Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sirait, Hengky Gongkon
"Jatuhnya mata uang Bath Thailand merupakan awal dari krisis Asia yang selanjutnya menimpa Korea Selatan dan Indonesia. Won dan Rupiah depresiasi nilainya yang mengakibatkan kedua negara mengalami krisis yang sangat parah dan mengguncang sistem perekonomian kedua negara secara menyeluruh. Kedua negara meminta bantuan IMF untuk mengatasi krisis di negaranya.
IMF sebagai lembaga keuangan internasional memberikan bantuan likuiditas terhadap negara-negara anggota. Program bantuan IMF diiringi dengan prasyarat yang harus dipenuhi oleh negara penerima bantuan. Prasyarat tersebut tertuang dalam nota kesepakatan yang disebut Letter of Intent (Lol). Butir-butir kesepakatan itu terkait dengan program reformasi yang mengandung nilai-nilai liberal.
Tesis ini menggunakan konsep neo-liberal untuk menjelaskan butir-butir prasyarat yang direkomendasikan IMF terhadap kedua negara. Butir-butir prasyarat ini diantaranya : Kebijakan moneter dan fiskal ketat, kebijakan orientasi ekspor, liberalisasi sistem keuangan, penegakan iklim transparansi, restraIrturisasi dan privatisasi, serta deregulasi kebijakan ekonomi yang berorientasi terhadap nilai-nilai pasar bebas. Kebijakan moneter dan fiskal ketat yang direkomendasikan IMF terhadap kedua negara menyebabkan kondisi ekonomi kedua negara semakin terpuruk. Nilai mata uang (kurs) semakin terdepresiasi, cadangan devisa semakin menipis, dan besarnya biaya sosial yang harus ditanggung oleh kedua negara seperti semakin tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan serta instabilitas politik.
Teori developmental state digunakan dalam tesis ini untuk menjelaskan pengaruh peran aktif pemerintah dalam aspek sosial-politik dan ekonomi terhadap proses pemulihan ekonomi di kedua negara. Teori ini menjelaskan peran aktif pemerintah dalam aspek sosial-politik ditujukan untuk menciptakan stabilitas, dan peran aktif pemerintah dalam aspek ekonomi ditujukan untuk mempercepat perturnbuhan ekonomi. Kredibilitas dan kepekaan terhadap krisis, yang terkait dengan konsistensi, kejelasan motivasi, tranparansi, keseriusan dalam reformasi, pentingnya stabilitas jangka pendek, serta kebijakan yang cenderung memihak rakyat kecil merupakan faktor-faktor yang menyebabkan terciptanya stabilitas. Restrukturisasi sektor keuangan dan korporasi secara bijak, seperti terdapatnya mekanisme aturan yang jelas, tindakan cepat dalam merestrukturisasi hutang swasta, dan rnemperbaiki kinerja manajemen merupakan faktor-faktor yang pempercepat bangkitnya kembali sektor dunia usaha. Asumsi dalam tesis ini, jika kondisi stabil dan sektor dunia usaha dapat bangkit kembali maka proses pemulihan ekonomi akan berjalan dengan cepat.
Jenis penelitian dalam tesis ini adalah eksplanatit di mana menghubungkan dua variabel dengan menggunakan teori-teori sebagai alat untuk menganalisa hubungan kousal yang terjadi. Diteliti keterkaitan hubungan antara peran aktif pemerintah dalam aspek sosial-politik dan ekonomi terhadap proses pemulihan ekonomi di kedua negara. Dalam interaksinya dengan IMF, peran aktif pemerintah Korea Selatan dalam aspek sosial-politik dan ekonomi menyebabkan kondisi stabil tetap terjaga dan peran aktif pemerintah dalam aspek ekonomi menyebabkan sektor dunia usaha cepat bangkit kembali.
Tesis ini membuktikan, dalam berinteraksi dengan IMF, diperlukan peran aktif pemerintah dalam aspek sosial-politik dan ekonorni agar kondisi stabil tetap terjaga dan sektor dunia usaha dapat bangkit kembali dengan cepat. Terbukti, dengan kondisi politik yang stabil dan bangkit kembalinya sektor dunia usaha menyebabkan Korea Selatan lebih cepat pulih dan krisis dibandingkan Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohannes Henry Nugroho
"Lembaga Moneter Intemasional ( IMF ) adalah merupakan Iembaga keuangan yang berfungsi sebagai mitra ekonomi intemasional, yang pada dasamya dapat meningkaikan kerja sama moneter internasional diantara negara-negara anggotanya. Peranan IMF adalah umuk menggalang kehadiran suatu sistem moneter intemasional, menjaga kestabilan nilai tukar, membantu neraca pembayaran, serta memberikan jasa konsultasi dan kolaborasi terhadap persoalan moneter.
Indonesia sehagai salah sam dari negara anggota IMF, berdasarkan kepada anggaran dasar pendanaan IMF memiliki liak untuk meminta bantuan IMF. Oleh karenanya, saat terjadinya krisis ekonomi yang sangat dahsyat dan parah, yang terjadi pada periode 1997 - 1998, pemerintah Indonesia memutuskan untuk meminta bantuan IMF, dengan maksud umuk menstabilkan neraca pembayaran, meningkatkan volume ekspor, termasuk juga menurunkan / menghabiskan tarif ekspor, menstabilkun nilai tukar mata uang dan pembayaran hulang luar negeri yang sedang dalam masa jatuh tempo.
Dari hasil perundingan ke penmdingan, yang kemudian diwujudkan dengan penandatanganan nom kesepakatan bersama Legler Of Intern pads periods tahun 1997 - 1998, ternyata dari hasil penelitian menunjukan bahwa hal itu memang berdampak positif bagi pemeriniah Indonesia. Namun demikian dari data yang dikumpulkan yang kemudian di uji dengan teori, maka menunjukan bahwa goal / hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah indonesia, dengan kala lain hasilnya masih minimal. Hal ini terbukti dengan terjadinya fluktuasi mata uang rupiah yang tidak menentu, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, dan tingkat inflasi yang semakin meningkat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: BS Center, 2020
338.959 8 VAK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
J. Soedradjad Djiwandono
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2001
330.959 8 SOE b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Vinita
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang implikasi Letter of Intent (LoI) IMF dalam kebijakan
impor beras Indonesia periode 2004-2010. Pemerintah Indonesia menandatangani
LoI dengan IMF saat Indonesia mengalami krisis ekonomi tahun 1997 sehingga
harus meminta bantuan dari IMF. Selama empat periode pemerintahan (1997-
2003), IMF memberikan tekanan pada pemerintah untuk melakukan liberalisasi,
privatisasi, dan deregulasi di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor
perberasan. Akibat liberalisasi tersebut, jumlah impor beras yang masuk ke
Indonesia meningkat dengan tajam. Namun pasca LoI berakhir, pemerintah tetap
mempertahankan kebijakan impor beras khususnya untuk memenuhi stok
cadangan beras nasional. Maka pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah
mengapa pemerintah tetap melakukan kebijakan impor beras pasca LoI IMF
berakhir dan pihak mana yang diuntungkan dengan impor beras tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis.
Hasil penelitian memaparkan terdapat tiga implikasi LoI IMF yang masih
dirasakan sampai saat ini yaitu terbukanya pasar beras dalam negeri, privatisasi
BULOG, dan hilangnya subsidi KLBI. Pemerintah juga memiliki komitmen
internasional dengan WTO untuk membuka pasar bagi beras impor minimal
sebanyak 70.000 ton beras per tahun. Di lain pihak, adanya preferensi pemerintah
untuk mempertahankan kebijakan tersebut karena impor beras memberikan
insentif yang besar bagi pelaksana impor, yaitu BULOG. Pihak yang diuntungkan
dari impor ini selain BULOG, adalah negara eksportir beras yaitu Thailand dan
Vietnam. Untuk menghadapi liberalisasi strategi pemerintah perlu meningkatkan
pembangunan infrastruktur pertanian, penguatan kelembagaan tata niaga beras,
serta menyusun kebijakan perberasan yang solid dan terkoordinasi dengan baik
antar lembaga terkait.

Abstract
This study discusses about the implications of the IMF Letter of Intent (LoI) in
Indonesian rice import policy especially in the period 2004-2010. The government
of Indonesia signed the LoI with the IMF when Indonesia hit by economic crisis
in 1997 and requested an assistance from the IMF. During the four periods of
reign (1997-2003), the IMF put pressure on governments to apply liberalization,
privatization, and deregulation in various sectors, one of which is the rice sector.
As the result, the amount of rice imports into Indonesia increased sharply. After
the LoI ended, the government is still maintaining rice import policy, especially to
meet the national rice reserve stock. Then the research question is why the
government continues to conduct rice import policy after the LoI IMF ended and
which party get benefits from the imported rice.
This research is a qualitative research with a descriptive analysis design. The
results found that there are three implications of the LoI IMF which is the
liberalization of domestic rice market, privatization of BULOG, and the abolition
of KLBI. The government also has international commitments to the WTO to
open minimum market access of 70,000 tons of rice per year. On the other side,
the government's preference to maintain the import policy because the policy
provides strong incentives for BULOG as an STE in importing rice. The party
who gets the benefits from the imported rice are the rice exporting country such as
Thailand and Vietnam, and BULOG. The researcher suggests several strategies
that can be implemented by the government that is to improve the development of
agricultural infrastructure, strengthen the rice marketing institutional, and develop
a firm and well-coordinated rice policy among relevant institutions."
2012
T30499
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tri Andriyanto
"Skripsi ini membahas mengenai pelemahan ketahanan pangan komoditas beras Indonesia akibat implementasi dari Letter of Intent IMF, periode 1995 hingga 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Indonesia mengalami pelemahan ketahanan pangan beras dari segi ketersediaan, stabilitas pasokan beras, serta akses terhadap beras. Ketersediaan diukur dari perbandingan jumlah konsumsi per tahun dengan stok yang tersedia, stabilitas pasokan diukur dari perbandingan volume beras domestik dan beras impor, sedangkan akses diukur dari harga eceran beras setiap tahun. Ketersediaan beras Indonesia cenderung menunjukkan angka menurun, stabilitas menunjukkan angka impor beras yang fluktuatif dan cenderung naik, dan akses menunjukkan harga eceran beras yang terus naik setiap tahunnya.

This thesis discusses the weakening of Indonesia's rice food commodities due to the implementation of IMF Letter of Intent, the period 1995 to 2009. The method used is quantitative descriptive design. The results of this study show that Indonesia has weakened food security in terms of availability of rice, rice supply stability, and access to rice. Availability is measured from the ratio of the amount of consumption per year with available stock, supply stability measured by the ratio of the volume of domestic rice and rice imports, while the access measured from the retail price of rice every year. Indonesia rice availability is likely to show declining numbers, the stability showed that rice imports fluctuate and tend to rise, and access to show the retail price of rice continues to rise each year."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Dharmawan
"[Kegiatan ekonomi bawah tanah adalah masalah umum di setiap negara terlepas dari tingkat perkembangan ekonomi dari suatu negara, termasuk Indonesia. Kegiatan ini tidak dihitung dalam perhitungan PDB. Dengan demikian, hasil perhitungan PDB tersebut akan membuat bias kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi ekonomi bawah tanah di Indonesia, karakteristiknya dan faktor penyebabnya. Penelitian ini juga akan
menguji hubungan antara ekonomi bawah tanah dan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta pendapatan pemerintah dari sektor pajak. Hasil analisis menunjukkan bahwa ukuran ekonomi bawah tanah di Indonesia untuk periode 1999–2007 masih relatif tinggi yaitu sekitar 18% - 21% dari PDB. Akibatnya, kondisi ini akan memberikan dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan juga mengurangi pendapatan pemerintah, terutama dari sektor perpajakan, hal ini akan membatasi kemampuan pemerintah dalam penyediaan barang publik kepada
masyarakat. Ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah dalam mengurangi ekonomi bawah tanah, tetapi pemberantasn tingkat korupsi dan peningkatan kualitas pemerintah dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat adalah langkah utama yang perlu diambil oleh pemerintah Indonesia;Underground economic activities are a common problem in every country regardless of the level of economic development, including Indonesia. These activities are not counted in GDP measurement; thus, they will skew government
policy decisions. The aim of this study is to examine the current condition of the underground economy in Indonesia, its characteristics, and the causes of its increasing growth. This study will also examine the relationship among the underground economy, Indonesian economic growth, and government tax revenue. The findings show that the size of the underground economy between 1999 and
2007 is relatively high at approximately 18% to 21% of GDP. Consequently, the underground economy has a negative impact on economic growth and also reduce government revenue, primarily tax revenue, thereby limiting the government’s ability to provide goods and services. Although, there are several ways to reduce the underground economy, reducing the level of corruption and improving governance in order to increase social trust is the most important action that can to
be taken by the Indonesian government.;Underground economic activities are a common problem in every country
regardless of the level of economic development, including Indonesia. These
activities are not counted in GDP measurement; thus, they will skew government
policy decisions. The aim of this study is to examine the current condition of the
underground economy in Indonesia, its characteristics, and the causes of its
increasing growth. This study will also examine the relationship among the
underground economy, Indonesian economic growth, and government tax revenue.
The findings show that the size of the underground economy between 1999 and
2007 is relatively high at approximately 18% to 21% of GDP. Consequently, the
underground economy has a negative impact on economic growth and also reduce
government revenue, primarily tax revenue, thereby limiting the government’s
ability to provide goods and services. Although, there are several ways to reduce
the underground economy, reducing the level of corruption and improving
governance in order to increase social trust is the most important action that can to
be taken by the Indonesian government, Underground economic activities are a common problem in every country
regardless of the level of economic development, including Indonesia. These
activities are not counted in GDP measurement; thus, they will skew government
policy decisions. The aim of this study is to examine the current condition of the
underground economy in Indonesia, its characteristics, and the causes of its
increasing growth. This study will also examine the relationship among the
underground economy, Indonesian economic growth, and government tax revenue.
The findings show that the size of the underground economy between 1999 and
2007 is relatively high at approximately 18% to 21% of GDP. Consequently, the
underground economy has a negative impact on economic growth and also reduce
government revenue, primarily tax revenue, thereby limiting the government’s
ability to provide goods and services. Although, there are several ways to reduce
the underground economy, reducing the level of corruption and improving
governance in order to increase social trust is the most important action that can to
be taken by the Indonesian government]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44649
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanis Fransiskus Lema
"Tesis ini menyorot implikasi penerapan Agreement on Agriculrure (AoA) World Trade Organization (WTO) dan Letter of Intent (Lol) International Monetwy Fund (IMF) terhadap produsen gula Indonesia periode 1995-2003. Sebagaimana dipahami. kebijakan sektor pertanian di suatu negara tidak iepas dari pengaruh faktor eksternal, apalagi dalam era globalisasi yang ditandai oleh adanya keterbukaan ekonomi dan keterkaitan yang bersifat global. Terdapat dua faktor eksternal yang mempengaruhi sektor pertanian Indonesia. Pertama, kesepakatan internasional, khususnya AoA WTO. Kedua, pecan lembaga multilateral yang membantu Indonesia dalam masa krisis. yakni IMF. Kendati keduanya menimbulkan implikasi terhadap sektor pertanian dan produsen gula Indonesia, tampak bahwa dalam situasi normal, faktor penama lebih mempengaruhi sektor pertanian Indonesia, sedangkan pengaruh IMF lebih terasa scat terjadi krisis.
Adapun pertimbangan yang melatarbelakangi penulis mengangkat tema ini adalah: pertama, berakhirnya era Perang Dingin (cold war) memunculkan berbagai perubahan dalam sistem intemasional. Salah satu perubahan fundamental yang terkait dengan penelitian ini adalah menguatnya fenomena keterhubungan (interconnectedness) yang bersifat lintas-kontinental. Hal ini mengakibatkan setiap perkembangan yang terjadi di suatu pelosok dunia akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan di pelosok dunia lain. Demikian pula liberalisasi pertanian dalam kerangka WTO dan IMF niscaya mempengaruhi kondisi produsen gula Indonesia. Dalam kajian Hubungan Internasional (HI), penelitian ini menarik karena memperlihatkan adanya fenomena keterhubungan (interconnectedness) dan fenomena interdependensi.
Kedua, penetapan kurun waktu 1995 hingga 2003 sebagai periode penelitian didasarkan pada alasan bahwa tanggal 1 Januari 1995 adalah awal pemberlakuan AoA WTO. Sementara tahun 2003 adalah saat digelarnya Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO V di Cancun, Mexico yang berakhir dengan jalan buntu (deadlock) karena tidak dicapainya kesepakatan perihal liberalisasi pertanian tahap lanjut, sekaligus tahun 2003 merupakan momentum akhir intervensi IMF dalam sistem perekonomian Indonesia.
Ketiga, produsen gula dijadikan unit analisa pada level negara sebab di samping beras, gula adalah pangan pokok bagi rakyat Indonesia. Penggunaan gula juga bersifat luas karena terkait dengan banyak industri lain. Sejarah jugs memperlihatkan bahwa pada dekade 1930-an, produsen gula Indonesia (dulu Hindia Belanda) sukses menjadi produsen gula terbesar kedua di dunia. Suatu kondisi yang kontradiktif dengan saat ini. karena kini Indonesia adalah importir gula terbesar kedua di dunia. Peralihan status dari eksportir menjadi importir membuat gula menjadi tema penelitian yang menarik dikaji.
Kerangka pemikiran yang digunakan adalah perspektif neorealis yang berakar dari tradisi pemikiran kaum realis atau nasionalis sebagaimana dikemukakan oleh Robert Gilpin. Perspektif neorealis menekankan pada maksimalisasi kepentingan nasional. Dalam konteks liberalisasi pertanian. Indonesia diharapkan mampu merumuskan kepentingan nasional yang hendak dicapai, agar tidak terus-menerus didikte oleh WT() dan IMF'. Sebab berdasarkan perspektif neorealis, keberadaan dua institusi ini lebih memperjuangkan kepentingan kekuatan hegemon (negara maju). Perspektif neorealis juga mengungkap sikap ambivalen negara maju dalam perdagangan gula. Fakta memperlihatkan bahwa negara maju, terutama Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) adalah dua pihak yang sangat protektif terhadap industri gula, namun menghendaki pembukaan akses pasar yang luas di negara berkembang.
Akhirnya, penelitian menyimpulkan bahwa liberalisasi pertanian dalam kerangka WTO dan IMF merugikan produsen gula Indonesia, sebaliknya menguntungkan produsen gula mancanegara. Ketergantungan Indonesia terhadap gula impor juga semakin meningkat. Kesimpulan demikian diperkuat oleh fakta terjadinya penurunan luas lahan dan tingkat produktivitas, dua indikator yang dipakai untuk mengukur kondisi produsen gula pra dan pada saat liberalisasi pertanian dijalankan oleh WTO dan IMF."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>