Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49321 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Kedubes Australia, 1996,
R 371 Pan
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Oddang
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2018
808.831 598 FAI t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ais Nurbiyah Al-jum`ah
"Bissu dalam masyarakat Bugis tidak hanya dipandang sebatas identitas gendernya yang androgini. Masyarakat Bugis sangat menghormati dan memuliakan bissu karena posisi dan perannya. Pada masa pemberontakan Kahar Muzakkar, posisi bissu perlahan luntur dan terus mengalami perubahan hingga masa Reformasi. Tesis ini membahas transformasi bissu dalam novel Tiba Sebelum Berangkat (2018) karya Faisal Oddang melalui konsep objektifikasi dari Strelan & Hargreaves (2005), dan konsep gender dari Butler (1990). Penelitian ini berupaya membongkar transformasi bissu, yang dikenal sebagai manusia yang suci dan sakral. Hasil analisis menunjukkan bahwa bissu dalam novel Tiba Sebelum Berangkat (2018) mengalami transfomasi dari bissu yang suci dan sakral yang ditunjukkan melalui tokoh Puang Matua Sakka menjadi bissu yang menggugurkan kesakralan dan kesuciannya melalui tokoh Rusmini dan Mapata. Selain itu, transformasi bissu juga ditunjukkan melalui identitas gender para tokoh bissu. Bissu dalam tatanan gender masyarakat Bugis merupakan androgini, dan aseksual namun dalam novel Tiba Sebelum Berangkat (2018), tokoh bissu diperlihatkan mengalami perubahan identitas gender dari androgini menjadi homoseksual. Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa novel Tiba Sebelum Berangkat (2018) selain menunjukkan tranformasi bissu, dalam hal ini, bissu yang dulunya merupakan manusia sakral, dianggap sebagai perwakilan Dewata menjadi sosok yang tidak ada bedanya dengan manusia biasa yang memiliki naluri, gejolak perasaan, dan hasrat seksual. juga memperlihatkan kritik atas objektifikasi yang diterima bissu pada masa Kahar Muzakkar, Orde Baru, dan Reformasi.

Bissu in the Buginese community is not only a matter of gender identity who is androgyny. The Buginese community put a high attention to respect and glorify the bissu with respect to his position and role. In the years of rebellion by Kahar Muzakkar, the position of bissu slowly faded away and it continued to change until the era of Reformasi. This thesis looks at the transformation of bissu in the novel of Tiba Sebelum Berangkat (2018) which was written by Faisal Oddang by applying the concept of objectification by Strelan & Hargreaves (2005) and the gender concept by Butler (1990). This study attempts to dismantle the transformation of bissu who is well-known as holy and sacred. The analysis result shows that bissu in the novel of Tiba Sebelum Berangkat (2018) experiences the transformation from bissu who is holy and sacred shown by the figure of Puang Matua Sakka who releases is purity and sanctity through the figure of Rusmini dan Mapata. In addition, the transformation of bissu is also shown by the gender identity of bissu figures. With respect to the gender category in Bugis community, bissu is androgyny and asexual. However, in Tiba Sebelum Berangkat (2018), bissu figures are shown to experience the change of gender identity from androgyny to homosexual. Therefore, it can be concluded, that Tiba Sebelum Berangkat (2018) describes the transformation of the bissu, in this case, bissu who is considered the representation of Dewata is a figure who has no difference from the ordinary human being who possesses instinct, feeling, and sexual orientation, as well as displays criticism to the objectification by Kahar Muzakkar and government.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Smith, Joan Liebmann
Jakarta: Ufuk Press, 2011
613 SMI mt (1);613 SMI mt (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Adler Haymans, 1961-
Jakarta: Kompas, 2006
658.19 MAN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hanny Mahardewo
"Kemenangan bangsa Jepang atas bangsa rusia pada perang tahun 1904-1905, adalah awal yang sangat penting bagi perkembangan bangsa Asia. Semangat yang diperlihatkan oleh bangsa Jepang itu menimbulkan pula semangat kepada bangsa asia yang lain. Bangsa Asia yang pada waktu itu banyak terjajah, mulai memberanikan diri untuk melepaskan diri dari ikatan penjajah. Timbulnya kesadaran untuk melepaskan diri dari penjajahan, merupakan awal dari kebangkitan bangsa Asia yang dipelopori oleh bangsa Jepang dalam perang tahun 1904-1905 dimana bangsa asia dapat mengalahkan bangsa asing. Bagi bangsa Indonesia kebangkitan bangsa Asia dan kemenangan bangsa Jepang itu, merupakan pendorong bagi bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Selain itu kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi bangsa Indonesia melalui politik etis yang dikeluarkan oleh pemerintah hindia belanda secara langsung telah merobah pola pikir bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia mulai sadar akan keadaan dirinya yang terbelakang akibat dari sistem penjajahan. Bangsa Indonesia yang diwakili oleh kaum mudanya mulai menyadari akan manfaat ilmu yang telah dipelajari. Pendidikan barat yang dipelajari telah memberikan cakrawala Baru bagi mereka. Mereka sadar tanpa adanya rasa persatuan diantara sesama pemuda, tidaklah akan tercapai cita.cita kemerdekaan. Kesadaran yang timbul di kalangan muda mulai terlihat pada awal abad ke 20. Hal ini ditandai dengan lahirnya sebuah perkumpulan yang bernama Boedi Oetomo. Lahirnya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 adalah awal dari apa yang disebut dengan rasa kebangkitan nasional Indonesia. Boedi Oetomo sebagai organisasi modern pertama di Indonesia telah memberikan dorongan kepada pemuda Indonesia lainnya untuk mendirikan organisasi semacam. Setelah kelahiran dan keberhasilan Boedi Oetomo maka lahirlah perkumpulan-perkumpulan pemuda lainnya. Sifat dari perkumpulan/organisasi pemuda setelah kelahiran Boedi Oetomo mempunyai berbagai macam bentuk dan sifat seperti, bersifat kedaerahan, bersifat politik, bersifat keagamaan dan ada pula yang berbentuk kepanduan . Salah satu organisasi pemuda yang lahir setelah itu adalah Perhimpoenan Peladjar Peladjar Indonesia. Organisasi ini lahir pada bulan September 1926 di Jakarta. Para pendirinya mempunyai tujuan Indonesia merdeka dengan mempersatukan gerakan perjuangan sehingga tidak ada perbedaan antara penjajah dan terjajah Perjuangan PPPI juga ingin mencapai kemakmuran bangsa melalui pemerataan hak dan ekonomi. PPPI dalam melaksanakan kegiatannya banyak bergerak di bidang politik, salah satunya ialah dalam Kongres Pemuda II dimana pada akhirnya terkenal dengan sumpah pemuda. Selain di bidang politik PPPI juga bergerak lapangan, sosial budaya dan juga ekonomi. Kegiatan yang mereka lakukan ini pada dasarnya demi kemajuan bangsa Indonesia, agar tujuan akhir kemerdekaan bangsa dan kemakmuran dapat tercapai serta hapusnya penjajahan dari Indonesia. Sekali lagi untuk mencapai tujuan kemerdekaan mereka para pendiri dan anggota lainnya menginginkan adanya persatuan di kalangan pemuda sehingga kekuatan yang menjadi satu lebih diperhitungkan. Kegiatan PPPI dan Organisasi pemuda lain yang menginginkan tercapainya Indonesia merdeka, tidaklah mendapat dukungan dari pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda merasa kegiatan pemuda itu adalah suatu ancaman. Peraturan-peraturan yang melarang kegiatan politik dan pengawasan terhadap orang-orang yang dicurigai diberlakukan. Pemuda Indonesia melihat peraturan yang ada tidaklah mundur bahkan terus berjuang dengan tujuan Indonesia merdeka. Bagi PPPI kegiatan mereka tidak berhenti hanya sampai tahun 1932 saja, kegiatan mereka terus berlanjut sampai kedatangan bangsa Jepang. Karena ketakutan Pemerintah Hindia Belanda terhadap kegiatan PPPI mereka membuat USI (Unitas Studiosorum Indonesiensis) tahun 1933, dengan maksud memecah perhatian pelajar yang menjadi anggota PPPI dari kegiatan politik. Bagi yang ingin terus berpolitik mereka tetap memilih PPPI sebagai tempat berjuang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12339
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Jakarta: Pradnya Paramita, 1972
340.598 SUP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Soepomo
Djakarta: Pradnja Paramita, 1970, 1965
340.959 8 SUP s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arzaqia Luthfi Yani
"Sikap terhadap bahasa Indonesia dan penggunaan bahasa Indonesia oleh para pelajar dan mahasiswa Indonesia di luar negeri menarik untuk diteliti. Berbeda dengan situasi di Indonesia, bahasa Indonesia adalah bahasa minoritas di lingkungan mereka sekarang. Penelitian ini mengkaji sikap terhadap bahasa Indonesia dan hubungannya dengan masa tinggal di luar negeri serta penggunaan bahasa Indonesia berdasarkan situasi dan frekuensinya. Responden penelitian ini adalah 103 pelajar dan mahasiswa Indonesia yang sedang berada di Jepang. Metode yang digunakan adalah kuantitatif. Dalam penelitian ini, responden menunjukkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Durasi masa tinggal tidak berpengaruh signifikan terhadap sikap bahasa, namun ditemukan sedikit penurunan pada aspek konatif sikap bahasa. Saat berada di Jepang, mayoritas responden menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang Indonesia lain. Para responden mempertahankan bahasa Indonesia dengan berbicara, membaca berita, mendengarkan lagu, dan menonton tayangan berbahasa Indonesia secara cukup rutin.

Attitudes towards the Indonesian language and the use of Indonesian language by Indonesian students abroad are fascinating subjects. Unlike their home country, Indonesian is a minority language in their current environment. This study discusses the attitudes toward the Indonesian language, its correlation with the length of stay abroad, and the use of Indonesian based on the situation and frequency. The respondents of this study are 103 Indonesian students who are currently in Japan. The method used is quantitative. In this study, respondents show a positive attitude towards the Indonesian language. The length of stay had no significant effect on language attitudes, but there is a slight decrease in the conative aspect. The majority of respondents use Indonesian to communicate with compatriots in Japan. The respondents maintain the Indonesian language by speaking, reading the news, listening to songs, and watching shows in Indonesian quite regularly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
T.H. Thalhas
Jakarta: Galura Pase, 2008
297.721 THA m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>