Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105070 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sigit Daru Cahayadi
"Latar belakang
Osteoartritis (OA) adalah penyakit akibat dari pengaruh mekanik dan biologi sehingga menyebabkan gangguan rangkaian normal degradasi dan sintesis dari kondrosit tulang rawan sendi, matrik ekstraseluler dan subkondral. Penyakit OA menyebabkan perubahan pada morfologi, biokimia, molekuler dan biomekanik baik sel maupun matrik yang mengakibatkan perlunakan, fibrilasi, ulserasi, hilangnya tulang rawan sendi, skierosis dan eburnasi dari tulang subkondral, osteofit dan kista subkondral.
Diagnosa OA lutut dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dengan gejala utamanya nyeri, kaku, berkurangnya mobilitas sendi, gambaran radiologis clan artroskopi. Sedangkan penatalaksanaan OA lutut meliputi tindakan tanpa pembedahan dan pembedahan. Tnndakan tanpa pembedahan meliputi rehabilitasi, perubahan gaya hidup, bracing, alat Bantu dan pemberian obat bads dengan NSAID maupun kondroprotektif baik oral maupun injeksi. Sedangkan tindakan pembedahan meliputi artroskopi, osteotomi dan artroplasti. Dengan artroskopi lavage akan mengeluarkan fragmen mikroskopi clan makroskopi dari tulang rawan dan `loose bodies' yang dapat menyebabkan sinovitis yang menjadi penyebab nyeri lutut dan mengeluarkan mediator-mediator inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi.
Tujuan
1. Mengevaluasi efektifitas artroskopi lavage dengan anestesi lokal dengan Cara membandingkan sebelum intervensi dan setelah intervensi (1,2 dan 3 bulan) menggunakan The Western Ontario and McMaster University (WOMAC) Osteoarthritis Index.
2. Melakukan predrksi keberhasilan artroskopi lavage.
Metode
Penelitian ini merupakan uji klinis eksperimental before and after dengan cars pengambilan sampel secara konsekutif. SampeI diperoleh dari seluruh pasien osteoartritis lutut yang datang di poliklinik Orthopaedi Rumali Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dan bersedia dilakukan artroskopi lavage pads bulan Januari sampai Juni 2005.
Hasil
Berdasarkan basil analisa statistik dengan menggunakan kriteria indek WOMAC satu persatu (24 variabeI), basil intervensi artroskopi lavage dengan anestesi lokal menunjukkan keberhasilan pads 1 dan 2 bulan post intervensi .
Dari analisa multivariate didapatkan hubungan antara post intervensi 1,2 clan 3 bulan dengan artroskopi diagnostik derajat IV.
Dengan artroskopi diagnostik derajat IV maka basil prediksi keberhasilan post intervensi untuk derajat nyeri lutut 1 bulan 68.2%, 2 bulan 26.4% dan 3 bulan 13.6%, sedangkan untuk derajat kekakuan lutut untuk 1 bulan 68.2%, 2 bulan 54.5% dan 3 bulan 22.7% dan terakhir untuk derajat kesulitan fungsi fist ik untuk 1 bulan 72.7%, 2 bulan 54.5% dan 3 bulan 223%.
Kesimpulan
Tindakan artroskopi lavage dengan anestesi lokal cukup efektif pads pasien osteoartritis lutut. Bila hal tersebut dilakukan pasien dengan artroskopi diagnostik derajat IV maka tingkat keberhasilan mash didapatkan pada 3 bulan post intervensi ± 20 % dari kriteria indek WOMAC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T18158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vika Ardianto Laksono
"Latar Belakang: Obesitas merupakan beban berat terhadap kesehatan di seluruh dunia. Salah satu cara menangani obesitas adalah dengan latihan fisik. Namun untuk beberapa populasi khusus seperti osteoartritis, keefektifan latihan fisik perlu dipertanyakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terapi latihan fisik selama enam minggu efektif dalam menurunkan lingkar pinggang pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut.
Subyek: Subyek dari penilitian ini adalah pasien wanita dengan osteoartritis lutut dan obesitas yang mengunjungi Klinik Obesitas di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo. Studi ini menggunakan data sekunder yang diambil dari status pasien lewat rekam medis. Sebanyak 35 pasien digunakan dalam studi ini.
Metode: Studi ini merupakan studi deskriptif dengan satu kelompok dan membandingkan karakteristik sebelum dan sesudah intervensi. Data yang diambil dari rekam medis berupa lingkar pinggang, umur, metode pembayaran, berat badan, tinggi badan dan indeks masa tubuh. Data yang diambil merupakan data sebelum dan sesudah terapi latihan.
Hasil dan Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukan penrurunan signifikan di lingkar pinggang setelah enam minggu terapi p<0.05 (p=0.001) biarpun tidak ada korelasi positif antara lingkar pinggang awal dan penurunan lingkar pinggang p<0.05 (p=0.54). Penelitian ini membuktikan terapi latihan enam minggu efektif dalam menurunkan lingkar pinggang.

Background: Obesity had become a major burden all over the world. One approach of managing obesity is done by physical exercise. However, for certain population such as osteoarthritis, physical exercise efficaciousness is questionable. This study is devised to examine how effective a therapeutic exercise which is held for six weeks in reducing the waist circumference of obese patient with knee osteoarthritis.
Subjects: All of the subjects are female patients who visited Obesity Clinic in Cipto Mangun Kusumo Hospital and diagnosed with knee osteoarthritis along with obesity. This study uses secondary data obtained from the patients’ status from the medical record. Total of 35 subjects are included in this study.
Methods: This is a descriptive study which has one group with pre-test and post-test design. Subject’s baseline characteristics including waist circumference, age, body weight, body height and payment method are collected along with the data after the program had been completed.
Results and Conclusion: Result shows significant changes in waist circumference after the six weeks therapeutic exercise p<0.05 (p=0.001) however there is no positive correlation between initial waist circumference with the total loss of waist circumference p<0.05 (p=0.54). This study shows that six weeks therapeutic exercise is effective in reducing the waist circumference of the patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matrahman
"Nyeri merupakan gejala utama pada pasien dengan Osteoartritis OA , dan berdampak terhadap gangguan fungsional serta penurunan kualitas hidup. Latihan isometrik kuadrisep dan Jalan kaki dapat menjadi alternatif latihan pada pasien OA lutut untuk mengurangi keluhan nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbandingan efektifitas jalan kaki dan latihan isometrik kuadrisep terhadap nyeri dan rentang gerak sendi pada pasien dengan osteoartritis lutut. Desain penelitian menggunakan quasi-experimental design dengan pendekatan non equivalent control group before - after. Jumlah sampel terdiri dari 17 responden pada masing-masing kelompok dengan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan jalan kaki efektif menurunkan nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi pasien OA lutut p 0.000. Latihan isometrik kuadrisep efektif menurunkan nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi fleksi lutut pasien OA lutut p 0.000. Namun setelah dibandingkan kedua latihan tersebut menunjukkan bahwa latihan jalan kaki tidak lebih efektif menurunkan nyeri dan meningkatkan rentang gerak sendi fleksi lutut daripada latihan isometrik kuadrisep pada pasien OA lutut p 0.000. Perlu dibuat protap latihan jalan kaki dan latihan isometrik kuadrisep yang terprogram. Pasien dengan obesitas dan derajat OA sedang bisa diarahkan dengan pilihan latihan isometrik kuadrisep. Sedangkan pasien dengan berat badan normal atau indeks masa tubuh kurang dan OA derajat ringan, bisa diarahkan pada latihan jalan kaki, serta pemberian edukasi gaya hidup agar kualitas hidup menjadi lebih baik.

Pain is known as the main symptom of Osteoarthritis OA which affect on the functional impairment and patient rsquo s quality of life. Alternatively, isometric quadriceps exercise and walking exercise could be employed to reduce the pain among knee OA patients. This study aimed to identify the comparison between walking exercise and isometric quadriceps exercise on pain and joint range of motion in knee osteoarthritis patients. This research was used quasi experimental with non equivalent control group before - after design. The experimental and control group, involved 17 respondents respectively with consecutive sampling technique.
The results showed the walking exercise is significantly reduce pain and increase knee flexion range of motion p 0.000. Similarly, the isometric quadriceps exercise is significantly decrease pain and increase knee flexion range of motion p 0.000. Nevertheless, after being compared showed that walking exercise is no more effective reduce pain and increase knee flexion range of motion rather than isometric quadriceps exercise in knee osteoarthritis patients. A standard operational procedure for walking exercise and isometric quadriceps exercise is programmed. Patients with obesity and moderat OA can be directed by choice of isometric quadriceps exercises. While patients with normal weight or less body mass index and mild OA, can be directed to walking exercise, as well as providing lifestyle education for better quality of life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T50974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Hardian Rahim
"Gonartrosis Ianjut merupakan kelainan sendi Iutut yang sering
mengenai usia tua. Penyebab tersering adalah Osteoartritis degeneratif dan
Rematoid Artrtitis. Karena kelainan ini pasien mengeluh nyeri lutut yang
menetap, gerakan sendi lutut terbatas yang mengakibatkan aktivitas sehari-
hari terganggu.
Penggantian sendi lutut (PSL) merupakan terapi alternatif untuk
menghilangkan nyeri lutut dan mangembalikan gerakan sendi lutut, sehingga
aktivitas sehari-hari tidak terganggu.
Telah dilakukan penelitian terhadap 110 lutut (92 pasien) yang
dilakukan Penggantian sendi lutut di R.S. Siaga Raya Jakarta selama tahun 1990-1996.
Keberhasilan Penggantian sendi Iutut pada penderita Gonartrosis
Ianjut dengan Osteoartritis degeneratif memberikan hasil survival tetap
sampai Iama pengamatan 6 tahun yaitu 96,75%.
Keberhasilan Penggantian sendi lutut pada penderita Gonartrosis lanjut
dengan Rematoid artritis memberikan hasil survival yang menurun, terutama
setelah tahun ke lima yaitu 26,24%.
Prognosis keberhasilan PSL pada Osteartritis degeneratif lebih baik
dibandingkan PSL pada Rematoid artritis dengan rasio survival 3,7 : 1.
Penyakit penyerta dan alat pengganti sendi berperanan dalam
keberhasilan PSL.

Abstract
Chronic Gonarthosis is common knee disturbance at the old people.
The commonest cause are Degenerative osteoarthritis and Rheumatoid
arthritis. The main symptoms are knee pain and limitation of knee range of
materi which will cause disturbance of daily activity.
Knee Arthroplasty is the alternative treatment for kites pain and correct
knee range of motion so recover the daily activity.
Study was done to 110 knees (92 patients) to evaluate knee arthroplasty at
Siaga Raya Hospital in 1990 to 1996.
The 6 years survival rate of kenee Arhtroplasty to chronic gonarthrosis
patients due to Degenerative osteoarthritis is 96,75 %.
The survivorship knee arthroplasty due to chronic gonarthrosis patients
with Rheumatoid Arthritis is lower especially after the fifth year : 26,24 %.
Prognosis Knee arthroplasty due to Degenerative Osteoarthritis is
better than Rhematoid Arthritis with Survival with survival Ratio = 3,7 : 1
Accompanying disease and arthroplasty material determine the
success of Knee Arthroplasty."
Jakarta: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Seri Mei Maya Ulina
"Latar Belakang: Osteoartritis (OA) lutut merupakan OA simptomatik yang paling banyak diderita dan menimbulkan hendaya. Tujuan tatalaksana penyakit kronis seperti OA lutut adalah tercapainya kualitas hidup terkait kesehatan yang baik. kibat prevalensi OA lutut yang meningkat sejalan dengan usia, maka komorbiditas sangat umum ditemukan pada penderitanya. Komorbiditas diduga sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut.
Tujuan: Mengetahui hubungan indeks komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik.
Metode: Desain penelitian adalah studi potong lintang dan dilakukan di Poliklinik Rematologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kualitas hidup terkait kesehatan diukur menggunakan instrumen generik Medical Outcome 36- Items Short Form (SF-36) Health Status Survey yang diisi secara subjektif oleh subjek. Indeks komorbiditas dinilai oleh peneliti menggunakan instrumen Cumulative Illness Rating Scale (CIRS). Analisis hubungan dilakukan dengan uji Chi-square dan alternatifnya, yaitu uji Fisher Exact.
Hasil: Mayoritas subjek penelitan adalah wanita dengan rerata usia 62,62 tahun (SD8,02). Faktor risiko terbanyak OA lutut adalah berat badan lebih atau obes. Rerata IMT subjek adalah 27,54 kg/m2 (SD 4,44). Sebanyak 86,1% subjek memiliki ringkasan komponen fisik kualitas kehidupan terkait kesehatan yang buruk. Sedangkan 72,2% subjek memiliki ringkasan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan baik. Sebanyak 98,7% memiliki >1 komorbid. Tiga sistem komorbiditas terbanyak adalah endokrin- metabolik, vaskuler, serta muskuloskeletal dan integumen. Nilai median indeks komorbiditas CIRS adalah 1,68 (0-2,33) dengan kategori terbanyak adalah indeks komorbiditas sedang. Dalam analisis bivariat, tidak ditemukan hubungan indeks komorbiditas dengan ringkasan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan (RO= 1,11; IK95%= 0,26-4,75), maupun dengan ringkasan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan (RO=1,21; IK95%= 0,41-3,61).
Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara indeks komorbiditas dengan komponen kualitas hidup terkait kesehatan, baik komponen fisik maupun mental pada pasien OA lutut simptomatik. Kondisi komorbiditas dan kualitas hidup yang homogen pada populasi studi ini mungkin berkontribusi terhadap hal ini.

Background: Knee osteoarthritis (OA) is the most prevalent symptomatic OA among adults and is the leading cause of disability. The ultimate treatment goal in such chronic disease is to achieve a good health related quality of life (HRQoL). Since knee OA prevalence is increasing throughout age, comorbidity become common condition. Comorbidity is presumed as contributing factor unto health related quality of life in knee OA patient.
Objective: To evaluate the relation between comorbidity index and health related quality of life in symptomatic knee OA patient.
Methods: This was a cross-sectional study conducted in Rheumatology Policlinic Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. HRQol was measured with a selfassesment generic instrument Medical Outcome 36- Items Short Form (SF-36) Health Status Survey. Comorbidity index was measured by researcher with Cumulative Illness Rating Scale (CIRS). Bivariate analysis was performed by using Chi-square test and its alternative Fisher Exact Test.
Results: Most subjects were woman with mean age of 62,62 years (SD8,02). The most prevalent risk factor was overwight or obesity. Mean value for body mass index in this study was 27,54 kg/m2 (SD 4,44). Eighty six percent of subjects were having poor physical component summary (PCS) of HRQoL. Whereas 72,2% of subjects waere having good mental component summary (MCS) of HRQoL. Ninety eight point seven percent subjects were having >1 comorbidity(ies). The three top positive comorbidity system were endocrine- metabolic, vascular, and musculosceletal and integument. The median value of comorbidity index was 1,68 (0-2,33) which is resembled moderate comorbidity index. There was no relation has been found in bivariate analysis between comorbidity index and PCS (OR= 1,11; CI95%= 0,26-4,75), neither with MCS (OR=1,21; CI95%= 0,41-3,61).
Conclusion: There is no relation between comobidity index and HRQoL, both physically and mentally component in symptomatic knee OA patients. The homogenicity of comorbidity condition and HRQoL in subjects may contributed to the result.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sheena R Angelia
"Osteoartritis OA adalah penyakit sendi kronis yang merupakan penyebab utama disabilitas menahun di dunia saat ini. Salah satu faktor yang berperan penting dalam patogenesis OA adalah terjadinya stres oksidatif berlebih, yang menginduksi kerusakan kondrosit akibat dan ditandai dengan peningkatan kadar malondialdehid MDA . Asam lemak omega-3 memiliki peran dalam menghambat terjadinya stres oksidatif, namun sebaliknya asam lemak omega-6 memiliki fungsi yang berlawanan. Kedua asam lemak ini bersifat esensial di dalam tubuh, dan kadarnya ditentukan oleh asupan dari bahan makanan sumber. Rasio antara asupan asam lemak omega-6/omega-3 yang optimal dapat mengurangi terjadinya stres oksidatif dalam tubuh. Tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara rasio asupan asam lemak omega-6/omega-3 terhadap kadar MDA plasma pada pasien OA lutut. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dilakukan di poli ortopedi RS Bhayangkara Tk I RS. Sukanto dan RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, terhadap pasien OA lutut derajat 2-4, berusia 40-60 tahun, pada bulan April-Mei 2018. Asupan asam lemak omega-3 dan omega-6 untuk 1 bulan ke belakang didapatkan dengan menggunakan semi-quantitative food frequency questionnaire. Besarnya rasio asupan asam lemak omega-6/omega-3 dihitung dengan cara membagi rata-rata asupan harian asam lemak omega-6 total dengan rata-rata asupan harian asam lemak omega-3 total. Kadar MDA plasma diukur dengan metode spektrofotometri. Dari 57 subjek yang mengikuti penelitian, didapatkan rerata usia 50 tahun, sebanyak 87,7 adalah subjek perempuan, serta sebagian besar 89,5 masuk dalam kategori obesitas. Persentase asupan kedua asam lemak masih kurang bila dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi AKG , dengan nilai tengah asupan asam lemak omega-3 total subjek adalah 0,864 0,351-2,200 g/hari, sedangkan asupan asam lemak omega-6 total sebesar 6,830 3,066-19,110 g/hari. Didapatkan rerata rasio asupan asam lemak omega-6/omega-3 yaitu 8,8:1, dan rerata kadar MDA plasma pada subjek sebesar 0,773 0,199 nmol/mL. Setelah mengontrol faktor usia, IMT dan skor aktivitas fisik dengan uji regresi linear ganda, didapatkan hasil setiap kenaikan 1 unit rasio asupan asam lemak omega-6/omega-3 dapat meningkatkan kadar MDA plasma sebesar 0,023 nmol/mL = 0,023, 95 CI = 0,004 ndash; 0,042, p = 0,017 . Rasio asupan asam lemak omega-6/omega-3 yang tinggi berhubungan dengan peningkatan kadar MDA plasma pada pasien OA lutut derajat II-IV. Oleh karena itu diperlukan edukasi untuk mendapatkan rasio yang optimal sehingga dapat mecegah peningkatan progresivitas OA lutut.

Osteoarthritis OA is a chronic disease characterized by joint pain, and is a major cause of disability in the patient. One of several factors in the pathogenesis of OA is the generation of oxidative stress, inducing chondrocytes apoptosis due to lipid peroxidation, characterized by the increasing of malondialdehyde MDA level. Omega 3 fatty acids have role in inhibiting the oxidative stress, meanwhile omega 6 hold contradicting role. Both fatty acids are essential in human body, and their levels are determined by the intake from the food sources. The omega 6 omega 3 ratio should be optimal in order to reduce the oxidative stress. This study aims to investigate the association between the ratio of omega 6 omega 3 fatty acids intake to MDA plasma level in patients with knee OA. This was a cross sectional study, conducted at orthopedic clinic at Bhayangkara RS. Sukanto Hospital and Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, in patients with II IV grade Kellgren Lawrence of knee OA, aged between 40 60 years. The 1 month history of omega 3 and omega 6 intake was obtained by using semi quantitative food frequency questionnaire. The omega 6 omega 3 ratio was calculated by dividing the average daily intake of total omega 6 fatty acids by the average daily intake of total omega 3 fatty acids. The MDA plasma level was measured by spectrophotometry method. Of 57 subjects participated, the mean age was 50 years, 87,7 were female, and mostly 89,5 were obese. The percentage of both fatty acids intake was below the Recommended Dietary Allowance RDA , the median for omega 3 and omega 6 intake were 0,864 0,351 2,200 g day and 6,830 3,066 19,110 g day. Thus the ratio of omega 6 omega 3 intake was 8,8 1, and the mean MDA plasma level was 0,773 0,199 nmol mL. The age, BMI, and physical activity score variables were then controlled through multiple linear regression test. The results found were the increase of 1 unit of omega 6 omega 3 intake ratio would increase MDA level of 0,023 nmol mL 0,023, 95 CI 0,004 ndash 0,042, p 0,017 . A high ratio of omega 6 omega 3 intake is associated with elevated plasma MDA level in knee OA patients. Therefore, a subsequent education is necessary in achieving optimal ratio thus prevent the progressivity of knee OA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Eka Widya Saraswati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asupan asam amino taurin dan korelasinya dengan aktivitas superoksida dismutase pada darah pasien osteoartritis lutut. Pada osteoartritis terjadi ketidakseimbangan antara prooksidan dengan antioksidan sehingga menimbulkan keadaan yang disebut stres oksidatif. Antioksidan enzimatik superoksida dismutase berperan dalam mencegah terjadinya stres oksidatif dengan cara memutus reaksi berantai radikal bebas sejak awal. Superoksida dismutase bekerja dengan cara mengkatalisis superoksida menjadi hidrogen peroksida. Pada osteoartritis diketahui terjadi peningkatan superoksida dan penurunan aktivitas superoksida dismutase. Asam amino taurin merupakan asam amino yang terdapat dalam jumlah tinggi di tubuh namun tidak ikut berperan serta dalam sintesis protein. Asam amino taurin banyak terdapat dalam bahan makanan sumber protein hewani terutama ikan, daging dan hasil laut. Asam amino taurin mempunyai beberapa sifat antara lain sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan kondroprotektif. Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dengan melibatkan 56 subjek OA lutut yang direkrut melalui consecutive sampling. Asupan taurin diambil dengan metode FFQ semikuantitatif. Sampel aktivitas superoksida dismutase diambil dari darah dan diukur menggunakan RANSOD SD 125 dengan metode spektrofotometri. Uji statistik menggunakan uji korelasi dengan SPSS. Rerata usia adalah 50,75 6,17 tahun, sebanyak 89,3 berjenis kelamin perempuan. Median asupan asam amino taurin adalah 59,77 15,96-278,57 mg per hari. Median aktivitas superoksida dismutase adalah 274,97 152,48-360,97 unit/mL dan didapatkan sebanyak 64,3 subjek dengan aktivitas superoksida dismutase yang meningkat. Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif bermakna dengan kekuatan lemah p = 0,034, r = 0,284 antara asupan asam amino taurin dengan aktivitas superoksida dismutase pada pasien osteoartritis lutut. Kesimpulan: asupan asam amino taurin mungkin mempunyai peranan dengan aktivitas superoksida dismutase pada pasien osteoartritis lutut.

The aim of this research was to observe the correlation between taurine amino acid intakes and superoxide dismutase activities on knee osteoarthritis patients. In osteoarthritis there is an imbalance state between pro oxidant and anti oxidant causing oxidative stress. The enzymatic anti oxidant superoxide dismutase plays an important role in stopping the occurrence of oxidative stress by cutting off the free radicals chain reaction from the beginning. Superoxide dismutase works by catalyzing superoxide into hydrogen peroxide. Osteoarthritis cases are known by the increase of superoxide and the decrease of superoxide dismutase activities. Taurine is an amino acid that is found abundant in human body that does not play a role in protein synthesis reaction. Taurine amino acid is found in several food sources including fish, meat, and seafood. Taurine amino acid has several characteristics including anti oxidant, anti inflammatory, and chondro protective. This study used cross sectional design with 56 knee osteoarthritis subjects recruited through consecutive sampling. Taurine intake was obtained by semiquantitative FFQ method. The superoxide dismutase activity sample was obtained from whole blood and measured using RANSOD SD 125 with spectrophotometric method. The statistical test used correlation test with SPSS. The mean age was 50.75 6.17 years old, with 89.3 of them were females. Median for taurine intakes was 59.77 15.96 ndash 278.57 mg per day. Median for the superoxide dismutase activities was 274.97 152.48 ndash 360.97 unit per ml, and 64.3 of the subjects with increasing superoxide dismutase activity. This research found a positive yet low significant correlation p 0,034, r 0,284 between taurine amino acid intakes and superoxide dismutase activity in patients with knee osteoarthritis. Conclusion The taurine amino acid intake may have a role with the superoxide dismutase activity in patients with knee osteoarthritis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimatus Zahroh
"Tesis ini disusun untuk mengetahui efektivitas penggunaan elastic taping terhadap intensitas nyeri, kekuatan otot quadriceps dan status fungsi lutut pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut. Penelitian menggunakan desain uji eksperimental Randomized Control Trial. Subjek penelitian merupakan pasien overweight dan obesitas dengan osteoarthritis lutut, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Semua subjek dari kedua kelompok mendapatkan latihan standar berupa latihan aerobik dengan ergocycle, latihan penguatan otot quadriceps dan hamstring dengan NK table dan latihan keseimbangan dengan balance board sesuai dengan prosedur di Poliklinik Obesitas Departemen Rehabilitasi Medik RSCM Jakarta yang dilakukan 2x/minggu selama 2 minggu. Kelompok perlakuan mendapatkan pemasangan 3 elastic taping dengan tarikan 40- 50%, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan pemasangan elastic taping dengan arah pemasangan yang sama namun tanpa penarikan. Pemasangan elastic taping dilakukan sebanyak 3 kali dalam waktu 2 minggu. Hasil keluaran penelitian ini berupa intensitas nyeri berdasarkan nilai VAS, kekuatan otot quadriceps yang diukur menggunakan handheld dynamometer serta penilaian kuesioner KOOS pada sebelum, setelah 1 minggu dan setelah 2 minggu pemasangan elastic taping. Analisis statistik dilakukan untuk membandingkan perubahan nilai VAS, kekuatan otot quadriceps dan nilai keusioner KOOS sesudah intervensi pada kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemasangan elastic taping sebagai terapi tambahan efektif dalam menurunkan nilai VAS, meningkatkan kekuatan otot quadriceps, dan nilai kuesioner KOOS pada pasien overweight dan obesitas dengan osteoartritis lutut setelah diberikan intervensi selama 2 minggu. Perbaikan nilai median VAS pada kelompok kontrol dan perlakuan masing-masing sebesar
3 (1-4) dan 2 (1-3) dan didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p = 0,008. Peningkatan rerata kekuatan otot quadriceps pada kelompok kontrol dan perlakuan masing- masing sebesar 3,44±0,71 kg dan 5,66±1,71 kg, dan didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p< 0,001. Peningkatan rerata nilai kuesioner KOOS pada kelompok kontrol dan perlakuan masing-masing sebesar 12,92±3,51 dan 17,02±5,59, dan didapatkan perbedaan signifikan dengan nilai p=0,023. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai efektivitas elastic taping dalam jangka waktu yang lebih lama serta untuk membandingkan efektivitas aplikasi elastic taping pada otot quadriceps antara metode dua taping dengan tiga taping untuk melihat perbandingan penurunan intensitas nyeri.

This thesis was aimed to determine the effectiveness of elastic taping on pain intensity, quadriceps muscle strength and knee function status in obese patients with knee osteoarthritis. The study used an experimental randomized control trial design. The subjects were overweight and obese patients with knee osteoarthritis, which was divided into 2 groups: control and intervention groups. All subjects from both groups received standard exercises: aerobic exercise with ergocycle, quadriceps and hamstring muscle strengthening exercises with NK tables and balance exercises with balance board in accordance with procedures at the Obesity Polyclinic, Department of Medical Rehabilitation of RSCM Jakarta, which was conducted 2x/week for 2 weeks. The intervention group received an application of 3 elastic taping with 40-50% stretched, while the control group received an application of elastic taping with the same mounting direction but without stretching. Installation of elastic taping is done 3 times in 2 weeks. The results of this study include pain intensity based on VAS values, quadriceps muscle strength measured using a handheld dynamometer and KOOS questionnaire assessment before, after 1 week and after 2 weeks of elastic taping application. Statistical analysis was performed to compare changes in VAS values, quadriceps muscle strength and KOOS questionnaire values after the intervention in the control and intervention groups. The results stated that the application of elastic taping as an adjunct therapy was effective in reducing the value of VAS, increasing quadriceps muscle strength, and the value of the KOOS questionnaire in overweight and obese patients with knee osteoarthritis after 2 weeks of intervention. Improvements to the median VAS values in the control and intervention groups were 3 (1-4) and 2 (1-3), respectively, and a significant difference was obtained with p value 0.008. The mean increase in quadriceps muscle strength in the control and intervention groups was 3.44
± 0.71 kg and 5.66 ± 1.71 kg, respectively, and a significant difference was obtained with p value <0.001. The increase in the average value of the KOOS questionnaire in the control and intervention groups was 12.92 ± 3.51 and 17.02 ± 5.59, respectively, and a significant difference was obtained with p value 0.023. Further research is needed to assess the effectiveness of elastic taping over a longer period of time and to compare the effectiveness of the application of elastic taping in the quadriceps muscle between the two taping and three taping methods to see a comparison of the decrease in pain intensity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Sinthya Langow
"ABSTRAK
Latar Belakang: Obesitas merupakan faktor risiko utama osteoartritis (OA). Penelitian terdahulu mendapatkan bahwa faktor mekanik saja tidak cukup untuk menjelaskan hubungan kejadian OA dengan obesitas. Leptin diduga berperan dalam proses destruksi kartilago pada OA. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat adakah korelasi antara leptin serum dengan COMP dan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada penderita OA yang berobat di poliklinik Reumatologi RSCM dalam periode Juni-Juli 2014. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Diagnosis OA lutut berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1896. Dilakukan pemeriksaan leptin dan COMP serum dengan metode ELISA. Pemeriksaan radiologi kedua lutut dilakukan dengan posisi antero-posterior pada pasien yang berdiri tegak. Kemudian dilakukan pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial oleh ahli radiologi, Analisa statistik bivariat digunakan mendapatkan korelasi antara leptin dengan COMP dan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial.
Hasil: Sebanyak 51 subjek memenuhi kriteria inklusi penelitian, 45 orang (88,2%) adalah wanita. Rerata kadar leptin didapatkan 38119,45 ± 21076,09 pg/ml. Nilai median COMP adalah 805,3(144,1-2241)ng/ml dan rerata lebar celah sendi tibiofemoral medial 3,73 ± 1,58 mm. Pada analisa bivariat tidak ditemukan korelasi antara leptin dan COMP ( r = 0,043, p= 0,764) dan juga antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial( r = -0,135, p = 0,345). Pada subjek dengan lama sakit > 24 bulan didapatkan korelasi negatif kuat antara leptin dengan lebar celah sendi tibio femoral medial ( r = 0,614, p = 0,015).
Simpulan: Tidak didapatkan korelasi antara leptin dan COMP pada penelitian ini. Penelitian ini juga tidak mendapatkan korelasi antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas.

ABSTRACT
Background: Obesity is a well-recognized risk factor for osteoarthritis. However, the relationship between obesity and OA may not simply due to mechanical factor. Increasing evidence support the role of leptin in OA cartilage destruction. The objective of this study was to examine the possible correlation between leptin serum with COMP and medial joint space width in knee OA with obesity. Methods: This study was a cross sectional study in OA patients visiting Rheumatology outpatient clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital between June- July 2014. Samples were collected using consecutive sampling method. Knee OA was diagnosed from clinical and radiologic evaluation based on American College of Rheumatology 1986 criteria. Serum was collected from 51 knee OA patients, serum leptin and COMP were measured by ELISA. Antero-posterior radiographs of the knee have been taken in weight bearing position, and then the radiologist measured the minimum medial joint space width. The correlation between leptin and same variables, such as COMP and tibiofemoral medial minimum joint space width were analized by bivariate analysis.
Results: Fifty one subjects met the inclusion criteria, with 45 (88,2%) are women. Mean of Leptin was 38119,45 (SD 21076,09). Median of COMP was 805,3(144,1-2241) and mean of minimum joint space width was 3,73 (SD1,58) mm. In bivariate analysis we found no correlation between leptin and COMP ( r = 0,043, p= 0,764) and also between leptin and medial joint space width ( r = - 0,135, p = 0,345).Cluster analysis for the subject with disease onset >24 month showed strong negative correlation between leptin and tibiofemoral medial minimum joint space width (r = 0,614, p = 0,015).
Conclusion: There was no correlation between leptin and COMP in this study. This study also showed that there was no correlation between leptin and medial tibiofemoral joint space width in knee OA with obesity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binar Sasono
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan terprogram dengan telerehabilitasi di rumah pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut terhadap skor visual analogue scale, indeks massa tubuh dan WOMAC. Penelitian ini adalah penelitian pre-post study pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut. Subjek penelitian melakukan serangkaian program latihan di rumah selama 28 hari. Sebelum program, terdapat penilaian awal dari psikolog dan ahli gizi. Selama program, terdapat teleedukasi, telemonitoring dan telekonsultasi dari dokter. Jumlah subjek penelitian sebesar 26 subjek perempuan. Skor visual analogue scale mengalami penurunan signifikan secara statistik pada setiap minggunya, hingga akhir minggu keempat dibandingkan dengan sebelum intervensi (p<0,001). Skor indeks massa tubuh mengalami penurunan signifikan secara statistik pada akhir minggu keempat dibandingkan dengan sebelum intervensi (p<0,001). Skor WOMAC mengalami penurunan signifikan secara statistik pada akhir minggu keempat dibandingkan dengan sebelum intervensi (p<0,001). Analisis lebih lanjut pada seluruh komponen WOMAC pada kelompok intervensi meliputi nyeri, kaku dan fungsi fisik juga menunjukkan penurunan yang signifikan secara statistik (p<0,001). Latihan terprogram dengan telerehabilitasi di rumah terbukti secara statistik menurunkan skor visual analog scale, indeks massa tubuh dan WOMAC pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut.

This study aims to determine the effectiveness of programmed exercise with telerehabilitation at home in obese patients with knee osteoarthritis on visual analogue scale scores, body mass index and WOMAC. This research is a pre-post study in obese patients with knee osteoarthritis. Research subjects performed a series of exercise programs at home for 28 days. Before the program, there is an initial assessment from a psychologist and nutritionist. During the program, there is teleeducation, telemonitoring and teleconsultation from doctors. The number of research subjects was 26 female subjects. Visual analogue scale scores decreased statistically significantly every week, until the end of the fourth week compared to before the intervention (p<0.001). Body mass index scores decreased statistically significantly at the end of the fourth week compared to before intervention (p<0.001). WOMAC scores decreased statistically significantly at the end of the fourth week compared to before intervention (p<0.001). Further analysis of all WOMAC components in the intervention group including pain, stiffness and physical function also showed a statistically significant decrease (p<0.001). Programmed exercise with telerehabilitation at home has been statistically proven to reduce visual analog scale scores, body mass index and WOMAC in obese patients with knee osteoarthritis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>