Ditemukan 11647 dokumen yang sesuai dengan query
Jakarta: Caraka Bhuwana, 1993
R 337.1 FIN
Buku Referensi Universitas Indonesia Library
Denpasar: Meeting of the Standing Ministerial Committe, 1993
337.1 FIN
Buku Teks Universitas Indonesia Library
"despite arguments that decentralization creates successful rural development, studies in many countries find that the adoption of decentralization does not always make rural development more effective. while decentralization theoretically offers substantial opportunities for successful rural development, all too often the implementation is hampered by various challenges. this paper deals with this challenging issue, which is to identify the potentialities and challenges brought by decentralization for rural development. through literature review, this paper suggest countries applying decentralization to pay attention on several main factors consisting of formulation of local budget, social capital, local capacity, and community participation."
Hiroshima: IDEC (Graduate School for International Development and Cooperation) Hiroshima University, 2021
334 JIDC 27:1 (2021) 334 JIDC 27:2 (2021)
Majalah, Jurnal, Buletin Universitas Indonesia Library
Sudibyo
"Kerjasama intelijen dalam pandangan negara-negara ASEAN merupakan implementasi dari kerjasama bidang pertahanan.dan keamanan. Kerjasama intelijen antar negara-negara ASEAN bagi Indonesia sangat penting mengingat Indonesia menjadi salah satu negara yang besar dan memiliki populasi yang hampir setengah populasi ASEAN. Kerjasama Intelijen dapat berujung pada dua hal yaitu manfaat dan resiko. Untuk itu Indonesia perlu memahami bagaimana mengoptimalkan keuntungan dan meminimalisasi resiko dari sebuah kerjasama intelijen. Teori yang digunakan dalam menganilisis tesis adalah teori kegagalan intelijen yang diadopsi dari pemahaman Copeland yang kemudian dikombinasikan dengan teori keamanan. Metode yang dipakai adalah penelitian kombinasi antara kualitatif dan kuantitatif (mix methods). Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai indeks faktor kepemimpinan-kebijakan (leadershippolicy) adalah 0,708 dan organisasi-birokrasi 0,875. Hal ini mengindikasikan nilai indeks tersebut memberi manfaat positif bagi Indonesia. Secara kesuluruhan nilai indeks kerjasama Intelijen adalah 0,654166, yang menunjukkan dalam kategori kuning atau berpotensi menuju penguatan kerjasama intelijen, yaitu pada wilayah hijau. Akan tetapi dapat juga menuju ke kategori merah, yaitu rawan/merugikan bagi kepentingan Indonesia, apabila tidak dikelola dengan baik. Sedangkan kerjasama dalam hubungan bilateral lebih menonjol dibanding multilateral dengan nilai indeks 0,775, dan kerjasama bidang formal dan informal berada pada nilai indeks 0,66875. Selanjutnya masa depan kerjasama Intelijen antar negar-negara di kawasan ASEAN akan sangat dipengaruhi oleh, isu-isu baru dan sub indikator baru serta adanya penambahan jumlah kerjasama intelijen bidang lainnya.
In the perspective of ASEAN countries, Intelligence cooperation is one of the implementation of the Defense and Security cooperation. For Indonesia, the Intelligence cooperation is most significant due to the facts that Indonesia is the biggest country in the South East Asia and it has almost half the population of the ASEAN conutries. The intelligence cooperation may results benefit or risk. Hence, Indonesia should understand how to take the advantage and minimalize the risk of the intelligence cooperation. This tesis is analysed by several theories mostly the theory of intelligence failures of Copeland and theory of security. The tesis used a mix methods researches to discuss the substance. The analyses of the intelligence cooperation obtained the index point of 0.708 of the leadership-policy factors and 0.875 of the bureaucratic-organizations factors. This score provides a potential benefits of intelligence cooperation for Indonesia. Furthermore, the total index point of the Intelligence cooperation is 0.654166, or the intelligence cooperation is in the yellow category. It means the intelligence cooperation potentially benefits to Indonesia on the aspects of Leadership-policy and Organisation-Birocrates, and it could be risked if it is not managed perfectly. Meanwhile, the sector of bilateral cooperation with the index point of 0,775, is showing more effective than multilateral sector. It is followed by the fact that the informal cooperation with the index point of 0.66875, is more implemented than formal intelligence cooperation. Finally, the future of the ASEAN Intelligence cooperation depends on new issues, new sub-indicators and the sort of intelligence cooperation arised."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Endah Heliana
"Tesis ini menjabarkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kerjasama sub-kawasan di ASEAN dari tahun 1989 hingga 2015. Penelitian ini menjabarkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan empat kerjasama sub-kawasan di ASEAN yaitu Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT GT), Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Phillippines East Asian Growth Area (BIMP EAGA), dan Greater Mekong Sub-region (GMS). Analisis dilakukan menggunakan empat faktor kerjasama sub-kawasan yang dikembangkan oleh Tongzon (2002) yaitu geographical proximity, komplementaritas ekonomi, komitmen politik dan partisipasi sektor swasta, dan katalis. Dalam analisis ditemukan bahwa untuk dapat menjadi kerjasama sub-kawasan termaju di ASEAN dibutuhkan geographical proximity yang memadai, komplementaritas ekonomi, adanya komitmen politik dan partisipasi sektor swasta, dan kehadiran katalis.
This thesis analyzed about the influence factors of ASEAN sub-regional cooperation growth in ASEAN from year 1989-2015. This research analyze about factors which affecting sub-regional cooperation growth in ASEAN, namely Indonesia Malaysia Singapore Growth Triangle (IMS GT), Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT GT), Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Phillippines East Asian Growth Area (BIMP EAGA), and Greater Mekong Sub-region (GMS). This research employed four sub-regional cooperation factors from Tongzon (2002) consist of geographical proximity, economic complementarity, politics commitment and privat sector participation, and the presence of catalyst. Through this research, the writer found that to be an advanced sub-regional cooperation in ASEAN, it needs supporting factors consist of geographical proximity, economic complementarity, politics commitment and privat sector participation, and the presence of catalyst."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Harmoko
Jakarta: Yayasan Gebyar Aksara Mandiri, 1992
327.06 HAR n
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Tokyo : Foundation for Advanced Studies on International Development , 2001
327.17 CHA
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Japan : IDEC (Graduate School for International Development and Cooperation)
050 JIDEC 3:1 (1997)
Majalah, Jurnal, Buletin Universitas Indonesia Library
Syamsu Rizal
"Kerjasama antara negara baik dalam lingkup bilateral, regional dan multilateral sangat dibutuhkan oleh suatu negara, dimana suatu negara tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya interaksi dengan negara lainnya baik dalam sektor ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri ASEAN (Asosiation South East Asia Nation) yang mayoritas ruang lingkupnya dibidang ekonomi, politik dan sosial budaya. Organisasi ASEAN tidak bergerak di bidang pertahanan keamanan apalagi di bidang pakta pertahanan, pertahanan keamanan merupakan isu yang sensitif karena menyangkut integritas dan kedaulatan suatu negara. Politik Indonesia yang bebas aktif bertujuan untuk menciptakan keamanan di dunia, maka kerjasama pertahanan Indonesia dengan negara lain dalam bentuk kerjasama bilateral yang saling membutuhkan dan menguntungkan. Krisis moneter yang melanda Indonesia semenjak tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 membuat Indonesia harus berjuang menggerakkan roda perekonomian bangsa yang berakibat langsung pada penghidupan masyarakat di segala strata atau tingkatan, implikasi dari krisis ekonomi ini merupakan pengaruh dari globalisasi dunia, dimana manajemen ekonomi makro Indonesia kurang begitu kokoh ditambah dan kurangnya pengawasan dari instansi yang berwenang sehingga banyak timbul KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ) yang melanda ditingkat lembaga instansi pemerintah dan non pemerintah. Beberapa kasus pelanggaran Bank yang dilakukan oleh para koruptor BLBI yang membawa uang Indonesia ke negara Singapura. Bertolak dari banyaknya para koruptor dan dana yang berasal dari Indonesia yang melarikan diri ke Singapura membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempunyai inisiatif untuk mengembalikan dana dan menghukum para koruptor yang ada di negara Singapura. Indonesia selama ini belum mempunyai perjanjian ekstradisi dengan negara Singapura maka kepentingan Indonesia di perjanjian ekstradisi sedangkan kepentingan negara Singapura di DCA (Defence Cooperation Agreement) dimana Singapura tidak mempunyai lahan latihan karena terbatasnya kondisi geografi Singapura, sehingga kerjasama pertahanan ini sangat diperlukan oleh SAF (Singapore Armed Forces) sekaligus untuk menguji alutsistanya yang jauh lebih mutakhir dan modern dari Indonesia. Perjanjian Pertahanan antara Indonesia dan Singapura telah ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampak Siring Bali namun setelah itu banyak menuai pro dan kontra terhadap perjanjian pertahanan antara Indonesia dan Singapura karena dalam perjanjian tersebut jangka waktunya 25 tahun, wilayah latihan yang meliputi Alpha1, Alpha 2 dan Bravo cukup luas serta keterlibatan pihak ketiga yang dilibatkan oleh Singapura. Penolakan perjanjian DCA ini dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, pengamat militer serta dari Komisi I DPRRI dengan alasan perjanjian ini merugikan Indonesia dengan beberapa alasan diantaranya terkoreksinya kedaulatan Indonesia, berpengaruh pada mata pencarian masyarakat Provinsi Kepulauan Riau serta kerusakan alam disekitar Kepulauan Anambas dan Natuna. Penolakan DCA sangat tepat karena tidak ada keuntungan yang begitu besar yang diperoleh Indonesia sedangkan kerugiannya cukup banyak seperti dijelaskan diatas, walaupun melalui perjanjian pertahanan ini bisa meningkatkan profesionalisme TNI dan alih tekhnologi. Diharapkan kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Singapura tidak dalam kontek DCA tetapi kerjasama pertahanan antara masing-masing Angkatan Bersenjata yang selama ini sudah dilaksanakan sejak tahun 1970-an yang daerah latihannya tidak luas serta peningkatan anggaran pertahanan secara bertahap dengan tujuan untuk menjaga seluruh kedaulatan Indonesia serta dengan ditolaknya perjanjian pertahanan RI-Singapura akan memperkuat Ketahanan Nasional Indonesia karena kedaulatan tetap terjaga tanpa di masuki oleh negara lain.
A country needs cooperation in bilateral, regional or multilateral because it is very difficult for one country to exist without interaction with other countries in economy, politics, socio-culter, security and defence matters. Indonesia as one of the founding members of ASEAN (Association of South Asia Nations) whose scope of cooperation involves economic, political, and socio-culter affairs realize this. ASEAN itself is not a defence pact as it is a sensitive issue for the integrity and sovereignty of member countries. Indonesia?s politics which is free and active aims at creating security in the world. This drives Indonesia to have defence cooperation with other countries in a mutually beneficial bilateral agreement. The 1997-2001 Monetary Crises forced Indonesia to drive its economy and brought direct impact to the livelihood of Indonesians in all walks of life. The crises it self was the effect of globalization. At that time Indonesian?s macro economy was not so strong and made worse due to lack of institusional control. As a result, corruption, collusion, nepotism (popularly abbreviated as KKN) widely happened in government and non-government institutions. One of the big cases was BLBI (Liquidity Assistance of Bank of Indonesia). In this case many corruptors brought the funds to Singapore. Recognizing the fact that many corruptors and theirs funds went to Singapore, President Susilo Bambang Yudhoyono decided to regain the funds and bring the corruptors in Singapore to Indonesian court. Indonesia did not have extradition agreement with Singapore before. The initiative will be possible if Indonesia and Singapore have signed an agreement. For Singapore, the agreement should be in the contex of DCA (Defence Cooperation Agreement) in which Singapore with its limited lands needs areas in Indonesia to test their more modern and sophisticated weaponries. The Defence Agreement was signed on 27 April 2007 in Tampak Siring, Bali with pro and contra about it. Those who disagree argue that the length of cooperation which is 25 years is too long. Besides that the practice zones, Alpha 1, Apha 2 , Bravo are large and enable Singapore to invite third parties in their exercises. Rejection comes not only from commission 1 of Indonesian Parliament but also from many elements of society, academicians and military observers. They argue that this agreement has affected Indonesian sovereignty and income of people in Riau islands, let alone the natural damage around Anambas and Natuna islands. This thesis supports the rejections and argues that Indonesia does not get much out of it compared to the loss as mentioned above although the agreement can improve Indonesian Armed Forces (TNI) professionalism and technology transfer. The agreement should be in the context of defence cooperation and not in the context of DCA. This has been done since 1970s with limited areas of combat practice. The dismissal of this agreement can be seen as a way to strength Indonesian national resilience as the sovereignty can be kept intact without the interference of another country while gradually increasing the defence budget to protect all Indonesian territory and sovereignty."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T29145
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Netherland: Asser Press, 2004
340.9 INT
Buku Teks Universitas Indonesia Library