Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 63225 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kendenan, Florensani
"Gugatan perwakilan (kelompok) atau yang dikenal dengan class action merupakan bentuk prosedur beracara, yang dilakukan dalam perkara perdata, yang memberikan hak prosedural kepada satu orang atau sejumlah orang, untuk dapat bertindak sebagai penggugat, guna memperjuangkan kepentingannya dan kepentingan kelompoknya, yang merasa telah dirugikan.
Bagi Indonesia kehadiran gugatan class action diatur secara khusus dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 18 Tahun 1997 tentang Jasa Konstruksi. Tanggal 26 April 2002 Ketua Mahkamah Agung RI mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No.l Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
Adapun manfaat mengajukan gugatan secara class action adalah :
Pertama, sarana pengadilan dapat dimanfaatkan lebih efektif dan efisien, karena Class Action mengurangi biaya yang dikeluarkan, yang bila diajukan secara individual menjadi mahal, sebab biaya proses berperkara menjadi tidak ekonomis (judicial economy), karenanya Class Action memberikan akses yang lebih Iuas kepada pencari keadilan untuk mengajukan gugatan dengan cara cost efficiency.
Kedua, putusan yang bertentangan atau tidak konsisten mengenai tuntutan sejenis dapat dihindari.
Ketiga, gugatan perwakilan mempermudah penyelesaian tuntutan yang menyangkut ganti kerugian uang, serta menjamin bahwa tuntutan terhadap tergugat yang kemampuan membayarnya terbatas dapat diselesaikan dengan adil.
Keempat, Gugatan perwakilan mencegah pengulangan (repetition) gugatan sejenis, apabila gugatan sejenis tersebut ditangani satu persatu.
Kelima, akses ke pengadilan melalui gugatan perwakilan berpeluang mendorong perubahan sikap (behaviour modification) dari pihak pelaku perbuatan yang melanggar hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T17972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Anugrahwati
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T36642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Satyoprodjo
"Di Indonesia telah cukup banyak terjadi kasus yang melibatkan konsumen sebagai korban dalam jumlah yang massal. Contoh kasus biskuit beracun yang terjadi sekitar Oktober 1989 di kota Tangerang. Tegal, Palembang dan Jambi yang dalam kasus tersebut sebanyak 141 konsumen telah menjadi korban. Demikian juga pada Juni 1994 terjadi kasus mie instan yang menyebabkan 33 konsumen sebagai korban. Kemudian pada pertengahan tahun 2001 masyarakat konsumen Indonesia sempat dihebohkan dengan adanya kasus ajinomoto berkaitan dengan penggunaan bahan baku dalam proses pembuatan produk tersebut yang tidak memenuhi kriteria halal. Dari kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa konsumen membutuhkan suatu alternatif penyelesaian sengketa yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap hak-haknya. Karena itu adanya konsep class action yang diadopsi dari negara Anglo Saxon merupakan suatu jalan keluar untuk dapat diterapkan di Indonesia. Perlindungan hukum atas hak-hak konsumen telah diatur secara jelas di dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang telah memasukkan 8 macam hak konsumen termasuk hak untuk menerima kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian. Demikian pula pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, UUPK telah mengatumya secara jelas dalam bentuk tanggung jawab hukum pelaku usaha. UUPK menganut prinsip tanggung jawab hukum pelaku usaha karena kesalahan dengan 2 modifikasi, Pertama, pelaku usaha bertanggung jawab dengan praduga lalai/salah dan kedua, pelaku usaha dianggap selalu bertanggung jawab dengan beban pembuktian terbalik. Pengaturan class action sebagai suatu alternatif penyelesaian sengketa konsumen telah diatur baik dari segi materialnya maupun segi prosedur atau formilnya, tetapi masih diperlukan adanya penyempurnaan. Implementasi penyelesaian sengketa konsumen melalui prosedur class action dalam praktek peradilan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sebelum adanya UUPK para pengacara telah mencoba prosedur class action namun keadilan masih belum berpihak pada konsumen. Pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara class action tidak mengakui gugatan class action dengan alasan belum ada dasar hukumnya, masih dibutuhkan surat kuasa khusus sesuai dengan Pasal 123 HIR dan masih terjadi salah penafsiran antara class action dengan legal standing. Setelah adanya UUPK, pengadilan mulai mengakui class action dengan pengakuan kriteria gugatan perwakilan kelompok, pengakuan wakil kelas dan anggota kelas dan adanya usulan Komisi Pemberian Ganti Rugi Apabila dikaitkan dengan Undang-Undang 14 tahun 1970 maka peradilan mulai berusaha menerapkan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan dan hakim yang memeriksa dan memutus perkara class action telah berusaha menggali nilai-nilai hukum dalam masyarakat"
Jakarta: Universitas Indonesia, 2004
T36206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Kurniawan
"Perkeretaapian di Indonesia yang merupakan sebagai salah satu moda transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, serta keseimbangan dan kepentingan umum untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong dan penggerak pembangunan Nasional. Pelayanan yang kurang memuaskan, khususnya terhadap penumpang kelas ekonomi dan sering terjadinya kecelakaan kereta api di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, maka perkeretaapian di Indonesia tidak lagi memenuhi asas dan tujuan yang tercantum di dalam Undang-Undang Perkeretaapian. Dengan terjadinya kecelakaan kereta api, siapakah pihak yang harus bertanggung jawab atas. kerugian yang diderita oLeh korban dan bagaimanakah bentuk ganti rugi yang diberikan oleh PT. KAI kepada para korban/ahli waris korban. Selain itu, karena jumlah korban yang bersifat massal, apakah dapat juga diajukan gugatan class action. Jawaban atas ketiga permasalahan tersebut adalah dalam terjadinya kecelakaan kereta api, pihak yang bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh korban ada lah PT. KAI, Menhub RI, Menneg Pendayagunaan BUMN, dan Menteri Keuangan RI. Sedangkan bentuk ganti rugi yang diberikan oleh PT. KAI berupa santunan asuransi jasa raharja. Dan gugatan secara class action dapat diajukan oleh korban atau ahli waris korban kecelakaan kereta api kepada para pihak yang dapat dipertanggung jawabkan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Panji Bawono
"ABSTRAK
Perbankan merupakan salah satu urat nadi perekonomian di Indonesia, dengan kondisi perbankan yang sehat maka akan mendukung perekonomian yang stabil dan tangguh. Untuk mendukung kinerja perbankan yang baik, diperlukan kepercayaan dari nasabah, karena inti dari usaha perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat yang akan menjadi nasabah penyimpan dana kemudian menyalurkanya kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang membutuhkan. Untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai nasabah penyimpan dana, maka mereka harus mendapatkan perlindungan hukum yang mumpuni khususnya apabila bank tempat mereka menyimpan dana ternyata kondisi kesehatanya buruk dan pada akhirnya mengalami likuidasi. Namun kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan tidaklah menjamin seluruh simpanan nasabah yang ada di bank, melainkan membatasi penjaminan simpanan dalam jumlah tertentu, hal ini dimaksudkan untuk menghindari moral hazard yang mungkin akan terjadi apabila Lembaga Penjamin Simpanan menjamin semua simpanan masyarakat yang ada di bank. Untuk memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah yang simpananya tidak dijamin oleh LPS, maka terdapat satu mekanisme yang dapat ditempuh oleh para nasabah untuk menggugat ke pengadilan untuk memperjuangkan hak dan kepentinganya. Mekanisme tersebut adalah menggugat dengan gugatan secara berkelompok atau Class Action.

ABSTRACT
Banking is one of the important factor to support the economy in Indonesia, with good and healthy condition of banking so can makes the economic stability. To support good banking performance, trust from the bank customer is very important, because the core of bank business is to collect fund from the people and share to people who need it. Trust from the bank customer as the fund depositor is not easy to get. It needs good legal protection to make sure they are willing to deposit their money to bank, especially when the bank condition is terrible and threatened with bank liquidation. The Presence of Indonesia Deposit Insurance is not to guarantee all the consumer deposit in bank, this policy is to avoid moral hazard which may happen if Indonesia Deposit Insurance apply blanket guarantee. To provide legal protection for depositor which not guaranteed by LPS, there are one mechanism which can be taken by consumer to accuse to the court. That mechanism is to accuse in groups or we know as a Class Action.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simalango, Miliatewr
"Dalam hukum positif Indonesia, gugatan class action baru diakui sejak tahun 1997 melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setelah undang-undang ini, tercatat ada 3 (tiga) Undang- Undang yang secara eksplisit mengakui mengenai gugatan class action yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Saat ini penerapan penggunaan mekanisme gugatan class action baru diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002 diatur bahwa wakil kelas tidak memerlukan surat kuasa dari anggota kelompok dalam mengajukan gugatan di pengadilan. Ketentuan ini pada umumnya menjadi salah satu peluang bagi tergugat untuk mengajukan keberatan terhadap penggunaan mekanisme gugatan class action, dengan alasan dalam hukum acara perdata yaitu HIR yang kedudukannya setingkat undang-undang ditentukan bahwa untuk bertindak di pengadilan mewakili orang/pihak lain, maka harus ada surat kuasa khusus dari pihak yang diwakilinya. Dalam gugatan class action yang diajukan oleh korban tabrakan kereta api di Brebes tanggal 25 Desember 2001, pengadilan dengan tegas telah mengakui kedudukan para penggugat selaku wakil kelas dan telah mengadili perkara dengan menggunakan mekanisme gugatan class action.

In Indonesia's positive law, class action lawsuits have only been recognized since 1997 through Law Number 23 of 1997 concerning Environmental Management. After this law, there are 3 (three) laws that explicitly recognize class action lawsuits, namely Law No. 8/1999 on Consumer Protection, Law No. 18/1999 on Construction Services, and Law No. Number 41 of 1999 concerning Forestry. Currently, the application of the use of a class action lawsuit mechanism is only regulated in Supreme Court Regulation Number 1 of 2002. In PERMA Number 1 of 2002 it is regulated that class representatives do not require a power of attorney from group members to file a lawsuit in court. This provision is generally an opportunity for the defendant to file an objection to the use of the class action lawsuit mechanism, on the grounds that in civil procedural law, namely HIR whose position is at the level of the law, it is determined that to act in court on behalf of another person/party, a letter must be issued. special power of attorney from the party he represents. In the class action lawsuit filed by the victims of the train crash in Brebes on December 25, 2001, the court has firmly acknowledged the position of the plaintiffs as class representatives and has tried the case using a class action lawsuit mechanism."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25700
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Ada beberapa perundang-undangan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan permohonan gugatan perwakilan antara lain UU no. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.."
JHB 22 : 3 (2003)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Fika Lutfi
"Pasar Modal merupakan salah satu alternatif pembiayaan pembangunan di sektor ekonomi yang mengoptimalkan peran serta masyarakat. Pihak yang merupakan penggerak utama, adalah pihak yang membutuhkan dana (Emiten) dan pihak yang memiliki kelebihan dana (Investor). Kepercayaan dan kredibilitas pasar merupakan hal utama yang harus dijaga untuk dapat mempertahankan kepercayaan investor, salah satu upayanya adalah dengan adanya perlindungan hukum terhadap investor. Peran regulator saja tidak cukup, oleh karena itu diperlukan suatu lembaga yang dapat melindungi kepentingan investor, terutama investor publik, lembaga itu adalah class action. Melalui metode penelitian normatif, yaitu suatu cara mengumpulkan data sekunder dengan melakukan studi kepustakaan (library research) dan kualitatif, yaitu suatu metode yang menghasilkan penelitian yang bersifat analitis deskriptif, tulisan ini akan mencoba menjawab beberapa permasalahan, antara lain apakah gugatan class action dimungkinkan dalam sengketa perdata di bidang Pasar Modal menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana dampak penerapan pengajuan gugatan class action terhadap kepentingan investor publik di Indonesia. Pada dasarnya gugatan class action di Pasar Modal dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 111 UUPM, meskipun tidak diatur secara eksplisit seperti dalam UUPLH, UUPK, UU Kehutanan dan PERMA Nomor 2 Tahun 1999. Permasalahan teknis dalam pengajuan gugatan class action terletak pada hukum acara, serta sistem peradilan di Indonesia. Selain itu, optimalisasi UUPK yang dapat dijadikan dasar pengajuan gugatan class action di Pasar Modal, memiliki kelemahan dalam menentukan apakah investor bisa disebut konsumen atau tidak. Penerapan gugatan class action itu sendiri membawa dampak positif terhadap perlindungan kepentingan investor publik, antara lain proses berperkara yang bersifat ekonomis, suatu upaya menghindari adanya pengajuan gugatan yang serupa, dan merupakan suatu Informasi atau Fakta Material yang mempengaruhi performa Emiten, sehingga dapat meningkatkan kesadaran Emiten terhadap penerapan asas-asas good corporate governance dan lebih memperhatikan kepentingan investor publik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22341
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1994
S21890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>