Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53120 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Asad
"Ummat Islam sepanjang sejarahnya hanya menerapkan sistem Islam, sejak Rasulullah SAW berada di Madinah sampai tahun 3 Maret 1924, yaitu tatkala jatuhnya Daulah Islamiyah yang terakhir ketangan penjajah. Saat itu penerapan Islam mancakup seluruh aspek kehidupan, bahkan negara berhasil menerapkannya secara gemilang. Islam berhasiI mengubah bangsa Arab secara keseluruhan dari taraf pemikiran yang sangat rendah, dan dari kegelapan yang selalu diliputi oleh fanatisme kesukuan dan alam kebodohan yang sangat, menjadi era kebangkitan berpikir yang cemerlang, gemerlap dengan cahaya Islam, yang bahkan tidak hanya bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh dunia.
Ummat Islam telah metnainkan peranan penting dalam membawa Islam keseluruh pelosok dunia, sehingga mampu menguasai Persia, Iraq, Syam, Mesir, dan Afrika Utara dengan Khilafah Islamiyah. Dengan tidak diterapkannya Islam saat sekarang ini maka bermunculan gerakan Islam termasuk Hizbut Tahrir yang bertujuan untuk mengembalikan kehidupan Islam dibawah naungan Dauiah Khilafah Islamiyah.
Khilafah Islam yang merupakan Sistem Pemerintahan Islam, jelas sekali memiliki struktur negara Islam yang terdiri dari beberapa bagian yaitu Khalifah sebagai kepala negara, Mu 'awin Tafividl sebagai pembantu Khalifah yang berkuasa, lkfu'awin Tanfrdl, sebagai pembantu Khalifah dalam urusan administrasi, amirul jihad sebagai yang memiliki wewenang mengurus angkatan bersenjata, sebagai pasukan Islam, Wali (gubernur), Qadla (pengadilan), aparat administrasi negara dan majlis ummat.
Dengan demikian hanya Islam (Khalifah Islamiyah) sebagai sistem satusatunya yang telah diterapkan terhadap ummat secara total -baik bangsa Arab maupun non Arab- sejak Nabi saw menetap di Madinah sampai masa penjajahan yang menduduki negeri-negeri Islam. Kemudian sistem Islam diganti dengan sistem Kapitalis.

The Muslims implemented only Islam through all the ages from the arrival of Rascal Allah to Madinah until 24 March 1924 CE when the Islamic State collapsed at the hands of colonialism. The Muslims implementation of Islam was comprehensive and its success in their comprehensive implementation was overwhelming. Islamic ideology transferred all of the Arabs from a low level of intellect in which they were acting haphazardly in the darkness of bloody family feuds and ignorance to an age of intellectual revival glittering in the light of Islam whose sunrisewas not restricted to the Arabs but prevailed all over the world.
Muslims rushed inconveying Islam to the world, putting their hands in the process over Persia, Iraq, the lands of ash-Sham, Egypt and North Africa-with with Khilafah Islamiyah. Islamic law is not implemented of the society in the Muslim lands. Consequently, at the time the muslims build the partys include Hizbut Tahrir of the the aim is to resume the Islamic way of life and to carry the Islamic Da?wah Resuming the Islamic way of life means to bring Muslims back to living Islamically in the land of Islam and in an Islamic society under the shadow of an Islamic Slate which is the Khilafa.
Khilafah Islam is the -role of islam regards to the ruling system, the structure of the state in Islam is established upon eight pillars: the Khaleefah, i.e., the head of Stale, the Khaleefah's delegated assistants (Mo'aawen Tafiveed), the Khaleefah's executing assistants (Mo'aawen Tanfeedh), the Ameer of Jihad, the Governors (Wulah), the Judges (QuDah)), slate departments, and the state assembly (Majlis al-Ummah).
Islam continued to be applied on the entire Islamic Ummah, Arab and non-Arabs, from the time Prophet settled down in Madinah till the colonial powers occupied the Islamic lands and replaced Islam with the Capitalist system.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18361
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nusirwan
"Pada bulan Maret 1924 Kemal Attaruk, Kepala Negara Turki, mengumumkan dihapuskannya Khilafah Islamiah dan negaranya, dan gema dari kebijakan tersebut berkumandang ke seluruh penjuru dunia Islam. Tiga belas bulan kemudian, tepatnya April 1925 Syeik All Abdul Raziq, seorang ulama al-Azhar dan Hakim Syari'ah di al-Mansyhurah, Mesir, menerbitkan sebuah buku berjudul "al Islam wa Ushul al-Huhn : bahsun flu khilafah wal hukrrmah fills/am" yang berisi tentang tuntutan penghapusan kekhilafahan dan pengikaran eksistensinya dalam ajaran Islam. Maka muncullah reaksi keras. dari berbagai kalangan masyarakat di Mesir, negara-negara Arab dan dunia Islam. Akibatnya Ali Abd al-Raziq dipecat dari jabatan Hakim al Mansyhurah dan dicoret namanya dari jajaran ulama al-Azhar.
Tesis ini merupakan telaahan kembali pemikiran Ali Abd al-Raziq dalam buku karangannya itu dan ditujuankan untuk mengetahui lebih detail dari konsepsi politik yang digagas olehnya. Sekaligus menguji sejauh mana konsepsi politik Ali Abd al-Raziq menurut perspektif al-Quran dan al-Hadist, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif ,pendekatan fenomologis dan metode analisis deskriptif serta komparatif.
Dari hasil penelitian diatas penulis temukan bahwa Ali Abdul al-Raziq termasuk pemikir politik Islam yang paling kontroversial saat itu. Paham dan pendapatnya sangat bertentangan dengan para alim ulama al-Azhar dan umat Islam lainya khususnya tentang Khilafah dan Negara. Sebagian besar umat Islam dan ulama menganggap dan menyatakan Khilafah Islamiah wajib hukumnya dan masalah tersebut sudah final serta establish dikalangan masyarakat Islam umumnya dan dunia Arab khususnya. Sebaliknya, menurut All Abd al-Raziq, realitas sejarah Islam tidaklah memberikan keharusan bentuk organisasi politiknya bernama khilafah dan pimpinannya disebut sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat dengan hilangnya peran kedaulatan rakyat dalam proses politik dan terbentuknya sistem khilafah yang berdasarkan keturunan sebagai refleksi hilangnya essensi ajaran Islam dari amaliah di bidang politik.
Gagasan politik al-Raziq yang demikian itu terlahir sebagai akibat bergolaknya revolusi politik yang telah memisahkan kekuasaan politik keagamaan yang begitu mendominasi di dunia Islam, terutama yang terdekat dengan ingkar kehidupannya seperti revolusi Oktober 1917, revolusi Marxis-Leninisme, dan revolusi Turki 1925 dengan bentuk sekularismenya, serta timbulnya nasionalisme Arab yang telah melahirkan kerajaan.
Kiranya kondisi sosio-politik yang demkkian inilah yang mendorong hingga ia berteori perlunya pemisahan antara agama dan negara (politik). Tampaknya dengan teorinya ini, ia ingin menemukan konsep politik yang Islami, namun dibahasakan dengan perlunya pemisahan antara agama clan politik yang keduanya tidak mungkin dapat disatukan. Menurutnya agama bersifat sakral, sedangkan politik bersifat lebih profan.

In March 1924 Kemal Attaruk, Turkish Head of State, announced the abolisment of Khilafah Islamiah Islamic Goverment System from his country, and resonance of the policy reverberated to all Islamic states. Thirteen months afterward, precisely in April 1925, Syeikh Ali Abdul al-Raziq, a syari'ah judge in al-Manshurah, Egypt, published a book entitled " al-Islam wa Ushul aI Hukm" that contains his demand to abolish Khalifah system and denial of its existence in Islamiah leading. His notions brought strong reactions from various social classes in Egypt, Arabic countries and Moslem World. As a consequences, Ali Abd al-Raziq was fired on his position a judge in al-Manshurah, and his name was eliminated from al-Azhar ulama's line.
This thesis is a restudy over the ideas of Ali Abdul al-Raziq in his book, and it is aimed at understanding the theory in a more detailed. In addition it is also meant to examine the political concept developed by. Ali Abd al-Raziq pursuant to the perspective of Alquran and Al hadist by using the method of qualitative research, phenomenal approach, and descriptive and comparative analysis methods.
The result of the studies the writer has done revealed that Ali Abdul al-Raziq was one of the most controversial Islamic thinkers at that time. His apprehension and notions were contrary to those of ulemas of al-Azhar and most Moslem, particulary on Khilafah and State. Most moslem and ulernas considered and confirmed Khilafah Isiamiah was compulsory and has been final as well as had been establishing among the Moslem world in general and in the Arabic world in particular. On the contrary, All Abdul al-Raziq asserted that Islamic historical reality did not specify a political organization named Khilafah, with its leader called Khalifah, a compulsory. This case could be observed from the fading out of the role of people sovereignty in the political process, and the formation of Khilafah System which was based on heredity as a reflection of the fading out of the essence of Islamism from political practices.
Raziq' s political notions seemed to emerge due to the breaking out of political revolutions leading to the separation of state affairs from religious affairs which at the time dominated the Moslem world. The said revolutions include the October 1917 Revolution, the Marais-Leninism Revolution and the 1925 Turkish Revolution with its secular form of state. In addition, Raziq's political notions were also more or less influenced by the emerge of Arab's nationalism that had produced Arabic kingdoms.
It appeared such socio-political conditions that had encouraged Raziq to think of the need to separate religious affairs from state affairs. It seemed Raziq 'with this theory would like to find an Islamic political conception, but it was represented by the need of separation of religious affairs from state affairs which the two was impossible to be fused. According to Raziq, religion affairs have a sacred characteristic, but political affairs much more profane or secular.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14849
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Makmun Rasyid
Jakarta: Pustaka Compass, 2016
297.272 MAK h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
TIJUDIP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S5853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Abdullah
"Sebuah kelompok yang mengidentifikasi dirinya sebagai partai politik berideologi Islam namun bergerak di luar sistem politik yang berlaku merupakan fenomena menarik untuk dieksplorasi. Orientasi politiknya yang lebih menekankan kesadaran masyarakat alih-alih pemenangan parlemen, pemikiran politiknya yang antidemokrasi, serta cita-citanya untuk menegakkan negara khilafah dan memberlakukan hukum Islam secara menyeluruh dan serentak sudah pasti menimbulkan keunikan tersendiri berkaitan dengan struktur dan kepemimpinan, fungsi politik, basis pendukung, ideologi, dan cara-cara dalam melakukan perubahan. Kelompok itu bernama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan HTI sebagai gerakan politik Islam ekstraparlementer dan cara-cara yang ia tempuh untuk mewujudkan cita-citanya. Teori dan konsep-konsep yang relevan dengan penelitian ini dirangkai ke dalam dua kerangka konsep. Teori utama yang digunakan untuk mengetahui profil HTI sebagai gerakan politik Islam ekstraparlementer adalah konsep Tony Fitzpatrick (1995) tentang oposisi ekstraparlementer dan konsep Philo C. Wasbum (1992) tentang aktivitas politik nonrutin. Teori penjelasnya adalah teori tentang partai politik dari Arnold K. Sherman & Aliza Kolker (1987), konsep gerakan sosial dari Charles L. Harper (1989), dan kerangka konsep Dwight B. Billings (1990) tentang oposisi berbasis agama. Adapun teori utama yang digunakan untuk mengetahui cara-cara yang ditempuh HTI adalah teori Charles Tilly (1978) tentang model mobilisasi dan kerangka konsep Mutafa Rejai (1977) tentang tipologi dan strategi revolusi. Sebagai teori pembanding, peneliti menggunakan teori tentang orientasi kebudayaan dalam transformasi sosial dan revolusi yang dipaparkan oleh S.N. Eisenstadt (1986).
Temuan-temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa HTI lebih merupakan organisasi gerakan alih-alih partai politik. Ciri ekstraparlementer dari gerakannya dapat dilihat dari curahan konsentrasinya pada pembinaan masyarakat dan penolakannya untuk terlibat dalam pemilu, dari mobilisasinya di seputar isu tunggal berupa kewajiban kaum muslim untuk mendirikan negara khilafah, dan dari pemaknaannya terhadap politik sebagai kultur tandingan, yakni sebagai aktivitas yang mulia dan wajib, sebagai lawan dari anggapan muslim kontemporer bahwa politik itu kotor dan, karenanya, patut dijauhi.
Aktivitas politik nonrutin dari organisasi ini sesungguhnya sangat rentan dengan tuduhan makar, subversi, atau kudeta. Namun, kepiawaiannya dalam mereduksi pandangan ideologis dan keagamaan dalam komunikasi politik membuat masyarakat dan negara tidak memberikan reaksi tajam terhadap ide penegakan negara khilafah yang diusungnya.
Kemampuan inilah yang tampaknya membedakan HTI dengan HT di negara-negara lain yang hampir seluruhnya rnendapat perlakukan represif dari negara.
Dari segi organisasi, HTI bisa dikatakan merupakan organisasi yang berkembang semakin solid. Sebagai kelompok revolusioner, ia merupakan organisasi politik, bukan paramiliter. Pembagian kerjanya tergolong rapi dan sentralitas kebijakan maupun kegiatannya tergolong sangat tinggi. Ia dikendalikan secara tertutup dan memiliki ruang perbedaan pendapat yang sempit. Dari segi mobilisasi, penguasaannya terhadap sumberdaya tergolong masih sangat lemah. Ia hanya memiliki sumberdaya normatif (berupa keanggotaan atau partisipasi aktif kader) dan utilitarian (iuran anggota, satu kantor sekretariat resmi, dan terbitan dengan oplah hanya belasan ribu hingga ratusan ribu). Ia sama sekali tidak memiliki sumberdaya koersif (persenjataan, angkatan perang, atau teknologi canggih). Dari segi cara mobilisasi yang diterapkan, HTI lebih banyak melakukan mobilisasi penyiapan (preparatory), di mana ia hanya berkonsentrasi pada pengerahan sumberdaya untuk mengantisipasi peluang dan ancaman di masa depan. Bentuk utama mobilisasi penyiapan yang dilakukan HTI adalah aktivitas penerbitan, kegiatan diskusi dan seminar, tablig akbar, silaturrahmi dan dialog dengan kelompok muslim lain, serta audiensi dengan pemerintah dan tokoh-tokoh politik.
Sebagai kelompok penentang, HTI tergolong sebagai kelompok fanatik (zealot) dalam hat ideologi, karena ia memberikan nilai sangat tinggi pada beberapa kebajikan kolektif yang oleh kelompok lain dianggap kurang bernilai (penegakan syariat, khilafah, dan kepentingan muslim). Ia juga sangat ketat dalam menetapkan cara untuk mencapai tujuan (sangat selektif dalam hal pendanaan, menolak terlibat dalam pemilu, dan menolak penerapan syariat secara bertahap). Namun, ia tergolong pelit (miser) dalam berkonflik dan, kadang-kadang, oportunis dalam berhadapan dengan penguasa bila kita bandingkan dengan kelompok Islam radikal lainnya seperti FPI, Majelis Mujahidin, dan Laskar Jihad.
HTI menginternasionalisasikan gerakannya lewat pengadaan forum-forum internasional, respons terhadap berbagai peristiwa internasionaI yang merugikan kaum muslim, dan koordinasi gerakan internasional dengan HT di negara lain. la terus mengembangkan gerakan massa secara perlahan-lahan dengan harapan suatu saat akan meledak menjadi pergolakan besar yang mengarah pada perubahan politik dan sosial yang berjangkauan luas.
Dalam konteks gerakan kebangkitan Islam, komitmen HTI pada aktivitas politik sebagai alasan keberadaan (raison d'etre)-nya sebenarnya merupakan fenomena menarik. Namun, konsentrasinya pada aktivitas politik semata tampaknya akan menimbun banyak kelemahan. Pengabaiannya terhadap bidang-bidang lain terutama pendidikan akan membuat ideologinya semakin runcing bagi ideologi lain, semakin rentan dalam benturan antarwacana dengan ideologi-ideologi lain yang terus mengalami reformulasi dan revitalisasi, dan semakin diragukan kemampuannya untuk menjadi ideologi negara karena tidak pernah bersinggungan secara aplikatif dengan dunia empiris.
Dari segi tujuan yang diusungnya, HTI sesungguhnya sangat rentan dengan tindakantindakan yang dinilai subversif. Namun, sekalipun ia membawa ancaman bagi kelangsungan sistem yang ada, pemerintah tidak perlu memberikan perlakuan represif kepada kelompok ini. Karena, selama kelompok ini konsisten pada garis gerakannya-nonkekerasan, memfokuskan diri pada pemikiran, serta melakukan kritik dan kontrol terhadap penguasa muslim-ia sesungguhnya merupakan bagian dari proses penguatan masyarakat sipil. Hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk memanfaatkan keberadan kelompok ini adalah mencegah penyimpangan aktivitas politik nonrutinnya dari aturan main dan mengarahkannya pada kebersamaan dengan kelompok-kelompok lain guna mengikis eksklusivitas dan subjektivitasnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Setianingrum
"Tesis ini membahas tentang perkembangan gerakan Hizbut Tahrir di Indonesia. Hizhut Tahrir merupakan gerakan transnasional yang ada di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Hizbut Tahrir berkeinginan untuk mendirikan khilafah Islamiyah dan menerapkan syariat Islam. Organisasi Hizbut Tahrir di Indonesia bemama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI terdaftar sebagai organisasi masyarakat, tetapi aktivitasnya dikonsentrasikan pada aktivitas politik. Aktivitas utamanya yaitu mendidik mayarakat agar sadar berpolitik secara Islam sehingga muncul keinginan untuk menuntut perubahan institusi politik di Indonesia. Ancaman gerakan HTI ada pada pemikirannya yang bertentangan dengan konstitusi yang digunakan di Indonesia, Selain itu, konsep khilafah Islamiyah yang diusung oleh HTI juga menimbulkan berbagai perdebatan.
Tesis ini mendeskripsikan bagaimana gerakan HTI di Indonesia dan bagaimana ancamannya terhadap eksistensi NKRI serta kerukunan umat beragama di Indonesia. Selain itu, tesis ini juga menganalisa organisasi HTI dengan menggunakan analisa SWOT, Hasil dari analisa SWOT nantinya bisa digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan bagi pemerintah dalam menghadapi HTI.

This thesis explain about the development of the movement Hizb ut-Tahrir in Indonesia. Hizb ut-Tahrir is a transnational movement that exist in various countries around the world, including Indonesia. Hizbut-Tahrir wants to establish an Islamic state and apply Islamic law. The organization Hizb ut-Tahrir in Indonesia called Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI is registered as public organizations, but its activity is concentrated on political activity. Its main activity is to educate ·society to consciously engage in politics in Islam so there is a desire to demand a change of political institutions in Indonesia. Threats HTI movement on his thinking as opposed to the constitution that is used in Indonesia. In addition, the concept of Islamic state that was carried by HTI also cause a variety of debate.
This thesis describes how the movement of timber plantations in Indonesia and how the threat to the existence of the Unitary Republic of Indonesia and religious harmony in Indonesia. In additio this thesis also analyzes the organization HTI using SWOT analysis. Results of the SWOT analysis will be used as a basis for detennining policy for the government in the face of HTI."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T33656
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hanifah
"Institut Pertanian Bogor (IPB) adalah cikal bakal perkembangan pergerakan Hizbut Tahrir di Indonesia. Pemikiran Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia sejak tahun 1982 dan telah berkembang ke kampus-kampus di luar Bogor melalui jaringan Lembaga Dakwah Kampus yang sekarang dikenal dengan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK). Aktivis kampus itulah yang menjadi tulang punggung pergerakan Hizbut Tahrir (kader). Mereka mensosialisasikan ide-ide Hizbut Tahrir kepada masyarakat luas di kemudian hari, hingga pada 28 Mei 2000 dibentuklah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang bercita-cita menegakkan Khil_fah Isl_miyah. Penelitian ini berusaha mengungkapkan aktivitas pergerakan HTI di IPB dalam upayanya menegakkan Khil_fah Isl_miyah. Dengan metode heuristik, data diperoleh dari sumber primer yang berupa wawancara dengan Juru Bicara HTI, Pengurus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB, serta buku dan majalah terbitan HTI dan data sekunder yang diperoleh dari literatur umum yang membahas atau berkaitan dengan pergerakan HTI serta wawancara dengan dosen Agama Islam IPB dan pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM)/Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) IPB. Setelah pencarian sumber data dilakukan, sumber-sumber tersebut dikritik secara eksternal, yaitu apakah sumber tersebut dapat dipercaya dan secara internal, yaitu apakah sumber tersebut menghasilkan fakta (objektif). Ketika telah dipastikan bahwa sumber tersebut dapat dipercaya dan mengandung fakta-fakta, maka langkah selanjutnya adalah interpretasi, yaitu menganalisis sumber data dengan menggunakan teori. Setelah proses analisa tersebut, penulisan dilakukan dengan merekonstruksi data dan fakta yang disajikan dalam bentuk deskriptif analitis. Pergerakan HTI di IPB menggunakan sarana lembaga kemahasiswaan BKIM IPB dalam mensosialisasikan ide-ide mereka, yaitu dengan melakukan berbagai kegiatan keislaman di dalam maupun di luar kampus IPB. Selain itu, aktivis HTI di IPB juga menggunakan sarana sosial politik mahasiswa dengan mengikuti pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa IPB yang akan memimpin Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IPB melalui Pemilihan Raya. IPB yang merupakan basis awal gerakan HTI hingga saat ini belum berhasil dalam counter hegemoninya di kampus tersebut karena pergerakan HTI di IPB baru sebatas pensosialisasian pemikiran, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat mewujudkan cita-cita menegakkan Khil_fah Isl_miyah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S13329
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrudin Alwi
"Penelitian ini ditulis dengan tema konsep siyasah pada pergerakan Islam di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif komparatif dengan sumber pencarian data berupa studi pustaka, mengambil dari sumber acuan seperti referensi buku dan penelitian sebelumnya. Setelah penelitian, penulis menemukan kesimpulan bahwa keempat organisasi ini sepakat bahwa Islam adalah agama yang syumu>l, lengkap, menyeluruh dan komprehensif. Maka Islam membahas seluruh segi kehidupan manusia termasuk politik. Meski memiliki pandangan sama tentang syumu>liyatul Islam, Islam yang komprehensif keempat organisasi ini memiliki pandangan yang berbeda terutama dalam implementasi konsep siyasah di kehidupan sehari-hari.

This research is written with the concept of siyasah theme on the movement of Islam in Indonesia. This study is a qualitative research comparative with the source of data search in the form of literature study, taking from reference sources such as reference books and previous research. After the research, the authors found the conclusion that these four organizations agree Islam is syumu>l, complete and comprehensive, then Islam discusses all aspects of human life including politics. Despite having the same view of syumu>liyatul Islam¸ complete and comprehensive, these four organizations have different views, especially in the implementation of the concept siyasah in daily life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>