu verba penghubung dan verba bantu progresifke tataran leksikal sedang, telah, dan akan.
Hasil analisis pergeseran makna atau modulasi menunjukkan adanya beberapa modulasi, yaitu modulasi metonimi, modulasi metaforis, modulasi penegasian, modulasi pemasifan, dan modulasi bebas.

This research is based on the translation theory written by translation experts. They are Catford (1965), Nida and Taber (1974), Chuquet and Paillard (1987), Newmark (1988), Larson (1989), Hoed (1992), Hoed et al. (1993), and Machali (1998). I need their theories badly because they have given me a lot of knowledge on translation for my thesis.
Translation is an attempt to express message found in the source language into the target language. This translation is done by using the nature and the closest equivalent (Nida and Taber 1974:1). Equivalent is the element of the target language having the same message as the source language. But equivalent is not the same. Equivalence means the similarity that is received by the source language and those of the target language receiver. Equivalence must be measured by the meaning of the language element itself and by the receiver understanding on the translation. Translation must be placed in the communication context, especially linguistic communication (Hoed et al. 1993). The translator must determine the goal, the receiver, and the register he uses for their translation.
The aim of my research is to describe the equivalent of the English verb be in Indonesian; (1) be as linking verb, (2) as auxiliary of progressive form, (3) as auxiliary of passive form, and (4) as existential verb.
The data chosen in this research is taken from an English novel A Farewell to Arms (FA) written by Ernest Hemingway (1939), which is translated into Pertempuran Penghabisan by Toto Sudarto Bachtiar (1997) and the scientific book Discourse Analysis (DA) written by Brown et al. (1993) which is translated into Artalisis Wacana (Alf) by I. Soetikno (1996).
This research uses four analysis step, they are (1) unconditional equivalence probability, (2) condition equivalence probability, (3) transposition, and (4) modulation.
In unconditioned probability I find that be has nine equivalents in Indonesian, zero 34.90 %, ada 17.30 %, adalah 6.29 %, merupakan 1.26 %, prefix di- 22.33 %, prefix ter- 7.23 %, sedang 4.72 %, sudah 4.40 %, akan 1.57 %.
In conditioned probability I find that be as linking verb has eight equivalents; zero 72.42 %, ada 5.17 %, adalah 17.24 %, merupakan 3.45 %, sedang 0.86 % sudah 4.31 %, akan 0.86 %.
In conditioned probability I find that be as auxiliary of progressive form has six equivalents. They are, zero 46.27 %, verb having prefix di-11.94 %, verb having prefix ter- 2.98 %, sedang 22.39 %, akan 5.97 %.
In conditioned probability I find that be as auxiliary of passive voice has three equivalents. They are, verb having prefix di- 84.72 %, verb having prefix ter- 12.5 %, sudah 2.78 %.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T3682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apipudin
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Apipudin
"ABSTRAK
Relative clause (KR) in Arabic Language is an additional constituent describing a nominal head (FN hulu) in sentences. Its location in sentences is always behind the nominal head. Between the nominal head and the relative clause, there is a relative pronoun (PR), which relates both of them. The arrangement is like this: nominal head + relative pronoun + relative clause (FN hulu + PR + KR).
In Arabic, relative clause acts like an adjective. There are two reasons that show that relative clause function like an adjective. First, relative pronoun must concord with the nominal head in number, case, and gender. Second, a pronoun that is co-referential with nominal head must appear in the relative clause.
In the Arabic language, there are three things have to be concerned. First, the location of the nominal head is always before the relative pronoun and the relative clause. Second, relative pronoun always appears if the nominal head is a definite noun, and disappears after an indefinite nominal head. Third, the relative pronoun man will appear if the nominal head syahsurr `someone' is deleted, and the relative pronoun ma will appear if the nominal head syai'un `something' is deleted.
"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya F. Suratmas
"Berdasarkan hasil analisis pada bab terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mendapatkan terjemahan yang baik, KGR BSu tidak selalu harus diterjemahkan menjadi KGR juga dalam BSa. Struktur kalimat BSu dapat dipakai dalam BSa dengan tidak menimbulkan ketidakwajaran atau kekakuan. Jenis KGR yang terdapat dalam kelompok ini ialah who, which, dan that, yang mempunyai peran subjektif dalam klausa relatif; which yang mempunyai peran objektif dalam klausa relative yang kata kerjanya berbentuk pasif; where; dan KGR dengan konstruksi preposisi + KGR yang dapat disamakan dengan KGR where karena menunjukkan tempat juga. Who, which dan that diterjemahkan menjadi KGR yang, sedangkan where dan preposisi + KGR, yang dapat disamakan dengan KGR where, diterjemahkan menjadi KGR di mana atau tempat_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S14223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moeharti Soesani Moeimam
"Teori dari Keenan dan Comrie (1977), hierarki keterjangkauan/HT (accessibility hierarchy), digunakan sebagai ancangan awal untuk tin¬jauan perbandingan antara klausa relatif bahasa Belanda dan bahasa Indonesia berdasarkan pertimbangan bahwa teori ini pernah diterapkan oleh Keenan dan Comrie pada pembahasan baik klausa relatif dari bahasa Indo Eropa (misaInya bahasa Jerman) maupun klausa relatif dart bahasa Austronesia (misalnya bahasa Batak Toba). Hierarki keterjang¬kauan adalah suatu teori yang memperlihatkan adanya hierarki, sebagai ciri utama dari kaidah berimplikasi, dari posisi-posisi frasa nominal. Posisi frasa nominal itu didasarkan pada fungsi dari suatu konstituen (dalam hal ini: penghubung) yang koreferensial dengan konstituen in¬duk (dalam hal anteseden) dalam klausa relatif. Apabila dalam suatu bahasa terdapat suatu bentuk klausa relatif, berarti terdapat penggunaan P (berkoreferensi dengan anteseden) dengan fungsi tertentu dalam klausa relatif yang sejajar dengan posisi frasa nominal dalam HT.
Hasil penerapan HT pada klausa relatif bahasa Belanda menunjukkan ketaatan bahasa itu terhadap kaidah berimplikasi dari HT. Penentuan posisi frasa nominal yang didasarkan pada fungsi penghubung dalam klausa relatif dengan mudah dapat dilakukan. Berbeda dengan bahasa Belanda, penerapan HT pada bahasa Indonesia mengalami hambatan. Fungsi penghubung dalam klausa relatif bahasa Indonesia perlu lebih dahulu di. identifikasikan. Berdasarkan pengidentifikasian tersebut, terlihat bahwa di dalam bahasa Indonesia pembedaan antara OL dan OTL, seperti dalam bahasa Belanda, tidak relevan. Dengan pembedaan antara OL dan OTL tidak relevan, berarti teori HT (SU > OL > OTL KM >GEN OPEM) sebenarnya (Adak berlaku untuk bahasa Indonesia. Untuk itu, dalam penelitian ini, sesuai dengan keadaan bahasa Indonesia, disusun model teori lain dengan prinsip hierarki yang dipertahankan tetap se¬jajar dengan teori HT. Dalam model teori ini, posisi tidak lagi di¬dasarkan pada fungsi penghubung tetapi pada peran penghubung dalam klausa relatif, sehingga terbentuk model teori seperti berikut:"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
T39934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Muhadjir
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan memberikan gambaran tentang pemarkah prominensi--salah satu segi bahasa, yaitu seorang penulis berupaya menarik kesadaran pembaca terhadap beberapa ciri yang saling berlawanan--tematis tindakan baik dalam teks naratif bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa prorninensi tematis tindakan adalah istilah lain dari pelatardepanan--prominensi relatif dalam wacana yang menyimpang dari norma kebahasaan dan berlawanan dengan pelatarbelakangan, peristiwa yang termasuk dalam garis utama cerita adalah latar depan--dalam hal keduanya memfokuskan verba atau peristiwa utama yang berfungsi sebagai tulang punggung cerita.
Tesis ini juga bertujuan menganalisis realisasi kesepadanan terjemahan antara pemarkahan prorninensi tematis tindakan dalam teks naratif bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, karena kedua bahasa tersebut memiliki struktur dan sistem yang berbeda. Peneliti tesis ini ingin sekali mengetahui jenis kerespondensi formal dan pergeseran dalam terjemahan menurut kriteria gramatikal dan semantis. Dengan kata lain, apakah pergeseran terjadi secara gramatikal, semantis atau kedua-duanya.
Tesis ini, akhirnya, menyimpulkan bahwa kesepadanan terjemahan terjadi baik secara gramatikal maupun semantis; dan ternyata, pergeseran gramatikal lebih dominan daripada pergeseran semantis. Pada korespondensi formal terdapat korespondensi antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, sementara itu, dalam pergeseran struktural atau gramatikal terdapat pergeseran unit, struktur, kelas, dan intra sistem. Disimpulkan juga, bahwa pergeseran terjemahan pominensi tematis tindakan disebabkan oleh kenyataan bahwa bahasa Indonesia tidak memiliki sistem kala; tetapi sebaliknya, bahasa Indonesia memiliki baik sistem dan pemarkah keergartifan maupun ketransitifan.

This thesis aims at giving the description about the marker of the thematic prominence-aspects of language by which the writer chooses to draw the consciousness of the reader to some features in contrast to others-of events both in English and Indonesian narrative texts. This study will show that the thematic prominence of events is another terms of foregrounding-relative prominence in a discourse which deviates from a linguistics norm apposite of backgrounding, events belonging to the story line are foregrounded-, in that both focus on the verbs or main events which function as the backbone of the story.
This study also aims at analyzing the realization of the translation equivalent of the thematic prominence of events marking in English and Indonesian narrative text, since both languages have different structure and system. It is desirable to know the kinds of formal correspondences and tsranslation shifts in terms of grammatical and semantic criteria. In another word, whether the shift occurs grammatically or semantically or both of them.
This thesis, finally, concludes that translation equivalent occurs grammatically as well as semantically; however, the grammatical shifts are more dominant than the semantic ones. In the formal correspondence, there are equivalences between words and words as well as phrases and phrases, while in the structural or grammatical shifts there are shifts in unit, structure, class, and intra-system. To sum up, translation shifts are caused by the fact that Indonesian does not have the tense system; however, it has the ergative and the transitive markers.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1992
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tita Tirawati
"Skripsi ini membahas penerjemahan klausa relatif bahasa Jepang yang memakai bentuk aktif ke dalam bahasa Indonesia. Pada penerjemahan klausa relatif tersebut, bentuk aktifnya ada yang dipertahankan tetap dalam bentuk aktif dan ada pula yang disesuaikan menjadi bentuk pasif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila klausa relatif pada bahasa Jepang menggantikan nomina yang semula berfungsi sebagai subyek maka diterjemahkan tetap dalam bentuk aktif ke dalam bahasa Indonesia, dan apabila klausa relatif pada bahasa Jepang menggantikan nomina yang semula berfungsi sebagai obyek atau menunjukkan hubungan kepemilikan maka diterjemahkan menjadi bentuk pasif ke dalam bahasa Indonesia.

The focus of this study is the translation of relative clauses in Japanese that use an active voice, to Indonesian. In translating the active voice of the relative clauses, there are relative clauses that are translated to relative clauses with active voice, but there are also relative clauses that are translated to relative clauses with passive voice.
The result of this study showed that the relative clauses in Japanese with active voice could be translated to active voice if they replace nouns which previously functioned as subject. Meanwhile, the relative clauses in Japanese with active voice could be translated to passive voice if they replace nouns which previously functioned as object or showed possession."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S13990
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>