Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212109 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jayadi Nas
"Tesis ini memhahas tentang aspek politik dalam rekrutmen Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah_ Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui aspek politik dalam rekrutmen pengumpulan data dengan wawancara mendalam (indepth interview) dan analisis data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek politik dalam rekrutmen Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Depok Propinsi Jawa Barat Tahun 2000 memilikl pengaruh yang dominan. Hal ini dapat dilihat dari pemakaian kekuasaan dan pengaruh oleh Pemerintah, Partai Politik, DPRD, dan masyarakat setempat.
Dengan kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki Pemerintah, Pattai Politik, dan DPRD Kota Depok menetapkan kebijakan dan melaksanakan pencalonan dan pemilihan Kepala Daera dan Wakil Kepala Daerah Kota Depok. Konsekuensinya, aspirasi politilk masyarakat setempat diabaiKan dan kurang memiliki pengaruh yang signifikan.
Mengenai kebebasan dan kemandirian DPRD Kota Depok dalam rekrutmen Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Depok , hasil penelitian menunjukkan bahwa DPD Koa Depok rang bebas dan mandiri. Ada tiga faktor yang menyebabkan. Pertama, masih terlalu dominannya Pemerintah didalam menentukan kebijakan yang pada esensinyadapat ditentukan sendiri oleh DPRD bersangkutan. Kedua, campur tangan partai politik yang sangat dominan. Ketiga, keterbatasan kemampuan dan pengalaman anggota DPRD Kota Depok"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T5038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Rizki Khairul Ichwan
"Penelitian ini ingin menganalisis kekalahan Ratu Ati Marliati pada pilkada Cilegon dan kemenangan Ratu Tatu Chasanah pada pilkada Kabupaten Serang. Padahal kedua petahana dari dua dinasti politik di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang memiliki beberapa kesamaan, baik latar belakang keluarga maupun dukungan politik. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang menyebabkan mereka berbeda nasib dalam pilkada serentak pada 2020 di kedua wilayah ini. Penelitian menggunakan teori boundary control Gibson (2012), dan dilengkapi dengan analisis strategi informal dan ilegal dari Buehler (2018) dan permainan tertutup (closed game) dari Behrend. Menggunakan metode kualitatif, penelitian ini memperlihatkan bahwa faktor kekalahan Ratu Ati disebabkan kegagalan dalam menerapkan strategi boundary strengthening, yang kemudian diiringi dengan keberhasilan oposisi menerapkan strategi boundary opening. Faktor-faktor yang menyebabkan kekalahan itu adalah ketiadaan aktor utama, konflik kepentingan elit partai, kontrol politik yang lemah, mesin politik tidak bekerja optimal, tidak ada akses terhadap elit partai di pusat, dan banyaknya kompetitor. Sedangkan faktor kemenangan Tatu Chasanah karena dia berhasil menerapkan boundary strengthening. Hal ini tampak dari besarnya dukungan partai politik, memobilisasi dukungan baik dari birokrasi maupun dari kelompok-kelompok masyarakat, sehingga mampu mengubah arena permainan menjadi tidak kompetitif. Hal ini memperkuat teori dari Gibson mengenai strategi boundary strengthening dan strategi boundary opening di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang.

This study wants to analyze the defeat of Ratu Ati Marliati in the regional elections in Cilegon and the win of Ratu Tatu Chasanah in the regional elections of the Serang Regency. Even though the two incumbents from these two political dynasties have several things in common, both from family backgrounds and political support. This happened due to several factors that caused them to have different fates in the simultaneous local elections in 2020 in these two regions. The research uses Gibson's boundary control theory (2012) and is complemented by an analysis of informal and illegal strategies from Buehler (2018) and closed games from Behrend. Using a qualitative method, this research shows that Ratu Ati's defeat was caused by the failure to apply the boundary- strengthening strategy, which was followed by the success of the opposition in implementing the boundary-opening strategy. The factors that led to the defeat were the absence of the main actors, the conflict of interests of the party elites, weak political control, the political machine did not work optimally, there was no access to party elites at the center, and there were many competitors. Besides, Tatu Chasanah's winning factor because she succeeded in implementing boundary strengthening. This can be seen from the huge support of political parties, mobilizing support from both the bureaucracy and community groups, to turn the playing field into an uncompetitive one. This strengthens Gibson's theory regarding the boundary strengthening strategy and the boundary opening strategy in Cilegon City and Serang Regency."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hardiman
"Penelitian ini menfokuskan perhatian terhadap upaya Pemerintah Kota Depok mengantisipasi pelaksanaan otonomi daerah. Penelitian ini dilaksanakan dengan mengkaji upaya-upaya Pemerintah Kota Depok dalam memberdayakan aparaturnya. Pemberdayaan aparatur Pemerintah Daerah dan Pengembangannya.
Untuk menjawab permasalahan penelitian, penelitian ini mengkaji tentang penempatan aparatur Pemerintah Daerah, yang meliputi : Kesesuaian penempatan/ Jabatan pegawai dengan Tatar belakang pendidikan, keterampilan/keahlihan dan kesesuaian penempatan pegawai dengan beban pekerjaan, serta pengembangan aparatur yakni melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriftif kuantitatif. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 97 orang. Adapun teknik pengambilan sampel menggunakan metode penarikan sampel acak berstrata (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utamanya dilengkapi dengan wawancara dan studi kepustakaan. Selanjutnya data kuantitatif yang diperoleh, diolah dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teknik persentase yang disajikan dalam bentuk tabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penempatan aparatur lebih didasarkan pada pemerataan kuantitas pada setiap unit organisasi tanpa memperhatikan prioritas unit organisasi mana yang lebih membutuhkan. Disamping itu penempatan pegawai masih kurang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan keterampilan/keahlian pegawai. Dalam hal pengembangan aparatur, Pemerintah Kota Depok belum menunjukkan komitmen yang serius. Hal ini dilihat dari kecilnya alokasi dana pengembangan SDM (aparatur), sehingga Pemerintah Kota Depok kurang memberikan kesmpatan kepada pegawai untuk melanjutkan/mengikuti pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Depok belum melakukan upaya-upaya yang serius dalam hal pemberdayaan aparatur.
Hal tersebut mengisyaratkan, bahwa pelaksanaan otonomi daerah ke depan di Kota Depok belum akan berjalan sebagaimana mestinya, bila tidak dilakukan upaya-upaya yang sistematis dalam hal pemberdayaan aparatur Pemerintah Kota Depok.

This research was focused its attention on the effort of the City Administration of Depok to anticipate the regional autonomy. This research is conducted by examining the how the City Administration of Depok empower its apparatus, the empowerment of local government and its development.
To answer the research problem, this study examine the placement of local government apparatus that cover: suitability of placement /position of civil servant with their educational background, skill, and the suitability of the civil servants with their work load, and the apparatus development through formal and non formal education.
The type of research employed in this study is descriptive-quantitative. The number of samples in this research was 97 persons. The technique ofthe sampling is stratified random sampling. Data collection was conducted using questioner as its main instrument completed with interview and library study. Then, qualitative data were gained and processed with analysis technique of descriptive-quantitative and presented in the table.
Results of the research indicated that the apparatus placement is more based on the quantity distribution ofeach organization unit regardless the priority of which organization unit that more needs them. In addition, the civil servant placement is less suitable with their educational background and skill. In the case of apparatus development, the Administration City of Depok has yet to show a serious commitment. Is was seen from the little fund allocation for the human resources of the apparatus so that the City Administration of Depok less pay attention to opportunity to continue / take formal and non formal. Hence, it can be concluded that the City Administration of Depok has yet to make a serious effort in developing its apparatus.
This implied that the implementation of regional autonomy of Depok in the future will have not run as it is expected, when a systematic effort of apparatus development of the Administration City of Depok is not conducted.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Eko Prasetiyadi
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S25778
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Gunawan
"ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 dan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2014 Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menyebabkan permasalahan-permasalahan tentang keberadaan dan fungsi dari wakil kepala daerah di Indonesia karena tidak mengatur secara tegas mengenai tata cara pengisian jabatan dan jumlah wakil kepala daerah yang dapat dimiliki oleh tiap-tiap daerah. Tesis ini berbentuk yuridis-normatif yang menggunakan data sekunder sebagai sumber datanya, serta bersifat preskriptif, yaitu memberikan saran, penyelesaian dan saran terhadap penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa akibat karena tidak tegasnya pengaturan tentang wakil kepala daerah dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, yaitu ketidakpastian hukum untuk mengadakan jabatan wakil kepala daerah karena pengaturannya mudah berubah-ubah dan tergantung pada undang-undang lain. Oleh karena itu perlu diadakan perubahan atas undang-undang tentang pemerintahan daerah, khususnya mengenai keberadaan dan jumlah wakil kepala daerah harus diatur secara eksplisit di dalam undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah.

ABSTRACT
Law number 23 on 2014 of Regional Governance which has been amended by Law Number 2 of 2015 on Amendment of Law Number 23 on 2014 and Law Number 9 of 2015 on Second Amendment of Law Number 23 on 2014 Law of Regional Governance caused problems about Deputy Head of Regional Government 39 s existence and functions in Indonesia because Law Number 23 on 2014 did not regulate the mechanism to fill the deputy head position and also did not determine the possible number of deputy heads that can be appointed by each regions. This is a prescriptive and juridical normative thesis that used secondary data as it source and intended to give solutions and recommendations. The result is, there are implications that caused by unclear norms in Law of Regional Governance in Indonesia. The implication is, the rule about legal standing of deputy head of regional governance becomes uncertain, because the norm is easy to be changed and depends on another regulation outside the Law of Regional Governance. Therefore, the norms in Law of Regional Governance needs to be revised, especially the norms about number and existence about deputy head of regional governance."
Depok: 2017
T49645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LIPI Press, 2017
321.5 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Riyanto
"Perubahan paradigma yang penting dilakukan dalam penyelenggaran pemerintahan daerah adalah adanya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh masyarakat secara teransparan dan demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan aspirasi masyarakat. Sebelum keluarnya Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pilkada dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, namun merebaknya tindakan KKN yang antara lain dalam wujud politik uang, pemilihan kepala daerah tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dalam pemilihan kepala daerah menuntut dibukanya saluran dan mekanisme pemilihan kepala daerah di luar calon dari partai politik. Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 05/2007 tanggal 23 Juli 2007 mengukuhkan bahwa calon independen dibolehkan untuk ikut serta dalam Pilkada. Keputusan ini di satu sisi mendapat sambutan hangat dari masyarakat luas tetapi di sisi lain merupakan cambuk bagi partai politik untuk intruspeksi dan berbenah diri dalam rangka meningkatkan mutu pengabdian kepada konstituen dan masyarakat pada umumnya. Kehadiran calon independen Pilkada layak disambut baik oleh segenap kalangan sebagai solusi kebuntuan aspirasi masyarakat selama ini terhadap monopoli pemilihan kepala daerah sebagai bagian dari hak politik masyarakat. Hikmah yang dapat diambil adalah bahwa dengan persaingan yang sehat diharapkan mendapat kepala daerah yang benar-benar berkualitas dan memperoleh legitimasi yang kuat. Terjaminnya kualitas dan legitimasi akan memperoleh dukungan yang kuat pula dari masyarakat otonom, berpengaruh pada stabilitas pemerintahan yang pada puncaknya dapat mencapai tujuan dari program-program pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Tindak lanjut putusan MK oleh pemerintah dan DPR dalam bentuk peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum dan aturan main tampilnya calon independen Pilkada perlu segera direalisasikan mengingat kebutuhan yang mendesak di sejumlah daerah. Kearifan dan kebesaran jiwa para elit partai politik menentukan bagaimana calon independen turut serta dalam Pilkada, karena produk hukumnya terletak pada pemerintah dan DPR yang merupakan representasi dari partai politik.

Importantly, the paradigm changes conducted to administer Local Government is to Elect Local Head by citizens directly, transparently and democratic under principles of immediate, general, free, secret, hones and fair in accordance with citizens aspiration. Prior the issuance of Laws No.32 of 2004 concerning Local Government, Pilkada [Local Head Election] is elected by Local Representative Assembly, nevertheless, as result of the presence of KKN [Collusion, Corruption and Nepotism] commitment such as money politic, then, no longer it is suitable to citizens aspiration. The declining of citizens trust to political party in order to elect local head, it had brought about the opening of channel and mechanism of local head election beyond political party. Award of Supreme of Constitution No. 05/2006 on July 23rd 2007, it had validated the independent candidate to participate in "Pilkada'. In one side, such award had been responded by citizens enthusiastically, but, in other side, more hardly, the political party should introspect and manage their selves in better to increase service quality to the constituent in special and citizens in general. The existence of Independent Candidate properly, it should be responded by citizens as solution for solving the stagnant of citizens aspiration to monopoly local head election as their political right currently. Its benefit is that by health and fair competition will be obtained both the very qualified local head and strong legitimate, hence, significantly, it will be supported by citizens which will have influences to governmental stability, finally, the objective of developmental programs may be achieved for citizens prosperity. However, it should be followed up by executive {Government] and Legislative [Indoensia Representative Body] by passing rules and regulations as legal umbrella and rule of game for independent candidate. The wisdom and voluntary of political elites will determine how independent candidate may compete in Pilkada, because such legal products will be determined by both executive and legislative policy. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37599
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>