Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160414 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riewpassa, Leonardo Ch. M.
"Sampai saat ini di Indonesia belum ada penelitian tentang bentuk anatomi dan fungsi bibir setelah dilakukan tindakan labioplasti terutama hasil dari satu tehnik operasi. Komplikasi yang sering terjadi berupa jebolnya jahitan dan terjadinya kelainan pertumbuhan maksila akibat terlalu tegangnya otot yang dihubungkan sehingga dicoba tehnik modifikasi Millard dimana kedua otot dijahitkan diprolabium dengan tujuan rnengurangi tegangan yang terjadi.
Metode yang digunakan dimana semua penderita labioschizis bilateral yang dioperasi dengan memakai tehnik ini dinilai komplikasi yang terjadi, bentuk penampilan -dan fungsi bibir atas dengan memakai modified William's form dan formulir penilaian fungsi bibir selama bulan Agustus sampai September 2006. Hasilnya diuji dengan memakai Mann Whitney dan hubungan keduanya dengan regresi tinier.
Hasil yang didapatkan adalah : penderita berjumlali 27 orang sebanyak 24 orang laki-laki ( 88.88 %) dan 3 orang perempuan. ( 11.12 % ). Ditemukan I orang (3.7 % ) penderita dengan komplikasi berupa dehisensi. Terdapat 5 orang ( 18.52% ) dengan delayed speech. HasiI dinilai oleh 6 orang penilai. Pada penelitian ini digunakan nilai toleransi. Tehnik ini dapat dipakai jika dibandingkan dengan nilai toleransi (p = 0.193 ), tidak dapat dipakai jika dibandingkan dengan nilai normal (p = 0.000 ). Fungsi bibir tidak didapatkan perbedaan bermakna ( p = 0.153 ) dan terdapat hubungan antara bentuk penampilan dan fungsi bibi atas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Rayeni Natasha
"ABSTRAK
Latar Belakang: Terdapat kontradiksi opini mengenai bekas luka operasi bibir sumbing di sentra kami. Tujuan dari studi ini adalah menilai secara subyektif penampakan dari bekas luka horizontal pasca operasi bibir sumbing dengan menggunakan tehnik Millard. Material and Methods: Studi ini menilai tingkat kepuasan secara subyektif bekas luka horizontal jangka panjang pada satu grup yang terdiri dari 30 pasien di rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Analisa ini berhubungan dengan bekas luka yang tampak 6 bulan – 2 tahun pasca operasi. Satu orang keluarga pasien dan satu orang dokter bedah plastik menilai 30 foto pasien dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Studi ini juga menilai korelasi dari perbedaan nilai VAS antara kedua penilai. Hasil: Berdasarkan hasil studi, VAS dari 30 sampel, dua puluh sembilan nilai (96%) dari dokter bedah plastik menyatakan puas dan semua nilai (100%) dari keluarga pasien menyatakan puas. Nilai korelasi antara penilaian keluarga pasien dan dokter bedah plastik adalah 0.603 dan memiliki nilai p 0.00, yang berarti memiliki korelasi yang kuat dan memiliki nilai statistik yang signifikan. Kesimpulan: Bekas luka horizontal pasca operasi bibir sumbing menggunakan tehnik Millard dinilai memuaskan bagi dokter bedah plastik maupun keluarga pasien dan dapat membantu dalam mempertimbangkan untuk mempertahankan penggunaan tehnik Millard atau memilih tehnik lain tanpa bekas luka horizontal.

ABSTRACT
Background: There’s contradiction opinion about the result of the horizontal scars after cleft lip surgery in our center. The aim of this study is to subjectively assess the resultant horizontal scar appearance after Millard technique on cleft lip repair. Material and Methods: This series assessed the level of satisfaction in long term horizontal scar results from a subjective point of view on one groups of 30 patients in Cipto Mangunkusumo hospital. The analysis related essentially to the residual scar of 6 months - 2 years after the surgery. One patients parent and one plastic surgeon assess 30 patients photographs using visual analog scale (VAS). This study also to test the correlation in VAS scores difference between the two evaluators. Result: Based on the study, the VAS score taken from 30 samples, twenty-nine score (96%) indicate “Satisfy” in plastic surgeon assessments and all score (100%) indicate “Satisfy” in patient parent assessments. The correlations of the patient parent and plastic surgeon assessment is 0.603 and has a p value 0.00, which has a strong correlation and statistically significant results. Conclusion: The resultant horizontal scar after cleft lip surgery using Millard technique is deemed satisfactory for the plastic surgeon and patients parent, it will help the plastic surgeons in determining whether to keep performing the Millard technique or to adopt another technique with no horizontal scar.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Tofani
"PENDAHULUAN
Penderita yang datang ke poliklinik gigi atau rumah sakit dengan anomali kongenital pada daerah oromaksilofasial khususnya celah bibir, pada umumnya mempunyai keluhan pada fungsi, estetika serta bicara. Keluhan ini pada tiap individu berbeda, ada yang sangat merasakan kelainan tersebut namun adapula yang tidak terlalu memikirkannya. Untuk mengatasi celah bibir, bukan tanpa hambatan atau komplikasi. Ada bermacam-macam komplikasi, diantaranya adalah yang disebut 'whistling', yang secara garis besarnya dapat diartikan suatu keadaan seperti orang bersiul. Dengan tehnik operasi yang makin disempurnakan, komplikasi 'whistling' ini sedikit demi sedikit diusahakan untuk diatasi.
Banyak metoda yang dipakai untuk merapihkan celah bibir, salah satunya adalah metoda 'flap triangular'. Metoda 'flap triangular' ini pun macam-macam pula tehniknya. Sebuah diantaranya adalah tehnik yang diajukan oleh Tennison. Bertolak dari tehnik dasar Tennison, kemudian telah banyak dilakukan modifikasi. Misalnya mulai dari titik pertemuan mukokutan (mucocutaneous junction) kearah sisi mukosa bibir ada yang membuat insisi garis lurus, serta adapula yang menggunakan insisi z-plasti.
Dalam tulisan ini akan dibandingkan kedua cara merapihkan celah bibir tersebut, yaitu yang menggunakan insisi garis lurus dan yang menggunakan insisi z-plasti.
Latar Belakang Masalah, Penderita yang membutuhkan tindakan merapihkan celah bibir, selalu menginginkan hasil yang terbaik. Akan tetapi sebelum tindakan dilakukan, penjelasan dan keterangan yang panjang lebar haruslah di berikan oleh operator, agar supaya penderita betul-betul memahami. Tanpa maksud untuk mengendurkan hasrat penderita, komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul harus diutarakan, termasuk 'whistling' tersebut. Pada umumnya diterangkan pula, kalau perlu, operasi kedua/sekunder dilakukan pada kesempatan berikutnya. Untuk mengurangi komplikasi, harus diusahakan merapihkan celah bibir dengan tehnik yang dianggap paling minimal komplikasinya.
Masalah, Untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pasca bedah serta merugikan bagi penderita, maka cara dan tehnik merapihkan celah bibir manakah yang sebaiknya dilakukan?"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Inunu
"Latar Belakang: Pertumbuhan nasofaring merupakan hal penting dalam evaluasi keseimbangan komponen velofaringeal dan dapat dievaluasi menggunakan titik acuan sefalometri pada tulang-tulang penyusun struktur nasofaring. Tujuan: Mengevaluasi karakteristik pertumbuhan nasofaring pada kasus celah bibir dan langit-langit pasca pembedahan Metode: pada sefalogram pasien UCLP pasca pembedahan ditentukan titik PMP (maksila posterior), Ho (hormion) dan At (atlas), dan dihubungkan menjadi segitiga nasofaring. Segitiga tersebut diproyeksikan terhadap sumbu vertikal dan horizontal. Hasil proyeksi dibandingkan dengan kelompok kontrol dan secara longitudinal pada usia 5-7 dan 10-12 tahun. Hasil perbandingan antar kelompok dan dengan kelompok kontrol dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney dan uji Wilcoxon. Hasil: titik PMP pada pasien UCLP terletak lebih superoposterior meskipun segitiga tetap tumbuh harmonis Kesimpulan: pasien UCLP memiliki pola pertumbuhan yang harmonis meskipun bagian posterior maksila terletak lebih superoposterior

Background: Nasopharyngeal growth is essential to the functional balance of velopharyngeal component, and could be evaluated from the bony nasopharynx landmark on a lateral cephalogram Purpose: To evaluate the nasopharyngeal growth’s characteristics on the operated UCLP cases Method: The bony nasopharynx landmarks were traced on the cephalogram as PMP (posterior maxillary points), Ho (hormion) and At (atlas), and being interconnected as a nasopharyngeal triangle, and being projected on the vertical and horizontal axis. The projection results were compared between UCLP and control groups and longitudinally at the age of 5-7 and 10-12. The results were analyzed statistically with Mann-Whitney and Wilcoxon tests. Result: PMP points on the UCLP cases were located more superoposteriorly with a harmonious growth of the triangle Conclusion: the operated UCLP patient has a harmonious nasopharyngeal growth despite from the superoposteriorly located PMP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Made Widya Utami
"Latar Belakang: Keseimbangan dan harmoni gambaran wajah merupakan tujuan utama dari penatalaksanaan bedah pada pasien dengan celah bibir. Berbagai metode operasi untuk celah bibir unilateral telah tersedia. Labioplasti metode Cronin pada pasien celah bibir dan langit-langit unilateral menghasilkan bibir yang simetris dengan jaringan parut seminimal mungkin.
Tujuan: Evaluasi kesimetrisan bibir pada pasien celah bibir dan langit-langit unilateral pasca labioplasti metode Cronin sesuai protap yang berlaku di Unit Celah Bibir dan Langit-langit Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
Metode: Pasien celah bibir dan langit-langit unilateral 2 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun pasca labioplasti dengan metode Cronin sebanyak 36 orang dinilai kesimetrisan bibir secara antropometri dengan fotograf yang telah terstandarisasi dari 2 aspek, yaitu anterior dan lateral. Bibir pada sisi celah diukur dan dibandingkan dengan sisi non celah.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada jarak ac ke komisura ipsilateral (p = 0.387) dan jarak puncak cupid?s bow ke komisura ipsilateral (p = 0.933) pada sisi celah dan non celah. Terdapat perbedaan bermakna jarak sbal ke puncak cupid?s bow (p = 0.007) antara sisi celah dan non celah pada 2 minggu, 1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan pasca labioplasti.
Kesimpulan: Kesimetrisan bibir pada sisi celah dan non celah pasca labioplasti dengan metode Cronin berdasarkan rasio pengukuran antropometri dengan fotograf yang telah terstandarisasi dapat dicapai sempurna pada 1 tahun pasca labioplasti.

Background: Balance and harmony of facial features are the goal of surgical treatment for patients with cleft lip. Various methods of surgery for unilateral cleft lip had been provided. Labioplasty Cronin method in patients with unilateral cleft lip and palate produce symmetrical lips with minimal scarring.
Objective: Evaluation lip symmetry post labioplasty Cronin method in patients with unilateral cleft lip and palate based on standard operating procedure in Cleft Center Harapan Kita General Hospital.
Material and Methods: Thirty-six patients with unilateral cleft lip and palate after performing labioplasty Cronin method were photographed on anterior and lateral side by a standardized method 2 weeks, 1 month, 3 months, 6 months, and 1 year after surgery. Lips on the cleft side were measured and compared with the opposite side.
Results: There were no significant differences the length of ac to ipsilateral commissure (p = 0.387) and the distance of the peak cupid's bow to the ipsilateral commissure (p = 0.933) on cleft and norm side. There are significant differences the length of sbal to the Cupid's bow peak (p = 0.007) between cleft and norm side at 2 weeks, 1 month, 3 months, and 6 months post labioplasty.
Conclusion: Symmetrical lip post labioplasty with Cronin method at cleft and non cleft side based on the ratio of anthropometric measurements with standardized photographs can be accomplished perfectly in 1 year after labioplasty.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Handoko Utomo
"Pendahuluan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan gambaran kraniofasial pada masa pubertal yang sama yang dievaluasi
dengan metode cervical vertebral maturation (CVM) antara anak dengan celah
bibir dan langit-langit unilateral komplit pasca labioplasti dan palatoplasti
dibandingkan dengan anak tanpa celah bibir dan langit-langit.
Material dan metode: Subyek penelitian yang terdiri dari 14 anak dengan celah
bibir dan langit-langit unilateral komplit pasca labioplasti dan palatoplasti dan 14
anak tanpa celah bibir dan langit-langit yang berada pada masa pubertal. Periode
pubertal dievaluasi menggunakan metode cervical vertebral maturation (CVM)
yang dikembangkan oleh Baccetti et al, 2002.Dilakukan pengukuran sefalometri
linier dan angular pada sefalogram lateral dari subyek penelitian meliputi 11
variabel. Uji t tidak berpasangan dilakukan untuk mengetahui perbedaan
gambaran kraniofasial antara kedua kelompok.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada: panjang basis kranium anterior
(p=.002), panjang keseluruhan basis kranium (p=.001), panjang maksila (p=.000),
panjang mandibula (p=.000), tinggi ramus mandibula (p=.000), panjang badan
mandibula (p=.002), tinggi wajah anterior atas (p=.004). Tidak terdapat perbedaan
bermakna pada: panjang basis kranium posterior (p=.051), tinggi wajah anterior
bawah (p=.206), tinggi wajah posterior (p=.865), pola pertumbuhan/tipe wajah
(p=.202).
Kesimpulan: Kompleks nasomaksila merupakan area yang paling terpengaruh
oleh adanya celah bibir dan langit-langit unilateral

Abstract
Introduction: The purpose of this study was to evaluate craniofacial morphology
of pubertal children with complete unilateral cleft lip and palate following
labioplasty and palatoplasty.
Materials and methods: A series of 14 consecutively treated subjects with
complete unilateral cleft lip and palate following labioplasty and palatoplasty
were compared with 14 pubertal stage-matched controls with normal craniofacial
structure. Pubertal stage was determined with cervical vertebral maturation
(CVM) method improved by Baccetti et al, 2002.Lateral cephalograms were used
for comparison. An unpaired t-test was run for 14 subjects with complete
unilateral cleft lip and palate and 14 normal subjects.
Results:: There were significant cephalometric differences in anterior cranial
base length (p=.002), cranial base length (p=.001), maxillary length (p=.000),
mandibular length (p=.000), mandibular ramus height (p=.000), mandibular body
length (p=.002), and upper anterior face height (p=.004). There was no significant
cephalometric difference in posterior cranial base length (p=.051), lower anterior
face height (p=.206), posterior face height (p=.865), growth pattern/ facial type
(p=.202).
Conclusion: The maxillary complex was most affected by cleft lip and palate but
growth disturbance in chidren with complete unilateral cleft lip and palate were
not restricted only at the maxilla."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31135
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Astri Hapsari
"Latar belakang: Pasien celah bibir dan langit-langit (CLP) memiliki karakteristik ukuran maksila dan mandibula yang lebih kecil, posisi maksila dan mandibula yang retrognati, dimensi faring yang lebih kecil, dan posisi tulang hyoid yang lebih inferior. Gangguan pada struktur wajah dan jalan napas ini meningkatkan risiko gangguan napas saat tidur terutama Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA merupakan gangguan tidur berupa episode berulang sumbatan jalan napas baik parsial dan total. OSA pada anak berakibat gangguan perkembangan, gangguan kognitif, kelelahan di siang hari, gangguan perilaku, dan komplikasi kardiovaskular. Walaupun memiliki banyak dampak negatif, OSA pada anak-anak terutama pada pasien CLP kurang menjadi perhatian.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan struktur wajah dan jalan napas secara sefalometri terhadap risiko terjadinya OSA pada pasien CLP.
Metode: Sefalometri lateral dari 18 pasien celah bibir dan langit-langit pasca labioplasti dan palatoplasti baik unilateral maupun bilateral dengan usia 6 sampai 8 tahun di poli CLP RSAB Harapan Kita di-tracing. Orang tua atau wali pasien mengisi kuesioner uji tapis OSA Brouillette dan Pediatric Sleep Questionnaire. Hasil tracing dan kuesioner dilakukan uji korelasi Spearman dan Kendall.
Hasil: Pasien CLP memiliki dimensi faring yang lebih kecil, maksilomandibular retrognati, ukuran maksila dan mandibular yang pendek, posisi hyoid yang lebih anterior dan adenoid yang besar. Dari kuesioner Brouillette tidak didapatkan risiko OSA pada pasien CLP. Satu pasien CLP memiliki risiko tinggi OSA dari hasil kuesioner PSQ. Semua variabel sefalometri tidak memiliki korelasi bermakna dengan risiko OSA (p>0,05).
Kesimpulan: Penelitian ini tidak mendapatkan adanya korelasi antara variabel-variabel sefalometri dengan risiko OSA walaupun hasil analisis sefalometri mendukung terjadinya OSA.

Background: Cleft lip and palate (CLP) patients have characteristic of smaller maxilla and mandible, bimaxillary retruded, smaller pharyngeal dimension, and inferiorly position hyoid. Facial structural and airway abnormalities increase sleep-disordered breathing especially obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA is a sleep disturbance characterized by repeated episodes of total or partial upper airway obstruction. OSA in children results in developmental disorders, cognitive impairments, daytime fatigue, behavioral disorders, and cardiovascular complications. Although it has many detrimental effects, OSA in children especially in CLP patients is underrecognized.
Objective: This study aims to determine the relationship between cephalometric facial and airway structures and the risk of OSA in CLP patients.
Methods: Lateral cephalometry of 18 patients with cleft lip and palate which had undergone labioplasty and palatoplasty according to treatment protocol, both unilateral and bilateral, aged 6 to 8 years in cleft lip and palate clinic, Harapan Kita Hospital were traced. Patient’s parent were asked to fill out Brouillette's questionnaire and the Pediatric Sleep Questionnaire. Spearman and Kendall correlation test were used to asses the colleration cephalometric analysis and questionnaires’ result.
Results: CLP patients have smaller pharyngeal dimensions, bimaxillary retruded, shortened maxillary and mandibular length, anteriorly positioned hyoid and relatively large adenoids. Brouillette failed to demonstrate OSA risk in CLP patients. One CLP patient has a high risk of OSA from the results of the PSQ questionnaire. All cephalometric variables did not have a significant correlation with OSA risk (p> 0.05).
Conclusion: This study did not show any correlation between cephalometric variables and OSA risk, although the results of cephalometric analysis supported the occurrence of OSA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Maharddhika
"Latar Belakang: Labioplasti dan palatoplasti merupakan tindakan definitif dalam tatalaksana celah bibir dan langit-langit. Pasca tindakan pembedahan, rata-rata ditemukan konstriksi lengkung gigi dalam arah antero-posterior dan lateral. Tujuan: Mengevaluasi dimensi lengkung gigi pada pasien UCLP dan BCLP pasca labioplasti dan palatoplasti menggunakan model studi pada usia 5 tahun. Metode: Dilakukan pencetakan model studi rahang atas dan bawah pada pasien UCLP dan BCLP pasca labioplasti dan palatoplasti, kemudian dilakukan pengukuran lebar lengkung gigi anterior dan posterior serta panjang lengkung gigi rahang atas dan bawah. Hasil perbandingan antar kelompok dan dengan kelompok kontrol dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan pada dimensi lengkung gigi rahang atas antara kelompok kontrol, UCLP dan BCLP. Kesimpulan: Gangguan tumbuh kembang lengkung gigi pada pasien UCLP dan BCLP pasca labioplasti dan palatoplasti tercermin pada model studi saat pasien berusia 5 tahun

Background: Labioplasty and palatoplasty has been becoming the mainstay of treatment in cleft patients. Dental arch constriction in lateral and antero-posterior direction was among the most frequently encountered feature in the operated cases. Purpose: To evaluate the dental arch dimension of operated UCLP and BCLP cases by using dental cast at five years of age Method: dental arch dimensions were measured from the dental cast of the operated UCLP and BCLP cases. The results were compared between both group and a control group consisted of normal subjects. The statistical analysis was performed with Mann-Whitney and Kruskall-Wallis test. Results: There were statistically significant differences on the upper dental arch dimensions between those groups. The differences were also observed at the lower dental arch but not statistically significant. Conclusion: Dental arch constriction of the operated cases of UCLP and BCLP could be observed from the dental cast at five years of age."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1993
05 Her k
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Nolli Iskandar
"Latar belakang : Deformitas nasal pada pasien dengan celah bibir disebabkan oleh deviasi septum nasal, distorsi tulang rawan alar, dan ketidaksejajaran maksila dan tulang alveolar yang disebabkan oleh bidang palatum yang melebar. Penambahan rinoplasti pada teknik labioplasti menjadi solusi pada pengelolaan pasien UCLP dengan tujuan untuk mendapatkan kesimetrisan nostril. Penelitian ini bertujuan membandingkan ukuran dan kesimetrisan nostril sisi celah dan non celah pasca kombinasi Labioplasti teknik Cronin dengan Rinoplasti teknik Tajima.
Metode : Penilaian kesimetrisan nostril berdasarkan skala antropometri dari data fotograf wajah, yaitu ukuran tinggi nostril, lebar nostril, tinggi ¼ medial nostril, dan luas nostril pada 35 pasien UCLP pasca kombinasi Labioplasti teknik Cronin dengan Rinoplasti teknik Tajima.
Hasil : Dari hasil statistik didapatkan P<0,05 pada lebar dan tinggi ¼ medial nostril. Sedangkan pada tinggi dan luas nostril didapatkan P>0,05 . Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada tinggi dan luas nostril antara sisi non celah dengan sisi celah pada pasien pasca labioplasti Teknik Cronin dan Rinoplasti teknik Tajima, sedangkan pada lebar dan tinggi ¼ medial nostril terdapat perbedaan yang bermakna.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan pada tinggi dan luas nostril pasca labioplasti teknik Cronin dan rinoplasti teknik Tajima pada pasien UCLP. Sedangkan pada lebar dan tinggi ¼ medial nostril terdapat perbedaan antara sisi celah dan non celah.

Background: Nasal Deformity in cleft lip patient is caused by nasal septum deviation, alar cartilage distortion, and unparallel maxilla and alveolar bone which caused by widening of palate. Additional rhinoplasty in labioplasty method becomes a solution in management of UCLP patient in order to achieve nostril symmetrically. The aim of this experiment is to compare nostril size and symmetry between cleft side with non cleft side post labioplasty Cronin method and Rhinoplasty Tajima method.
Methods: Evaluation of Nostril symmetrical according to anthropometry scale from profile photograph, which are nostril height, nostril width, ¼ medial nostril height, and nostril area in 35 UCLP patients post labioplasty with combination of Cronin and rhinoplasty method.
Result: Based on statistic, the result showed P<0,05 within width and ¼ medial nostril height. On the other side, height and nostril area result showed p>0,05. This shows that there is no significant difference between height and nostril area between non cleft side with cleft side in patient post labioplasty Cronin method and Tajima method Rhinoplasty. On the other side, there is significant different between width and ¼ medial nostril height.
Conclusion: There is no significant different between height and nostril area post labioplasty Cronin method and Tajima method Rhinoplasty in UCLP patient. On the other side, there is significant difference between width and ¼ medial nostril height between cleft side and noncleft side.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>