Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188591 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pohan, M. Yusuf Hanafiah
"Saat ini kasus kanker paru meningkat jumlahnya dan menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia juga di Indonesia. Data yang dikemukakan World Health Organization (WHO) menunjukkan kanker pare adalah penyebab utama pada kelompok kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki-laki tetapi juga pada perempuan. Di Indonesia kanker paru menduduki peringkat ke-3 atau ke-4 di antara tumor ganas yang paling sering ditemukan di beberapa rumah sakit. Jumlah penderita kanker paru di RS Persahabatan 239 kasus pada tahun 1996, 311 kasus tahun 1997 dan 251 kasus di tahun 1998. Lebih dari 90% penderita kanker paru datang berobat pada keadaan penyakit yang sudah lanjut, hanya 6% penderita masih dapat dibedah.
Prognosis buruk penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan penderita yang jarang datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam tahap awal. Hasil penelitian pada penderita kanker pare pascabedah menunjukkan bahwa rerata angka tahan hidup 5 tahun stage 1 jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II, apalagi jika dibandingkan dengan penderita kanker pare stadium lanjut. Masa tengah hidup penderita kanker part stage lanjut yang diobati adalah 9 bulan.
Kanker pare adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana serta memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu antara ahli pare dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksanaan penyakit ini sangat tergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker part pada stage dini akan sangat membantu penderita dan penemuan diagnosis dalam waktu lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualiti hidup yang lebih baik.
Diagnosis pasti penyakit kanker ditentukan oleh basil pemeriksaan patologi anatomi. Dasar pemeriksaan patologi anatomi adalah pemeriksaan mikroskopik terhadap perubahan sel atau jaringan organ akibat penyakit. Terdapat dua jenis pemeriksaan patologi anatomi yaitu pemeriksaan histopatologi dan sitologi. Pemeriksaan histopatologi bertujuan memeriksa jaringan tubuh, sedangkan pemeriksaan sitologi memeriksa kelompok sel penyusun jaringan tersebut. Pemeriksaan histopatologi merupakan diagnosis pasti (baku emas). Pemeriksaan sitologi mampu memeriksa sel kanker sebelum tindakan bedah sehingga bermanfaat untuk deteksi pertumbuhan kanker, bahkan sebelum timbul manifestasi klinis penyakit kanker.
Diagnostik kanker paru memang tidak mudah khususnya pada lesi dini. Pemeriksaan sitologi sputum merupakan satu-satunya pemeriksaan noninvasif yang dapat mendeteksi kanker pare tetapi nilai ketajamannya rendah. Pengambilan bahan pemeriksaan sel/jaringan pare banyak dilakukan dengan cara invasif seperti biopsi pare tembus dada (transthoracic biopsy/TTB), bronkoskopi atau torakoskopi. Teknik ini jauh lebih noninvasif dibandingkan biopsi pare terbuka dengan cara pembedahan yang sudah banyak ditinggalkan. Di RS Persahabatan jumlah penderita kanker paru yang dapat dibedah masih dibawah 10%, angka ini masih sangat kecil dibandingkan negara lain yang dapat mencapai angka sekitar 30%. Data yang belum dipublikasi dari bagian bedah toraks RS Persahabatan dari tahun 2000-2004 mencatat 33 kasus kanker paru yang dibedah, rata-rata hanya sekitar 6-7 pasien pertahun, itupun bukan untuk tujuan diagnostik tetapi untuk penatalaksanaan. Hal ini menjadikan pemeriksaan sitologi masih akan tetap menjadi alat utama untuk diagnostik kanker paru.
Berbagai teknik pemeriksaan sitologi dan histopatologi memberikan akurasi basil yang berbeda-beda dan umumnya tidak membandingkan akurasi berbagai teknik pemeriksaan sitologi tersebut dengan baku emas pemeriksaan histopatologi. Perbandingan akurasi basil berbagai teknik pemeriksaan tersebut akan berguna untuk menentukan pilihan pemeriksaan yang paling efektif dan efisien."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18032
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prima Belia Fathana
"Latar Belakang : Merokok masih merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Merokok menjadi faktor risiko bagi penyakit kanker paru dan PPOK. Hubungan antara kanker paru dan PPOK masih terus dikaji. Komorbiditas PPOK pada kanker paru dapat mempengaruhi proses diagnostik, tatalaksana serta managemen akhir kehidupan pasien kanker paru.
Metode : Penelitian ini adalah studi potong lintang analitik yang dilakukan di poliklinik onkologi paru RSUP Persahabatan selama periode Agustus 2018 sampai dengan April 2019 terhadap pasien kanker paru kasus baru yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil : terdapat 52 subjek yang diteliti dan didapatkan 76,9% adalah laki-laki dan perokok (71,2%), jenis kanker paru yang paling banyak ditemukan ialah kanker paru karsinoma bukan sel kecil (98,1%), sebagian besar stage 4 (88%) dan tampilan klinis 1 (50%). Prevalens PPOK berdasarkan pemeriksaan spirometri menurut kriteria PNEUMOMOBILE ialah 46,2% dan prevalens emfisema berdasarkan pemeriksaan CT-scan toraks ialah 30,8%.. Subjek kanker paru yang menderita PPOK 91,7% termasuk kedalam obstruksi derajat sedang (GOLD 2) serta memiliki kelainan faal paru campuran obstruksi dan restriksi ( 70,8%). Subjek yang menderita emfisema terbanyak menderita emfisema jenis sentrilobular (43,7%). Terdapat hubungan antara letak lesi sentral terhadap beratnya obstruksi yang diukur melalalui nilai VEP1 pada subjek PPOK dan emfisema.
Kesimpulan : PPOK pada kanker paru terutama ditemukan pada laki-laki, perokok serta jenis kanker yang paling banyak diderita ialah adenokarsinoma. Emfisema yang paling banyak diderita ialah jenis sentrilobular yang secara umum banyak didapatkan pada perokok.

Background: Smoking is one of risk factors in both of lung cancer and chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Comorbidity of COPD among lung cancer patients generally influenced outcome of their quality of life, diagnostic procedures, treatments, and end of life managements.
Methods:This analytical cross-sectional study involved newly diagnosed lung cancer cases admitted to the oncology clinics of Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia between August 2018 and April 2019. Patients who met the study criteria were consecutively included. Spirometric evaluation of airway obstruction and COPD was based on PNEUMOBILE and GOLD criteria. Radiological evaluation of emphysema was based on thorax CT-scan.
Results:Subjects were 52 lung cancer patients and most of them were males (76.9%) and smokers (71.2%). Most of them were diagnosed as non-small cell lung cancer (NSCLC) (98.1%), were in end-stage of the disease (88.0%) and were in performance status of 1 (50.0%). The prevalence of COPD and emphysema was 46.2% and 30.8%, respectively. Most of the COPD subjects (91.7%) experienced moderate airway obstruction (GOLD 2), along with mixed obstruction-restriction spirometric results (70.8%). Centrilobular emphysema was common (43.7%) radiological finding in this study. Degree of obstruction by spirometry (VEP1)and detection of central tumor lesion by thorax CT-scan in COPD and emphysema subjects was found to be correlated.
Conclusion:COPD in lung cancer was found in males, smokers, and NSCLC patients. Centrilobular emphysema was commonly found in this study, particularly in smoker sub-group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosfita Rasyid
"Kanker paru merupakan masalah di bidang kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia kanker paru menduduki peringkat ke-3 atau ke-4 diantara keganasan di rumah-rumah sakit yang juga sering menyebabkan kematian. Selain itu beberapa penelitian di Indonesia menyatakan bahwa penderita kanker pare mengobati penyakitnya setelah penyakit masuk dalam stadium sangat lanjut.
Di Indonesia penelitian tentang ketahanan hidup kanker paru belum banyak dilakukan. Di RS Dharmais sebagai salah satu rumah sakit rujukan kanker sampai saat ini belum ada penelitian tentang ketahanan hidup pada penderita kanker paru namun jumlah penderita pertahunnya cukup banyak (menempati urutan kedua pada kasus rawat inap tahun 1998). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang ketahanan hidup 2 tahun penderita kanker paru serta faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan hidup 2 tahun di RS Kanker Dharmais.
Penelitian ini menggunakan rancangan studi longitudinal. Data yang dikumpulkan berasal dari data rekam medik penderita kanker paru periode Januari 1998 s.d. November 2001. Sampel berjumlah 181 penderita. Cara pengumpulan data adalah dengan observasi data rekam medik serta media komunikasi via telpon untuk mengetahui ketahanan hidup 2 tahun penderita kanker paru.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa probabilitas ketahanan hidup 2 tahun penderita kanker paru berbeda menurut stadium yaitu pada stadium IIB-IIIB sebesar 25,96% dan stadium IV 10,02%. Risiko untuk meninggal pada penderita kanker paru stadium IV sebesar 1,61 kali (95% CI: 1,02; 2,52) lebih tinggi bila dibandingkan dengan penderita kanker paru stadium IIB-IIIB. Jika dibandingkan dengan jenis histopatologi adenokarsinoma, resiko untuk meninggal pada jenis epidermoid sebesar 1,84 kali (95% CI: 1,17; 2,97) dan jenis lainnya 2,04 kali (95% CI: 1,22; 3,58). Bila dibandingkan dengan terapi operasi, risiko untuk meninggal pada penderita kanker paru dengan terapi radioterapi adalah 2,62 kali (95% CI: 1,01; 6,81), kemoterapi 2,89 kali (95% CI: 1,04; 8,08), radiokemoterapi 2,30 kali (95% CI: 0,87; 6,03) dan lainnya 3,35 kali (95% CI: 1,23; 9,14).
Berdasarkan hasil penelitian ini kepada tenaga medis diharapkan dapat meningkatkan penanganan kanker paru dengan mengupayakan deteksi dini pada penderitanya. Kepada masyarakat yang mempunyai resiko tinggi menderita penyakit kanker, perlu memeriksakan diri secara aktif untuk deteksi dini kanker di fasilitas kesehatan. Kepada pemerintah (Depkes) perlu diupayakan peningkatan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) dengan penyebaran informasi lewat media massa tentang penyakit kanker paru.

Lungs cancer represent is the health problem in developed countries and also in developing countries. In Indonesia lungs cancer occupy third or fourth among ferocity in hospital which also often cause death. Besides some researches in Indonesia express that lungs cancer patient cure its disease after late stage.
In Indonesia there is no more research about year survival rate at lungs cancer patient. Till now is no research about year survival rate at lungs cancer patient in Dharmais Hospital, but the amount of its own patient of quite a lot ( occupying the second rank at case take care of to lodge year 1998). Target of this research is to obtain get information the probability of 2 year survival of the lungs cancer patients in Dharmais Hospital and the relationship between some other factors and 2 year survival rate.
The design of this research is longitudinal study. Data are collected from medical record lungs cancer patients on Januari 1998 to November 2001. Sample amount to 181 patients. Way of data collecting is with data observation of the medical record and also communications media via phone to find out the survival of lungs cancer patients.
The result of this research indicate that 2 year survival rate of the lungs cancer patient differ according to stage that is IIB-IIIB stage equal to 25,96% and IV stage 10,02%. In comparison with IIB-IIIB stage, risk to die at IV stage equal to 1,61 times (95% Cl: 1,02; 2,52). In comparison with type histopathology adenocarcinoma, risk to die at epidermoid type equal to 1,84 times ( 95% Cl: 1,17; 2,97) and other type equal to 2,04 times ( 95% Cl: 1,22; 3,58). If compared to operation therapy, risk to die at lungs cancer patient with radiotherapy is 2,62 times ( 95% CI: 1,01; 6,81), kemoterapi equal to 2,89 times ( 95% CI: 1,04; 8,08), radiokemotherapy equal to 2,30 times (95% CI: 0,87; 6,03) and other equal to 3,35 times ( 95% CI: 1,23; 9,14).
Pursuant to result of this research to expected that medicians can improve lungs cancer handling by striving to detect early at its patient. To society require to check actively to detect early cancer in health facility. To government (MOH) require to be strived by the make-up of IEC (Information Education and Communications) with spreading of information pass pandemic mass media of lungs cancer.
Reference : 59 (1974 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Farhanah Syafhan
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T39562
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ririen Razika Ramdhani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kanker paru dan tuberkulosis TB adalah dua masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Meningkatnya kasus TB aktif dan reaktivasi TB laten pada pasien kanker paru serta dampak buruknya terhadap prognosis pasien memerlukan upaya untuk melakukan deteksi TB laten pada pasien kanker paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar proporsi TB laten pada pasien kanker paru, karakteristiknya dan hubungan antar keduanya.Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan sampel dikumpulkan secara consecutivesampling terhadap 86 pasien kanker paru baru terdiagnosis di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta tahun 2015 hingga 2016. Pemeriksaan sputum Xpert MTB/RIF dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan TB aktif. Penentuan TB laten dilakukan dengan pemeriksaan Interferon Gamma Release Assay IGRA menggunakan alat QuantiFERON-TB Gold-in-Tube QFT-GIT .Hasil: Pemeriksaan TB laten mendapatkan hasil IGRA 11 pasien 12,8 , IGRA - 59 pasien 68,6 dan IGRA indeterminate I 16 pasien 18,6 . Karakteristik sosiodemografi pasien kanker paru dengan TB laten adalah 63,6 laki-laki, rerata usia 56 tahun, 36,4 diimunisasi BCG, 9 dengan kontak erat TB, 72,7 dengan riwayat merokok. Karakteristik klinis pasien tersebut 90 memiliki status gizi normal lebih dengan nilai tengah indeks massa tubuh IMT 19,12 18,24-29,26 kg/m2, nilai tengah hitung limfosit total 1856 1197-4210 sel/ul, 9 dengan komorbid diabetes mellitus, 81,8 tumor paru mengenai lokasi khas predileksi TB paru. Jenis kanker terbanyak adalah adenokarsinoma 81,8 dengan stage lanjut 81,8 dan status tampilan umum 2-3 63,6 . Karakteristik yang menunjukkan hubungan bermakna dengan hasil IGRA adalah lokasi tumor yang mengenai daerah lesi khas TB secara radiologis. Hitung limfosit total yang rendah berhubungan dengan hasil IGRA I dengan nilai tengah 999,88 277-1492,60 sel/ul.Kesimpulan: Proporsi TB laten pada pasien kanker paru di RSUP Persahabatan adalah 12,8 . Karekteristik pasien kanker paru yang berhubungan dengan TB laten adalah lokasi tumor yang mengenai daerah lesi khas TB walaupun belum dapat disimpulkan hubungannya secara biologis. Hasil IGRA I pada pasien kanker paru dengan hitung limfosit total yang rendah menunjukkan keterbatasan sensitivitas IGRA dalam mendeteksi infeksi TB laten pada pasien imunokompromais.Kata Kunci : infeksi TB laten, kanker paru, IGRA, hitung limfosit total

ABSTRACT
Background Lung cancer and pulmonary tuberculosis TB are two major public health problems associated with significant morbidities and mortalities. The increased prevalence of active TB and latent TB reactivation in lung cancer patients and the negative effect of pulmonary TB in lung cancer prognosis underline the need for a through screening of lung cancer patients for latent TB infection LTBI . The aims of this study are to determine the proportion of LTBI in lung cancer patients, their characteristics and the relationship between them.Methods This study used a cross sectional design and sample was collected using consecutive sampling of the 86 newly diagnosed treatment naive lung cancer patients from a referral respiratory hospital, Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta in 2015 to 2016. The presence of LTBI was determined by Quantiferon TB Gold In Tube QFT GIT after having Mycobacterium TB not detected result from Xpert MTB RIF sputum test. Demographic characteristics and cancer related factors associated with LTBI were investigated.Results There are 11 patients 12,8 with IGRA result and 16 patients 18,6 with IGRA indeterminate I result. Sociodemographic characteristics of lung cancer patients with latent TB are 63,6 male, mean of age 56 years, 36,4 with BCG immunization, 9 had TB close contacts history, 72,7 with a history of smoking. The clinical characteristics of these patients are 90 had a normal nutritional status with the median body mass index BMI 19,12 18,24 29,26 kg m2, the median of total lymphocyte count is 1856 1197 4210 cells ul, 9 with diabetes mellitus as comorbid, 81,8 of lung tumour located in the typical predilection for pulmonary tuberculosis. Most types of lung cancer are adenocarcinomas 81.8 with advanced stage 81,8 and the WHO performance status of 2 3 63,6 . Characteristics having significant relationship with IGRA results is the tumour located in the typical TB area radiologically. Low total lymphocyte count is associated with indeterminate IGRA results with median 999,88 277 1492,6 cells ul.Conclusion The proportion of latent TB in lung cancer patients is 12,8 . Characteristics of patients with lung cancer associated with latent TB is the location of the tumor lesions typical of the area although it can not be concluded biologically. Having indeterminate IGRA results in lung cancer patients with a low total lymphocyte count showed the limitations of QFT GIT in detecting latent TB infection in immunocompromised patients.Key words latent TB infection, lung cancer, IGRA, total lymphocyte count "
2016
T55572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roro Inge Ade Krisanty
"Gupta dkk (2000) melakukan uji in vitro suseptibilitas spesies Malassezia terhadap obat antijamur ketokonazol, itrakonazol, vorikonazol dan terbinafin. Hasil uji memperlihatkan adanya varfasi suseptibiilitas spesies Malassezia terhadap antijamur tersebut. Walaupun masih harus dibuktikan lebih lanjut dengan pengamatan in vivo, data ini mungkin dapat menjelaskan perbedaan rata-rata kesembuhan mikofogis pada pasien PV dengan terapi antijamur. Savin di New york dan Budimulja di Jakarta melakukan penelitian efektivitas pengobatan solusio terbinafin 1% yang digunakan 2 kali sehari seiama 1 minggu pada pasien PV. Budimulja dkk melaporkan angka kesembuhan sebesar 65%, sedangkan Savin 70-80%. Belum diketahui secara pasti apakah perbedaan ini semata-mata terkait dengan faktor geografik atau melibatkan faktor-faktor lain.
Selain menggunakan metode biomolekular, identifikasi spesies Malassezia dapat dilakukan dengan teknik biokimia. Guillot memperkenalkan metode biokimia praktis dengan memanfaatkan perbedaan morfologi, toleransi terhadap suhu tinggi, kemampuan aktivitas katalase, serta kemampuan tumbuh pada berbagai media Tweenn. Faergemann melakukan modifikasi metoda Guillot dengan cara menghilangkan tahapan biakan pada media Tween®, dan menggantikannya dengan pemeriksaan difusi Cremophor EL® dan pengamatan aktivitas 13 - g l u kos idase.
Sejauh pengetahuan peneliti, di Indonesia belum pernah dilakukan identifikasi spesies Malassezia pada pasien PV. Hal tersebut menjadikan dorongan bagi peneliti untuk melakukan penelitian
RUMUSAN MASALAH
Di antara tujuh spesies Malassezia, spesies manakah yang ditemukan pada Iesi PV di Poliklinik Divisi Dermatomikologi 1KKK FKUI 1 RSCM ?
TUJUAN PENELITIAN
Identifikasi spesies Malassezia pada pasien PV yang berobat di Poliklinik Divisi Dermatomikologi 1KKK FKUI 1 RSCM."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmi Rosianawati
"Latar Belakang: Aspergilosis paru kronik (APK) dapat menjadi komplikasi infeksi tuberkulosis (TB) paru yang telah diobati. Gejala klinis APK dengan TB paru sangat mirip, sehingga sulit dibedakan. Diagnosis APK ditetapkan sesuai konsensus berdasarkan gejala klinis, hasil pemeriksaan radiologi dan laboratorium mikologi. Pemeriksaan antibodi dengan imunoglobulin G (IgG) spesifik Aspergillus menggunakan metode Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dapat membantu diagnosis APK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik klinis, profil IgG spesifik Aspergillus, serta prevalensi APK pada pasien bekas TB di beberapa rumah sakit di Jakarta.
Metode: Penelitian prospektif dengan desain potong lintang ini dilakukan pada April 2019 - Februari 2020. Pemilihan subjek dilakukan dengan metode consecutive sampling. Subjek merupakan pasien bekas TB yang berasal dari poli rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Respirasi Persahabatan Jakarta dan Rumah Sakit Graha Permata Ibu. Pemeriksaan IgG spesifik Aspergillus dan biakan sputum jamur dilakukan di Laboratorium Departemen Parasitologi FKUI.
Hasil: Dari 97 pasien yang sesuai dengan kriteria penerimaan, 66 pasien (68%) berjenis kelamin laki-laki dan rerata usia 51,8±13,6 tahun. Gejala klinis lebih dari 3 bulan yang dilaporkan berupa mudah lelah (38,4%), sesak napas (34,02%), batuk (30,93%), hemoptisis (27,84%), penurunan berat badan (23,71%), dan nyeri dada (19,6%). Gambaran radiologi terkait APK berupa ektasis (57,8%), kavitas (27,8%), penebalan pleura (26,8%), fibrosis parakavitas (18,6%), dan bola jamur (6,2%). Hasil pemeriksaan IgG spesifik Aspergillus positif dilaporkan pada 51 pasien (52,6%), sedangkan biakan sputum jamur Aspergillus didapatkan pada 43 pasien (44,3%). Berdasarkan analisis hasil-hasil pemeriksaan tersebut, diagnosis APK ditegakkan pada 28 pasien (28,9%).
Kesimpulan: Profil IgG spesifik Aspergillus pada 97 pasien bekas TB dalam penelitian ini menunjukkan hasil positif pada 51 pasien (52,6%). Gejala klinis lebih dari 3 bulan yang dilaporkan berupa batuk lama, hemoptisis, penurunan berat badan, mudah lelah, dan sesak napas. Gambaran radiologi terkait APK berupa ektasis, kavitas, penebalan pleura, fibrosis parakavitas, dan bola jamur. Prevalensi APK berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan tersebut adalah 28,9%.

Introduction: Chronic pulmonary aspergillosis (CPA) might become a complication of pulmonary tuberculosis (TB) that has been treated. The clinical symptoms of CPA can resemble with PTB, making it difficult to distinguish. The diagnosis of CPA is determined by the consensus based on clinical symptoms, radiological features, and mycological results. Antibody detection with Aspergillus- specific immunoglobulin G (IgG) using the Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method can contribute to CPA diagnosis. This study aims to determine the clinical characteristics, Aspergillus-specific IgG detection, and the prevalence of CPA in prior TB patients at several hospitals in Jakarta.
Method: This prospective cross-sectional study was conducted in April 2019 - February 2020. Patients recruitment was carried out by consecutive sampling method. Subjects were prior TB patients at Persahabatan National Respiratory Referral Hospital and Graha Permata Ibu Hospital. Detection of Aspergillus- specific IgG and fungal cultures from sputum were carried out in the Laboratory of the Parasitology Department, FMUI.
Results: Of 97 patients recruited according to inclusion criteria, 66 patients (68%) were male and the mean age was 51.8 ± 13.6 years. The clinical symptoms of more than 3 months were fatigue (38.4%), shortness of breath (34.02%), cough (30.93%), hemoptysis (27.84%), weight loss (23, 71%), and chest pain (19,6%). Radiological features associated with CPA were ectasis (57.8%), cavity (27.8%), pleural thickening (26.8%), para-cavitary fibrosis (18.6%), and fungal ball (6.2%). The Aspergillus-specific IgG positive were reported in 51 patients (52.6%), whereas Aspergillus sputum cultures were found in 43 patients (44.3%). Based on the analysis of those examinations, the diagnosis of CPA was determined in 28 patients (28.9%).
Conclusion: The detection of Aspergillus-specific IgG in 97 prior TB patients showed the positive results in 51 patients (52.6%). The clinical symptoms more than three months were fatigue, shortness of breath, cough, hemoptysis, and weight loss. The radiological features related to CPA were ectasis, cavitary lesions, pleural thickening, paracavitary fibrosis, and fungal ball. The prevalence of CPA based on those examinations was 28.9%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elvie Tresya
"ABSTRAK
Kanker adalah suatu gangguan pertumbuhan, yang disertai dengan pembelahan sel
abnormal dimana sel yang membelah secara abnormal menyerang jaringan sel
normal, dan menurunkan fungsi pada jaringan tersebut atau organ yang terserang.
Pasien kanker mengalami berbagai macam hal yang mempengaruhi kondisi fisik,
psikologis, dan psikososial. Hal yang dapat terlihat dengan jelas pada reaksi fisik ini
adalah rasa sakit.. Keluhan fisik lainnya yang dapat ditimbulkan oleh penyakit
kanker, antara lain keluhan mual, muntah dan anoreksia, susah berkonsentrasi,
fatigue, susah tidur, konstipasi, kurangnya nafsu makan, disfungsi seksual, serta
kurangnya penglihatan dan pendengaran. Reaksi psikologis yang mungkin terjadi
pada pasien kanker adalah ancaman terhadap citra diri, kehilangan integritas
ketubuhan, hilangnya kemandirian, ketakutan, gangguan dalam pekerjaan dan masa
depan yang tidak pasti. Sedangkan reaksi psikososial yang mungkin terjadi pada
pasien kanker adalah hubungan yang tegang dan menarik diri. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa betapa pentingnya memahami kondisi pasien kanker dalam
upaya memberikan perawatan secara menyeluruh yang dinamakan pendekatan
perawatan multidisipliner terpadu (integrated multidisciplinary approach to care),
yang dikenal dengan perawatan paliatif.
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi, yang bertujuan
untuk mengurangi penderitaan pasien, meningkatkan kualitas hidup yang optimal,
juga memberikan dukungan kepada keluarganya.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai langkah awal untuk menggali pengetahuan
dan pemahaman pasien di Rumah Sakit Kanker Dharmais dan keluarganya.
Penelitian ini adalah suatu penelitian kualitatif untuk menggali bagaimana
pengalaman hidup pasien kanker. Jumlah subyek dalam penelitian ini sebanyak
empat orang, yaitu dua orang pasien dan dua orang anggota keluarga pasien di
Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Penemuan dalam penelitian ini adalah pasien dan keliarga tidak memiliki cukup
pengertian tentang konsep dari perawatan paliatif. Konsep mengenai perawatan
sangat diasosiasikan dengan satu dokter. Bagaimana pun juga, mereka mendapatkan
keuntungan dengan adanya perawatan paliatuf. Jadi pasien dan keluarga memerlukan suatu metode langsung yang berguna dalam pemberian informasi
mengenai perawatan paliatif. Hal menarik yang ditemukan dalam penelitian ini ada
pengalaman emosi yang ditemukan pada anggota keluarga, yang merupakan hal
penting dalam mendukung perawatan. Hal menarik lainnya yang ditemukan adalah
caring attitude yang di berikan oleh tim kesehatan merupakan faktor yang penting
dalam merawat pasien dan keluarga
Pada akhirnya, rekomendasi diberikan tentang perlunya pertimbangan perbedaan
diagnosis medis, proses adaptasi atau tahapan berduka dan harapan dan kepuasan
pasien dan keluarga dalam perawatan paliatif."
2009
T37911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jade Nugrahaningtyas Liswono
"Kejadian infeksi pasca pembedahan dan pasca kemoterapi pada pasien kanker payudara dapat memperpanjang lama rawat inap sehingga meningkatkan biaya kesehatan. Meningkatnya biaya pengeluaran kesehatan mendorong adanya evaluasi ekonomi. Analisis efektivitas-biaya (AEB) sebagai salah metode farmakoekonomi penting dilakukan untuk membandingkan antibiotik yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan total biaya penggunaan, efektivitas seftriakson generik A dan B, dan menentukan seftriakson yang lebih cost-effective untuk pasien kanker payudara di RS Kanker Dharmais tahun 2012.
Desain penelitian ini adalah non eksperimental dengan studi perbandingan dan pengambilan data secara retrospektif menggunakan data sekunder dari rekam medis dan Sistem Informasi Rumah Sakit RS Kanker Dharmais. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Jumlah sampel sebanyak 16 pasien untuk seftriakson generik A dan 8 pasien untuk generik B.Efektivitas seftriakson pada indikasi pasca pembedahan untuk generik A sebesar 2,5 hari dan untuk generik B sebesar 1,0 hari, sedangkan pada indikasi pasca kemoterapi untuk generik sebesar 4,0 hari dan untuk generik B sebesar 9,5 hari.
Total biaya penggunaan seftriakson pada indikasi pasca pembedahan untuk generik A sebesar Rp 4.384.448,00 dan untuk generik B sebesar Rp 3.397.952,00,sedangkan pada indikasi pasca kemoterapi untuk generik A sebesar Rp2.284.655,00 dan untuk generik B sebesar Rp 11.195.270,00. Berdasarkan AEB,pada indikasi pasca pembedahan diperoleh hasil seftriakson generik B lebih costeffective daripada generik A, sedangkan pada indikasi pasca kemoterapi diperoleh hasil seftriakson generik A lebih cost-effective daripada generik B.

The incidence of post-surgery and post-chemotherapy infections in breast cancer patients prolonged the hospitalization days leading to the increase of health costs.The increasing health expenditure demanded the use of economic evaluation.Cost-effectiveness analysis (CEA) as one of pharmacoeconomics methods was important to compare the usage of antibiotics. The purposes of this research were to compare total cost and effectiveness of using generic ceftriaxone A and B, and to decide which ceftriaxone that was more cost-effective in breast cancer patients in Dharmais Cancer Hospital during 2012. Effectiveness was measured as ceftriaxone-using days, meanwhile cost was measured as total direct medical cost.
The research design was non experimental with comparative study and retrospective data were collected from medical records and hospital information systems of Dharmais Cancer Hospital. Samples were taken by using total sampling method. There were 6 patients using generic ceftriaxone A and 8 generic ceftriaxone B. Effectiveness of ceftriaxone for post-surgery indication in generic ceftriaxone A was 2,5 days and in generic B was 1,0 days, meanwhile for postchemotherapy indication in generic A was used 4,0 days and in generic B was 9,5 days.
Total direct medical cost of ceftriaxone for post-surgery indication in generic A and B, respectively Rp 4.384.448,00 and Rp 3.397.952,00, meanwhile for post-chemotherapy indication in generic A and B, respectively Rp 2.284.655,00 and Rp 11.195.270,00. According to CEA result, it could be concluded that generic ceftriaxone B was more cost-effective than A for postsurgery indication, meanwhile generic ceftriaxone A was more cost-effective than B for post-chemotherapy indication.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi
"Infeksi pada pasien kanker payudara yang menerima kemoterapi mielosupresif mengakibatkan kebutuhan akan hospitalisasi sehingga meningkatkan biaya kesehatan. Pemberian seftazidim dapat mempersingkat durasi neutropenia dan lama hari rawat inap. Analisis efetivitas-biaya (AEB) merupakan salah satu metode farmakoekonomi yang penting untuk menentukan obat efektif dengan biaya yang lebih rendah. Penelitian dilakukan untuk membandingkan total biaya medis langsung dan efektivitas yang dilihat dari lama hari rawat penggunaan seftazidim generik A dan B, serta menentukan seftazidim yang lebih cost-effective pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tahun 2012.
Desain penelitian yang digunakan adalah non eksperimental dengan studi perbandingan. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan rekam medik serta data administrasi tahun 2012. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Jumlah pasien yang dilibatkan dalam analisis sebanyak 9 pasien, yaitu 7 pasien menggunakan seftazidim generik A dan 2 pasien menggunakan seftazidim generik B.
Median total biaya medis langsung kelompok generik A pada pasien kanker stadium awal maupun lanjut berturut-turut sebesar Rp Rp 15.930.407,45 dan Rp Rp 15.962.519,25, lebih tinggi dibanding generik B, berturut-turut sebesar Rp 6.716.225,21 dan Rp 7.147.956,92. Median lama hari rawat kelompok generik A pada pasien kanker stadium awal maupun lanjut berturut-turut 7 hari dan 10 hari, lebih panjang dibanding generik B, berturut-turut 3 hari dan 4 hari. Berdasarkan AEB diketahui seftazidim generik B lebih cost-effective dibanding generik A.

Infections among breast cancer patients receiving myelosuppressive chemotherapy led to hospitalization thus increased the health cost. Early administration of ceftazidime shortened duration of neutropenia and hospitalization days. Cost-effectiveness analysis (CEA) as one of pharmacoeconomic methods was important to determine treatment attaining effect for lower cost. This study was conducted to compare the total direct medical cost and effectiveness, which was measured from length-of-stay (LOS), of ceftazidime generic A and B usage, and to decide which ceftazidime that was more costeffective in early-stage and late-stage breast cancer patients at National Cancer Center Dharmais Hospital Jakarta year 2012.
The study design was nonexperimental with comparative study. Data were collected retrospectively on secondary data from medical records and administrative data in 2012. Samples were taken by using total sampling method. The number of samples were 9 patients, which included 7 patients with ceftazidime generic A and 2 patients with ceftazidime generic B.
The total direct medical cost of ceftazidime generic A in early-stage and late-stage breast cancer patients, respectively Rp 15.930.407,45 and Rp 15.962.519,25, were higher than generic B, respectively Rp 6.716.225,21 and Rp 7.147.956,92. Median LOS of ceftazidime generic A in early-stage and late-stage breast cancer patients, respectively 7 days and 10 days, were longer than generic B, respectively 3 days and 4 days. According to CEA result, ceftazidime generic B was more cost-effective than generic A.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>