Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156481 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adhiguna A. Herwinda
"Piracy merek masih banyak terjadi di Indonesia meskipun kita sudah menganut sistem pendaftaran konstitutif. Ini menunjukkan bahwa ada kendala lain yang menyebabkan masih memungkinkannya piracy merek untuk dilakukan dan berkembang di Indonesia. Piracy merek ini Brat kaitannya dengan merek terkenal. Sebagai negara yang meratifikasi Konvensi Paris, juga sebagai anggota WTO, Indonesia wajib melindungi keberadaan merek terkenal. Namun, di Indonesia merek terkenal mempunyai permasalahannya sendiri, c?iantaranya regulasi yang belum jelas. Maka pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HaKI) terhadap suatu permohonan pendaftaran merek memegang peranan panting dalam mencegah pembajakan merek. Dirjen HaKI-pun mempunyai kendalanya sendiri dalam melakukan pemeriksaan substantif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan pemeriksaan substantif dengan pembajakan merek, tanggung jawab Dirjen HaKI terhadap putusan yang telah dibuat bila terjadi pembajakan merek, dan upaya hukum korban pembajakan merek. Dengan metode penelitian normatif, melalui bahan hukum sekunder sebagai bahan hukum utama, penelitian ini mempunyai sifat perskriptif. Dan basil penelitian, penulis menemukan Undang-Undang Merek kita sekarang mempunyai celah hukum dalam melindungi merek terkenal, namun juga memberikan upaya hukum bagi korban pembajakan merek, serta Dirjen HaKI dalam juga sangat membutuhkan bantuan pihak-pihak lain dalam tugasnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17974
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elsa Karina
"Kajian ini menganilisis isu pembajakan maritim pasca-terbentuknya ASEAN Maritime
Forum pada tahun 2010. Sejak akhir tahun 1980-an, Asia Tenggara telah menjadi salah
satu lokasi incaran global dalam serangan pembajakan maritim. Untuk menjawab
permasalahan tersebut, AMF dihadirkan sebagai jembatan terbentuknya kerja sama
maritim di antara negara-negara ASEAN. Namun demikian permasalahan pembajakan
maritim nyatanya masih bertahan hingga saat ini, terlebih di sekitar perairan Indonesia.
Kajian terdahulu perihal penanganan pembajakan maritim secara garis besar terbagi
menjadi tiga sudut pandang yaitu, pembajakan maritim, politik luar negeri, dan kerja
sama maritim. Kajian-kajian tersebut sudah menunjukkan adanya upaya dalam
penanggulangan masalah, namun belum mampu menjelaskan kejadian actual di lapangan
yang malah menunjukkan bahwa tingkat pembajakan maritim masih berlangsung
langgeng hingga saat ini. Studi ini menggunakan perspektif liberalisme institusional
sebagai kerangka analisis dan metode penelitian causal-process tracing. Studi ini
kemudian menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam mencapai keberhasilan kerja sama di
kawasan seperti mutualitas, bayangan masa depan, jumlah aktor, jangka waktu yang
lama, keteraturan situasi, pertukaran informasi, dan umpan balik yang cepat, belum
mampu menekan peningkatan pembajakan di kawasan Asia Tenggara

This study analyzes the issue of sea piracy after the formation of ASEAN Maritime Forum
in 2010. Since the late 1980s, Southeast Asia has been a global target for sea piracy
attacks. To answer these problems, AMF is presented as a bridge to establish maritime
cooperation between ASEAN countries. However, the problem of sea piracy still persists
today, especially around Indonesian waters. Previous studies regarding the handling of
sea piracy are broadly divided into three perspectives, sea piracy, foreign policy, and
maritime cooperation. These studies have shown that there are efforts in overcoming the
problem, but have not been able to explain the actual events on the ground which
actually show that the level of sea piracy is still ongoing to this day. This study uses the
perspective of institutional liberalism as an analytical framework and causal-process
tracing on research method. Furthermore, this study shows that factors in achieving
successful cooperation in the region such as mutuality, future images, number of actors,
length of time, regularity of situation, exchange of information, and fast feedback, have
not been able to suppress the increase of piracy in the Southeast Asia region
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annastasya Rantika Cindy
"ABSTRAK
Pada zaman modern, pembajakan memiliki hubungan terhadap pembelian secara illegal terhadap tipe media seperti berikut: peta, performance, lukisan, fotografi, rekaman suara, gambar, program computer dan masih banyak lagi. Pembajakan itu sendiri adalah kegiatan yang umum terjadi di Australia. Konten digital khususnya musik dan film, banyak diunggah dari Internet secara ilegal. Menurut George Brandis, Australia adalah pelaku pembajakan terparah di dunia dibandingkan dengan negara lain.Laporan ini akan menggunakan literature yang berkaitan dengan topic untuk menjelaskan pembajakan secara lebih dalam dan juga akan mambahas sejarah dari pembajakan itu sendiri dan juga memeriksa undang-undang anti pembajakan di Australia. Laporan ini juga akan membandingkan dan menganalisa data sekunder yang diambil dari tiga studi yang berbeda dan dari analisa data sekunder tersebut akan menghasilkan dan menemukan motivasi-motivasi dan alasan dibalik aktifitas pembajakan yang terjadi di Australia.Dari data yang dianalisa, dapat disimpulkan bahwa biaya, aksestabilitas dan ketepatan waktu adalah alasan utama mengapa kebanyakan orang di Australia melakukan pembajakan. Maka dari itu, servis berlangganan seperti Netflix, Stan dan Apple Music menawarkan solusi yang tepat untuk memberantasi pembajakan secara legal, terjangkau dan mudah diakses oleh pengguna internet.

ABSTRACT
In modern era, piracy simply have relevance to the illegal purchase of any of the following types of media maps, performances, paintings, photographs, sound recordings, motion pictures, computer programs, and more. Piracy itself is a common activity in Australia. Digital content, especially music and films, are downloaded from the Internet illegally. According to George Brandis, Former Attorney General, he identified Australia as ldquo the worst offender of any country in the world when it comes to piracy rdquo Hopewell, 2014 .This report will apply relevant literature to explain piracy as well as to look over the history of piracy itself and examine the impending anti piracy legislation in Australia. Also, this report compares and analyses secondary data taken from three separate studies completed in Australia and the results from this secondary data analysis will discover key motivations and reasoning behind the piracy activities in Australia.Through the analysis of the data produced by the surveys it is evident that cost, accessibility and timeliness are the key motivations in play when Australians make the decision to pirate digital content. Therefore, subscription services such as Netflix, Stan and Apple Music offer a potential solution to the issue of piracy that is legal, low cost, accessible as well as timely."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aimee Malik
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S26250
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Suproboningrum
"ABSTRAK
Tesis ini menjelaskan mengenai kerja sama keamanan maritim antara Indonesia, Malaysia dan Singapura dalam melindungi Selat Malaka dari ancaman terhadap keamanan maritim di kawasan tersebut. Tesis ini menggunakan konsep Diplomasi Maritim sebagai alat untuk mengukur keberhasilan patroli terkoordinasi di Selat Malaka. Fokus dari penelitian ini adalah menganalisis dinamika keamanan internasional di Asia Tenggara. Selat Malaka dipilih karena merupakan salah satu jalur perairan terpenting di dunia. Salah satu isu terbesar di Selat Malaka adalah ancaman pembajakan dan perompakan laut. Ketiga negara yang berada di sekitar Selat Malaka menanggapi ancaman ini dengan menciptakan sebuah inisiatif baru untuk mengatasi keamanan maritim yang disebut Patroli Terkoordinasi pada tahun 2004. Tesis ini menyimpulkan bahwa pemenuhan tanggung jawab untuk keamanan di Selat Malaka dapat menekan ancaman pembajakan dan perompakan laut. Patroli Koordinasi yang diselenggarakan oleh tiga negara bagian di Selat Malaka juga membuktikan bahwa Diplomasi Maritim merupakan kunci keberhasilan dalam merespon masalah kawasan bersama. Melalui Diplomasi Maritim, ketiga negara di Selat Malaka berhasil mengatasi ancaman di kawasan bersama antara ketiga negara bagian tersebut. Kata Kunci : Diplomasi Maritim, Selat Malaka, Keamanan Maritim, Patroli Terkoordinasi, Pembajakan dan Perompakan Laut

ABSTRACT
Name Lintang SuproboningrumStudy Program Master rsquo s Degree International RelationsTitle The Role of Maritime Diplomacy in the Success of Indonesia Malaysia Singapore in Supressing the Number of Piracy and Armed Robbery in the Malacca Strait This thesis is study of maritime security cooperatioon among Indonesia, Malaysia and Singapore in safeguarding the Malacca Strait from threats to maritime security in the area. This thesis uses Maritime Diplomacy concept as tool to measure the sucess of coordinated patrol in the Malacca Strait. The focus of this research is to analyze the dynamic of international security in the Southeast Asia. Malacca Strait is chosen because it is one of the most important waterways in the world. One of the biggest issue in the Malacca Strait is the threat of piracy and armed robbery. The three states which is located around Malacca Strait respond to this threats by creating a new initiative for tackling maritime security called Coordinated Patrol in 2004. This thesis conclude that the fulfillment of responsibility for security in the Malacca Strait can suppress the threats of piracy and armed robbery. The Coordinated Patrol held by the three states in the Malacca Strait also proves that Maritime Diplomacy is a key to the exercise of success in responding to the problems of shared area. Through Maritime Diplomacy, the three states in the Malacca Strait successfully overcome the threats to the shared area among the three states. Keyword Maritime Diplomacy, Malacca Strait, Maritime Security, Coordinated Patrol, Piracy and Armed Robbery"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Giantra Rizky Barata
"Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah memunculkan media internet yang mengubah dunia. Media digital ini telah mengubah sebagian besar sistem dalam perindustrian, termasuk industri musik. Fitur dan teknologi yang dimiliki media baru ini memberikan kemudahan bagi masyarakat, tetapi juga menjadi ancaman bagi industri beserta pelaku di dalamnya. Tidak hanya di negara-negara asing, kemudahan yang didapatkan oleh masyarakat juga membuat pengunduhan ilegal menjadi fenomena yang marak di Indonesia. Namun saat ini perkembangan teknologi sekali lagi telah menciptakan sebuah sistem baru untuk masyarakat dapat menikmati produk musik secara legal dalam bentuk layanan streaming musik berlangganan. Walaupun sebagian masyarakat menganggap sistem yang masih baru ini masih memiliki banyak kekurangan, legalitas dan keefisienan biaya menjadi aspek-aspek penting yang membuat layanan ini dianggap dapat menjadi solusi bagi pembajakan musik digital.

The advancement of Information and Communication Technology (ICT) has emerged the internet media which changed the world. This digital media has changed most of the industrial system, including the music industry. The features and technology owned by this new media provides convenience for the community, but also doubles as a threat for the industry as well as actors inside. Not only in countries abroad, the convenience available for the people leads to illegal downloading has become a massive phenomenon in Indonesia. But once again the technological advancement now has created a new system for the people, to be able to enjoy music legally in the form of subscription-based music streaming service. Although some people think this new system still has its inadequacy, legality and cost efficiency has become important aspects which makes the service considered to be the solution for digital music piracy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Terima Wati
"Artikel ini menjelaskan tentang proses pembuatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 di Indonesia yang dipicu oleh peristiwa pembajakan hak cipta. Terutama pada tahun 1985-1987, dengan puncaknya pada pembajakan kaset “Live Aid”. Konser Live Aid yang buat Bob Geldof digunakan oleh korban kelaparan di Ethiopia sebagai konser amal. Bob Geldof selaku orang yang mengkoordinasikan konser amal tersebut menyatakan protes kerasnya kepada pemerintah Indonesia. Protes Bob Geldof mendapat dukungan dari pemerintah Amerika Serikat dan mendesak pemerintah Indonesia untuk mempercepat proses revisi Undang-Undang Hak Cipta, karena pemerintah Amerika sangat menghargai hak cipta. Meskipun Indonesia tidak mengikuti Konvensi Bern tentang hak cipta internasional, Indonesia tidak melanggar hukum internasional. Artikel ini menjelaskan bagaimana pemerintah Indonesia merespons tekanan internasional dari Amerika Serikat dengan cepat dalam upaya mengambil citra baik Indonesia dengan membuat Tim Keppres 34 yang menghasilkan perubahan Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) 1982 ke UUHC 1987. Penulisan artikel ini menggunakan metode metode sejarah dengan berbagai sumber, yakni arsip penyusunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia, majalah tempo, surat kabar Kompas, wawancara dengan narasumber, dan sumber sekunder yang terkait lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dibuat sebagai respon terhadap desakan dari pemerintah Amerika Serikat atas perilaku pembajakan yang marak dilakukan di Indonesia.

This article delves into the genesis of Indonesia's Copyright Law No. 7 of 1987, tracing its origins to a surge in copyright infringement incidents. The period of 1985-1987 marked a particularly tumultuous phase, culminating in the infamous piracy of the “Live Aid” concert. Organized by Bob Geldof to raise funds for famine relief in Ethiopia, the concert's unauthorized reproduction in Indonesia sparked a vehement protest from Geldof. This protest gained significant traction, garnering support from the United States government, which urged Indonesia to expedite the revision of its copyright law, emphasizing the importance of intellectual property rights. While Indonesia was not a signatory to the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works, it remained bound by international law. This article explores how the Indonesian government swiftly responded to United States pressure, driven by a desire to maintain a positive national image. The establishment of Presidential Decree Tim Keppres 34 facilitated the revision of the 1982 Copyright Law (UUHC) into the 1987 Copyright Law (UUHC). The research methodology employed in this study encompasses historical methods, utilizing a diverse range of sources, including archival records of the drafting process of Law No. 7 of 1987 stored at the National Archives of the Republic of Indonesia, Tempo magazine, Kompas newspaper, interviews with informants, and relevant secondary sources. The findings of this research reveal that Law No. 7 of 1987 was enacted primarily as a response to the United States government's insistence on addressing the rampant piracy issue in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Daniella Harjono
"Industri musik saat ini sedang menghadapi konflik karena inovasi teknologi yang menganggu. Teknologi baru ini identik dengan pembajakan musik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembajakan musik terhadap industri musik dan bagaimana hukum terlibat dalam mengatasi masalah ini. Literatur dan kuesioner digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Melalui tesis ini, dapat disimpulkan bahwa pembajakan musik mempengaruhi industri baik secara positif maupun negatif. Selain itu, hukum juga memiliki peranan penting dalam mengubah industri secara keseluruhan. Dengan kata lain, semua perusahaan musik harus mengadaptasikan model bisnis mereka baik untuk keuntungan secara finansial maupun untuk mematuhi undang-undang.

Music industry today is facing conflicts because of the disruptive technological innovations. This emerging technology is identical with music piracy. Therefore, this research aims to find effect of music piracy to music industry and how the laws engage to overcome this problem. Literature review and questionnaire are used to answer this question. To be concluded, it is found that the music piracy affects the industry both positively and negatively. Also, the laws have an important role in changing industry as a whole. This implies that all music companies should adapt their business model both to make profit and comply with the laws.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S59673
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Luthfi Firdaus
"ABSTRAK
Fokus dari penelitian ini adalah menjelaskan penerapan asas universal jurisdiction oleh Negara untuk memberantas pembajakan di laut (piracy). Dalam hukum internasional, terutama United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 menegaskan bahwa kejahatan pembajakan di laut terjadi di wilayah laut lepas dan diluar yurisdiksi Negara manapun. Berbeda dengan armed robbery yang terjadi di laut teritorial. Oleh karena itu untuk melawan pembajakan di laut Negara harus menerapkan yurisdiksinya di wilayah laut lepas dan menerapkan asas universal jurisdiction.
ABSTRACT
Focus of this research is explaining the implementation of universal jurisdiction principle by states to combat piracy. International law, particularly the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 emphasized that piracy shall occur in the high seas beyond jurisdiction of any States. It differs with armed robbery which is happened inside territorial waters. Therefore it is necessary for States to implement their jurisdiction on the high seas and implement universal jurisdiction principle."
Universitas Indonesia, 2016
S62269
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>