Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157208 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alyya Siddiqa
"Masalah terapi malaria yang dihadapi Indonesia adalah resistensi obat dan kegagalan pengobatan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kegagalan pengobatan adalah buruknya biotransformasi obat pro drug menjadi bentuk aktifnya akibat karakteristik genetik manusia. Sejak tahun 2004, obat antimalaria amodiakuin yang dikombinasikan dengan artemisinin menjadi terapi lini pertama terapi malaria di Indonesia. Amodiakuin, sebagai pro-drug, memerlukan enzim CYP2C8 untuk membentuk metabolit aktifnya, desetilamodiakuin. Polimorfisme gen CYP2C8 yang menyandi protein enzim CYP2C8 diduga dapat menyebabkan kegagalan terapi akibat tidak terbentuknya metabolit aktif yang mencukupi.
Penelitian dengan disain potong lintang ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan proporsi ale! mutan gen CYP2C8 pada penderita malaria faiciparum tanpa komplikasi di desa Sentani Papua yang gaga! dan yang berhasil diterapi dengan amodiakuin atau artesunatamodiakuin.
Sampel penelitian adalah sampel darah pada kertas saring Whatman dari 43 subjek yang gagal dan 65 subjek yang berhasil diterapi dengan amodiakuin atau kombinasi artesunat-amodiakuin. Penelitian dilakukan dengan metode PCR-RFLP untuk mengidentifikasi ada tidaknya alel mutan. Alel mutan yang diperiksa adalah CYP2C8*2, CYP2C8*3, dan CYP2C8*4.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ditemukannya alel mutan gen CYP2C8 pada kedua kelompok penderita malaria faiciparum. Hasil ini membuktikan bahwa alel-alel mutan gen CYP2C8 pada populasi penelitian terdistribusi dalam frekuensi yang sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali. Polimortisme gen CYP2C8 tidak berhubungan dengan penyebab kegagalan terapi pada kelompok subjek penderita malaria faiciparum yang gagal diterapi.

The major problems of malaria in Indonesia nowadays are drug resistance and therapeutic failure. One factor that might cause the therapeutic failure is insufficient or poor biotransformation of pro-drug to its active form related to human genetic characteristics. Since 2004, combination of artemisinin and amodiaquine has been adopted as the first line therapy for malaria in Indonesia. Amodiaquine, as a pro-drug, needs CYP2C8 enzyme to produce its active metabolite, desethylamodiaquine. Polymorphism of CYP2C8 gene that codes the enzyme is assumed to be responsible for therapeutic failure because desethylamodiaquine produced in small amount.
This is a cross-sectional study to identify the proportion of mutant allele of CYP2C8 gene on malaria faciparum patients without complication at Sentani village, Papua, who were treated by amodiaquine or artesunatamodiaquine.
The blood samples on Whatrnan filter papers were obtained from 43 subjects who failed to respond and 65 subjects who responded well by amodiaquine or artesunate-amodiaquine. The study applied PCR-RFLP methods to analyze CYP2C8 gene and to determine the mutant alleles. The mutant alleles analyzed included CYP2C8*2, CYP2C8*3, and CYP2G8*4.
Our study showed that no mutant alleles were found in both groups. This result proved that the frequency distribution of CYP2C8 mutant alleles is very low or even absence in our study population. It is concluded that polymorphism of CYP2C8 gene is not related to the therapeutic failure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Instiaty
"ABSTRAK
Gen CYP2C8 mempunyai beberapa alel mutan yang menyandi enzim CYP2C8 dengan kapasitas metabolisme yang rendah. Enzim CYP2C8 berperanan penting dalam metabolisme antimalaria amodiakuin menjadi metabolit aktifnya desetilamodiakuin sehingga mutasi pada gen CYP2C8 diduga berpotensi menyebabkan kegagalan terapi maupun kejadian efek samping agranulositosis yang dipicu oleh metabolit nonenzimatiknya amodiakuinkuinonimin.
Penelitian observasional ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi distribusi alel mutan gen CYP2C8 yaitu CYP2C8*2, CYP2C8*3, dan CYP2C8*4 pada salah satu kelompok etnik yang tinggal di daerah endemik malaria, yaitu suku Nias. Analisis PCR-RFLP untuk identifikasi alel gen CYP2C8 yang dilakukan pada 214 sampel berupa tetes darah di kertas saring (dot blot) dan subjek suku Nias memperlihatkan bahwa semua sampel membawa alel normal (wild type). Dengan tidak ditemukannya alel mutan gen CYP2C8 pada suku Nias, kita dapat berharap bahwa kemungkinan kegagalan terapi amodiakuin dan efek samping obat akibat metabolit nonenzimatiknya pada suku Nias tidak berkaitan dengan polimorfisme gen CYP2C8.

ABSTRACT
The CYP2C8 gene has been documented to have several alleles encoding enzyme with low metabolic capacity. Since CYP2C8 plays a major role in metabolizing antimalarial drug amodiaquine to its active metabolite desethylamodiaquine, it is assumed that mutation in CYP2C8 gene may potentially lead to treatment failure or to occurrence of adverse drug reactions such as agranulocytosis induced by its nonenzymatic metabolite amodiaquinequinoneimine.
The aim of this study was to determine the frequency distribution of CYP2C8 mutant alleles particularly CYP2C8*2, CYP2C8*3 and CYP2C8*4 in one of the ethnic group that resides in malaria endemic area, Nias. PCR-RFLP analysis of 214 dot blot samples from Nias ethnic group subjects revealed that all of the samples carried the wild type allele of the CYP2C8 gene. In the absence of mutant alleles of CYP2C8 among Nias ethnic group, one can expect that treatment failure in amodiaquine therapy and adverse drug reactions associated with reactive metabolite of the drug are not related with CYP2C8 genetic polymorphisms."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sorontou, Yohanna
"Protein EBA-175 (Erythrocyte binding antigen-175) plasmodium falciparum merupakan ligan yang memperantarai perlekatan merozoit pada residu asam sialat glikoforin A pada eritrosit manusia dan oleh karena itu memegang peranan yang sangat penting pada invasi sel. Gen penyandi protein ini, eba-175 telah dibuktikan memiliki alel dimorfik, FCR (F) dan CAMP (C) yang dilaporkan berkaitan dengan manifestasi klinis malaria. Alel ini ditandai oleh adanya insersi nuleotida sebesar 423 pb pada alel F dan 342 pb pada alel C.
Suatu penelitian epidemiologi molekul yang bertujuan untuk menentukan frekuensi distribusi kedua alel tersebut serta kaitannya dengan manifestasi klinis malaria telah dilaksanakan pada isolat-isolat P. falciparum yang dikumpulkan dari pasien-pasien malaria asimptomatik dan simptomatik di Kabupaten Jayapura. Provinsi Papua melalui survei malariometrik dan pengumpulan sampel di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Analisis dengan teknik penggadaan DNA (Polymerase chain reaction) 110 isolat dari pasien asimptomatik dan 100 isolat dari pasien simptomatik menunjukkan bahwa alel C merupakan alel yang dominan pada kedua kelompok tersebut, dengan frekuensi distribusi pada malaria asimp-tomatik; alel C: 62.7%, alel C/F: 8%. Uji statistik dengan Chi-square menunjukkan tidak adanya keterkaitan antara alel-alel tersebut di atas dengan manifestasi klinis malaria.
Pengobatan kasus malaria dengan obat antimalaria sulfadoksin-pirimetamin (SP) menunjukkan adanya perubahan yang bermakna pada distribusi kedua alel tersebut dan dimana alel C ditemukan berkaitan dengan kegagalan pengobatan SP. Hasil-hasil yang diperoleh berbeda secara bermakna dengan frekuensi distribusi alel gen eba-175 yang dilaporkan di beberapa negara endemis malaria dimana alel F merupakan alel dominan. Dominasi alel C di Papua kemungkinan sebagian dapat dikaitkan dengan resistensi relatif alel tersebut terhadap obat SP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D624
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djunaedi
"ABSTRACT
Penelitian ini menggunakan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 untuk mengetahui hubungan perilaku pencegahan malaria dengan kejadian malaria di Provinsi Papua. Desain penelitian ini adalah potong lintang, dengan besar sampel sebanyak 1.660 orang. Hubungan ditentukan dengan analisis multiple logistic regression. Hasil penelitian menunjukan bahwa masyarakat yang tidak menggunakan kelambu memiliki risiko 0,61 lebih kecil untuk mengalami malaria setelah dikontrol oleh variabel pemasangan kasa nyamuk, tempat perindukan nyamuk dan daerah pantai, risiko terjadinya malaria pada orang yang tidak memasang kasa nyamuk dan tinggal jauh dari perindukan nyamuk sebesar 2,6 kali lebih besar daripada mereka yang memasang kasa nyamuk dan tinggal jauh dari perindukan nyamuk. Masyarakat yang tinggal di daerah pantai mempunyai risiko terkena malaria 2,3 kali lebih besar dibandingkan masyarakat yang tidak tinggal di daerah pantai. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat efektifitas penggunaan kelambu, dan pengendalian lingkungan untuk menurunkan kejadian malaria.

ABSTRACT
This study used data Riskesdas 2010 to determine the relationship of malaria prevention behaviors with malaria incidens in Papua Province. The study design was cross-sectional, with a sample size of 1,660 people. The relationship is determined by multiple logistic regression analysis. The results showed that people used mosquito nets to sleep have a 0.61 lower risk for experiencing malaria, once controlled by the variable mosquito netting at every ventilation, mosquito breeding places and coastal areas, House ventilation that doesn?t use mosquito nets and stay away from mosquito breeding places have risk of malaria incidens 2.6 times greater compare house who used mosquito netting and stay away from mosquito breeding. People living in coastal areas at risk of malaria 2.3 times more likely than people who do not live in coastal areas. Further research needs to be done to see the effectiveness of the use of bed nets, and environmental control to reduce the incidence of malaria.
"
2014
S56497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chinta Novianti Mufara
"Provinsi Papua Barat menempati urutan ketiga kasus tertinggi malaria di Indonesia. Jumlah kasus malaria positif malaria tahun 2020 berjumlah 254.050 kasus, yang meningkat pada tahun 2021 dengan 304.607 kasus. Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya malaria seperti sosio demografi, factor lingkungan, maupun perilaku individu dalam pencegahan penularan penyakit malaria. Penelitian ini bertujuan untuk menilai determinan kejadian malaria di Provinsi Papua Barat, menggunakan sumber data Riskesdas Provinsi Papua Barat Tahun 2018 dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan uji statistik cox regresi terhadap 2.602 sampel di provinsi Papua Barat, dengan signifikansi statistik berdasarkan interval kepercayaan 95%. Hasil penelitian didapatkan prevalensi malaria di Provinsi Papua Barat sebesar 37,2%. Proporsi kejadian malaria paling banyak pada laki-laki 42,5%, usia ³ 5 tahun 37,4%, pendidikan terakhir £SMP/SLTP 37,5%, pekerjaan tidak berisiko 37,8%, tidak tidur menggunakan kelambu berinsektisida 41,2%, tidak menggunakan repelen, tidak menggunakan obat nyamuk 38,0%, menggunakan kasa pada ventilasi rumah 42,7%, memusnahkan barang-barang bekas berwadah 39,5%, tinggal di daerah perkotaan 46,5%, jenis sarana air utama yang digunakan untuk keperluan masak, kebersihan pribadi dan mencuci yang tidak berisiko 38,3% dan jenis sarana air utama yang digunakan untuk keperluan minum yang tidak berisiko 38,7%. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin (PR 1,295; 95% CI 1,141-1,469) dan tipe daerah (PR 0,746; 95% CI 0,650-0,855). Serta faktor yang dianggap berhubungan dengan kejadian malaria yaitu tidur menggunakan kelambu berinsektisida PR 1,102;95% CI 0,965-1,258). Faktor jenis kelamin menjadi faktor yang paling mempengaruhi kejadian malaria yang memberikan resiko sebesar 1,295 terjadinya malaria pada laki-laki dibandingkan pada perempuan setelah dikontrol oleh faktor tipe daerah dan tidur menggunakan kelambu berinsektisida. Perlunya promosi, edukasi dan monitoring evaluasi penggunaan kelambu berinsektisida terutama pada masyarakat perkotaan dan kelompok berisiko (laki-laki)

West Papua Province ranks third in the highest cases of malaria in Indonesia. The number of positive malaria cases in 2020 totaled 254,050 cases, which increased in 2021 with 304,607 cases. There are several risk factors for the occurrence of malaria such as socio-demographic, environmental factors, and individual behavior in preventing the transmission of malaria. This study aims to assess the determinants of malaria incidence in West Papua Province, using the 2018 West Papua Province Riskesdas data source with a cross-sectional study design. This study used the cox regression statistical test on 2,602 samples in the province of West Papua, with statistical significance based on 95% confidence intervals. The results showed that the prevalence of malaria in West Papua Province was 37.2%. the highest proportion of malaria incidence was in males 42.5%, age ³ 5 tahun 37.4%, last education £ SMP/SLTP 37.5%, work not at risk 37.8%, did not sleep using insecticide treated nets 41.2 %, not using repellents, not using mosquito coils 38.0%, using gauze on house ventilation 42.7%, destroying used containerized 39.5%, living in urban areas 46.5%, the type of main water facility used used for cooking, personal hygiene and washing purposes which were not at risk 38.3% and the type of main water facility used for drinking purposes which was not at risk 38.7%. The results showed that there was a significant relationship between gender (PR 1.295; 95% CI 1.141-1.469) and area type (PR 0.746; 95% CI 0.650-0.855). As well as factors that are considered related to the incidence of malaria, namely sleeping using insecticide-treated nets PR 1.102; 95% CI 0.965-1.258). The gender factor is the factor that most influences the incidence of malaria which gives a risk of 1.295 for the occurrence of malaria in men compared to women after controlling for the type of area and sleeping using insecticide-treated mosquito nets. It is necessary to promotion, education, monitoring and evalution of the use of insecticide-treated nets, especially in urban communities and at risk group (men)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Muhamad
"Telah dilakukan penelitian identifikasi polimorfisme gen DARC pada subjek penderita malaria di Kabupaten Mimika, Papua. Metode yang digunakan antara lain PCR-RFLP dan direct sequencing. Hasil PCR-RFLP G1877A pada 302 sampel berhasil menemukan 2 tipe alel FY*A dan FY*B dengan frekuensi alel FY*A adalah 0,98 dan alel FY*B adalah 0,02. Hasil PCR-RFLP T(-46)C promoter GATA-1 gen DARC pada 129 sampel tidak menemukan alel GATA-. Dominansi alel FY*A dan GATA+ pada sampel Kabupaten Mimika mirip dengan daerah Papua Nugini dan Asia Tenggara. Tingginya frekuensi alel GATA+ sesuai dengan kondisi di Asia dan Papua Nugini. Hasil direct sequencing berhasil menemukan 4 polimorfisme baru selain 2 polimorfisme di atas yang menunjukkan kesamaan sampel populasi Kabupaten Mimika dengan kontrol Duffy negatif dari Afrika serta membuktikan bahwa tidak ada polimorfisme yang ditemukan pada sekuen penyandi epitop Fy6 dan Fy3.

Research had been done to identify DARC gene polymorphisms from malaria subjects in Mimika district, Papua. The methods were PCR-RFLP and direct sequencing. PCR-RFLP result determining G1877A polymorphism from 302 samples found 2 types of allele that was FY*A allele with 0,98 allele frequency and FY*B allele with 0,02 allele frequency. PCR-RFLP result determining T(- 46)C polymorphism from 129 samples did not find any GATA- allele. The dominance of FY*A and GATA+ allele in Mimika district was similar to Papua New Guinea and Southeast Asia. Direct sequencing result found 4 new polymorphisms other than 2 polymorphisms mentioned above which have similarity to Duffy negative control in Africa, and also no polymorphism found in Fy6 and Fy3 epitope coding sequence."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1070
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Hinelo
"Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan utama kerena sebagian besar wilayah Indonesia masih merupakan daerah endemis. Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan, namun di beberapa daerah prevalensi malaria masih sangat tinggi. Papua merupakan salah satu wilayah dengan angka kasus tertinggi. Selama ini penanggulangan malaria dilakukan secara terpusat tanpa basis data yang mendukung, sehingga perencanaan program belum memberikan gambaran masalah lokal daerah untuk tindakan intervensi yang efektif.
Penanganan terhadap malaria hendaknya bersifat spasial, oleh karena itu diperlukan evaluari terhadap komponen yang memerlukan perubahan dan perbaikan. Evaluasi program yang dilakukan selama ini dengan menilai pencapaian target terhadap indikator yang telah ditentukan tanpa melihat faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap penularan malaria. Oleh karena itu dalam penelitian dengan menggunakan analisis spasial, akan dilihat faktor lingkungan khususnya ketinggian tempat dan jumlah hari hujan, terhadap kasus malaria baik klinis maupun positif.
Penelitian ini merupakan jenis studi riset operasional, dengan melalukan pengumpulan data sekunder di Subdit P2 malaria Depkes. hasil keluaran penelitian ini adalah model evaluasi program penanggulangan malaria. Tahapan penelitian dilakukan melalui pemilihan model, mekanisme proses sampai pada tahap analsis, yang akan menghasilkan model evaluasi program penanggulangan malaria di Papua.
Hasil penelitian berupa hasil analisis spasial beberapa variabel, berupa peta tematik angka malaria klinis per kabupaten, ketinggian tempat, jumlah hari hujan dan perta klasifikasi kabupaten berdasarkan AMI, ketinggian tempat dan jumlah hari hujan serta informasi wilayah kabupaten yang prioritas untuk dilakukan intervensi dan tidak.
Terjadi kecenderungan bahwa ketinggian tempat mempengaruhi peningkatan angka malaria klinis. Semakin tinggi tempat, angka malaria klinis cenderung semakin kecil. Berdasarkan jumlah hari hujan, tidak ditemukan pola yang menetap, namun ada kecenderungan jumlah hari hujan sedang dan rendah memungkinkan angka kasus klinis cenderung tinggi. Model evaluasi yang dikembangkan masih sangan sederhana karena keterbatasan data. Model ini sangat tergantung pada kelengkapan data, sehingga apabila ingin mengembangkan model ini lebih lanjut diperlukan basis data yang lengkap.

Malaria disease is still a significant health problem because most of Indonesia regions are still endemic areas. Malaria eradication efforts have been conducted, but malaria prevalence is still very high at some areas. Papua is one of the regions with the highest case number. Malaria eradication has been conducted centrally without data base supporting, so that program planning does not give yet the illustration of local problem for the effective intervention action.
Handling of malaria should have a spatial character, therefore it is important to evaluate component which needs an amendment and modification. Program evaluations that have been conducted before by evaluating a purpose attainment of determined indicator without looking the other factors that is possible to affect a malaria infection. Therefore, this research used a spatial analysis. It found an environmental factor, especially height of place and day number of rain toward malaria case both of clinic and positive.
This research is an operational study, collected a secondary data at Sub-Directorate of malaria eradication and prevention in Health Ministry. Output result of this research is model evaluation program of malaria eradication. Research steps were conducted by model election, process mechanism and analysis phase that result an evaluation model of malaria eradication program in Papua.
Research result is a spatial analysis result of some variables, such as thematic map of clinic malaria number each sub-province, height of place, day number of rain and classification map of sub-province based on Annual Malaria Incident, height of place and day number of rain, and also regional information of sub-province which has a priority to be intervened or not.
It happen a tendency that height of place related to increase clinic number of malaria. The highest place will make a clinic number of malaria is smaller. According to day number of rain, there was not found a remain design, but the tendency of day number of rain was sufficient and lower, so it was possible a clinic case number highly, Developed evaluation model was still very simple because of data limitation. This model was very depend on data equipment, so if wishing to develop this model, it was important a completed data base.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Pekey
"ABSTRAK
Latar Belakang : Infeksi malaria menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan pada semua usia terutama kelompok berisiko tinggi. Golongan darah ABO dikatakan dapat mempengaruhi berat ringannya malaria namun pada etnik dan geografis tertentu dapat berbeda. Meskipun beberapa penelitian terakhir mengatakan terdapat hubungan namun terdapat beberapa penelitian yang tidak menemukan hubungan tersebut termasuk di Papua New Guinea yang memiliki karakteristik etnik dan alam yang mirip dengan Papua. Selain itu pada beberapa studi sebelumnya jumlah sampel yang digunakan hanya sedikit, terdapat hasil statistik yang tidak bermakna, melibatkan sampel anak serta beberapa hanya dilakukan berbasis laboratorium Laboratory base . Pada penelitian ini kami menggunakan sampel yang lebih banyak, tidak melibatkan sampel anak dan penelitian dilakukan berbasis rumah sakit Hospital base . Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di RSUD Dok II Jayapura Indonesia dari September hingga November 2016. Sebanyak 210 subjek malaria yang memenuhi kriteria dikategorikan menjadi golongan darah O dan Non O serta malaria berat dan malaria ringan berdasarkan kriteria WHO. Data yang diperoleh diolah menggunakan SPSS versi 17 dengan melakukan analisis statistik kai-kuadrat dan menghitung rasio prevalensi serta interval kepercayaan. Hasil Penelitian : Dari 210 pasien, golongan darah non-O 80 pasien 38,2 dan golongan darah O 130 pasien 61,9 . Malaria berat pada golongan darah Non O sebanyak 13 kasus 16,3 dan Golongan darah O sebanyak 9 kasus 6,9 . Terdapat perbedaan prevalensi kejadian malaria berat yang bermakna antara kedua golongan darah p = 0,032 dengan Prevalensi rasio PR 2,4 IK95 : 1,06-6,42 . Golongan darah B terbanyak mengalami malaria berat p = 0,038 dan IK95 1,06-6,42 . Prevalensi malaria berat golongan darah non O pada kedua etnik lebih tinggi terutama pada etnik non Papua non Papua, PR 3,8 IK95 0,84-17,9, p=0,143 dibandingkan Papua, PR 1,83 IK 95 0,56-5,9, p=0,356 . Kesimpulan : Terdapat hubungan bermakna golongan darah ABO dengan berat ringanya malaria. Malaria berat lebih banyak terjadi pada Golongan darah Non O terutama golongan darah B.

ABSTRACT
Background Malaria infection has caused a significant morbidity and mortality in all ages, especially in high risk groups. Various factors, including ABO blood type, can influence the severity of malaria to certain ethnic group and location. In terms of ABO blood types, several studies showed their relationship with severity of malaria. Others, such as study on Papua New Guinea which has the same characteristic with Papua Province in Indonesia, showed a contrary result. However, these studies were considered invalid due to the usage of smaller samples, with no statistical differences results, only included children and laboratory based studies. In our study, we included more samples, not involving children and did a hospital based studies. Methods This was a cross sectional study in Dok II Jayapura Hospital, Indonesia, from September to November 2016. 210 subjects were diagnosed with malaria, clinically classified according to WHO criteria and underwent ABO blood type examination. Blood type was categorized into O and Non O groups. Malaria severity was classified into severe and mild malaria. Results Out of 210 patients, 80 38.2 and 130 61.9 were Non O and O blood types respectively. Severe malaria was commonly found in Non O compare to O blood type 16.3 vs 6.9 prevalence ratio PR 2.4 95 CI 1.06 6.42 p 0.032 . Moreover, group B blood type had the highest incidence of severe malaria p 0.038 95 CI 1.06 6.42 . In addition, Non O blood group in both Papuan and Non Papuan races had a greater prevalence of severe malaria Papuan, PR 1.83, 95 CI 0.56 5.9 p 0.356, compared with Non Papuan, PR 3.8, 95 CI 0.84 17.9, p 0.143 .Conclusion There is a significant relationship between ABO blood group and the severity of malaria in Papua. Severe malaria was more common in Non O, especially type B blood group. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Ayu Setya Utami
"Invasi Plasmodium vivax (Grassi & Filetti, 1889) ke dalam retikulosit ditentukan oleh adanya interaksi antara ligan PvDBP II dan reseptor Duffy Antigen Receptor for Chemokines (DARC) pada permukaan sel darah merah. Penelitian bertujuan mengkarakterisasi polimorfisme pada gen pengkode PvDBP II dari isolat P. vivax di Kabupaten Mimika, Papua dan menentukan asam amino yang conserved. Gen pengkode PvDBP II diamplifikasi dari 12. Hasil amplifikasi gen pengkode PvDBP II kemudian diklona dan dilakukan sequencing pada 43 klona yang positif. Mutasi synonymous ditemukan pada 15 kodon asam amino (20%), sedangkan mutasi nonsynonymous terjadi pada 58 kodon asam amino (77,3%). Sebagian besar mutasi (78,6%) terletak pada critical binding motif PvDBP II. Rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan metode Bayesian, memperlihatkan adanya hubungan kekerabatan antara isolat Indonesia dan isolat dari negara lain. Kesimpulan dari penelitian adalah polimorfisme pada isolat Indonesia sangat tinggi (81,4%) dan asam amino sistein adalah asam amino yang conserved (83,3%).

The interaction between PvDBP II and its receptor, the Duffy antigen receptor for chemokines (DARC) is essential for the merozoite invasion into the reticulocytes. This study aimed to characterize the genetic polymorphisms of the gene encoding the PvDBP II in isolates from Mimika district, Papua. The gene encoding the PvDBP II from 12 isolates was subjected to PCR amplification and the patterns of polymorphisms were characterized using DNA cloning. Fourty three clones were further examined by sequencing. Fifteen synonymous (20%) and 58 nonsynonymous (77,3%) mutations were identified. The highest frequency of polymorphisms (78,6%) was found in critical binding motif of PvDBP II. Phylogenetic analysis of DNA sequences using Bayesian methods demonstrated that P. vivax (Grassi & Filetti, 1889) isolates from Indonesia were related with other isolates from different geographical regions. The conclusions of this study are the level of polymorphisms in Indonesian isolates is high (81,4%) and cysteine residues are conserved (83,3%)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S866
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diyah Astuti Nurfaizah
"Ibu hamil di daerah endemik berisiko terkena malaria yang dapat mengakibatkan komplikasi terhadap ibu dan janin bahkan kematian. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran tentang pengalaman ibu hamil penderita malaria dalam merawat dirinya. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Tujuh informan berpartisipasi yang dipilih secara purposive sampling. Analisa data menggunakan tematik content analisis.
Penelitian ini menemukan tujuh tema yang berkaitan dengan perawatan diri ibu hamil penderita malaria: pemahaman ibu tentang malaria selama kehamilan, upaya menjaga kesehatan diri dan janin, mendekatkan diri kepada Tuhan, ketakutan dan kecemasan ibu hamil penderita malaria, dukungan yang diterima, pelayanan kesehatan yang diterima, serta harapan ibu hamil penderita malaria.

Pregnant mothers in the endemic areas have a risk to get malaria disease that can lead to a complication or even death to the mother and her fetus. This research aimed to obtain the description of the experience of pregnant mothers with malaria in taking care of themselves. This study applied a qualitative research design with phenomenological approach. The participants were seven informers who were selected using purposive sampling method. The data were analyzed using thematic content analysis.
This research found seven themes related to the prenatal care of pregnant mothers with malaria, namely: the mother?s understanding of malaria during pregnancy, the efforts to protect their own and fetal health, the approach to the lord, fear and anxiety of pregnant mothers with malaria, the received support, the received health service, and the hopes of pregnant mothers with malaria.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T30390
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>