Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184865 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jenny Siscawati Dwi Lestari
"Sebagai sebuah karya seni, film cerita mempunyai nilai ekonomis atau nilai jual yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pihak-pihak yang menciptakan, memproduksi, dan menayangkannya kepada khalayak. Oleh karenanya Undang-undang Hak Cipta mensyaratkan adanya ijin dari pencipta atau pemegang hak cipta sehubungan akan dilakukannya perbanyakan film cerita. Perbanyakan film cerita dapat dibuat dalam media cakram optik dengan format DVD dan VCD, dan perbanyakan dalam format ini sangat rawan terhadap tindakan pembajakan. Tindakan pembajakan film cerita dalam format DVD dan VCD sudah sangat sulit dibendung. Hal ini terlihat dari maraknya perdagangan barang ilegal tersebut di setiap sudut kehidupan masyarakat, dan masyarakat sudah semakin terbiasa untuk mengkonsumsinya. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta tidak membawa dampak yang positif bagi perlindungan hak cipta. Pada saat inilah penegakan hukum mengambil peranan. Pada kasus pembajakan film cerita melalui format DVD dan VCD, telah dilakukan berbagai macam upaya penanggulangannya namun kenyataannya tindakan pembajakan tidak menjadi berkurang, malah semakin meningkat. Menghadapi kenyataan tersebut maka sudah seharusnya penegakan hukum hak cipta lebih diintensifkan, baik oleh pemerintah, produsen film cerita, maupun oleh masyarakat end-user yang berbudaya malu untuk menggunakan produk produk bajakan. Penegakan hukum hak cipta pada dasarnya mengandung arti bagaimana menjadikan masyarakat dan para penegak hukum sadar akan arti pentingnya hak cipta. Tindakan pembajakan tidak hanya merugikan pencipta atau pemegang hak cipta tetapi juga mengakibatkan hilangnya sebagian pendapatan negara dari sektor pajak karena pembajak tidak memungut, melaporkan, dan menyetorkan pajak yang terutang pada setiap jalur produksi, distribusi, dan perdagangan film cerita dalam format DVD dan VCD. Selama ini belum ada langkah konkrit dari Direktorat Jenderal Pajak dalam menghadapi efek hilangnya sebagian pendapatan negara dari sektor pajak karena tindakan pembajakan hak cipta, terutama apabila dikaitkan dengan peranan Direktorat Jenderal Pajak sebagai primadona dalam membiayai pembangunan nasional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T18661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Ludmila M.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S24593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinand Renaldi
"Di masa sekarang ini, penggunaan internet semakin meluas dan pesat. Penggunaan internet yang semakin meluas ini tidak dapat dihindarkan dengan permasalahan perlindungan hak cipta. Maka itu, diperlukannya perlindungan hak cipta di ranah sosial media seperti YouTube yang merupakan platform sosial media untuk berbagi video. Platform YouTube telah memberikan system perlindungan hak cipta yang dinamakan copyright strike. Namun dalam penggunaan dan pengimplementasikannya, ditemukan berbagai permasalahan. Dengan metode penelitian normatif, penelitian ini hendak membahas 3 (tiga) pertanyaan penelitian: Pertama, mengenai cara kerja peraturan teguran hak cipta di YouTube sebagai media berbagi video online. Kedua, mengenai perbandingan pengaturan mengenai teguran hak cipta di Amerika Serikat (common law) dan di Indonesia (civil law). Ketiga, menentukan cara menghentikan penyalahgunaan teguran hak cipta di YouTube sebagai media berbagi video online.

Currently, the use of the internet keeps ongoing widespread and rapid. The increasingly widespread use of the internet is unavoidable with the issue of copyright protection. Therefore, copyright protection is needed in social media such as YouTube, a social media platform for sharing videos. The YouTube platform has provided a copyright protection system called copyright strike. However, in its usage and implementation, various problems were found. Using a normative research method, this research will discuss 3 (three) research questions: First, regarding how the copyright strike regulations on YouTube as an online video sharing medium. Second, the rules regarding copyright strike in the United States (common law) and in Indonesia (civil law). Third, determine how to stop the abuse of copyright strikes on YouTube as an online video-sharing medium."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ester Septarini
"ABSTRAK
Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai warisan budaya yang beragam.
Warisan budaya tersebut merupakan kekayaan tidak berwujud bagi Indonesia
karena sifatnya yang tradisional dan turun temurun. Salah satu warisan budaya
Indonesia adalah batik motif parang rusak. Pemeliharaan dan pelestarian
pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional atau folklor Indonesia
saat ini diatur di dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya dan Di dalam
Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 menyatakan bahwa
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang
yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari
instansi yang terkait dalam masalah tersebut. Perlindungan folklor yang dimaksud
dalam tulisan ini adalah pengumuman atau perbanyakan Ciptaan folklor oleh
orang yang bukan Warga Negara Indonesia. Hal ini untuk mencegah pemanfaatan
oleh pihak asing tanpa izin dari instansi yang terkait dalam masalah ini. Dengan
diakuinya batik sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity pada tanggal 2
Oktober 1999, Pemerintah Indonesia harus mengantisipasi bagaimana apabila ada
pihak lain (asing) yang akan melakukan pengumuman ataupun perbanyakan dari
batik motif parang rusak untuk kepentingan komersial mereka sendiri. Tulisan ini
membahas perlindungan Hak Cipta batik motif parang rusak menurut Undangundang
Nomor 19 Tahun 2002, upaya hukum yang dapat dilakukan pemerintah
Republik Indonesia dalam rangka melindungi folklor terutama Batik Motif Parang
Rusak dan Efektifitas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
dalam memberikan perlindungan atas Batik Motif Parang Rusak. Untuk
menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian normatif terhadap Undangundang
Nomor 19 Tahun 2002. Selain itu sebagai pelengkap juga dilakukan
wawancara dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Pengolahan
data dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan
dengan menggunakan metode deduktif.

ABSTRACT
Indonesia is known as a country that has a diverse cultural heritage. The cultural
heritage is intangible property for Indonesia because it is traditional and
hereditary. One of the cultural heritage of Indonesia is batik motif parang rusak.
The maintenance and preservation of traditional knowledge and traditional
cultural expressions or folklore in Indonesia is regulated in Article 10 paragraph
(2) of Act Number 19 of 2002, The State holds the Copyright on folklore and folk
culture results that belong together, like the story, saga, fable, legend, chronicle,
songs, crafts, choreography, dance, calligraphy and other works of art and in
Article 10 paragraph (3) of Act Number 19 of 2002 states that in order to publish
or reproduce the works referred to in paragraph (2) , people who are not
Indonesian citizens must first obtain permission from the institution related to the
problem. The protection of folklore are referred to in this paper is the creation
folklore announcement or multiplication by non Indonesian citizen. This is to
prevent the use by a foreign party without the permission of the institution related
to this issue. With the recognition of batik as an Intangible Cultural Heritage of
Humanity on October 2, 1999 , the Indonesian government must anticipate what if
there is another party (foreign) who will do the announcements or reproduction of
defective parang motif for their own commercial interests. This paper discusses
protection parang motif Copyright damaged by Act Number 19 of 2002, the law
attempts to do the Indonesian government in order to protect folklore especially
Batik Motif Parang Rusak and Effectiveness of Act Number 19 of 2002 on
Copyright in giving protection of Batik Motif Parang Rusak. To answer these
problems carried normative study of the Law Number 19 of 2002. In addition to
complement the interviews were conducted by the Directorate Intellectual
Property Right. Data processing is done qualitatively, while the deduction is done
by using the deductive method."
2013
T39281
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Noveriko Putranto
"ABSTRAK
Tindakan plagiarisme merupakan tindakan mengunakan, menjiplak, menyalin karya, tulisan, ide orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu dari penciptanya dan mengakuinya sebagai miliknya sendiri. Dalam penelitian ini yang dibahas adalah plagiarisme dalam tayangan televisi. Undang-Undang Tentang Hak Cipta tidak mengatur secara eksplisit mengenai plagiarisme, namun terdapat ketentuan dalam Undang-undang Tentang Hak Cipta yang dapat digunakan untuk memberikan konskwensi hukum pelaku plagiarisme, yaitu ketentuan mengenai hak yang terdapat dalam ciptaan yang dilanggar oleh suatu tindakan plagiarisme. Agar kepentingan dari pencipta atau pemegang Hak Cipta dapat terlindungi diperlukan pengaturan secara spesifik dalam Undang-Undang Tentang Hak Cipta mengenai plagiarisme yang melanggar Hak Cipta.

ABSTRACT
Plagiarism is the act to use, to steal, to commit literary theft, someone else?s works, words, ideas, without giving proper credit to creator and passing them off as the product of ones?s own mind. The focus of this study is plagiarism act in television show. In Law Concerning Copyrights there is no explicitly regulation about plagiarism, but there are some regulations in Law Concerni Copyrights that can be use to give a law consequence to plagiator, that are regulation about rights in a works that has been breached by plagiarism act. Because of that, in order to give creator or copyrights holder perfect protection, it needs a specific regulation in Law Concerning Copyrights about breach of copyrights plagiarism."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24813
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cubitt, Sean
London : Macmillan, 1993
302. 234 CUB v
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Nugraha
"Penelitian tentang perlindungan hak moral dalam UU hak cipta ini pada awalnya timbul karena adanya rasa penasaran penulis atas pernyataan dari International Intellectual Property Allience (IIPA) yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 24 (2) Jo. Pasal 55 (c),(d) UUHC 2002, telah melebihi ketentuan Article 6bis(l) Konvensi Berne yang mengatur tentang hak moral, sehingga perlu direvisi. Selanjutnya, penulis juga melihat terdapat kejanggalan dalam pengaturan hak moral dalam UUHC 2002, di mana dalam penjelasan umum UUHC 2002 ini disebutkan bahwa Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights) . Di sini, hak moral diartikan sebagai hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan (inalienable rights). Sedangkan bila merujuk Pasal 3 UUHC 2002 menunjukkan bahwa hak cipta merupakan hak kebendaan yang dapat beralih atau dialihkan berdasarkan hal-hal tertentu baik seluruhnya ataupun sebagian. Ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerancuan konsepsi mengenai hak moral dalam UUHC 2002. Terlebih tidak ada satu pasal pun yang mengatur hak moral bagi palaku dalam UUHC 2002. Lalu bagaimanakah konsep hak moral itu sesungguhnya, dan benarkah ketentuan hak moral dalam UUHC 2002 telah melebihi Pasal 6bis Konvensi Berne?. Berdasarkan hasil penelitian, konsepsi hak moral ternyata tidaklah sama meskipun di negara-negara yang menjadi anggota Konvensi Berne, baik dari segi sifat maupun ruang lingkupnya. Bahkan, di negara asal konsepsi hak moral ini yaitu Perancis, pengaturan hak moral jauh melebihi ketentuan dalam Konvensi Berne. Sehingga, rekomendasi IIPA tersebut di atas adalah sangat tidak relevan. Selain itu, Hak moral ternyata tidak sama dengan hak cipta dan juga bukan merupakan bagian dari hak cipta. Hak moral lebih merupakan hak pelengkap atau hak tambahan {additiona1 rights) bagi pencipta dan/atau pelaku."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hendra Tanu Atmadja, 1952-
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
346.048 HEN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mirriam Faiza Basuki
"Gim video tidak pernah kehabisan keajaiban berkat para penciptanya. Tidak heran apabila gim video memiliki nilai artistiknya sendiri yang memungkinkannya memiliki individualitas yang tunduk pada hak cipta; oleh karena itu, harus dilindungi untuk menghormati upaya dan kreativitas yang dikeluarkan oleh pengembang untuk gim tersebut. Hak yang dilindungi ini memungkinkan integritas kreatif di antara pencipta industri, menghormati karya masing-masing pencipta dan pengembang untuk tidak hanya merayakan karya mereka tetapi untuk terus berkreasi tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk basis pemain yang mereka perjuangkan. Secara khusus, tesis ini akan menganalisis klaim perusahaan Riot Games terhadap Moonton dan gim mereka "Mobile Legends: Bang Bang" (Mobile Legends) karena melanggar hak cipta gim milik Riot's Games, "League of Legends". Terlepas dari berbagai tuntutan hukum Riot Games terhadap tindakan Moonton, pengadilan telah menolak klaim Riot Games dua kali dengan mengutip doktrin forum non conveniens yang menyatakan bahwa kasus ini akan lebih baik diselesaikan di Republik Rakyat Tiongkok daripada di Amerika Serikat. Tesis ini akan membahas hubungan hukum kekayaan intelektual dan hukum perdata internasional yang dihadapi oleh penerbit video game dalam sengketa kekayaan intelektual, khususnya doktrin forum non conveniens, yang dapat melibatkan konflik antar pengadilan karena perbedaan yurisdiksi yang akan berlaku untuk kasus ini.

Video games are never short of beams of wonder thanks to the hand of their creators. No wonder video games have their own artistic value that allows them to have individuality subject to copyright; therefore, they should be protected in order to respect the effort and creativity that were spent on the game by the developers. This protected right allows creative integrity among creators of the industry, respecting each creators’ and developers’ work to not only celebrate their works but also to keep creating both for themselves and the player base that they strive to create for. In particular, this thesis will analyse the claims of Riot Games company against Moonton and their game “Mobile Legends: Bang Bang” (Mobile Legends) for infringing on the copyright of Riot Games’ game, “League of Legends”. Despite Riot Games’ multiple lawsuits towards Moonton’s actions, the court has dismissed Riot Games’ claims both times by citing the doctrine of forum non conveniens, stating that this case would be better settled in the People’s Republic of China rather than the United States. This thesis will discuss the connection of intellectual property law and private international law faced by video game publishers in intellectual property disputes, especially the doctrine of forum non conveniens, which can involve conflicts between courts due to the different jurisdictions that would apply to these cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>