Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146751 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Latumahina, Yesa
"Penelitian ini dilkukan karena minimnya jumlah perempuan yang dilbatkan daiam upaya rekonsilasi untuk perdamaian di wilyah konflik baik itu di tingkat formal maupun informal. Meskipun kenyataan menunjukan dalam konflik di Ambon, di tingkat grass root perempuan ternta mempunyai andil yang cukup besar dalam mengupayakan perdamaian, namun gemanya kurang terdengar karena sering tenggelam di antara berbagai upaya perdamaian yang mayoritas diiakukan oieh laki-laki. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kuaiitatif yang bertujuan untuk mengangkat pengalaman perempuan anggota GPP secara personal dalam perjuangkan perdamaian di wiiayah konflik di Ambon (Maluku) agar pengalaman, perjuangan, penghayatan perempuan daiam memperjuangkan perdamaian dapat kita dengarkan sekaiigus jadikan sebagai sebuah proses pembeiajaran.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa motivasi atau alasan terbesar bagi perempuan untuk terlibat daiam upaya perdamaian meskipun, sebagian besar dari mereka adalah korban konflik, semata-mata bersumber dari rasa kepedulian perempuan terhadap masa depan anak-anaknya. Hal iniiah yang membuat mereka mampu mentransformasi keberadaannya sebagai korban konflik menjadi pelaku perdamaian. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa temuan yakni agama dipandang sebagai saiah satu alat yang dapat menjadi sumber konflik yang potensial. Di wilayah konflik terjadi pembagian peran antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki berada di kancah peperangan sedangkan perempuan tetap menjaiankan tugas dometiknya. Menimbulkan asumsi bahwa laki-laki untuk peperangan dan perempuan untuk perdamaian. Namun peran perempuan untuk perdamaian sangat dipengaruhi oieh peran sosialnya dalam masyarakat yakni tugas sebagai seorang ibu (motherhood) bukan karena faktor biologisnya. Selain itu perempuan memaknai dirinya di wilayah konflik tidak teriepas dari peran reproduksi serta peran sosialnya pada umumnya. Kerterlibatan Para perempuan anggota GPP ini untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan telah berimplikasi uintuk mendorong keteriibatan perempuan di wiiayah publik. 5elain itu memuncuikan kesadaran pentingnya perempuan diiibatkan dalam upaya perdamaian, karena perempuan memiliki nilai-nilai yang baik untuk mendukung upaya perdamaian misalnya menekankan rasa kepeduilan dan melakukan pendekatan yang sifatnya persuasif dan anti kekerasan.

This research conducted inresponse of small amount of women whose was involved in peace reconsiliation effort in conflict area, informal and formal level. Despite the fact that conflict in Ambon at grass root level, women had determining role in initiate peace, but they work was often less heard that the mayority of the peace effort were man. By using qualitative method aimed high light women experince as GPP member in personal in trying to initiate and maintain peace in Ambon. So that the public aware they role and also as a learning peace process.
This research found that women were motived in peace process, this spite the mayority were conflict victim, mainly come from ethic of care to their children future.The motivation was strong enough to transfrom their existence as conflict victim to be coming at peace agent. Another finding was religion, see as one the aspect that use to raise conflict. Also in conflict area, there was gender division labour were man, were in war field while women commited to their domestic dutys. Women' role for peace mostly influenced by their social responsibility as a mother instead of biologically. Partisipation as GPP member to fight for women's right has encourage women role's in peace process and to include women in every stage of peace process because they have values and ethic of care to stop violence.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Filsafat UI press, 2007
305.4 WOM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Filsafat UI Press, 2007
305.4 Wom
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Departemen Filsafat FIB-UI, 2007
305.4 WOM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Halida Nabilla Salfa
"Teori Peran sosial menjelaskan bahwa setiap perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan adalah hasil dari stereotype budaya tentang gender. Perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan gendernya, sehingga hal ini menyebabkan perbedaan tugas yang diberikan pada mereka oleh masyarakat. Perbedaan tugas ini mencolok di pekerjaan yang didominasi oleh perempuan, seperti pekerja kesehatan, guru playgroup dan guru Taman Kanak-Kanak, apabila disandingkan dengan pekerjaan yang didominasi laki-laki, seperti pekerja bangunan, montir atau tukang listrik. Dewasa ini, perbedaan tersebut juga dapat ditemui di komisi-komisi legislatif Indonesia. Komisi yang terkait dengan subjek kesehatan, kegiatan sosial, atau komisi-komisi dengan nuansa soft politics, tampak memiliki keterlibatan perempuan yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan komisi-komisi yang terkait dengan urusan militer, dalam negeri, atau komisi-komisi lain dengan nuansa hard politics. Sehingga, riset mengenai perbedaan proposi gender antar komisi perlu untuk dilakukan untuk melihat dampak peran sosial kepada pembagian tugas di DPR RI. Menggunakan data yang dikumpulkan melalui proses wawancara dan studi literatur, riset ini menemukan bahwa peran sosial tidak mempengaruhi institusi legislatif secara system, tetapi lebih berakar pada pengaruh budaya yang membuat perempuan sulit untuk ikut terlibat dalam institusi legislatif. Walaupun masalah ini terus coba untuk diselesaikan oleh pemerintah, perempuan masih mengalami berbagai halangan untuk bergabung dalam institusi legislatif, karena mereka harus memiliki kemauan, kemampuan finansial, dan izin dari keluarga. Halangan-halangan ini tidak terjadi pada laki-laki karena peran laki-laki dalam keluarga masih diharapkan untuk menjadi pencari uang, memimpin, dan tergabung dalam pemerintahan. Sedangkan, perempuan masih diharapkan untuk mengambil peran sosial sebagai pengurus keluarga. Sehingga, peran sosial masih mempengaruhi perempuan untuk tergabung dalam institusi legislatif yang akhirnya membuat jumlah perempuan secara supply lebih sedikit dan tugas komisi yang mereka pilih juga masih dipengaruhi oleh peran sosial sebagai perempuan dalam keluarga.

Social role suggests that almost all behavioral differences between male and females are the result from cultural stereotypes about gender. For women is expected to behave differently, task assigned to them in working space is also different. This differentiation in task assigned is stark in women dominated jobs, such as healthcare assistant, preschool and kindergarten teacher, compared to men dominated jobs, such as construction worker, mechanics and electrician. It has recently observed that the extension of gender- dominated jobfield might have extension to legislatif commission in Indonesia. Commission that deals with health issue, social work, and anything related to soft politics are high in women’s involevement, but not in commission that related to military, internal affairs, or anything that relates to hard politics. Thus, a study regarding the disproportional gender ratio between certain commission is required to examine the impact of social role to the job division among women in Indonesian legislatif. Using data gathered from interview and literature review, this research concludes that the social role does not affect the legislatif institutions by system, but it rather stems from cultural perspectives that stem from lack supply of women-gendered legislatif member. Although this problem is constantly being addressed by the government, women are still under various hindrace from joining the legislatif as they are limited by willingness, financial capability and approval from the family. These hindrances are virtually nonexistent to male, as they are expected to lead and get involved in the government as breadwinner, while women are still expected to take caretaking role of the family. Therefore, although the women are not systematically oppressed, the social role is still affecting their involvement in the legislatif process as they are naturally few in number by supply and has internal willingness to take task that is close to their social role as a woman in the family."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubalawony, Fransina
"Perilaku kekerasan dalam rumah tangga KDRT selalu yang menjadi korban adalah perempuan yang berperan sebgai ibu rumah tangga. Peluang terjadi KDRT masih sangat banyak di Indonesia karena tradisi adat ketimuran yang masih memandang laki-laki selalu dinomorsatukan dari perempuan terutama di Maluku. Fenomen yang masih banyak terjadi kejadian KDRT sampai saat ini masih belum ada perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat untuk mencegah ataupun menangani masalah KDRT, oleh karena masih dianggab persoalan pribadi rumah tangga itu sendiri.
Dampak KDRT yang dirasakan bukan hanya secara fisik namun juga secara psikis, dan hal ini tidak hanya terjadi kepada perempuan sebagai ibu rumah tangga tetapi juga berdaampak terhadap psikologis anak.. Perempuan yang mengalami KDRT hanya menerima kondisi sebagai korban tanpa ada keingian untuk melawan perilaku suami yang melakukan KDRT.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplor lebih dalam tentang pengalaman perempuan yang mengalami KDRT di Maluku. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pada partisipan ke delapan data yang didapatkan telah mmenunjukan saturasi.
Hasil penelitian ini didapatkan ada lima tema yaitu, perubahan kondisi suami, Perubahan konsep diri perempuan yang mengalami KDRT, Emosi negatif anak terhadap perilaku KDRT ayah, Kekerasan fisik dan psikis mendominasi bentuk KDRT suami, dan Penguatan potensi diri dalam menghadapi kondisi suami.
Hasil penelitian merekomendasikan untuk perawat jiwa sebagai konselor para perempuan yang mengalami KDRT dalam tahap pemulihan untuk meningkatkan kesehatan mental masyarakat. Kata kunci: KDRT, Pengalaman perempuan.

Victim's women of Intimate Partner violences IPV is always the victim is a woman of housewife. Opportunities occur domestic violence is still very much in Indonesia, because of the traditional customs of eastern who still look at men always priority of women. especially in Maluku.
The impact of domestic violence that is perceived not only physically but also psychic, And this is not only happening to women as housewives but also have the impact against psychological child. Women who experience domestic violence only accept the conditions as a victim without any desire to fight the behavior of a husband who did domestic violence, let alone to report to the officer berwewennang because Afraid of being held open family disgrace.
The purpose of this study is to explore more deeply about the experience of women who experience domestic violence in Maluku. This research uses qualitative method with phenomenology approach. In the eight participants the data obtained had maturity saturation.
The results of this study found there are five themes namely, changes in the condition of the husband, Changes in self concept of women who experience domestic violence, negative emotions of children against the behavior of domestic violence, physical and psychological violence dominates the form of domestic violence, and strengthening the potential of self in the face of husband 39 s condition.
The results recommend for nurses as counselors of women who experience domestic violence in the recovery phase to improve the mental health of the community. Keywords IPV, women experience,
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryam Jamilah
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengeksplorasi proses perdamaian Israel-Palestina dari perspektif feminis multikultural dengan menfokuskan pembahasan pada partisipasi perempuan Israel. Pandangan feminisme secara umum berasumsi bahwa perempuan dinilai lebih damai dibanding dengan laki-laki, serta kesetaraan gender secara alami mendukung kebijakan yang mengarah kepada perdamaian. Meskipun demikian Israel yang memiliki tingkat kesetaraan gender tertinggi di kawasan Timur Tengah dengan level 72 berdasarkan Global gender gap index 2016 masih menghadapi konfrontasi militer dengan Palestina hingga saat ini. Kontradiksi antara asumsi feminis dan fakta-fakta yang terjadi di Israel dianalisis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis dari Miles dan Huberman dan menggunakan teori perdamaian feminisme Brock Utne. Tesis ini menemukan bahwa terdapat tiga hambatan dalam partisipasi perempuan Israel sebagai peace maker pencipta perdamaian , yang pertama diskriminasi perempuan dalam politik dan dalam gerakan perdamaian yang disebabkan oleh dominasi patriarki dalam masyarakat Israel yang militer sentrik, yang kedua diskriminasi terhadap perempuan Mizrahi yang disebabkan oleh dominasi perempuan Ashkenazi dan yang terakhir hambatan dari nilai tradisional Yahudi yang menghambat aktivitas perempuan dalam ruang publik. Kata kunci: Perempuan Israel, proses perdamaian, Israel-Palestine, feminis multikultural.

ABSTRACT
This thesis is conducted to explore Israel Palestine peace process from multicultural feminism perspective by enlightening Israeli women participation. Feminism generally assumes that women are inherently more peaceful than men and gender equality will naturally support policy that lead to peace. Nevertheless Israel whose highest level of gender equality in Middle East Region with level 72 based on global gender gap index 2016 , still face military confrontation with Palestine until recent day. The contradiction between feminist assumption and facts that occurred in Israel is analyzed by using qualitative method and descriptive analysis approach of Miles and Huberman and using Brock Utne rsquo s feminist peace theory . This thesis finds that there are three obstructions in Israel women participation as peace keeper, first is women discrimination in politic and peace activism caused by domination of patriarchy in military centric society, second is Mizrahi women discrimination caused by Ashkenazi women domination and the last obstruction comes from Jewish traditional value that constrain women activity in public realm.Keywords Israeli women participation, peace process, Israel Palestine, multicultural feminism."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelia Rahmawati
"Saat pertama kali disahkan sebagai sebuah Resolusi Dewan Keamanan PBB pada tahun 2000, Agenda Perempuan dalam Perdamaian dan Keamanan merupakan sebuah terobosan yang diharapkan mampu mengubah pemahaman mengenai keamanan internasional secara masif sehingga mampu memperbaiki taraf hidup perempuan dalam konflik dan perang. Meskipun begitu, setelah 22 tahun berlalu, terlihat bahwa pada nyatanya agenda ini masih belum bisa membawa perubahan yang signifikan. Berangkat dari premis tersebut, maka tulisan ini berkomitmen untuk meninjau bagaimana Agenda Perempuan dalam Perdamaian dan Keamanan ini sebenarnya dimaknai dan diimplementasikan semenjak dua dekade terakhir. Menggunakan 121 literatur serta metode taksonomi, tinjauan ini mengidentifikasi tiga kategori bahasan utama dalam kajian mengenai Agenda Perempuan dalam Perdamaian dan Keamanan, yaitu: 1) konseptualisasi agenda; 2) implementasi agenda; serta 3) evaluasi agenda. Ditemukan bahwa terlepas dari kandungan serta visi yang dianggap revolusioner, masih banyak permasalahan yang belum dibahas dengan baik oleh agenda ini. Selain itu, pemaknaan sekaligus pengimplementasian dari agenda ini juga dapat dikatakan eksklusif, terbatas pada kelompok-kelompok atau entitas-entitas tertentu saja. Dengan begitu, masih banyak evaluasi yang perlu dilakukan terhadap pemaknaan sekaligus pengimplementasian agenda tersebut, baik secara normatif maupun pragmatis.

When first adopted as a UN Security Council Resolution in 2000, the Women in Peace and Security (WPS) Agenda was a breakthrough that was expected to massively change the understanding of international security as well as to improve the standard of living of women in conflict and war. Even so, after 22 years, it appears that in fact this agenda has not been able to bring about significant changes. Departing from this premise, this paper is committed to reviewing how the WPS Agenda has been interpreted and implemented since the last two decades. Using 121 literature and taxonomic methods, this review identifies three main discussion categories in the study of the WPS Agenda, namely: 1) conceptualization of the agenda; 2) agenda implementation; and 3) agenda evaluation. It was found that apart from the revolutionary content and vision, there are still many issues that have not been properly addressed by this agenda. In addition, the interpretation and implementation of this agenda can also be said to be exclusive, limited to certain groups or entities. In this way, there are still many evaluations that need to be carried out regarding the interpretation as well as the implementation of this agenda, both normatively and pragmatically."
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tanasale, Helena
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengalaman spiritual pribadi perempuan Kristen Ambon dalam kerusuhan, dalam kaitannya dengan bagaimana memahari diri sendiri, keluarga dan sesamanya yang seiman maupun tidak seiman. Selain itu juga untuk mengungkapkan bagaimana spiritualitas perempuan Kristen Ambon dalam memahami Konsep Allah, dalam rangka ‘menamai kembali’ Allah yang selama ini biasanya dilihat dari sudut pandang laki-laki, dalam sifatnya yang feminin.
Kerangka pikir dalam menganalisis permasalahan ini menggunakan konsep teori Teologi Feminis tentang spiritualitas perempuan Kristen yang berdasar kepada Firman Tuhan dalam mengungkapkan pengalaman-pengalaman perempuan Kristen dalam kerusuhan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berperspektif perempuan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam kerusuhan, perempuan-perempuan Kristen ini dapat melaluinya hanya karena kasih dan pertolongan Tuhan. Mereka dapat berdiri teguh melalui kerusvhan ini, hidup saling mengasihi dan melayani serta menjadi saluran berkat bagi sesama baik yang seiman maupun tidak seiman, dan dapat menemukan Kasih Allah dalam sifat-sifatnya yang feminin.

The objective of this research is to reveal how the riots in Ambon affected personal spiritual experiences of Christian women, in relations to achieving self-comprehension, as well as in getting thorough understanding about their family and their fellow human, either from the same religious group and or from different religions. Furthermore, the research tries to explain how those spiritual experiences influence them in understanding the Concept of God, in trying to ‘rename’ God that was usually seen merely as a masculine creature from a feminine point of view.
The analysis refers to the Theory of Feminist Theology which explains spiritual characters of Christian women based on the Bible in expressing their experiences during the riots.
The method used is qualitative research method from women’s perspective. The result shows that the Ambonese Christian women were able to survive through the riots only because of the Lord’s love and help. They were able to stand firm, love and serve one another, even bless their neighbors either from the same or different religious groups, and found God’s love in His feminine characters.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T32454
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>