Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nanlohy, Jonas Fernando
"Konflik horizontal di Maluku, diduga berrnula dari suatu peristiwa kriminal biasa di terminal bayangan Batu Merah, Kotamadya Ambon. Hari itu, Selasa, 19 Januarl 1999, adalah hari Raya ldul Fitri 1 Syawal 1408 Hijriyah. Hari Kemenangan bagi Umat Islam yang baru melaksanakan Ibadan Puasa selama satu bulan penuh. Seperti Iazimnya, hari itu dirayakan dengan silaturahmi bukan saja diantara sesama Umat Islam, tetapi juga antara saudara-saudara mereka yang beragama Kristen ikut merayakan dengan saling memaafkan dan bercengkrama dalam suasana kekeluargaan yang hangat.
Slang menjelang sore itu, panas cukup menyengat. Jacob Leuheny alias Jopie (27) melarikan angkotnya memasuki terminal bayangan Batu Merah dengan tidak bersemangat, karena tidal( seperti biasanya, hari itu sepi penumpang. Disana ia di hampiri Salim (19) untuk meminta uang sebesar Rp.500,-
Agaknya waktunya tidak tepat. Perlengkaran kecil diantara mereka tak terhindarkan. Buntutnya saling mengancam dengan senjata lajam dan dalam waktu relatif singkat melibatkan massa secara pasif. Pembakaran rumah dan saling bantai tak terhindarkan diantara masse. melahirkan suatu akibat mengenaskan yang sulit diduga sebelumnya.
Konflik merebak dengan cepat dari desa ke desa, dari kota ke Kota dari pulau yang satu ke pulau lainnya. Juga terjadi pergeseran dalam dinamika konflik, dari perkelahian antar pemuda karena pemalakan di terminal bayangan Batumerah bergeser ke isu etnis, penduduk asli versus pendatang (BBM) kemudian berpindah lagi ke track yang paling rawan yaitu ke isu agama. Agaknya ini disebabkan karena konflik itu telah disetting sedemkian rupa. Kini Konflik telah memasuki tahun ke-3. Berbagai upaya rekonsiliasi telah diselenggarakan oleh berbagai pihak pula, baik oleh pemerintah, lembaga-Iembaga kemasyarakatan dan keagawaan, namun belum ada tanda-tanda kapan akan berakhir- Jumlah korban dikedua belah pihak tidak terukurkan dengan nominal. Boleh jadi, ini adalah Konflik terbesar sepanjang sejarah peradaban disana.
Karena itu menjadi masalah dalam penelitian ini adalah mengapa konflik horizontal yang terjadi di Nlaluku ini belum terselsaikan sekalipun berbagai kegiatan rekonsiliasai tlah digelar. Diasumsikan, bahwa sebuah Konflik sedahsyat konflik yang terjadi di Nlaluku tidak bisa Serta merta terjadi tanpa ada potensi-potensi konnik yang laten. Pertanyaannya yang berkaitan adalah adakah yang memobilisasi potensi-potensi konflik ataukah sekedar sebuah fenomena sosiologis dari suatu masyarakat yang tertimpa beratnya tekanan Iingkungan yang pada gilirannya melahirkan kebrigasan sosial. Untuk menjawab pertanyaan diatas, penelitian diarahkan pada penemuan potensi-potensi Konflik.
Dengan menggunakan metodologi deskriptif analitis, penelitian Iapangan untuk sementara menemukan bahwa potensi konflik disana adalah ketidakadilan politik, sosial, ekonomi, pembangunan, kebudayaan, keamanan. Urutan ini tidak menoerminkan suatu derajat hirarkis permasalahan sebab setiap aspek berkorelasi dan berinteraksi satu dengan Iainnya.
Penelitian selanjutnya menemukan bahwa ada faktor-faktor dominan yang ikut melanggengkan Konflik seperli tidak netralnya peran TNI Polri dalam konflik pada satu pihak. Dipihak Iain terlibatnya Laskar Jihad yang semula dimaksudkan mengemban misi kemanusiaan ternyata ikut melanggengkan konfiik, karena punya kepentingan ideologis."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4931
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susanti
"Kewenangan besar DPRD dalam memilih bupati sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 membawa konsekuensi menguatnya peran DPRD. Konflik dalam kehidupan politik timbul berkaitan dengan kelangkaan posisi, padahal dalam hirarki sosial posisi bupati sifatnya tunggal.
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah mengapa timbul konflik pada pemilihan bupati Banjarnegara tahun 2001.
Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan dengan menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara : (1) studi kepustakaan, dan (2) studi lapangan dengan melakukan wawancara mendalam (indepth-interview) dengan informan yang dipilih secara purposive dan pengamatan tidak terlibat (non participant observation).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik pada pemilihan bupati Banjarnegara tahun 2001 terjadi karena :
1. Adanya friksi dalam tubuh PDIP. Friksi ini semata-mata tidak disebabkan ketidakharmonisan hubungan partai dan fraksi atau benturan kepentingan dalam partai, tetapi persaingan elit yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga untuk menanamkan pengaruh.
2. Adanya pertarungan kepentingan fraksi. Pertarungan terjadi manakala elit merasakan ada ancaman terhadap kepentingan kelompok atau kepentingan pragmatis elit itu sendiri yang dikemas seolah-olah demi kepentingan kekuasaan. Dengan demikian tidak satu fraksi pun yang benar-benar memperjuangkan kepentingan aspirasi konstituen.
3. Adanya campur tangan pengusaha atau kapitalisme ekonomi dalam membiayai calon dukungannya, dengan tujuan agar kebijakan politik yang dikeluarkan dapat mengamankan kepentingan bisnis pengusaha di Banjarnegara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maswadi Rauf
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2001
324.7 MAS k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Jakarta: Ministry of Foreign Affairs of The Republic of Indonesia, 2017
327 IND t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan
"Penelitian ini berjudul Konflik Horizontal di Matraman Jakarta Timur di tinjau dari sudut ketahanan nasional. Penelitian ini dilakukan melalui metode atau pendekatan kualitatif dengan sifat/jenis penelitian deskriptif. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini meliputi : (1) Bagaimanakah sumber, bentuk dan sifat konflik horizontal di Matraman Jakarta Timur ? (2) Pihak mana saja yang terlibat konflik dan faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi ? (3) Solusi apa yang tepat dalam menyelesaikan konflik dalam rangka memperkuat sendi-sendi ketahanan nasional di wilayah Matraman Jakarta Timur ?
Sejak tahun 1991 sampai dengan 2000 konflik antar kelompok masyarakat di Matraman Jakarta Timur terjadi sebanyak 28 (duapuluh delapan) kali dengan volume terbanyak terjadi pada bulan Juni tahun 2000 yaitu sebanyak 6 (enam) kejadian. Konflik terjadi karena perasaan superioritas anak-anak kompleks militer terhadap penduduk sipil disekitarnya. Dominasi / perasaan superioritas anak tangsi dimasa penjajahan terhadap pribumi/penduduk asli dianggap terbelakang itu berlanjut setelah kemerdekaan. Mereka tidak mau tabu perkembangan masyarakat sipil disekitar yang sadar akan hak-hak dan martabatnya. Konflik itu bertambah kuat dengan persaingan dibidang ekonomi dimasa pembangunan. Kalau semula kenakalan anak-anak tangsi itu dilandasi kesadaran jagoan, dikemudian merambah pada perebutan lahan sumber nafkah.
Salah satu faktor pemicu konflik sosial horizontal berkepanjangan (antarwarga Berland dengan warga Palmeriam) di Matraman adalah akibat kematian Jerry (warga Berland). Warga Berland merasa dilecehkan oleh sikap pihak Hotel Mega Matra yang terletak di Kel. Palmeriam. Warga Berland mengaggap pihak Hotel dinilai tidak bertanggung jawab. Apalagi kasus kematian Jerry merupakan kasus yang ketiga kalinya, warga Berland tewas ditangan keamanan Hotel tersebut.
Konflik merupakan buntut kekecewaan warga atas sikap pihak Hotel Mega Matra. Di satu sisi manajemen Hotel dinilai tidak bertanggung jawab atas perbuatan karyawannya, sedangkan pada sisi lain, warga Berland kecewa pada sikap aparat yang lamban menangkap pembunuh Jerry dan dilain pihak penduduk Palmeriam sering kali dikecewakan oleh pihak aparat keamanan yang tidak berani mengusut pelanggaran yang dilakukan oleh pihak anak-anak Berland mengingat kompleks militer, akibatnya kedua belah pihak yang bertikai cenderung untuk menghakimi sendiri.
Dewasa ini konflik horizontal di Matraman bertambah parah karena persaingan lahan parkir dan lahan pedagang kaki lima. Dilain pihak tindakan aparat yang dianggap kurang tegas dalam menegakkan hukum, pada umumnya polisis tidak berani masuk tangsi (kompleks militer).
Pembentukan forum komunikasi persaudaraan masyarakat Matraman adalah salah satu langkah yang tepat dalam menanggulangi konflik antar kelompok masyarakat (antar pemuda) di Matraman. Dan pelibatan tokoh pemuda pada setiap pertemuan dalam wadah tersebut diharapkan dapat menyelesaikan setiap permasalahan khususnya menyangkut konflik antarpemuda dapat diperkecil.

Horizontal Conflict in Matraman, East Jakarta in Term of National DefenseThis research entitled of Horizontal Conflict in Matraman, East Jakarta in term of national defense. The research was exercised by qualitative method or approach by the nature / range of descriptive research. The adopted problems in this research consist of (1) How the root, type and characteristic of Horizontal Conflict in Matraman, East Jakarta? (2) Which party involving in conflict and what factors formed the background of the issue? (3) What the appropriate solution should accomplish the conflict in the framework to strengthen of national defense principles in Matraman, East Jakarta district?
Since 1991 up to year of 2000 conflict within society groups in Matraman, East Jakarta occurred of twenty eight times (28) with the most volume of incident on June year of 2000, that is of six (6) incidents. The conflict occurred is caused by there is superiority feeling in teenagers of military dormitory complex against civilian around them. Domination or superiority feeling of what called the tanksi' boy' in colonization era which is supposed to be the left behind to native or inhabitant that have been still taking place after the independence era. They do not curious about developing of civilian society surrounding that aware of the rights and values. The conflict should be forceful by competition in economy sector in development era. Supposing originally, juvenile delinquency of tanksi is based on awareness jargon, and then spread to fight of land to life.
One of the trigger factors of horizontal social conflict for a long time conflict that is (between inhabitant of Bearland and Palmeriam) in Matraman is because of the death of Jerry (Bearland inhabitant). Those Bearland inhabitants were disparaged in attitude of Mega Matra Hotel party located in Sub District of Palmeriam. Bearland inhabitants considered that Hotel party is assessed irresponsible. And even the death of Jerry case is an incident case of the three times, Bearland inhabitant was killed in hand of the related Hotel security.
That conflict is an aftermath of disappointment from inhabitant on attitude of Mega Matra Hotel party. On the one hand, the Hotel is assessed irresponsible in its employee action, but on the other hand, Bearland inhabitant disappointed to a languid apparatus manner to catch the killer of Jerry and the other hand, the Palmeriam inhabitant frequently are disappointed by Bearland boys, whereas military complex, consequently conflicting to the both parties tend to judge them.
Nowadays, the horizontal conflict in Matraman increasingly to be in serious condition because brought about a competition at parking area and sidewalk shop area. On the other hand, the act of the apparatus is considered the less for upholding the law, ordinarily the police has no courage to enter to tanksi (military complex).
The Arranging of Communication Forum of Brotherhood Matraman Inhabitant is one of the appropriate measures in coping with conflict inter society group (within youths) at Matraman. And involvement the youth personage on every occasion meeting in mentioned institution or umbrella organization expecting able to accomplish each issues especially in relating to conflict within the youth could be minimized."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11052
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuyun Hairunisa
"Peraturan Bapepam LK (Lembaga Keuangan) Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu adalah peraturan yang amat penting terkait dengan perlindungan terhadap pemegang saham minoritas. Karena melalui peraturan ini, setiap kali perusahaan atau direksi ingin melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan maka ia harus meminta persetujuan dari pemegang saham independen atau minoritas melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Independen. Sejak diluncurkan pertamakali pada tahun 1996, peraturan ini telah mengalami empat kali revisi yaitu pada tahun 1997, 2000, 2008 dan 2009. Dari empat kali revisi tersebut perubahan yang paling signifikan terjadi pada tahun 2008 sehingga dalam analisa peraturan ini, pembahasan dibagi atas dua periode yaitu sebelum tahun 2008 dan sesudah tahun 2008. Adapun poin utama perbedaannya adalah pada pengaturan transaksi afiliasi. Sebelum tahun 2008, transaksi ini tidak diatur atau tidak eksis di Peraturan Bapepam No. IX.E.1 tahun 1996, 1997 dan 2000. Namun pada tahun 2008 dan 2009, transaksi afiliasi masuk dalam salah satu aturan dalam peraturan tersebut. Pengaturan tersendiri terhadap transaksi afiliasi di satu sisi memberi kelonggaran kepada perusahaan untuk melakukan transaksi seoptimal mungkin tanpa direpotkan untuk meminta persetujuan pemegang saham independen atau minoritas. Namun di sisi lain beresiko terhadap perlindungan hak-hak pemegang saham independen atau minoritas melalui RUPS Independen.

Bapepam LK Regulations (Financial Institutions) Number IX.E.1 concerning Conflict of Interest Transaction is a very important rule relating to the protection of minority shareholders. Because through this rule, whenever a company or the directors want to do transactions that contains a conflict of interest then he should seek approval from independent shareholders or minority through the General Meeting of Shareholders (GMS) Independent. Since its first launch in 1996, this rule has been revised four times that in 1997, 2000, 2008 and 2009. Of the four times the revision of the most significant change occurred in 2008 so that the analysis of this rule, the discussion is divided into two periods before 2008 and after 2008. The main points of difference is on arrangements affiliate transactions. Prior to 2008, these transactions are not regulated or non-existent in Regulation No. IX.E.1 1996, 1997 and 2000. However, in 2008 and 2009, affiliate transactions entered in one of the rules in these regulations. Separate arrangements to affiliate transactions on the one hand giving concessions to companies to make transactions as optimal as possible without bothered to ask for approval of independent shareholders or minority. But on the other side of risk to the protection of the rights of minority shareholders independently or through GMS Independent."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29836
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Suciyana Sriyanto
"Dua studi kuantitatif dilakukan dalam konteks konflik yang terjadi selama proses Pemilihan Gubernur 2017 di Jakarta. Data studi 1 dikumpulkan dari 442 sampel dan data studi 2 dikumpulkan dari 421 sampel, yang dipilih dengan menggunakan teknik accidental sampling. Sampel dipilih dari warga Jakarta yang menggunakan hak pilih mereka dan mengidentifikasi bahwa mereka sebagai anggota kelompok yang terlibat dalam konflik yang terjadi selama pemilihan Gubernur Jakarta 2017. Studi 1 dilakukan untuk menjelaskan bagaimana emosi berbasis kelompok seperti harapan, rasa benci, rasa bersalah, rasa malu, dan rasa marah dapat memprediksi kesiapsediaan untuk berekonsiliasi dalam konflik antarkelompok. Studi 2 dilakukan untuk membuktikan bahwa emosi berbasis kelompok seperti harapan, rasa benci, rasa bersalah, rasa malu, dan rasa marah dapat memprediksi kesiapsediaan untuk berekonsiliasi lebih baik daripada variabel bukan emosi seperti trust, identifikasi kelompok, dan out-group blame. Data dianalisis dengan menggunakan teknik Structural Equation Modeling untuk membangun teori model terintegrasi dan menguji hipotesis penelitian.
Hasil studi 1 menunjukkan bahwa harapan, rasa benci, rasa marah, dan rasa bersalah dapat memprediksi kesiapsediaan untuk berekonsiliasi, sementara hasil studi 2 menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara harapan, rasa benci, rasa bersalah terhadap kesiapsediaan untuk berekonsiliasi Temuan dalam penelitian ini mendukung asumsi bahwa harapan, rasa bersalah dan trust memiliki pengaruh poositif terhadap kesiapsediaan untuk berekonsiliasi, sementara rasa benci dan out-group blame mengakibatkan berkurangnya tingkat kesiapsediaan untuk berekonsiliasi dengan kelompok lawan. Di antara semua variabel yang diuji, studi-studi ini memberikan bukti rasa bersalah terhadap out-group merupakan prediktor terkuat pada kesiapsediaan untuk berekonsiliasi antar-kelompok yang terlibat konflik PILKADA Jakarta 2017. Hasil penelitian ini juga memberikan bukti bahwa emosi berbasis kelompok dapat memprediksi kesiapsediaan untuk berekonsiliasi lebih baik dibandingkan variabel bukan emosi seperti out-group blame dan group identification.

Two quantitative studies were conducted within the context of conflict which occurred during Jakarta's 2017 Governor Election process. The first study aimed to gain explanation whether group-based emotion including hope, anger, hatred, shame and guilt could predicts willingness to reconcile. The second study was conducted to answer wheter group-based emotions could predicts more significantly than non-emotional variables such as trust, group identification, and out-group blame. In the first study, the data were collected using accidental sampling from 442 Jakarta residents, who use their voting rights and identified that they were part of the groups that involved in conflicts that occurred during Jakarta's 2017 Governor elections. The data for second study were collected from 421 sample within the same mannerĀ  The data were analyzed using Structural Equation Modeling techniques to build the integrated model theory and test the research hypothesis.
The result from first study revealed that hope, hatred, anger and guilt could predicts willingness to reconcile, while in the second study shows hope, hatred, guilt, trust and out-group blame could predicts willingness to reconcile. The findings support the notion that hope, trust, and guilt have a positive impact to the willingness to reconcile, while hatred, anger and out-group blame resulting in participants reducing the willingness to reconcile with opposing candidate's supporting group. These studies also gave evidence that guilt was the strongest predictor of willingness to reconcile in the inter-group conflict in the Jakarta 2017 regional elections. The results of the latest study provide evidence that group-based emotions could predict participant's willingness to engage in post-conflict reconciliation better than non-emotional variables such as trust and out-group blame.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
D2628
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky C. Pelupessy
2001
S3038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>