Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159617 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarmidja Kartawidjaya
"ABSTRAK
Politik netralisasi yang diproklamasikan Presiden W. wilson pada 4 Agustus 1914 sebagai sikap Amerika Serikat dalam menghadapi pedang dunia I, adalah sangat tepat. Tidak hanya politik netralitas itu mempunyai kesesuaian dengan ajaran Monroe atau politik isolasionieme yang sudah hapir satu abad membudaya dalam kebijaksanaan politik Amerika Serikat dalam menghadapi Eropa sehingga sebahagian besar rakyat Amerika mendukungnya, melainkan juga dapat memelihara terus persatuan bangsa Amerika yang terdiri dari beraneka ragam bangsaitu, khususnya bangsa-bangsa beserta keturunannya yang berasal dari negara-negara Eropa yang pada waktu itu sedang terlibat perang dunia I. Persatuan bangsa sedemikian adalah mutlak perlu bagi Amerika Serikat yang sedang berkembang menjadi kekuatan politik baru dunia, juga keadaan dalam negeri yang aman dapat menopang bagi berhasilnya pelaksanaan program pembaharuan politik dan ekonomi Presiden W. Wilson yang tercakup dengan sebutan "New Freedom"."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iswandi Nur
"Membahas semua kebijakan Pemerintah AS pada masa keterlibatan di Perang Dunia II terutama dalam industri senjata. Tanggal 7 Desember 1941 merupakan awal keterlibatan AS secara langsung (walaupun sebelumya hanya terlibat pada bantuan perekonomian terutama penjualan senjata ke beberapa negara yang berperang) ke PD II ditandai dengan penyerangan Pangkalan Militer Angkatan Laut AS Pearl Harbor di Kepulauan Hawaii oleh Jepang yang bergabung dengan Poros AXIS (Jerman dan Italia). Dengan kerugian yang sangat besar maka sehari setelahnya yaitu pada tanggal 8 Desember 1941 AS mengumumkan Perang dengan Jepang dan Sekutunya. Mulai saat itu AS mengerahkan segala Sumber Daya manusia dan Alam untuk mendukung kebutuhan perang. Lembaga-lembaga yang saling berkait dan pabrikan-pabrikan senjata dibuat. Dalam pelaksanaan kebijakan perang tidaklah selalu bisa berjalan dengan mulus. Hal tersebut dikarenakan perputaran kebijakan yang ekstrim dari isolasionis ke intervensionis, sehingga cukup mendapat tentangan dari sebagian masyarakat. Walaupun membuat masyarakat AS bersilang pendapat, akhirnya kebijakan tersebut dapat terealisasikan dengan baik. Dampak positif selain kemenangan yang didapati, keterlibatan AS di PD II akhirnya meningkat perekoniomian secara tajarn setelah sebelumnya terpuruk karena depresi ekonomi pada tahun 1930-an."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sale, Kirkpatrick
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996
304.2 Sal r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Intense rivalry between the president and congress is inevitable in presidential electoral system that can produce divided party control of the two branches. Cooperation may be more likely when both the president and congress are of the some party. The give-and-take between national and local representation, deliberation and efficiency, openness and accountability, specific interests and the "public good" ensures a certain amount of confrontation between congress and the president. As we have seen, their relation are shaped by an amalgam of factors: constitutional design, dlifferet constituencies, different terms of office, weak political parties, divided party control of government, ongoing competition for power, and pluralism. Although the rivalry and conflict between Congress and the president are inherent in the US's Presidential system of government, president must find support in Congress and members must seek assistance from the White House. To succeed in office every president must surmount the constitutional and political obstacles to pass their legislative program and establish a working relationship with Congress. Separation of powers and the division of political control between president and congresses do not present an insurmountable barrier to good public policy making. Presidents need to lead both public opinion and a consensus among the policy communities in Congress to solve the problems that are so readily visible. Overcoming divided government, changing public opinion, building consensus, and establishing the nation's policy priorities."
JUIPJPM
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hoover, Herbert, 1874-1964
New York: McGraw-Hill, 1958
923.173 HOO o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Suswati
"Penelitian ini dilakukan untuk memahami bagaimana penerapan pemagaran oleh empat presiden Amerika Serikat (AS), yaitu Presiden Bill Clinton, Presiden George W. Bush, Presiden Barack Obama, dan Presiden Donald Trump dalam pidatonya. Pemagaran dalam pidato mereka berfungsi sebagai strategi kebahasaan yang membantu menjelaskan fokus dari kebijakan politik mereka. Pemagaran juga berfungsi membantu penutur dalam menjelaskan dinamika politik yang berlangsung di AS dalam rentang waktu 1993--2021.
Korpus data terdiri dari 28 pidato yang bersumber dari pidato keempat presiden AS. Pidato yang dijaring merepresentasikan kondisi politik, sosial budaya, dan hukum, baik di dalam maupun luar negeri AS. Cuplikan pidato keempat presiden AS menggambarkan dinamika politik di AS yang menjadi polemik nasional dan internasional dalam jangka waktu panjang. Pidato mereka juga menjadi arena tarik-menarik antara presiden dari Partai Republik dan Partai Demokrat
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan mengacu pada teori pemagaran Hyland (1998a). Teori tersebut membantu untuk menjelaskan bentuk pemagaran yang menguatkan dan melemahkan proposisi dari wacana pidato kebijakan politik keempat presiden AS, kesamaan dan perbedaan fungsi pemagaran, serta membantu menjelaskan dinamika politik di AS.
Temuan yang penting dari penelitian ini adalah bagaimana pemagaran dapat membantu mengonstruksi citra politik seorang pemimpin negara, khususnya keempat presiden AS. Hal itu terlihat pada kecenderungan penggunaan pemagaran judgmental, modalitas, adjektival, dan adverbial oleh keempat presiden AS untuk membangun citra positif sebagai pemimpin yang memiliki keyakinan diri yang tinggi, memiliki kepastian atas komitmen pemerintahannya, memiliki keterandalan dan terpercaya. Selain itu, penggunaan pemagaran dalam pidato-pidato tersebut juga menunjukkan sikap kehati-hatian dalam menghasilkan kebijakan politiknya. Sikap kehati-hatian keempat presiden AS diindikasikan melalui jarangnya penggunaan pemagaran judgmental dengan klausa I promise (hanya muncul pada cuplikan pidato Presiden Bill Clinton. Penggunaan adverbia yang melemahkan proposisi, seperti about dan often, untuk menyamarkan akurasi data frekuensi kemunculannya juga tidak banyak.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa latar belakang ideologi partai tidak memberi pengaruh yang signifikan atas kebijakan yang disampaikan oleh penutur. Kendati ideologi partai muncul dalam upaya tarik-menarik kebijakan politik dari keempat presiden AS, desakan publik, intensi pribadi, dan prioritas pemerintah cenderung menjadi sebab munculnya kebijakan baru. Atribut ideologi partai, seperti Alkitab, juga digunakan oleh presiden dari Partai Demokrat dan Partai Republik, yaitu Presiden Barack Obama dan Donald Trump sebagai upaya memuluskan sebuah kebijakan. Presiden Barack Obama mengutip Alkitab dalam upayanya meyakinkan publik atas kebijakan imigran ilegal yang berhak bekerja dan tinggal di AS. Sementara itu, Presiden Donald Trump juga mengutip Alkitab berkaitan dengan kebijakan imigran ilegal dengan tujuan membatasi imigran ilegal bekerja dan tinggal di AS.
Temuan penting lainnya adalah pemagaran dengan variasi yang sama, yaitu pemagaran dengan adjektiva less memiliki fungsi yang berbeda ketika melekat ke dalam konteks. Presiden Barack Obama menggunakan adjektiva less untuk melemahkan proposisi; sedangkan Presiden Donald Trump menggunakan adjektiva less untuk menguatkan proposisi Jadi, pemagaran digunakan untuk menguatkan ataupun melemahkan proposisi dengan intensi tertentu.

This research was conducted to understand how the four Presidents of the United States (US), President Bill Clinton (BC), George W. Bush (GB), Barack Obama (BO), and Donald Trump (DT) implemented hedging in their speeches. The function of hedging as a linguistic strategy helps to explain the focus of each political policy. Furthermore, hedging also help speakers explain the political dynamics that took place in the US in the 1993-2021 time period.
The data corpus consists of 28 speeches sourced from the four US Presidents each year during their administrations. The speeches represent political, socio-cultural and legal conditions, both domestically and internationally in the US. The speeches of the four US Presidents describe the dynamics of politics in the US which has become a national and international polemic for a long period of time. These speeches have also become an attraction between Presidents from the Republican and Democratic parties.
This research used a qualitative descriptive method referring to Hyland's (1998a) hedging theory. This theory helps to explained the forms of hedging that strengthen and weaken the propositions of the political policy speeches of the four US Presidents, the similarities and differences in the functions of hedging, and helps explaining political dynamics in the US.
An important finding of this study is how hedging can construct the political image of a state leader, especially the four Presidents of US. It can be seen in the tendency to use hedging judgmental, hedging modality, hedging adjectival, and hedging adverbial by the four US Presidents, to build a positive image as a leader who has high self-confidence, have certainty over the commitment of their government, a leader who is reliable and trustworthy, and a leader who is very careful in producing their political policies by considering all parties. The watchfulness of the four US Presidents is indicated through the infrequent use of the I Promise clause which only appears in the excerpt of President BC's speech and the use of adverbs that weaken propositions such as about and often to disguise the accuracy of the data with a small frequency of occurrence.
Besides, the party's ideological background does not have a significant influence on the policies conveyed by the speaker. Although the party's ideology appears in efforts to tug-of-war on the political policies of the four US Presidents. However, based on data analysis, it showed that public pressure, personal intentions and government priorities tend to be the cause of the emergence of new policies. Furthermore, party ideology attributes such as the Bible are also used by Presidents from the Democratic and Republican parties, President Barack Obama and Donald Trump, as an effort to pass the policies. President Barack Obama cited the Bible in his efforts to convince the public of the policy of illegal immigrants having the right to work and live in the US. Meanwhile, President Donald Trump quoted the Bible also in relation to illegal immigrant policies with the aim of restricting illegal immigrants from working and living in the US through hate speech.
Another important finding is that the hedge with the same variation, such as the adjectival less which is also used by Presidents Barack Obama and Donald Trump, has a different function when embedded in the context. President Barack Obama used the adjective less to weaken the proposition. Meanwhile, President Donald Trump used the adjective less to strengthen the proposition This shows that the function of hegding in the political discourse of the US President's speeches is used to strengthen or weaken proposition with certain intentions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Ghardina Anindya Putri
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis peran perusahaan multinasional (MNC) dalam kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Studi tersebut akan fokus pada kebijakan perdagangan AS selama pemerintahan Presiden Donald Trump yang menyebabkan eskalasi Perang Dagang dengan China. Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang hubungan antara state actor dan MNCs serta proses politik yang terjadi dalam perumusan kebijakan perdagangan internasional AS. Penelitian ini mengimplementasikan teori pendekatan yang berpusat pada masyarakat dalam perdagangan internasional yang dikembangkan oleh Thomas Oatley. Makalah ini akan menggunakan metode kualitatif dengan studi dari salah satu MNC Amerika Serikat, Apple. Melalui analisis yang dilakukan, peneliti akan memetakan pemenang dan pecundang dari kebijakan tarif sebagai salah satu instrumen kebijakan perdagangan AS yang digunakan untuk membatasi impor produk China yang dikeluarkan oleh Presiden Trump. Peneliti juga akan fokus untuk mengidentifikasi hubungan antara aktor negara dan MNC, serta kepentingan Amerika Serikat dan China dalam masalah Perang Dagang ini.

This paper aims to analyze the role of multinational companies (MNCs) in United States trade policy. The study will focus on US trade policies during President Donald Trump's administration that led to the escalation of the Trade War with China. This paper is expected to provide an overview of the relationship between state actors and MNCs as well as the political processes that occur in the formulation of US international trade policy. This study implements the theory of a community-centered approach to international trade developed by Thomas Oatley. This paper will use a qualitative method with a study from one of the United States MNCs, Apple. Through the analysis conducted, researchers will map the winners and losers of the tariff policy as one of the US trade policy instruments used to limit imports of Chinese products issued by President Trump. Researchers will also focus on identifying the relationship between state actors and MNCs, as well as the interests of the United States and China in this Trade War issue."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karima Rakhma Putri
"Skripsi ini secara khusus membahas dan menganalisis tanda-tanda akan Jepang dalam film animasi era Perang Dunia II yang berjudul The Ducktator 1942 dan Tokio Jokio 1943 yang diproduksi oleh Looney Tunes. Tanda yang dianalisis dibagi menjadi tanda verbal dan tanda visual. Kerangka teori yang digunakan adalah teori semiotik Peirce dengan proses semiosisnya.
Analisis juga tidak terbatas dengan mengetahui makna dari tiap tanda yang muncul saja, tetapi juga mengaitkannya dengan konteks historis, sosial, dan budaya yang menyebabkan tanda tersebut muncul, yaitu Perang Dunia II, yang di dalamnya termasuk perang ras dan perang propaganda.
Hasil analisis keseluruhan dari tanda Jepang dalam kedua data film adalah meskipun berdasarkan pada latar belakang yang riil, karena konteks besar dibuatnya kedua data film adalah Perang Dunia II yang sedang berkecamuk, tanda Jepang yang muncul merupakan pesan propaganda Amerika Serikat mengenai gambaran Jepang, membentuk persepsi akan Jepang, dan mendorong untuk membenci Jepang kepada masyarakatnya pada saat itu.

This thesis is focusing to discuss and analyze the signs of Japan in the US World War II animation movies, The Ducktator 1942 and Tokio Jokio 1943 by Looney Tunes. The signs of Japan are divided into two categories there are verbal signs and visual signs. The frame of theories in this thesis is Peircean Semiotics with its semiosis process.
The analysis process in this thesis is not limited by only knowing the meaning of each signs, furthermore connect it within the historical, social, and cultural context of which those sign are arose. These contexts are the World War II with its race war and propaganda war included in it.
The whole result of the analysis process in the data movies is all the signs of Japan in the movies contains propaganda messages which gave the image of Japan, created perception of Japan, and encourage the US people at that time to hate Japan as the enemy, regardless all the real backgrounds because the war is the main event at that time.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumbol, John Stephanus
"Perang Dunia II merupakan salah satu peristiwa besar dalam peradaban manusia. Perang tersebut membawa perubahan dalam tatanan kehidupan manusia di dunia karena manusia mencapai kemampuan awal dalam bidang teknologi perang yang dapat menghancurkan kehidupan di bumi secara signifikan. Manusia mendapatkan pengetahuan baru dalam peradaban bahwa kelangsungan peradaban manusia sekarang banyak ditentukan oleh keputusan yang diambilnya. Apakah peradaban manusia akan berlangsung sampai ribuan tahun ke depan, atau musnah karena manusia itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S12633
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson, Woodrow
New York: Columbia University, [date of publication not identified]
353 WIL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>