Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78412 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Widyaningsih
"Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan adanya fakta hukum mengenai Tap MPR yang saat ini masih berlaku sebagai produk hukum dari MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sedangkan tata urutan peraturan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun tidak memasukkan Tap MPR sebagai peraturan perundang-undangan. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Kewenangan apa saja yang dimiliki MPR Pasca Perubahan UUD'45?
2. Bagaimana eksistensi Tap MPR Pasca Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam hierarki perundang-undangan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, ada dua tujuan penelitian ini yang dimaksudkan untuk lebih menjelaskan dan mengemukakan tinjauan dari segi hukum administrasi negara, adalah:
1. meneliti dan menganalisis kewenangan yang dimiliki MPR Pasca Perubahan UUD'45.
2. meneliti dan menganalisis eksistensi Tap MPR pasca perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam hierarki perundang-undangan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Sumardi
"Sebelum perubahan Undang-undang Dasar 1945 wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ada empat, yaitu menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD), menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), memilih Presiden, wakil Presiden, dan mengubah UUD. Setelah perubahan, wewenang MPR tinggal dua yaitu menetapkan dan mengubah UUD. Merupakan kekuasaan menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar yang dijalankan oleh MPR, selain itu MPR bertugas melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3 UUD 1945). Sebelum perubahan, MPR memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden namun saat ini peran MPR hanya melantik. Oleh karena itu MPR bukan lagi sebagai majelis pemilih namun hanya majelis pelantik presiden dan wakil presiden.
Menurut M, Solly Lubis, kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR (Die Gesamte Staatsgewalt liegt allein bei der Majelis). Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des VW/ens des Staatvolkes), Majelis ini menetapkan Undang-Undang Dasar dan menetapkan Garis-garis besar Haluan Negara (GBHN), Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil kepala Negara (Wakil presiden), Majelis inilah yang memegang kekuasaan tertinggi sedangkan Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis, ia adalah "mandataris" dari Majelis, ia wajib menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden tidak "neben", akan tetapi "untergeordnet? kepada Majelis.
Di sinilah terjelmanya pokok pikiran kedaulatan rakyat yang terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai memegang kekuasaan yang tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang yang sangat menentukan jalannya Negara dan bangsa, yaitu berupa ;
1. menetapkan Undang-undang Dasar
2. menetapkan garis-garis besar dari haluan Negara
3. mengangkat Presiden dan Wakil Presiden
Dengan kewenangan yang demikian itu, menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara maka kekuasaan MPR luas sekali. Ini adalah logis karena MPR adalah pemegang kedaulatan Negara. Sebagai badan yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat maka segala keputusan yang diambil haruslah mencerminkan keinginan dan aspirasi seluruh rakyat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Rhamadani
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai sistem ketatanegaraan Indonesia setelah terjadinya Perubahan UUD 1945, karena terjadi perubahan penting terutama pada perubahan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baik dari segi fungsi maupun struktur. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, dan pemegang kedaulatan rakyat. Perubahan tersebut berpengaruh terhadap hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Setelah perubahan UUD 1945 Ketetapan MPR tidak dimasukkan ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan, kini dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Ketetapan MPR kembali ditempatkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Hal ini akan menimbulkan implikasi baik terhadap MPR sebagai lembaga negara, terhadap Ketetapan MPR sebagai produk hukum, maupun terhadap konsekuensi pengujian terhadap Ketetapan MPR tersebut.

ABSTRACT
This study is focus to The Indonesian Constitusional system after The amandements of 1945 Constitustion (UUD 1945), because there are significant reformation happened specially to the reposition of People Consultative Assemby (MPR) both function and structure. Its no longer become the highest state organ in Indonesia, neither as a holder of peoples soverignity. That MPR’s reposition also effecting the hierarchy of Indonesian Legislations. After the constitution amandements, MPR Decree was eliminated from the hiearchy. But now, by the Law number 12 year 2011 concerning Forming of Legislation, The MPR Decree back to the hierarchy. It will cause some implication, implication to the MPR as a state organ, implication to the MPR Decree as a legislation product, and implication for the review consequences to the MPR Decree itself."
Universitas Indonesia, 2013
T34597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zebua, Sadarieli
"Salah satu tuntutan masyarakat pada awal gerakan reformasi adalah perubahan Undang-Undang Dasar 1945, yang bertujuan mewujudkan demokratisasi melalui penerapan 3(tiga) pilar "good governance" yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas lembaga-lembaga negara. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal I ayat (2) perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa "kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar".
Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap perubahan Undang-Undang Dasar 1945, telah mendorong MPR mengeluarkan kebijakan tentang penugasan Badan Pekerja melaksanakan pemasyarakatan atau sosialisasi perubahan Undang-Undang Dasar 1945, sesuai ketentuan pasal 31 huruf e, TAP MPR No. III MPR/l2003, dengan tujuan memberikan pemahaman yang utuh dan menyeluruh kepada masyarakat.
Berdasarkan kerangka teori dari Sabatier dan Mazmanian yang mengatakan bahwa implementasi merupakan tahap-tahap proses yang terdiri atas lima variabel yaitu keluaran kebijakan, kepatuhan kelompok sasaran, dampak nyata, dampak yang dikehendaki dan revisi/penyempurnaan kebijakan, serta Edwards III yang mengatakan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh variabel komunikasi, sumber-sumber, sikap pelaksana dan struktur birokrasi, serta metode penelitian deskriptif kuantitatif, diketahui bahwa implementasi kebijakan pemasyarakatan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 2002-2003 oleh Badan Pekerja MPR, belum sepenuhnya berhasil memberikan pemahaman yang utuh dan menyeluruh kepada masyarakat.
Belum tercapainya tujuan kebijakan pemasyarakatan perubahan Undang-Undang Dasar 1945 oleh Badan Pekerja MPR, diduga disebabkan variabel sumber daya, variabel komunikasi, variabel kelembagaan dan variabel lingkungan.
Kelemahan sumber daya pelaksanaan kebijakan terutama disebabkan oleh kurang memadainya jumlah dan kemampuan pelaksana kebijakan yang tercermin dari rendahnya jangkauan sosialisasi, kurangnya disiplin, rendahnya kesepahaman di antara pelaksana kebijakan, lemahnya persiapan dan intensitas hubungan dengan kelompok sasaran, serta lemahnya sosialisasi internal diantara para pelaksana kebijakan. Terbatasnya sumber daya tersebut di atas jugs berpengaruh terhadap kurang efektifnya komunikasi, yang tercermin dari kurangnya kesepahaman, kurang jelasnya pembagian tugas, kurangnya kesamaan bahasa diantara para pelaksana kebijakan, serta rendahnya intensitas komunikasi antara pelaksana kebijakan dengan kelompok sasaran. Frekuensi pemberitaan yang rendah, serta rendahnya citra dan penguasaan opini publik telah mengakibatkan rendahnya daya tanggap masyarakat terhadap pelaksanaan sosialisasi.
Kelemahan organisasi pelaksanaan/kelembagaan, terutama disebabkan oleh rendahnya akses kelembagaan Badan Pekerja MPR sebagai pelaksana kebijakan kepada kelompok sasaran, serta tidak adanya kelembagaan khusus yang menangani kebijakan sosialisasi perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Kondisi demikian mengakibatkan pola hubungan dengan masyarakat sebagai kelompok sasaran bersifat insidental.
Pencapaian tujuan kebijakan sosialisasi juga dipengaruhi oleh kelemahan kondisi lingkungan, terutama lemahnya layanan informasi, kurang sesuainya metode sosialisasi, kurangnya kesepahaman dan rendahnya tindak lanjut aspirasi masyarakat telah menimbulkan kejenuhan diantara kelompok sasaran.
Untuk memperbaiki implementasi kebijakan sosialisasi perubahan Undang-Undang Dasar 1945, perlu dilakukan beberapa hal antara lain :
1. Meningkatkan disiplin, pemahaman dan penguasaan substansi materi perubahan Undang-Undang Dasar 1945, serta meningkatkan sosialisasi internal di antara Anggota Badan Pekerja MPR, untuk mencapai pemahaman yang sama terhadap substansi materi perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Meningkatkan intensitas dialog untuk mencapai kesepahaman, kejelasan pembagian tugas, kesamaan bahasa diantara pelaksana kebijakan sosialisasi dan intensitas pemberitaan atau komunikasi antara Badan Pekerja MPR dengan kelompok sasaran (public relations), untuk menjaga citra dan opini publik terhadap Badan Pekerja MPR.
3. Membentuk sebuah kelembagaan khusus yang dapat melakukan evaluasi dan pengkajian menyeluruh terhadap metode sosialisasi, serta menjalin kerjasama atau hubungan kelembagaan dengan kelompok sasaran dan seluruh pihak terkait (stakeholders).
4. Mengoptimalisasikan sistem informasi yang ada (website dan Internet) secara profesional dengan memanfaatkan teknologi informasi yang tepat dan sesuai, sehingga perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dapat disebarluaskan kepada seluruh lapisan masyarakat atau kelompok sasaran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR-RI, 2010
342.009 598 IND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati Munir
"ABSTRAK
Penelitian mengenai eksistensi UUD dan Ketetapan MPR ini adalah penelitian terhadap eksistensi peraturan perundang-undangan dalam arti konsep, bukan terhadap pelaksanaannya, artinya apakah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam UUD 1945 dan dalam Ketetapan MPR(S), telah merefleksikan dan mendukung terwujudnya Indonesia sebagai negara demokrasi dan negara hukum secara konsepsional.
Dengan adanya dua bentuk produk hukum yang dapat ditetapkan oleh MPR, timbul pertanyaan aturan ketatanegaraan yang mana yang harus ditetapkan dalam bentuk UUD dan aturan ketatanegaraan mana yang dapat ditetapkan dalam bentuk Ketetapan MPR. Bagaimana hubungan antara aturan yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR dengan aturan yang ditetapkan dalam UUD. Apakah secara yuridis teoritis Ketetapan MPR dapat dikatakan sebagai suatu bentuk peraturan perundang-undangan.
Ditinjau dari bidang disiplin ilmu yang diteliti, penelitian mengenai Eksistensi UUD dan Eksistensi Ketetapan MPR adalah penelitian di bidang Ilmu Hukum. Khususnya penelitian hukum yang bersifat "Normwissenschaft atau Sollenwissenschaft" yaitu penelitian tentang norma-norma hukum dan pengertian hukum yang sering disebut "dogmatik hukum". Objek penelitian ini adalah UUD dan Ketetapan MPR, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yang meliputi asas-asas hukum, sistematika hukum dan sinkronisasi hukum."
2000
D1113
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>