Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121154 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wahyuni Prabayanti
"The effective enforcement ofthe district autonomy regulations will influence all
sectors included health sector. Public health center as the point of spear that directly
provides health scmices to public, will be _inliuenced by that effect. Since the effective
enforcement of district autonomy, health financing depend on the district?s income and
the concem of the district government. Besides the health financing problems, health
sector is also faced with public demand of good services.
One way out altemative is application of self-financed public health center
concept which public health centers are given authority to manage their functional
revenue for filling their operational needs directly and to mobilize the potency of public
financing in order to increase their quality of services. Tebet public health center as one
ofthe self-financed public health centers in Jakarta is also faced with financing problem.
Being self-financed public health center, one of the efforts is price adjustment because
the prevailing prices have accorded to the reject pricing regulation which the prices of
the seitltinanced public health center are similar with the prices of the public health center that not a self-financed one. Price adjustment effort must consider unit cost and
ability to pay (ATP).
There are no reliable estimate of unit cost and rationale price at Tebet public
health center. So, the general objective of this study is to obtain the unit cost and the
rationale price of the basic health services at Tebct public health center.
The method used for cost analysis is the ?double distribution method" and the
results were used for price simulation in which ATP'is used to obtain rationale price.
The data was taken at 5 basic health services production units (BP, BPG, KB, KIA.,
Immunisation) in Tebet public health center fiom April until September 2000.
The results indicated that from the 5 production units analizecl, the normative
unit cost of BP is Rp.5.343, Dental Health Consultation is Rp.S_720, simple measures at
BPG is Rp.l0_364, complex measures at BPG is Rp.2l.l34, Family Planning is
Rp. 18.866, Mother and Children Care is R.p.7_018 and Immunization is Rp.4.628.
The rationale prices for _each production units when the ATP is considerated, are
as follow: BP production unit is Rp_7.000, Dental Health Consultation is Rp.7.000,
simple measures at BPG is Rp. R.p. 18.000, complex measures at BPG is Rp. Rp.25.000,
Family Planning is Rp.28.000, Mother and Children Care is Rp.8. 000, and
Immunization is only Rp.900, because immunization is one ofthe public goods.
With those results, it is Suggested for the public health center to ask about the
extent of the rationale price to decision maker and to carry out operational cost
eiiiciency. While the decision maker is suggested to adjust the price of self-finance
public health centers.

Abstract
Dengan diberlakukannya Undang-undang tentang otonomi daerah, maka akan
berdampak pada berbagai sektor termasuk sektor kesehatan. Puskesmas sebagai ujung
tombak yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat juga akan
merasakan dampak dari pelaksanaan otonomi daerah. Dengan pemberlakuan otonomi
daerah, pembiayaan kesehatan tergantung pada Pendapatan Asli Daerah dan ?concern?
Pemerintah Daerah terhadap sektor kesehatan. Disamping pemxasalahan-pembiayaan,
sektor kesehatan juga menghadapi tuntutan masyarakat akan pelayanan yang bermutu.
Salah satu alternatif jalan keluarnya adalah dengan menerapkan konsep
Puskesmas Swadanzg yaitug puskesmas diberi kewenangan untuk mengelola selumh
pendapatan fungsionalnya untuk keperluan opcrasional dan mengoptimalkan mobilisasi
potensi pembiayaan masyarakat dalam rangka mcningkatkan mulu pelayanan.
Puskesmas Kecamatan Tebet, sebagai salah satu Puskesmas Swadana di DKI Jakarta
juga menghadapi masalah pembiayaan Dalam upaya menjadi puskesmas yang mandiri,
maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penyesuaian tarif mengingat bahwa
tarif yang benlaku di Puskesmas Tcbet masih nmcnggunakan pola tadf lama yang sama
dengan puskesmas-puskesmas lain yang belum swadana. Upaya penyesuaian tarif hams
dilakukan dengan mempcrtimbangkzm biaya satuan dan kemampuan membayar
masyarakat (ATP) Permasalahan yang dihadapi adalah belum diketahuinya biaya satuan dan tarif
rasional di Puskcsmas Tebet. Dcngan dcmikian tujuan umum dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan gambaran mcngenai besarnya biaya saluan dan tarif rasional
pelayanan dasar di Puskesmas Tcbet.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskdptif analitik dengan
rancangan cross sectional. Metoda analisis biaya yang digunakan adalah double
distribution dan aplikasi ATP melalui simulasi tarif. Data diambil dari bulan April
sampai dengan September 2000 pada unit pelayanan dasar (BP, BPG, KB, KIA dan
lmunisasi) di Puskesrnas Tebct, data ATP dari SUSENAS tahun 1999.
Hasil pcnelitian menunjukkan bahwa dari 5 unit produksi pelayanan dasar yang
dianalisis biaya saman dan tarifrasionalnya didapatkan biaya satuan normatif di unit BP
sebesar Rp.5.343, pcmcriksaan di BPG sebesar Rp.5.'720, tindakan ringan di BPG
sebesar Rp_10.364, tindakan berat di BPG sebesar Rp.2l.l34, KB sebesar Rp.18_866,
KIA sebcsar Rp_7.018 Serta Imqrlisasi sebesar Rp.4.628.
Kcnaikan tarif dengan mempertimbangkan kemampuan membayar masyarakat
(ATP) yang direkomendasikan untuk BP adalah sebesar Rp.7.000, pcmcxiksaan gigi
Rp.7_O00, tarif tindakan ringan di BPG Rp.18.000, tarif tindakan berat di BPG
Rp.25;000, tarifKB Rp.2s_ooo, tarifKIA Rp.8.000, tariff lmunisasi tetap Rp.9oo karena
Imunisasi merupakan salah salu public goods.
Dengan hasil tersebut disarankml bagi puskesmas untuk mengusulkan kepada
pengambil keputusan tentang besamya tarif rasional di unit pelayanan dasar dan
melakukan efisiensi biaya opemsional_ Sedangkan bagi pengambil keputusan untuk
menetapkan tarif puskesmas terutama Puskesrnas Swadana sesuai dengan biaya satuan
dan kemampuan membayar masyarakan.
"
Universitas Indonesia, 2001
T5499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reniati
"Pelayanan kesehatan di Indonesia makin hari semakin berkembang dengan pesat, hal ini memberi dampak pads meningkatnya pembiayaan kesehatan Setelah texjadi krisis, beban pembiayaan itu menjadi semakin berat terutama disebabkan oleh infiasi yang sangat tinggi. Krisis ekonimi juga menambah behan biaya kesehatan yang berasal dari pemerintah karma pemerintah hams mensubsidi pelayanan kesehatan bagi pcnduduk miskin. Selain itu juga menyebabkan alokasi pembiayaan untuk kesehatan menjadi semakin minim. Dalam melaksanakan program pokok yang menjadi tugasnya, maka biaya
Puskesmas tems meningkat. Biaya yang tersedia sekarang, baik yang berasal dari Pusat, Propinsi dan Kabupatcn dirasakan semakin tidak mencukupi, disamping itu tuntutan masyarakal akan pelayanan kesehatan tems meningkat pula, Dikaitkan dengan persiapan otonomi daerah, tanggung jawab para pemimpin daerah khususnya
yang berkaitan dengan pembiayaan bidang kesehatan akan lebih besar, Kabupaten
Tangerang harus berupaya untuk memobilisasi dana masyarakat melalui upaya peningkatan pendapatan daui masyarakat untuk menutupi biaya pelayanannya. Penyesuaian tarif yang rasional merupakan salah satu altematif untuk mengatasi
beban biaya tersebut. Hal ini dimungkinkan asalkan scsuai dengan tingkat kemampuan membayar (ability ro pay) dan kemauan mcmbayar (willingnes to pay) masyarakat setempat.
Tarif pelayanau kesehatan di Kabupaten Tangerang perlu dilihat sebagai salah satu altematif unutk meningkatkan pendapatan Puskesmas guna memcukupi kebutuhan biaya operasional maupun pemeliharaannya dalam upaya memberikan pelayanan yang lebih bermutu. Namun demikian, dalam kebijakan sektor kesejahteraau (welfare policy), seyogyanya pelayanan yang bersifat public goods dibiayai bersama oleh masyarakat melalui tangan Pemerintah dalam bentuk subsidi yang berasal dari masyarakat sendiri. A Sampai saat ini belum diketahui besamya tarif rasional Puskesmas di Kabupaten Tangerang, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besamya biaya total produksi, biaya satuan aktual, biaya satuan normati besarnya revenue, dan besarnya cost recovery Puskesmas dan tentu saja diperolehnya
gambaran kemampuan membayar masyarakat di Kabupaten Tangerang dengan mempenimbangkan juga tarif pesaing setara sebagai dasar dalam melaksanakan penyesuaian tarif Penelitian ini dilaksanakan di Kahupaten Tangerang pada 4 Puskesmas yang diambil secara purposive dan diharapkan dapat mewakili 40 Puskesmas yang ada
yaitu di Puskesmas Balaraja, Puskesmas Sukadiri, Puskesmas Pamulang dan Puskesmas Dangdnng Analisis hiaya Puskesmas menggunakan data sekunder, yaitu data Puskesmas tahun 1999/2000 dan data kemampuan membayar masyarakat memakai data Susenas tahun 1999 berdasarkan kemampuan pengeluaran non esensial.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tarif yang sekarang berlaku di Semua unit produksi Puskesmas jauh di bawah biaya tuannya. Untuk biaya satuan di unit produksi dengan output yang heterogen dilakukan penghitungan Relative Value Unit HU/U). Cos! Recovely Rate Puskesmas Kabupaten Tangerang masih rendah dan semua unit produksi mengalami deiisit. CRR paling tinggi di unit produksi laboratozium Puskesmas Balaraja yaitu sebesar 48,1%. ATP Kabupaten Tangerang hasil Susenas tahun 1999 berdasarkan pcngeluaran non esensial (tembakau sirih) sebesar Rp.36,847,- dengan pengeluaran terendah Rp.l5.235,- dan tertinggi sebesar Rp.s5_24o,-
Hasil dari simulasi tarif dengan berdasarkan biaya satuan, kemampuan membayar masyarakat, Cos! Recovery Rate sorta mempertimbangkan tarif pesaing setara malta tarif yang diusulkan untuk tmit produksi Balai Pengobatan (BP) adalah sebesar Rp.5.000,- perkunjungan dengan 88,17 % masyarakat mampu membayar, sisanya sebanyak ll,83% termasuk kelompok tersingkir dan hams mendapat subsidi salah satunya adalah dengan pembelian kartu sehat. Untuk tarif lain di luar unit produksi BP hendalmya mengacu kepada biaya satuan yang telah dihitung dalam penelitian ini. Apabila akan diberlakukan tarif nmggal (seragarn) di semua Puskesmas Kabupaten Tangerang dengan subsidi sllang antar Puskesmas hendaknya didasari hasil analisis biaya masing-masing Puskesmas.

Health services in Indonesia is getting more and more developed rapidly and it
increases the health financing. After the crisis hit, the Enancing burden is getting
more and more unbearable due to the very high inflation. The economic crisis is also burdening the govemment on how to finance the health cost because the govemment has to subsidize the health services for the poor people. Besides it also minimizes the allocation of health cost. In implementing the main programs of their relevant tasks, PI-[Cs under go the increasing costs. The now available fluid, either from the Central, Provincial, and Regional Governments is felt more insuicient , mean while the society
demands on health services keep increasing as well. ln line with the Regional Autonomy preparation, the Regional leaders, specially those who are dealing with the health service financing are bearing greater responsibilities. Tangerang Regional Govemment has to try to mobilize the public iitnds for raising income collected fiom the society to cover their health services. The rational adjustment of tariif is an altemative solution to the cost biuiden. It is possible as long as it is considering the ability to pay adan willingness to pay. The tariff of health services in Tangerang Region should be viewed as one
altemative to increase the income of a PHC to cover the operational and maintenance costs so that it can give more quality services. However in the welfare policy , the public goods services should be financed collectively through the govemment subsidy collected liom the society it self Up to now the rational tariff for PHC in Tangerang is not known yet _
Therefore this research is carried out to find out the total production cost, actual unit cost, normative unit cost, the revenue amount, and recovery cost in a PHC. lt is also aimed at finding out the illustration of the paying power of Tangerang society by considering the competitors tariff as the basis of the tariff adjustment. This research is carried out in Tangerang District at 4 PHCS which have been
selected purposively and they are expected to represent 40 existing PHCs in Tangerang. The 4 PHCs were PHC Balaraja, PHC Sukadiri, PHC Pamulang and PHC Dangdang. PHC cost analysis uses the secondary data ie.1999/2000 PHCs and 1999 Susenas on non-essential eaqaenses. The analysis result shows that the existing tariff eH ective in all PHC production units is titr below the unit cost. For the unit cos in a production tmit with the heterogeneous output, the RVU was calculated. Tangerang District PHC cost recovery rate is still low and all production units suffer deficit. The highest CRR in It production unit is Balaraja PHC laboratorium with 48,1 %. The ATP of Tangerang
Region in 1999 msenas on non-essential elqaeoses is Rp 36.847, with the lowest expense ofllp 15.235 and the highest exp se is Rp 55.240. From the tariff simulation on unit cost, society paying power, CRR and considering the competitors? tari&, the suggested tarif for a production unit in a Clinic (BP) is Rp 5000.- per visit. With that 88, 17 % of the society can it and the rest 11,83 % cannot alford it so that they need to be subsidized. One way of
giving the subsidy is providing them with the health cards. Tariffs other than the
Clinic production unit should refer to the unit costs which have been calculated in this
research. 1999. We suggested that the price charged by The PHC was best levied regionally
in accordance to the group of society based on unit cost, affordability and acceptance
applicable to the patiens of each particular PHC. In the future, it is therefore
unavoidable thateach district could have more then otielevel of prices. References ; 47 (1983-200l)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T6139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudung Abdul Malik
"[ABSTRAK
Program BOK di Kabupaten Kuningan meningkatan dana operasional Puskesmas
tahun 2011 dan 2012 menjadi 2 kali lipat, tetapi hal tersebut tidak berbanding
positif dengan pencapaian cakupan indikator SPM bidang kesehatan. Ini
mengindikasikan bahwa implementasi program BOK di Puskesmas Kabupaten
Kuningan belum berjalan sesuai harapan. Tujuan penelitian ini untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan BOK di
Puskesmas Kabupaten Kuningan berdasarkan variabel kondisi lingkungan,
hubungan antar organisasi, sumber daya organisasi, serta karakteristik dan
kapabilitas instansi pelaksana. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan
dilakukan antara Bulan Maret?April 2013 berlokasi di 4 Puskesmas dan Dinas
Kesehatan dengan jumlah informan 23 orang. Pelaksanaan BOK di Kabupaten
Kuningan tahun 2011?2012 memberikan banyak manfaat kepada Puskesmas
khususnya operasional kegiatan preventif dan promotif. Tetapi ini tidak
berpengaruh positif terhadap pencapaian SPM bidang kesehatan. SPM cenderung
menurun dan item tidak mencapai target cenderung meningkat.

ABSTRACT
BOK programs in Kuningan District to improve operational funds of public
health centers in 2011 and 2012 to 2-fold, but it is not comparable positive with
the achievement coverage of health SPM indicators. This indicates that the
implementation of BOK programs in public health centers of Kuningan District
has not run as expected. The purpose of this study to analyze the factors that
influence implementation of the BOK policy in public health centers of Kuningan
District, based on variable environmental conditions, inter-organizational
relationships, organizational resources, as well as the characteristics and
capabilities of executing agencies. This study uses a qualitative method and
conducted between March-April 2013 and is located at 4 public health centers
with the Health Department informant number 23. Implementation of BOK
programs in Kuningan district in 2011-2012 provides many benefits to the public
health center especially operational to preventive and to promotive activities. But
this is not a positive influence on the achievement in health SPM. SPM tends to
decrease and the item does not reach the target is likely to increase.;BOK programs in Kuningan District to improve operational funds of public
health centers in 2011 and 2012 to 2-fold, but it is not comparable positive with
the achievement coverage of health SPM indicators. This indicates that the
implementation of BOK programs in public health centers of Kuningan District
has not run as expected. The purpose of this study to analyze the factors that
influence implementation of the BOK policy in public health centers of Kuningan
District, based on variable environmental conditions, inter-organizational
relationships, organizational resources, as well as the characteristics and
capabilities of executing agencies. This study uses a qualitative method and
conducted between March-April 2013 and is located at 4 public health centers
with the Health Department informant number 23. Implementation of BOK
programs in Kuningan district in 2011-2012 provides many benefits to the public
health center especially operational to preventive and to promotive activities. But
this is not a positive influence on the achievement in health SPM. SPM tends to
decrease and the item does not reach the target is likely to increase., BOK programs in Kuningan District to improve operational funds of public
health centers in 2011 and 2012 to 2-fold, but it is not comparable positive with
the achievement coverage of health SPM indicators. This indicates that the
implementation of BOK programs in public health centers of Kuningan District
has not run as expected. The purpose of this study to analyze the factors that
influence implementation of the BOK policy in public health centers of Kuningan
District, based on variable environmental conditions, inter-organizational
relationships, organizational resources, as well as the characteristics and
capabilities of executing agencies. This study uses a qualitative method and
conducted between March-April 2013 and is located at 4 public health centers
with the Health Department informant number 23. Implementation of BOK
programs in Kuningan district in 2011-2012 provides many benefits to the public
health center especially operational to preventive and to promotive activities. But
this is not a positive influence on the achievement in health SPM. SPM tends to
decrease and the item does not reach the target is likely to increase.]"
2013
T35708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Poerwaningsih
"Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 39 tahun, tepatnya berlaku sejak April 2000, 5 Puskesmas menjadi uji coba swadana. Swadana dalam arti puskesmas diberikan kewenangan mengelola langsung pendapatan yang bersumber retribusi, untuk membiayai kegiatan puskesmas.
Penelitian bersifat kuantitatif yang dilengkapi dengan kualitatif, dengan metadologi cros secsional. Unit analisa adalah puskesmas, mengunakan data sekunder dan data primer.
Hasil penelitian pendapatan tertinggi di Puskesmas Tebet Rp.599.896.350 dan terendah Puskesmas Tanah Abang Rp.208.500.200. Pendapatan Puskesmas Jatinegara Rp.436.140.400, Tambora Rp. 329.1599.800, dan Koja Rp. 241.481.968. Biaya terbanyak dikeluarkan Puskesmas Jatinegara Rp.378.572.203 dan terendah di Puskesmas Tanah abang Rp.170.017.805. Biaya Puskesmas Tebet 353.557.278, Tambora Rp.253.547.603, dan Koja Rp.200.097.144. Cast Recoverry rata-rata diatas 100%, tertinggi di Puskesmas Tebet 173,65% dan terendah Puskesmas Jatinegara 113,32%. Puskesmas Tambora 129,82%, Koja 120,68%, dan Tanah abang 122,63%. Kebijakan, dalam penentuan tarif secara tradisional, sedangkan sistem pembayaran terbanyak tunai rata-rata diatas 60%, pembayaran gratis tertinggi di Puskesmas Tambora sekitar 20%, pembayaran JPS tertinggi di Puskesmas Tanah abang 5,11%. Sistem akuntasi keuangan cash basis. Potensi provider cukup bersih dan nyaman, dengan jenis pelayanan dan hari buka puskesmas cukup bervariasi. Jumlah sumber daya manusia, Puskesmas Jatinegara dan Tebet sesuai standar, kelompok umur pegawai terbesar kelompok umur diatas 45 tahun di Puskesmas Jatinegara. Masa kerja pegawai terbesar dibawah 10 tahun di Puskesmas Tebet. Pendidikan pegawai yang relatif merata di Puskesmas Tambora dan koja. Pendidikan yang sedang dijalani pegawai terbanyak di Puskesmas Koja dan yang paling sedikit di Puskesmas Tanah abang. Persepsi pelanggan puskesmas terhadap waktu tunggu, yang lama di unit obat dan pemeriksaan. Persepsi pelanggan terhadap biaya, yang mahal untuk biaya penunjang dan tindakan. Persepsi pelanggan terhadap sikap petugas cukup ramah, kecuali Puskesmas Tambora. ATP3 tertinggi di Puskesmas Tebet sebesar Rp.160.504 dan terendah di Puskesmas Tanah abang sebesar Rp.59.925. ATP puskesmas masih diatas tarif biaya pelayanan dasar Rp.2.000 yang sekarang berlaku.
Hasil analisis cost recovery diatas 100%, yang berarti puskesmas sustain, tetapi belum menggambarkan yang sebenarnya, karena gaji dan investasi diluar perhitungan. Pendapatan puskesmas bersumber retribusi dengan kontribusi unit pelayanan belum optimal, maka perlu di tingkatkan unit pelayanan yang kurang berkontribusi. Biaya jasa lebih 40%, biaya medis, umum, dan gizi cukup besar, terjadi double subsidi pada pasien gakin, biaya pemeliharaan relatif kecil. Untuk efektif dan efeisiennya biaya perlu dilakukan analisa, atau cost containment. Tarif belum diketahui apakah diatas/dibawah unit cost, dengan pembayaran JPS dan gratis cukup tinggi. Sistem akuntansi tidak menggambarkan situasi keuangan puskesmas secara nyata. Potensi provider cukup dapat bersaing dengan fasilitas lain. Sumber daya manusia relatif berpotensi untuk mendukung swadana.
Persepsi pelanggan tidak mendukung potensi swadana, sedangkan kemampuan dan kemauan masyarakat membayar masih bisa ditingkatkan.

Analysis for the Sustainability Potential of Trial Health Center for Swadana in Jakarta, in the year 2000Based on the decree letter of Governor of Jakarta Province No.39 Year 2000 (April), stated that five health centers (later in this abstract refers as HC) have became trial health center for swadana. Swadana in health center means the authority in managing health center's direct income from retribution to finance its activities.
This is a quantitative analysis research with qualitative and cross sectional methods. The analysis unit is health center by using primary and secondary data.
From the research survey, the highest income for health center is achieved by Tebet HC for amount Rp.599,896,350,- and the lowest income is achieved by Tanah Abang HC for amount Rp.208,500,200, While other HC such as Jatinegara HC, has income of Rp.436,140,400,- Tambora HC has income of Rp. 329,159,800 and Koja HC has income of Rp.241,481,968. The highest expenses for HC is at Jatinegara HC in amount Rp.378,572,203 and the lowest expenses is at Tanah Abang He in amount of Rp.170,017,805. While the expenses at Tebet HC is only Rp.353,557,278, at Tambora HC Rp.253,547,604 and at Koja HC is Rp.200,097,144. The estimate of cost recovery is above 100% the highest is at Tebet HC of 173.65% and he lowest is at Jatinegara HC of 113.32%. At Tambora HC is 129.82%, at Koja HC is 120.82% and at Tanah Abang HC is 122.63%. The policy in determining the tariff was conducted in traditional way, whereas the cash payment system reaches above 50%, the highest average for- free payment service is at Tambora HC around 20%, the highest pre-payment system through JPS (social safety net) is at Tanah Abang HC is around 5.11%. The account system is cash basis. The potential of health center provider is quite clean and comfortable, with many variations of working hours and type of health service provided by health center. The number of human resources at Jatinegara HC and Tebet HC is as per standard, the highest age group staff is above 45 years of age at Jatinegara HC. The longest duration of work under 10 years is at Tebet 1-IC. Education background of health center staffs is relatively the same at Tambora HC and Koja HC. The highest training program for staff is at Koja HC, while the lowest is at Tanah Abang HC. The highest ATP3 is in Tebet HC in amount of Rp.160,504 and the lowest is at Tanah Abang HC in amount Rp.59,925. Health center ATP still above basic service cost of Rp.2000, which is generally applied today.
The cost recovery analysis is still above 100%, which means health center is sustained, however this still not described the condition in reality, since salary component and investment component (subsidy) are still about of calculation. Health Center income from retribution with the support from service unit. The service cost is still above 40%, medical cost, general cost and nutrition cost is quite big, there is cross subsidy for poor patient and small maintenance cost. For cost efficiency and cost effectiveness, there is necessity to conduct analysis or cost containment. The tariff still unknown whether it is below or above unit cost, with highest JPS (social safety net) payment and free payment system. The account system does not describe health financial situation in reality. The provider potential is quite competitive if compared to other health facilities. Human resource is quite potential to support Swadana potential, however the ability and the willingness of community to pay for health service still can be improved.
"
2001
T5633
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aspan Effendi
"Puskesmas merupakan satuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, serta dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk melaksanakan kegialannya, pembiayan puskesmas selama ini sebagian besar bersumber dari pemerintah pusat, sedangkan sebagian lagi dibiayai oleh pemerintah daerah.
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu semakin tinggi, sementara alokalasi biaya operasional puskesmas yang diberikan oleh pemerintah semakin menurun. Untuk itu, pihak departemen kesehatan menetapkan konsep swadana sebagai satu jalan keluarnya.
Puskesmas swadana diberikan kewenangan mengelola scluruh dana penerimaan fungsional puskesmas untuk digunakan bagi pembiayaan operasional puskesmas sehari-hari. Selain itu, konsep swadana merupakan penjabaran dari tujuan otonomi daerah dalam meningkatakan mutu pelayanan secara efektif dan efisien.
Pada saat ini,. Puskesmas Putri Ayu memiliki kunjungan pasien yang tinggi, lokasi yang strategis dan sumber daya manusia yang cukup berkualitas. Kondisi yang cukup kondusif ini menjadikannya layak dikembangkan menjadi puskesmas swadana sekaligus menjadi contoh puskesmas swadana di Kota Jambi. Dalam upaya pengembangan ini diperlukan sualu perencanaan strategi yang disesuaikan dengan visi dan misi Dinas Kesehatan Kota Jambi dalam mencapai Jambi sehat 2008. Untuk dapat menyusun perencanaan strategi dilakukan penelitian operasional dengan analisis kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap sejumlah pihak penentu kebijakan kesehatan. Sejumlah pihak tersebut adalah Walikota, DPRD, Kepala Dinas Kesehatan Kota, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan unsur pelaksana Puskesmas Putri Ayu.
Consensus Decision Making Group (CDMG) yang beranggotakan para pelaksana inti Puskesmas Putri Ayu menetapkan beberapa strategi terbaik dengan menggunakan SWOT matrik dan QSPM sebagaimana yang ditelili dalam penelitian ini. Hasil penelitian pemilihan alternatif strategi berdasarkan hasil IE memperlihatkan bahwa posisi Puskesmas Putri Ayu berada pada kuadran II. Hal itu menunjukan bahwa posisinya berada dalam grow and build sesuai dengan rategi intensif dan integrative yang dianjurkan. Strategi intensif yang dimaksud adalah market penetration, market development dan product development, sedangkan strategi integratif mencakup backward integration, and forward integration dan horizontal integration.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa Puskesmas Putri Ayu memiliki peluang yang besar dengan dukungan internal dan eksternal yang kuat, walaupun masih menghadapi pesaing yang cukup kompetitif. Dengan demikian, berbagai upaya masih diperlukan untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Sebagai saran dan tindak lanjut, strategi yng telah dipilih hendaknya dioperasikan dengan optimal dengan dukungan berbagai pihak.
Daftar bacaan: 40 (1982-2002)
Strategy Planning Of Developing Putri Ayu Public Health Service In Jambi Municipality Into Self Financing Public Health Service In 2002 Public health center (PHC) is functional organizational unit, which conducts health services in comprehensive, integrated and well-distributed way, also both accepted and accessible to the society. So far, it is mostly financed by Central Government to perform its activity. Province Authority pays only little amount.
The society requirement to the qualified health service gets higher and higher, meanwhile PHC operational finance allotment given by the government decreases. Therefore, Health Department establishes self-financing concept as one of solutions.
Self-financing PHC manages its functional revenues to cover its daily operational finance. In addition, the concept is enforced from district authority purpose in order to improve the service quality effectively and efficiently.
Now that Putri Ayu PHC has high patient visit, strategic location and adequate human power, if is worth being developed into self-financing PHC, even self-financing PHC model in Jambi Municipality.
As for its development, it is important to set strategy planning matched the vision and mission of Jamb Municipality Health Office in order to reach Healthy Jamb 2008. In this respect, there should be an operational research by using qualitative analysis through dept interview to the certain health decision-making officers. The officers are Mayor, District parliament, Head of Municipality Health Office, Head of Provincial Health office, operating officers of Putri Ayu PHC.
Consensus Decision Making Group (CDMG) whose membership are chief operating officers of Putri Ayu PHC decides some best strategic based on SWOT matrices and QSPM as revealed in this research. The research result of deciding alternative strategy based on IE result show that Putri Ayu PHC position is at quadrant II. It shows that its position is on growing and building phase fulfilling the recommended intensive and integrative strategies. The intensive strategy covers market penetration, market development and product development, while integrated strategy consists of backward integration, forward integration and horizontal integration.
The research concludes that Putri Ayu PHC has great chance with internal and external support, meanwhile it is facet with competitive rivals. Therefore, it needs developing efforts in order to improve its service quality. As for advice and follow up, officers should implement the chosen strategies with others' supports.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T1653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaningsih
"Dalam era otonomi daerah, disadari adanya perubahan-perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah terutama berkenaan dengan pengelolaan sumber ekonomi daerah yang harus dikelola secara mandiri dan bertanggungjawab, dalam arti hasil-hasilnya harus lebih diorientasikan pada peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat di daerah.
Salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi adalah kebutuhan dasar masyarakat antara lain pembangunan kesehatan. Paradigma yang dijadikan dasar untuk mengatur mengatur dan mengendalikan kesehatan adalah health for all , atau kesehatan untuk semua, artinya adalah pelayanan kesehatan sebagai jasa publik harus bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan kesehatan pada akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan bahwa pelayanan kesehatan telah menjadi barang mewah bagi lapisan bawah masyarakat. Untuk itu penulis melakukan Analisis Kebijakan Pengembangan Puskesmas Swadana Menuju Desentralisasi Pelayanan Kesehatan (Studi Kasus Puskesmas Kramatjati).
Desentralisasi pelayanan kesehatan kepada puskesmas yang diikuti dengan adanya pergeseran sumberdaya aparatur dan pembiayaan diharapkan memberikan peningkatan pelayanan masyarakat. Desentralisasi dalam bidang kesehatan mempunyai berbagai potensi yang menguntungkan antara lain memusatkan perhatian kepada masyarakat, dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, dapat meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan, dapat memperbaiki motivasi staf daerah dan dapat meningkatkan kerjasama intersektoral.
Berdasarkan hasil penelitian penulis untuk penguatan puskesmas diperlukan partisipasi Pemerintah Daerah dalam penambahan sarana dan prasarana, subsidi obat yang sangat diperlukan dan menyentuh masyarakat dimana pemberiannya dengan mempertimbangkan jumlah penduduk miskin, jumlah pasien, kondisi ekonomi dan sosial wilayah setempat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imanur Isjmi
"Pelayanan KB jampersal dapat dijadikan entry point meningkatkan KB pasca persalinan khususnya untuk pengunaan IUD post placenta Penelitian ini membahas tentang Faktor faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan IUD pada Peserta Jampersal Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional dan jumlah sampel 136 Tempat penelitian di Puskesmas Kecamatan Tebet tahun 2013 Analisa hubungan menggunakan uji chi square
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 85 3 yang menggunakan IUD Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna pada variabel dukungan suami P Value 0 029 OR 0 280 sedangkan umur P Value 0 526 OR 0 503 Pendidikan P Value 0 508 OR 1 615 Pekerjaan P Value 0 947 OR 0 851 Paritas P Value 0 120 OR 0 348 Sikap P Value 1 000 OR 0 902 Pengetahuan P Value 0 608 OR 0 690 dan Akses ke pelayanan Kesehatan P Value 0 526 OR 1 989 tidak terdapat hubungan Dengan demikian lebih meningkatkan konseling KB IUD pada pasangan usia subur

Jampersal planning services can be used as an entry point increase postpartum family planning particularly for post placental IUD use This study discusses Factors Associated with Use of an IUD on Jampersal participants This study is a quantitative cross sectional design and sample size 136 The place of research in Tebet subdistrict health center in 2013 Analysis of the relationship using the chi square test
The results showed that there were 85 3 who use an IUD Statistical test results showed no significant relationship to the husband 39 s support variables P Value 0 029 OR 0 280 where as age P Value 0 526 OR 0 503 education P Value 0 508 OR 1 615 Employment P Value 0 947 OR 0 851 parity P Value 0 120 OR 0 348 attitude P Value 1 000 OR 0 902 Knowledge P Value 0 608 OR 0 690 and access to health services P Value 0 526 OR 1 989 there was no correlation There by further enhancing the IUD planning counseling couples of childbearing age
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S53834
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Febrina Roulita
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas kinerja puskesmas akreditasi yaitu PuskesmasKarang Kitri dan puskesmas yang belum terakreditasi yaitu Puskesmas PerumnasII di kota Bekasi, dengan menggunakan pendekatan Malcolm Baldrige. KriteriaBaldrige dapat digunakan untuk mengkaji efektifitas mutu yang diterapkan olehkedua puskesmas ini dengan pendekatan tujuh kriteria, yaitu kepemimpinan,perencanaan strategis, fokus pada pelanggan, pengukuran, analisis danmanajemen pengetahuan, fokus pada tim, fokus pada proses dan hasil kinerjapuskesmas.Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan desaincross sectional. Sampel penelitian ini adalah seluruh karyawan puskesmassebanyak 34 responden di Puskesmas Karang Kitri dan 27 responden diPuskesmas Perumnas II. Penelitian Kualitatif dilakukan observasi dan wawancaramendalam, dengan informan sebanyak tiga informan pada Puskesmas KarangKitri dan tiga informan Puskesmas Perumnas II.Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa kinerja kedua puskesmas inikategori baik, dan tidak ada perbedaan yang signifikan akan tetapi kinerja yangbaik mengharuskan tercapainya hasil-hasil terbaik bagi pasien, karyawan maupunorganisasi puskesmas itu sendiri, sehingga disarankan untuk menambahkelengkapan alat-alat dan sumber daya manusia baik dalam pelayanan maupunadministrasi. Terlebih pada Puskesmas Perumnas II tidak terlayani pelayananlaboratorium disebabkan karena tidak adanya tenaga analis laboratorium.

ABSTRACT
This study discusses the performance of puskesmas accredited that isPuskesmas Karang Kitri and puskesmas which not yet accredited is PuskesmasPerumnas II, using Malcolm Baldrige approach. The Baldrige criteria can be usedto assess the effectiveness of the quality applied by both public health centers withseven criteria approaches leadership, strategic planning, customer focus,measurement, analysis and knowledge management, workforce focus, operationsfocus and outcomes of puskesmas performance.This study with cross sectional design. The sample was conducted to allpuskesmas employees as many as 34 respondents in Puskesmas Karang Kitri and27 respondents in Puskesmas Perumnas II. Qualitative research was conducted byobservation and in depth interviews, with three informants at Puskesmas KarangKitri and three informants of Puskesmas Perumnas II.The results illustrate that the performance of both puskesmas is goodcategory, and there is no significant difference, but good performance requires theachievement of the best results for patients, employees and organizationspuskesmas itself, so it is advisable to increase the completeness of tools andhuman resources both in service and administration. Especially in PuskesmasPerumnas II not served by laboratory service caused by lack of laboratory analyst."
2017
T47638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andra Sjafril
"Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pemerintah telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang berwawasan kesehatan sebagai strategi nasional menuju "Indonesia sehat 2010". Untuk itu diperlukan organisasi kesehatan yang mendukung terlaksananya program pembangunan kesehatan, salah satunya adalah Puskesmas. Dan cakupan program kegiatan Puskesmas di Kabupaten Indragiri Hulu pada tahun 2000 diketahui bahwa angka pencapaian Hepatitis B ke-3 (HB 3), kunjungan ibu hamil ke-4 (K 4), pemberian tablet besi (Fe) dan imunisasi U 2 masih rendah, ada program kegiatan yang angka cakupannya telah mencapai target namun terdapat selisih yang cukup tinggi antara cakupan kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain (K 4 dan Fe 3), pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat belum optimal dan belum diketahuinya kegiatan manajemen Puskesmas dalam rangka pencapaian program.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi gambaran sistem manajemen input Puskesmas yang meliputi SDM (jumlah pegawai, pengetahuan, motivasi, sikap dan kepemimpinan), dana, sarana serta kebijakan. Disamping itu dilihat juga sistem manajemen proses di Puskesmas yang meliputi PTP, lokakarya mini dan stratifikasi Puskesmas dan informasi tentang penampilan kerja dari cakupan program.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dengan informan kepala divas kesehatan, Kepala Puskesmas Sei Lala dan Puskesmas Kuala Cinaku, serta camat dimana kedua Puskesmas berada, DKT dengan peserta kepala tata usaha dan kepala unit di kedua Puskesmas, melakukan telaah dokumen untuk mendapatkan ukuran kinerja cakupan program Puskesmas. Pengolahan data dibuat dalam bentuk matriks yang diperoleh dari transkrip wawancara mendalam dan DKT, teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisa isi, yaitu dianalisis sesuai dengan topik dan melakukan identifikasi menjadi beberapa topik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pegawai dikedua Puskesmas kurang, pegawai dikedua Puskesmas merasa perlu tambahan pengetahuan, gaya kepemimpinan kedua kepala Puskesmas adalah gaya kepemimpinan sistem IV (gaya kepemimpinan partisipatif). Ada perbedaan cara memotivasi kerja dikedua Puskesmas. Pegawai dikedua Puskesmas memiliki sikap kerja yang positif. Pendanaan dan saran yang ada dikedua Puskesmas masih kurang. Kedua Puskesmas melaksanakan kebijakan dengan fleksibel. Diketahui juga bahwa kedua Puskesmas tidak melaksanakan PTP sesuai dengan pedoman. Kedua Puskesmas kurang memahami lokakarya mini dan pada tahun lalu lokakarya mini tidak dilaksanakan. Adapun stratifikasi Puskesmas dilaksanakan oleh kedua Puskesmas sebatas hanya melaksanakan instruksi dari dinas kesehatan. Pembinaan yang kurang dari dinas kesehatan dalam melaksanakan PTP, lokakarya mini dan stratifikasi Puskesmas. Dari telaah dokumen diketahui bahwa hanya ada 1 cakupan yang memenuhi target pada Puskesmas Kuala Cinaku, sebaliknya hanya 1 cakupan yang tidak memenuhi target pada Sei Lala.
Disarankan agar dinas kesehatan lebih sering memberikan kesempatan terutama kepada pegawai Puskesmas Kuala Cinaku untuk mengikuti pelatihan, melakukan pembagian hari kerja dokter gigi dan atau perawat gigi yang bekeda di Puskesmas yang terdekat dengan kedua Puskesmas, segera melakukan pengadaan Puskesmas keliling roda 4 untuk Puskesmas Kuala Cinaku, melakukan pelatihan PTP, lokakarya mini dan stratifikasi Puskesmas, meminta keseriusan pemegang program di dinas kesehatan dan pegawai Puskesmas dalam melaksanakan PTP, lokakarya mini dan stratifikasi Puskesmas, mengusulkan kepala Puskesmas dengan status PTP dengan kinerja yang baik untuk menjadi pegawai negeri. Agar pegawai dikedua Puskesmas selalu bertanya kepada teman-teman di Puskesmas lain ataupun dinas kesehatan apabila ada kegiatan yang tidak dimengerti.

Qualitative Analysis to Performance of Public Health Center at Sei Lala and Kuala Cinaku, in Indragiri Hulu Distric on 2002Health development is an integral part of the national development. The Government has declared health, as a development movement to be the national strategy, which leads to "Healthy Indonesia 2010". In order to support the health development program, one of health organizations needed is public health center (PHC). It is found out that in 2000 scope of activity program of PHC in the region of Indragiri Hulu achieved Hepatitis B 3'(HB 3), pregnant mother visiting 4th (K 4), iron tablet (Fe) and immunization second TT giving a low rate in a certain program, however, it achieved the target in other program(K 4 and Fe 3). This showed a high rate ration in one activity compared to other activity. The community had not taken the advantage of PHC optimally and not been aware of its program management in the purpose of program achievement.
This research was conducted to gain information on the system of PHC input management, which covered human resources development (number of employee, knowledge, motivation, attitude and leadership), fund, facility and policy. Beside that we also looked into the system of process management, which covered PTP, small workshop, PHC stratification and work performance of the program.
This research used a qualitative approach by interviewing informant of the head of health department, the head of PHC Sei Lala and Kuala Cinaku, and both its sub district heads, FGD with the administrators and the unit head of both government PHC and by doing document study to get performance measurement of the PHC program. Data processing is made in the form of matrix obtained from interview transcript and FGD. Analyze technique used is essay analyze technique, namely it is analyzed by topics and identified into some topics.
The result of the research showed that both PHCs have lack of number of employees and they need additional knowledge. Type of leadership of both PHC use system IV Leadership (participative management). There was a difference in the work motivation, however they had a positive work attitude and implemented a flexible policy. Both PHCs were lack of funding and facility, not implementing PTP in accordance to the guidance and lack of understanding small workshop and PHC stratification. It was found from document study that only one scope fulfill the target at PHC Kuala Cinaku, on the other hand, only one scope did not fill the target PHC Sei Lala.
It is suggested that health service give an opportunity more often, especially to the employee of PHC Kuala Cinaku to attend training and to divide good description of work day for the dentist and nurse who work at the nearest PHC from both PHCs. It is recommended that there be a mobile PHC for PHC Kuala Cinaku to conduct PTP training, small workshop and PHC stratification. It is asked that program holder in the health service and the PHC employee conduct PTP seriously, small workshop and PHC stratification. It is suggested that the head of PHC have PTP status and good work performance to be a civil servant. All employees of both PHC should keep asking questions to their colleagues form other PHC about ongoing activities that are not understandable.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T7831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azmi
"Dari berbagai sumber diketahui bahwa akses pada pelayanan dan derajat kesehatan berhubungan erat dengan status sosial ekonomi keluarga. Susenas 2003 menunjukkan bahwa rasio angka kematian bayi (AKB) per 1.000 kelahiran pada kelompok masyarakat pengeluaran terendah (Q1) dan tertinggi (Q5) meningkat, yakni 1,8 pada tahun 1998 dan 2,2 pada tahun 2003. Data Susenas 2004 menunjukkan bahwa pemanfaatan tenaga kesehatan oleh kelompok terkaya jauh Iebih tinggi (82%) daripada kelompok miskin (40%), dan bahkan kesenjangan/ketimpangan cenderung meningkat dengan kebijakan pemerintah menaikan harga BBM pada tahun 2005.
Salah satu bentuk perwujudan tanggung jawab sosial pemerintah terhadap masyarakat miskin (maskin) adalah pemberian perlindungan sosial (social protectbn) terhadap maskin dari kesulitan akses pelayanan kesehatan akibat krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM dengan suatu kompensasi bersyarat (conditional, berupa Program Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Bagi Masyarakat Miskin (Program PKDP Bagi Maskin).
Penelitian tesis dengan topik "Evaluasi Program Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Bagi Masyarakat Miskin: Studi Kasus Puskesmas Di Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan", merupakan upaya untuk melihat Iebih jauh bagaimana program tersebut memenuhi ukuran-ukuran/indikator kinerja, pemahaman, relevansi, efisiensi, efektivitas, dan efek program terhadap maskin.
Desain evaluasi program yang dirasakan tepat untuk diterapkan dalam telaah/kajian penelitian di lapangan berorientasi pada penjajakan kepustakaan terhadap berbagai konseptualisasi tenting model-model evaluasi program, yang akhirnya dipilih konsep evaluasi yang dikembangkan oleh ELWa (Education and Learning Wales), dengan indikator yang dikembangkan sendiri oleh peneliti.
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Manggarai (PK-Manggarai) dan Puskesmas Menteng Dalam II (PK-Menteng Dalam II), Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan, dengan menggunakan metode dan teknik pendekatan kualitatif evaluatif, koleksi data memanfaatkan teknik-teknik interview/wawancara mendalam sesuai kesediaan/kelayakan sumber data, studi dokumen, pengamatan, serta kuesioner. Penelitian ini berangkat dari pertanyaan umum "Bagaimana Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Bagi Masyarakat Miskin Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan?" Selanjutkan diturunkan kedalam sub-sub pertanyaan yaitu bagaimana pemahaman program,bagaimana relevansi program, bagaimana efisiensi program, bagaimana efektivitas program, dan bagaimana efek program terhadap maskin?
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Perlarna, bentuk pelaksanaan Program PKDP Bagi Maskin di PK-Manggarai dan di PK-Menteng Dalam II, Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan diwujudkan dalam bentuk Keglatan pelayanan Kesehatan Dasar, Pelayanan Persalinan, Operasional dan Manajemen Posyandu, Revitalisasi dan Perbaikan Gizi. Kedua, pelaksanaan Program PKDP Bagi Maskin sebagian besar sudah berjalan sesuai dengan harapan, sehingga memberikan efek/manfaat kepada maskin dalam hal pelayanan kesehatan gratis dan peningkatkan akses pelayanan kesehatan. Namun, ada beberapa kegiatan yang belum terwujud sesuai dengan harapan. Dad lima betas indikator evaluasi yang digunakan lima di antaranya menunjukkan nilai kurang dan/atau tidak sesuai harapan, yakni keterlibatan stakeholders dalam penyusunan rencana kegiatan pelaksanaan program pada aspek relevansi program masih kurang balk; jumlah biaya kebutuhan dan biaya yang dikeluarkan pada kegiatan Revitalisasi Posyandu dan Perbaikan Gizi di PK- Manggarai masih kurang efisien; pemanfaatan kegiatan dan permasalahan yang telah tertangani pada kegiatan Revitalisasi Posyandu dan Perbaikan Gizi di PK- Manggarai masih kurang efektif dan di PK-Menteng Dalam II tidak efektif. Kelrga, intensitas pelayanan kesehatan maskin masih lebih banyak dilaksanakan di dalam gedung daripada pelayanan kesehatan di War gedung.
Untuk meningkatkan keberhasilan Program PKDP Bagi Maskin selanjutnya, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal. Pertama, Puskesmas perlu menyusun rencana pelaksanaan program (RKP Program) yang lebih komprehensif, dengan melibatkan maskin di wilayah agar kebutuhan rid maskin terhadap pelayanan kesehatan dapat dimuat dalam RKP Program. Kedua, Puskesmas perlu segera meningkatkan efektivitas kegiatan revitalisasi Posyandu dan perbailcan gizi, meialui pelatihan kader Posyandu binaan yang ada agar kader Posyandu memilki peningkatan pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan (skill) dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada Balita maskin maupun dalam memberikan upaya kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas. Ketrga, Puskesmas perlu meningkatan intensitas pelayanan Kesehatan di luar gedung sebagai upaya kesehatan preventif terhadap ancaman penyakit massal (public health) yang dihadapi maskin, melalui kegiatan Puskesmas keliling, kunjungan ke rumah maskin, penyuluhan kesehatan maskin, pelacakan gizi buruk, dan fogging massal. Keempat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu memikirkan kebijakan mengenai penyediakan sarana mobil ambulance pada setiap Puskesmas Kelurahan yang mengelola Rumah Bersalin agar layanan Persalinan dan tindakan penyelamatan Bulin, Bumil, Bufas ketika ada kejadian darurat dapat dilakukan sejak dini (early safety). Kelirna, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu memikirkan kebijakan mengenai penataan lokasi Puskesmas yang Iebih strategis untuk dijangkau oleh seluruh maskin agar maskin mendapat segala kemudahan, baik akses fisik dan akses sosial (get-at-able). Keenam, Departemen Kesehatan RI perlu segera menerbitkan kartu jaminan pemeliharaan kesehatan permanen bagi maskin dan mendistribusikannya dengan tepat agar maskin dapat menggunakan kartu jaminan tersebut setiap saat ketika mereka sakit. Ketujuh, realisasi dana program PKDP Bagi Maskin yang bersumber dari DIPA Depkes RI harus dilaksanakan pada tahun anggaran berjalan agar Puskesmas lebih slap dalam menyusun RKP Program yang lebih komprehensif, terpadu, dan berbasis wilayah. Kedelapan, Depkes RI dengan pihak terkait perlu membentuk kelompok pendamping bagi maskin yang membutuhkan pelayanan kesehatan rujukan dari Puskesmas ke Rumah Sakit agar maskin dapat menikmati jaminan pemeliharaan kesehatan dari pemerintah dengan sepenuhnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21871
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>