Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157797 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Kurniawan
"Dalam tesis ini penulis ingin menunjukkan kegiatan pelacuran bertaraf kelas menengah yang terjadi di kawasan Taman Sari Jakarta Barat. Kegiatan pelacuran yang terjadi di kota Jakarta khususnya di kawasan Taman Sari mulai merebak sekitar tahun 1950 sampai dengan tahun 1960. Pada masa itu banyak para wanita dari berbagai daerah datang ke kawasan ini dalam rangka mencari nafkah dengan rnenjadi pelacur. Karena perkembangan jaman dan teknologi, maka berkembang pula kegiatan pelacuran dalam berbagai sifat, bentuk dan tingkatannya. Tak terkecuali di kawasan Taman Sari ini yang semakin hari semakin bertambah marak dengan berdirinya berbagai tempat pelacuran berkedok tempat hiburan seperti Panti-panti Pijat, Pub dan Karaoke. Tak mengherankan kalau di kawasan ini dapat dikatakan merupakan kompleks pelacuran bertaraf kelas menengah. Maraknya kegiatan placuran di kawasan ini salah satu penyebabnya adalah tidak tersentuhnya kawasan pelacuran ini dari kegiatan operasi razia yang dilakukan pihak Kepolisian dan Dinas Sosial Pemda DKI Jakarta. Disinyalir kegiatan pelacuran di kawasan ini mendapat bekingan dari para oknum yang memanfaatkan kegiatan pelacuran sebagai penghasilan tambahan yang menggiurkan.
Permasalahan yang menjadi fokus perhatian dalam tesis ini meliputi kegiatan pelacuran kelas menengah di kawasan Taman Sari, pola hubungan antara oknum, germo dan agen serta lingkungan sekitarnya, juga tindakan dan penanganan yang dilakukan oleh Polsek Metro Taman Sari.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode etnografi, dengan pendekatan kualitatif yaitu mernpelajari dan menganalisis gejala serta pola hidup dan budaya obyek. Sedangkan mengenai penggalian datanya menggunakan teknik pengamatan terlibat, wawancara dan kajian kepustakaan.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kegiatan pelacuran yang terjadi di kawasan ini menggambarkan adanya hubungan Patron Klien antara germo, pelacur, agen dan oknum yang terlibat. Karena hubungan yang selalu ditekankan pada alur timbal balik yang membentuk tatanan sosial yang saling menjaga dan memelihara, maka kegiatan pelacuran yang terjadi di kawasan Taman Sari ini terus bertahan dan berkembang bahkan luput dari adanya usaha pihak-pihak tertentu yang menginginkan penutupan lokasi ini."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyono
"Tesis ini membahas tentang strategi dan kebijakan penanganan yang dilakukan oleh Polsek Metropolitan Taman Sari terhadap PSK asing di wilayah Taman Sari, Jakarta Barat. Perhatian utama dalam kajian tesis ini adalah bentuk penanganan yang dilakukan oleh Polsek Metropolitan Taman Sari terhadap keberadaan PSK asing dan tempat hiburan penyedia PSK asing di kawasan Taman Sari selama ini adalah dengan metode pengayoman. Pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif dengan metode etnografi. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara berstruktur dan tidak berstruktur.
Hasil penelitian menunjukan:
1) para PSK asing yang melakukan praktek prostitusi di kawasan Taman Sari scat ini hanya terdiri dari PSK asing yang berasal dari China, walaupun pada awal maraknya PSK asing juga terdapat PSK dari negara lain seperti Uzbekistan, Rusia, Thailand dan Vietnam;
2) para PSK asing tersebut merupakan korban dari haficking in person yang dilakukan oleh sebuah sindikat yang yang bekerja sangat rapi dan profesional serta mempunyai jaringan baik di dalam dan di Iuar negeri;
3) Polsek Metropolitan Taman Sari dalam menindak dan menangani para PSK asing dan tempat hiburan penyedia PSK asing hanya sebatas pengayoman, walaupun nyata-nyata mereka adalah pelanggar hukum;
4) adanya subsidi dan kontribusi yang diberikan oleh manajemen tempat hiburan kepada jajaran Polsek Metropolitan Taman Sari menyebakan Polsek Metropolitan Taman Sari dihadapkan pada kondisi dilematis, karena disatu sisi Polsek Metropolitan Taman Sari merupakan bagian dari Poin yang bertugas sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat, disisi lain para PSK asing tersebut merupakan pelanggar hukum yang perlu mendapatkan penanganan dan penindakan;
5) tidak dilakukannya penanganan dan penindakan terhadap keberadaan para PSK asing dan tempat tempat hiburan penyedia PSK asing di kawasan Taman Sari oleh Polsek Metropolitan Taman Sari terkait adanya pemberian subsidi yang dilakukan oleh manajemen tempat hiburan penyedia PSK asing dapat dikategorikan sebagai tindakan diskresi kepolisian yang bentuknya pasif.
Implikasi kajian dari tesis ini adalah:
1) perlu adanya peningkatan koordinasi antar instansi terkait seperli Kepolisian, Ditjen Imigrasi dan Dinas Pariwisata;
2) untuk masa-masa mendatang penanganan dan penindakan terhadap keberadaan PSK asing dan tempat hiburan penyedia PSK asing harus lebih dioptimalkan;
3) perilunya komitmen yang tinggi dari Polsek Metropolitan Taman Sari dalam menangani keberadaan PSK asing dan bentuk¬bentuk kegiatan yang dilakukannya;
4) perlunya penindakan yang lebih tegas kepada para pelaku traficking in person yang nyata-nyata merupakan pensuplai utama para PSK asing ke wilayah Taman Sari;
5) perlunya merekrut personal Paid yang memiliki dan menguasai bahasa Mandarin, atau penyidik yang saat ini ada dikursuskan bahasa Mandarin, sehingga apabila ada penyidikan terhadap para PSK asing yang tidak menguasai berbahasa Inggeris, maka proses penyidikan tidak perlu didampingi oleh penterjemah bahasa Mandarin yang secara tidak langsung akan mengurangi beban biaya yang dikeluarkan;
6) perlunya peningkatan kesejahteraan para persanil Palri, sehingga diharapkan dalam melaksanakan tugasnya benar-benar dilandasi dengan nilai-nilai moral sehingga dapat memenuhi apa yang diharapkan masyarakat;
7) perlu ada pemikiran kawasan Taman Sari dapat dijadikan sebagai lokalisasi resmi praktek prostitusi atau dapat dicarikan alternatif lain seperti pemindahan lokasi kegiatan prostitusi di suatu lokasi tertentu misalnya di salah satu pulau di Kepulauan Seribu.

This thesis discusses concerning handling strategy and policy conducted by Precinct Police Station Taman Sari toward foreign commercial sex workers in the area of Taman Sari, West Jakarta. The main concern in this thesis study is the handling form conducted by Precinct Police Station Taman Sari toward the existence of foreign commercial sex workers and entertainment clubs providing commercial sex workers in the area of Taman Sari during the time is by protecting method. The approach used is qualitative method with ethnography method. The data collection conducted through observation, participatory observation and structured and non structured interviews.
The research results indicate:
1) the foreign commercial sex workers conducting prostitution practices in the area of Taman Sari at present only consist of foreign commercial sex workers coming from China, though initially the increasing foreign commercial sex workers also came from other countries such as Uzbekistan, Russia, Thailand and Vietnam;
2) the foreign commercial sex workers are the victims of trafficking in person conducted by a syndicate working in very neat and professional way and has network both in home and abroad;
3) Precinct Police Station Taman Sari in enforcing and handling the foreign commercial sex workers and entertainment clubs providing foreign commercial sex workers only limited in protection, though apparently they are the law violators;
4) existing subsidy and contribution given by entertainment dubs management to the staffs of Precinct Police Station Taman Sari leading to Precinct Police Station Taman Sari is faced to dilemmatic conditions, as on one hand, Precinct Police Station Taman Sari is part of National Police assigned as protector and servant of public, on the other hand the foreign commercial sex workers are the violators of law needing handling and enforcing;
5) no handling and enforcing toward the existence of the foreign commercial sex workers and entertainment sport providing the foreign commercial sex workers in the area of Taman Sari by Precinct Police Station Taman Sari related to the subsidy contributed by the management of entertainment spots management providing the foreign commercial sex workers can be categorized as discretion acts by police in passive form.
Study implications of this thesis are
1) It needs coordination improvement among the relevant institutions like Police. Directorate General of Immigration and Tourism Agency;
2) in the future the handling and enforcing toward the existence of foreign commercial workers and entertainment spots providing foreign commercial sex worker should be more optimized;
3) it requires high commitment from Precinct Police Station Taman Sari in handling the existence of foreign commercial sex workers and forms of acts it implements;
(4) it needs more decisive measure against the trafficking in person perpetrators who apparently are the main suppliers of the foreign commercial sex workers in the area of Taman Sari;
5) it is necessary to recruit Police personnel possessing and mastering Mandarin language, or existing investigators presently should be sent to attend Mandarin language course, so if they deal with the investigation to the foreign commercial sex workers who do not master English language, then the investigation processes do not need to be accompanied by Mandarin language interpreter which indirectly would reduce charges to pay;
6) it requires Police personnel welfare improvement so it is expected in conducting their duties truly based on moral values so they can meet that the people expect from them;
7) it requires thought that Taman Sari area could be made as legalized prostitution practices or other alternative could be sought such as the relocation of the prostitution activity location in a certain area for example a island in Kepulauan Seribu."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Kemal
"Tesis ini mengenai pemolisian komuniti di wilayah polsek metro Cakung Jakarta Timur. Pemolisian Komuniti adalah sebuah model pemolisian pro aktif yang lebih mengedepankan kemitraan antara polisi dan masyarakat serta pemecahan masalah. Selama ini polisi lebih dikenal sebagai crime fighter daripada problem solver. Secara tradisional model represif dan penegakan hukum yang lebih banyak dijalankan oleh polisi dan hal ini yang membuatnya nampak menonjol fungsinya dalam masyarakat.
Pemolisian komuniti adalah model pemolisian modem dan disebut sebagai sate paradigma bare dalam pemolisian. Selama ini dari sejumlah penelitian model pemolisian tradisional yang represif dianggap gagal menurunkan kejahatan. Model ini sudah banyak diterapkan-di sejumlah negara maju dan dianggap sebagai model pemolisian masa depart. terutama di Asia. Pertanyaannya bagaimana model ini dapat diterapkan di Indonesia - dalam hal ini ditingkat polsek selaku ujung tombak implementasi konsep pemolisian komuniti. Hakekat dari pemolisian komuniti adalah kemitraan dan pemecahan masalah guna mencegah terjadinya kejahatan. Untuk membangun kemitraan maka kepercayaan menjadi kata kunci. Konsep dan teori pemolisian komuniti serta perilaku organisasi merupakan landasan dalam membahas pemolisian komuniti dalam perspektif konsep dan praktek. Secara konseptual implementasi pemolisian komuniti di tingkat polsek menjadi bahasan dalam tesis ini.
Untuk mengetahui implementasi pemolisian komuniti di tingkat polsek ini penulisan dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode pengamatan terlibat di lapangan dan mengumpuikan informasi melalui wawancara mendalam, serta melakukan analisa data dan dokumen. Penerapan pola pemolisian kornuniti memerlukan upaya ekstra. Selain kendala external berupa kepercayaan dari masyarakat guna membangun kemitraan, masalah anggaran operasional juga mendesak untuk ditangani. Perubahan perencanaan sumber days dan anggaran menjadi perhatian untuk pembenaban guna mendukung konsep ini.
Kepercayaan dan rasa soling mempercayai menjadi kunci keberhssilan pemolisian komuniti. Pemolisian komuniti adalah sebuah konsep yang ideal tetapi memiliki ma~alab yang kompleks dalam penerapannya pads tingkat polsek di Indonesia. Model pemolisian ini bukan hanya bertujuan mengurangi angka kejahatan tetapi manakala kejahatan tidak terjadi lagi.

The focus of the thesis is about Community Policing in Polsek Cakung in East Jakarta Through the Perspective of Concept and Practice. Community Policing is a model of pro active policing which has the priority of partnership and problem solving. Nowadays, police is known as a crime fighter rather than problem solver in front of public. Through this study is to know better understanding how the concept of Community Policing which is known as a modem model of policing and said as a new police paradigm is applied.
Operational model of this study used the Concept of Community Policing which is adopted from many developed countries by accommodating and adapting the local culture and local needs. Area in Polsek Cakung is the location for the project research for this study.
This research is qualitative descriptive interpretive. The data was collected by means of observing and collecting data through deep interview. The result of the research are: 1) Trust is the key of success of community policing 2) The police facility to support the concept is not sufficient or limited especially in budget sector 3) the concept need comprehensive understanding for the policemen and the community to make it running 4) community and people are enthusiastic with the concept of community policing.
This research suggest that Police as institution need to change the paradigm by making the planning of Resources and Budget to support the concept.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Faisal
"Tesis ini menguraikan tentang Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak-Jakarta Selatan. Permasalahan dalam tesis ini difokuskan pada manajemen yang dilakukan Kapolsek beserta anggotanya pada kegiatan Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak-Jakarta Selatan, yang mendorong terciptanya suasana aman dan tertib dalam masyarakat, suasana kerjasama yang baik sesuai peran-peran yang dipunyai oleh Kapolsek dan anggotanya serta masyarakat, dan keteraturan kerja yang mendukung terciptanya Kamtibmas.
Berdasarkan fungsi, peranan, tugas pokok, dan tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. Tanggung jawab ini telah dijalankan Kepolisian Negara Republik Indonesia sejak terbentuknya organisasi Polri, namun tanggung jawab yang dijalankan belum mencapai hasil secara efektif dan efisien.
Ketidakefektifan dan ketidakefisienan kegiatan yang dilaksanakan dalam Pencegahan Gangguan Kamtibmas ini terlihat pada pelaksanaan kegiatan oleh polisi, instansi terkait dan warga masyarakat dimana masing-masing pihak belum melihat Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas sebagai suatu proses kerjasama antara pihak-pihak yang berkait (dalam hal ini polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat), sehingga hasil yang dicapai belum efektif dan efisien. Selain itu dalam pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas, polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat belum semuanya memahami dasar hukum pelaksanaan kegiatan Pencegahan Gangguan Kamtibmas dengan lengkap yang meliputi : aturan-aturan, azas, serta ukuran, yang mendukung kegiatan Pencegahan Gangguan Kamtibmas.
Kegiatan-kegiatan yang dijalankan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat masih perlu ditata sehingga mencapai hasil yang efektif dan efisien. Ini berarti diperlukan administrasi yang baik dalam menjalankan kegiatan tersebut. Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas mutlak melibatkan instansi lain dan warga masyarakat sesuai dengan perannya masing-masing yang dijalin dalam kerjasama yang baik, karena tanpa adanya kerjasama antara Polisi, Instansi Lain, dan warga masyarakat, tujuan Kamtibmas tidak akan tercapai.
Dalam melaksanakan tindakan-tindakan tersebut di atas, Polisi perlu menjaga hubungannya dengan masyarakat, sehingga dalam pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas, Polri tidak hanya mengandalkan kekuatan dan kemampuannya, tetapi melibatkan masyarakat secara langsung. Dalam pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas, Polri perlu menjaga hubungan-hubungan. Hubungan-hubungan ini terbentuk karena adanya interaksi sosial. Yang dimaksud dengan Hubungan di sini adalah kerjasama antara polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat dalam menyelesaikan Gangguan Kamtibmas yang ada dalam masyarakat.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang saya lakukan tentang Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak adalah : (1) Dalam Manajemen Pencegahan Gangguan Kamtibmas di Polsek Metro Cilandak-Jakarta Selatan kurang menguasai pengetahuan hukum yang mendasari tindakan-tindakan Pencegahan, yang meliputi Aturan, Azas, dan Ukuran-ukuran dalam bertindak; (2) Kerjasama antara polisi, instansi terkait, dan warga masyarakat dalam Pencegahan Gangguan Kamtibmas masih kurang tertata, sehingga tujuan pencegahan belum tercapai secara efektif dan efisien, masing-masing instansi dan warga masyarakat cenderung melakukan sendiri kegiatannya dalam melakukan Pencegahan Gangguan Kamtibmas; (3) Anggaran operasional Pencegahan Gangguan Kamtibmas masih kurang, sehingga membuka peluang bagi penyimpangan yang dilakukan oleh anggota Polsek Metro Cilandak. Berdasarkan kesimpulan ini, maka perlu pemahaman tentang konsep Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas oleh Polisi dan Masyarakat, sehingga dengan pemahaman yang sama, pelaksanaan Pencegahan Gangguan Kamtibmas lebih mudah dimanajemeni dan mencapai hasil yang diharapkan.
Administrasi Pencegahan Gangguan Kamtibmas mutlak melibatkan instansi lain dan warga masyarakat sesuai dengan perannya masing-masing yang dijalin dalam kerjasama yang baik, karena tanpa adanya kerjasama antara Polisi, Instansi Lain, dan warga masyarakat, tujuan Kamtibmas tidak akan tercapai."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Surdjawo
"Keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, tidak hanya tanggung jawab Polri, namun juga perlu adanya peran serta masyarakat secara aktif. Dalam menumbuhkan keamanan dan ketertiban masyarakat bersifat swakarsa tersebut diperlukan kehadiran Polri secara aktif ditengah-tengah masyarakat yaitu Bintara Pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (Babinkamtibmas).
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha melihat pola-pola kegiatan yang dilakukan oleh Babinkamtimas dalam membina keamanan dan ketertiban masyarakat bersifat swakarsa di Kelurahan Tangki Kecamatan Taman Sari Jakarta Barat.
Untuk memperoleh data dilapangan, metodologi yang digunakan adalah pendekatan kwalitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan terlibat dan wawancara dengan pedoman, serta data sekunder diperoleh melalui penelusuran dokumen.
Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa corak masyarakat Tangki sebagian besar adalah merupakan masyarakat bisnis (masyarakat jasa). Dari corak masyarakat tersebut maka pola-pola kegiatan yang dilaksanakan oleh Babinkamtibmas lebih banyak mengikuti program kegiatan yang dilaksanakan oleh aparat Kelurahan, pengurus RW maupun pengurus RT serta atas penilaian atau inisiatif Babinkamtibmas dilapangan yang didasarkari pada karakteristik masyarakat setempat.
Demikian juga kegiatan mawarakat dalam melakasanakan keamanan dan ketertiban masyarakat swakarsa menggunakan jasa pengamanan Hansip, Satpam dan keamanan tidak resmi seperti dari instansi ABRI secara perorangan maupun dari organisasi kemasyarakatan tertentu. Sedangkan kegiatan kolektif masyarakat dalam pengamanan lingkungan dilaksanakan bilamana masyarakat merasa lingkungannya tidak aman."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deky Virandola
"Kerugian ekonomi yang timbul akibat penyakit tuberkulosis (TB) diperkirakan mencapai Rp 8,5 triliun per tahun. Angka ini dihitung berdasarkan hari produktif yang hilang karena sakit, hari yang hilang karena meninggal dunia lebih cepat dan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan. Dengan menyadari besarnya nilai kerugian akibat penyebaran penyakit TB tersebut dapat dilakukan upaya komprehensif untuk menuntaskan pemberantasannya supaya beban ekonomi akibat penularan penyakit itu tidak terus bertambah. Data program pemberantasan penyakit tuberkulosis di Kota Administrasi Jakarta Barat menunjukkan bahwa pencapaian penemuan suspek tuberkulosis hanya sebesar 36 %.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi penemuan suspek tuberkulosis di Kecamatan Taman Sari Kota Administrasi Jakarta Barat dengan rancangan kuantitatif dan spasial. Subyek penelitian adalah penderita yang mengalami gejala utama tuberkulosis. Data dikumpulkan dengan cara wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Hasil yang didapatkan adalah penemuan suspek tuberkulosis dipengaruhi oleh variabel pengetahuan. Dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat akan membentuk kesadaran untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan. Pemeriksaan dan pengobatan sedini mungkin akan mampu mencegah dan menghindari masyarakat lain untuk terkena penyakit ini.

The economic losses from the tuberculosis disease were estimated to reach about Rp. 8.5 trillion per year. This figure was calculated from the loss of productive days caused by sickness, loss of the days due to the faster death and the cost of treatment. By recognizing the loss value due to the spread of TB disease, the comprehensive eradication efforts must be done to stop or reduce economic burden caused by the transmission of the TB disease. Data of tuberculosis eradication program in West Jakarta City showed that the achievement of tuberculosis suspect case invention is only about 36 %.
This research was undertaken to determine the variables that affect the invention of tuberculosis disease suspect in Sub-District Taman Sari, West Jakarta City by using quantitative and spatial design. Subject of this research were the patients who experienced the major symptoms of tuberculosis. Data were collected by interviewing the patients and giving them a questionnaire.
Based on the analysis, the invention of tuberculosis suspect was influenced by variables of knowledge. The increase of the level of knowledge will increase the consciousness of society to perform examination and the treatment. Examination and treatment as early as possible will be able to prevent and avoid the other people affected by this disease.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2011
T29578
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ruri Widowati
"Tingkat konsentrasi NO2, SO2, dan PM10 di Kecamatan Taman Sari selalu mengalami peningkatan dan penurunan secara fluktuatif tahun 2006-2013, bahkan konsentrasi PM10 telah melampaui baku mutu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsentrasi NO2, SO2 dan PM10 di udara ambient dengan kejadian ISPA Penduduk di Kecamatan Taman Sari tahun 2006-2013. Desain studi yang digunakan adalah studi ekologi time trend dengan metode uji korelasi dan regresi.
Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan antara tingkat konsentrasi SO2 (nilai p = 0,002) dan PM10 (nilai p =0,031), dengan persamaan garis regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 8,2% jumlah kasus ISPA disebabkan konsentrasi SO2 dan 1,5% jumlah kasus ISPA disebabkan konsentrasi PM10. Sedangkan antara konsentrasi NO2 dengan jumlah kejadian ISPA tidak ada hubungan yang bermakna (nilai p = 0,194). Tingkat konsentrasi PM10 dan SO2 dapat mempengaruhi kejadian ISPA. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan preventif guna mengontrol tingkat pajanan dan jumlah kejadian ISPA.

The quality of air pollution in Taman Sari district such as level concentration of NO2, SO2 and PM10 always fluctuatly increase and decrease, moreover PM10 concentration have been exceed the maximum value level. The objection of this study is to know the association between level concentration of NO2, SO2 and PM10 in ambient with ARI occurrence at resident in Taman Sari district in 2006-2013. This study used time series study with correlation and regression test method.
The result of analysis indicated that level concentration of SO2 (p value = 0,002) and PM10 (p value = 0,014) had significant related to amount of ARI occurrence.The equation line explained that 8,2% of ARI occurrence caused by SO2 and 1,5% of ARI occurance caused by PM10. Meanwhile, level concentration of NO2 didn’t have significant related to ARI occurrence (p value = 0,194). The level concentration of SO2 and PM10 influence ARI occurrence. Therefore, the preventive actions need to do in order to control exposure level and ARI occurrence.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andries Hermanto
"Seiring dengan perubahan paradigma Polri untuk lebih dekat dan mengabdi kepada kepentingan masyarakat, maka Polri melakukan reformasi baik di bidang struktural maupun instrumental serta kultural. Berdasarkan pasal 13, Undang-Undang No.2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Polri mempunyai tugas pokok: (a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (b) menegakkan hukum; dan (c) melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Tugas pokok Polri tersebut dijabarkan menjadi tugas-tugas kepolisian yang tercantum dalam pasal 14 pada Undang-Undang yang sama.
Secara universal, Polisi mempunyai dua tugas utama yaitu: memelihara keamanan ketertiban masyarakat, dan menegakkan hukum. Selain itu Polisi dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki sifat yang berorientasi pada "melayani dan melindungi" masyarakat. Sehingga tugas pokok Polri untuk "melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat" sebagaimana tercantum dalam butir (c) pasal 13 Undang-Undang No.2/2002, sebenarnya merupakan roh dan jiwa serta karakter Polisi yang harus menjadi budaya dalam setiap pelaksanaan tugas pokok dan tugas-tugas Polri.
Tugas pokok dan tugas-tugas Polri tersebut dilaksanakan oleh Polisi-Polisi yang berada mulai pada tingkat Mabes Polri, Polda, Polwil/Polwiltabes/Poltabes, Polres, Polsek, hingga Pos Polisi. Pos Polisi merupakan kesatuan kepolisian terkecil kepanjangan dari Polsek yang mempunyai peranan sangat penting dan terdepan dalam melaksanakan peran Polri, khususnya dalam rangka memelihara Kamtibmas di wilayah kerjanya.
Masalah penelitian yang penulis kemukakan adalah tentang pelaksanaan tugas pokok dan tugas-tugas Polri pada Pos Polisi, studi kasus di Polsek Metro Gambir-Polres Metro Jakarta Pusat-Polda Metropolitan Jakarta Raya. Fokus penelitian adalah tentang kegiatan polisi yang bertugas pada Pos-pos Polisi di wilayah Polsek Metro Gambir dalam melaksanakan tugas pokok dan tugas-tugas Polri di wilayah kerjan.
Ruang lingkup dalam penelitian ini adatah mencakup Pos Polisi dilihat dari perspektif organisasi dan manajemen yang meliputi tentang sumberdaya manusia, metode kerja, sarana dan prasarana, anggaran, dan interaksi sosiai antara Polisi dengan masyarakat, serta hubungan kerja dengan Babinkamtibmas.
Tujuan penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui sampai sejauhmana pelaksanaan tugas pokok dan tugas-tugas Polri pada Pos Polisi di wilayah Polsek Metro Gambir. Di samping itu, studi ini juga bertujuan untuk menggali dan menemukan segala bentuk kekurangan yang selanjutnya mampu memberikan masukan guna memperbaiki serta memberdayakan Pos Polisi agar lebih efektif dan efesien dalam melaksanakan tugasnya.
Mengacu pada permasalahan tersebut di atas, maka dalam hal ini peneliti menentukan hipotesa kerja, yaitu: "Pelaksanaan tugas pokok dan tugas-tugas Polri pada Pos Polisi belum dapat dilaksanakan secara optimal sebagaimana diharapkan masyarakat. Hal ini dikarenakan oleh sangat terbatasnya sumberdaya yang tersedia sebagai unsur penting dalam organisasi guna mendukung terlaksananya operasionalisasi Pos Polisi. Selain itu, buruknya manajemen organisasi juga menjadi faktor penyebab kurang berdayanya Pos Polisi dalam menjalankan fungsi kepolisian yang diembannya."
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Metode utama dalam penelitian kualitatif adalah metode etnografi, yaitu suatu metode penelitian dengan dasar untuk mendapatkan pemahaman (verstehen), dengan cara mengamati gejala-gejala yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari dari obyek yang diteliti. Peneliti mendapatkan data primer dengan cara melakukan pengamatan terlibat dan melakukan wawancara terhadap sasaran penelitian. Selanjutnya, data maupun bahan-bahan keterangan yang sudah dikumpulkan dalam penelitian ini, diproses menggunakan konsep Trianggulasi, yaitu dengan cara memadukan, mengolah, serta menganalisa antara teori, data, dan fakta yang ada.
Berdasarkan Surat Keputusan Kapolda Metropolitan Jakarta Raya, No. Pol.: Skep/521/XII/2004 tanggal 1 Desember 2004 tentang Petunjuk Administrasi Pengembangan Pos Polisi di Polsek-polsek Jajaran Polda Metropolitan Jakarta Raya dan Jabaran Tugas Pos Polisi, hasil penelitian mengatakan bahwa anggota Polri yang bertugas di Pos Polisi masih belum menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Mereka masih bekerja dengan prinsip yang minimalis. Sarana dan prasarana yang tersedia di Pospol masih sangat terbatas, bahkan untuk alat tulis dan kantor saja, Polisi yang bertugas di sana harus mengusahakannya sendiri. Tidak ada anggaran khusus dari Polri untuk biaya operasionalisasi Pospol, sehingga petugas di Pospol tidak dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Rendahnya tingkat kesejahteraan anggota Pospol mengakibatkan mereka masih mencari penghasilan tambahan dan mengharapkan imbalan dari masyarakat yang dilayaninya.
Pospol mengemban tugas-tugas Polisi secara umum atau menjalankan fungsi Sabhara. Sejak adanya program pemberdayaan Pospol di jajaran Polda Metropolitan Jakarta Raya, Pospol juga dibebani tugas untuk melakukan kunjungan atau sambang ke masyarakat untuk menjalin hubungan kemitraan dengan warga masyarakat. Jabatan Kapospol yang semula dijabat oleh Polisi berpangkat Bintara Tinggi berubah dijabat oleh Perwira Pertama. Namun demikian, karena keterbatasan jumlah Perwira, sampai sekarang masih ada Kapospol yang dijabat oleh Bintara Tinggi. Jumlah anggota Pospol yang semula hanya tiga orang, sekarang bertambah menjadi rata-rata sembilan personil. Berkaitan dengan program ini, kedudukan Babinkamtibmas diletakkan dibawah koordinasi Kapospol. Sehingga tugas-tugas pembinaan masyarakat dilakukan oleh Pospol dan Babinkamtibmas. Masalahnya, wilayah kerja Pospol di wilayah Polsek Metro Gambir tidak ada yang sama dengan wilayah kerja Kelurahan, sedangkan Babinkamtibmas mempunyai wilayah kerja yang identik dengan wilayah kerja Kelurahan.
Masih kurang memadainya rasio anggota Polri terhadap jumlah penduduk di Indonesia, sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kepolisian kepada masyarakat. Dalam rangka mengatasi kendala keterbatasan kuantitas anggota Polri tersebut, strategi penerapan program kemitraan antara Polisi dengan masyarakat merupakan solusi yang terbaik. Berkaitan dengan itu, kegiatan pemolisian komuniti sangat perlu ditingkatkan, yaitu melalui pemberdayaan Pospol dan Babinkamtibmas yang merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas pembinaan kamtibmas.
Untuk meningkatkan kinerja Pospol dan Babinkamtibmas, perlu dilakukan perubahan terhadap Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober 2002. Yaitu, lebih terperinci dalam menjelaskan tentang organisasi dan tugas pokok Pospol, termasuk penetapan wilayah Pospol yang sama dengan Kelurahan dan penyediaan anggaran operasionalnya. Begitu juga mengenai perlunya diadakan kembali jabatan Kanit Binmas di Polsek yang melakukan tugas pengendalian terhadap Babinkamtibmas. Selain itu, perlu pengaturan yang jelas tentang hubungan tata Cara kerja antara Pospol dengan Babinkamtibmas dan sebaliknya, dalam melaksanakan tugas-tugas pembinaan kamtibmas. Sehingga harus ada perumusan kembali terhadap tugas pokok Babinkamtibmas yang tercantum dalam Petunjuk Pelaksanaan No. Pol. Juklak/10/III/1992 dan Buku Petunjuk Lapangan No. Pol. Bujuklap/17/VII/1997 tentang Bintara Polsek Pembina Kamtibmas di Desa/Kelurahan. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas kerja Pospol dan Babinkamtibmas, sebaiknya minimal terdapat 12 (dua belas) personil yang bertugas pada Pospol dan terdapat 2 (dua) Babinkamtibmas di setiap Kelurahan.

Along with the change of the Indonesian National Police (INP) paradigm in order to be closer and serve the interests of its society, therefore INP has conducted some reforms in its structure and instrument as well as its culture. According to Article 13 of Law No. 2, 2002 regarding the Indonesian National Police, there are three main tasks of INP as follows: (a) maintaining security and public order; (b) enforcing the laws: and (c) protecting and serving the society. Such main tasks are spelled out into the tasks of police and stated in Article 14 of the same law.
Universally, INP has two main tasks: to maintain security and public order and to enforce the laws. Besides, in conducting its tasks INP is oriented to "protecting and serving people". Hence, the main tasks of INP to protect and to serve people as stated in subtitle (c) of Article 13 of Law No. 2, 2002 above, are actually the spirit and the soul as well as the character of the police that must become the culture in every implementation of the main tasks of INP.
The INP Headquarters, Police Regions, Police Districts/Police Cities, Police Resorts, Police Sectors and Police Posts implement such main tasks of INP. Police Posts is the smallest unit of INP in Police Sectors. However, they have the most important roles in performing the roles of INP, especially in maintaining the security and public order in each region.
The problem of the research is about the implementation of the main tasks of INP in Police Posts. This is a case study conducted in Gambir Metropolitan Police Sector-Central Jakarta Metropolitan Police Resort-Jakarta Metropolitan Police Region. The focus of the research is the activities of police personnel who are posted in police posts belonging to Gambir Metropolitan Police Sector. The scope of the research is the organizational perspective and management comprising the men, structures and infrastructures (material), budget (money), working method, and social interactions between the police and the society as well as the working relationship with Babinkamtibmas (a non-commissioned officer who has the duty to guide people in maintaining the security and public order). The aims of the research are to find out how far is the implementation of the main tasks and operational tasks of INP in Police Posts belonging to Gambir Metropolitan Police Sector. Besides, the study aims at finding out all disadvantages of such activities in order to give input that can be used in improving and empowering the Police Posts in conducting their tasks more effectively and efficiently.
Referring to the problem above, the writer decides that the working hypothesis is "The implementation of the main tasks and operational tasks of 1NP in Police Posts has been optimally conducted as expected by the society due to the limited resources available as the important element in organization in order to support the implementation of the operation of Police Posts. Besides, the bad management of the organization is one of the causes of the weaknesses of Police Posts in conducting the police functions."
The researcher employs the qualitative method with ethnographic approach. The main method in qualitative research is the ethnographic method. It is a research method that can get comprehension (verstehen), by observing the phenomenon in daily life from the object researched. The researcher obtains the primary data by conducting involved observation or passive participation and interview with informants. Then, such data and other explanation are collected and processed using Triangle Concept, that is, by combining, processing and analyzing theories, data and the available facts.
According to the Decree of the Chief of Jakarta Metropolitan Police, No. Pol.: Skep/521/XII/2004, dated December 1st, 2004 regarding the Guidance of Administration of Police Post Development among Police Sectors in Jakarta Metropolitan Police and Job Description of Police Post and based on the result of the research, the researcher finds out that the police personnel posted in Police Posts have not showed the expected performance by the society. They still work with minimal principle. The structure and infrastructure in that Police Posts are still limited. They have to even look for the utensils by themselves. There is no special budget for police operations so that the police personnel in that Police Posts cannot do their tasks optimally. Besides, they still look for side income and hope something from the people they serve and protect.
Police Posts carry out general police duties or Sabhara functions. Since the program of police Posts empowerment has been conducted in Jakarta Metropolitan Police Region, Police Posts also carry out the duties to visit the community in order to work out a closer relationship with them. A high non-commissioned officer firstly occupies the position of the chief of Police Posts, but it is now occupied by a first police officer. However, due to the limitation of the number of police officers, until now some of the positions are still occupied by high non-commissioned officers, The number of personnel of a Police Post used to be three police officers. Now, every Police Posts has nine police officers. Related to this program, the position of Babinkamtibmas is placed under the coordination of the chief of a Police Post. This causes the tasks of guiding people are done by Police Posts and Babinkamtibmas. A Police Posts has some problems in doing the tasks because the working area of a Police Posts is not the same with the working are of a political district (Kelurahan), meanwhile the area of a Babinkamtibmas is identical with the working area of the political district.
The insufficient ratio of police personnel to the number of Indonesian people they serve absolutely influences the quality of police service to the people. In order to overcome the obstacles of the limitation of such personnel, the strategy of the application of partnership program between police and community is the best solution. Regarding the case, the activity of policing community needs to be improved, through the empowerment of Police Posts and Babinkamtibmas as the first line institutions in implementing the duties of guiding the security and public order.
In improving the performance of Police Posts and Babinkamtibmas, the writer recommend that the decree of INP Chief, No. Pol.: Kep 154/X/2002 dated 17 October 2002 regarding INP Organization and its Job Description is necessary to be reviewed and revised. The decree should give further explanation of the organization and main duties of a Police Post, including the establishment that Police Post working area is identical with a political district working area as well as its operational budget. The writer also recommends reactivating the position of Chief of Community Police Unit in a Police Sector whose duty to control Babinkamtibmas. In addition, it needs to have a clear regulation on the working relationship between Police Posts and Babinkamtibmas or vice versa in conducting the main duties of guiding security and public order. Therefore, it is necessary to reform the main duties of Babinkamtibmas stated in the Guidance of Implementation No. Pol.: Juklak/10/III/1992 and the Book of Guidance of Implementation on the Field, No. Pol.: Bujuklap/17/VII/1997, regarding Babinkamtibmas in Villages or Political Districts. Moreover, in improving the effectiveness of duty of Police Post and Babinkamtibmas, the writer suggests that the number of a Police Post personnel is at least 12 (twelve) officers and the number of Babinkamtibmas for each political district is 2 (two) personnel or officers.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Subiyanto
"Permasalahan yang diangkat dalam penulisan Tesis ini adalah Pengelolaan Tempat Karaoke yang ada pada Hotel X di kawasan Taman Sari Jakarta Barat. Selanjutnya dalam tesis ini permasalahannya difokuskan pada Strategi Pengelolaan Tempat Hiburan Karaoke pada Hotel X di kecamatan Taman Sari Jakarta Barat. Fokus permasalahan ini muncul, karena maraknya pertumbuhan bisnis di tempat hiburan karaoke di kecamatan Taman Sari Jakarta Barat, seiring dengan semakin kompleksnya kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga berpengaruh pada penyusunan dan penerapan strategi pengelolaan tempat hiburan karaoke. Selain itu juga dikaji sistem pengelolaan yang diterapkan oleh pihak pengelola tempat karaoke yang ada pada Hotel X di kawasan Taman Sari Jakarta Barat, sehingga pelanggaran terhadap hukum dan peraturan yang terjadi dalam operasionalisasinya tidak terjangkau oleh baik pihak penegak hukum dan peraturan yang telah ditetapkan maupun aksi penertiban yang dilakukan pihak masyarakat sekitar kawasan Hotel X tersebut.
Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap strategi pengelola tempat hiburan karaoke di Hotel X yang berada di kawasan kecamatan Taman Sari Jakarta Barat sehingga dapat lebih menarik minat tamu dan menjamin kepuasan para pelanggannya, dalam upayanya untuk memenangkan persaingan dari pesaingnya, yaitu pengelola jenis hiburan yang sama di tempat lainnya.
Metologi yang digunakan dalam penelitian ini, difokuskan pada pendekatan kualitatif yang ditekankan pada penerapan Metode Etnografi melalui kegiatan pengamatan, pengamatan terlibat dan wawancara berpedoman agar dapat memahami dinamika pengelolaan tempat hiburan karaoke Hotel X di kawasan Taman Sari Jakarta Barat.
Dari penelitian lapangan yang dilakukan terhadap strategi pengelolaan tempat hiburan Hotel X di kecamatan Taman sari Jakarta Barat ditemukan fakta, bahwa untuk memenangkan persaingan dengan tempat hiburan lainnya tidak jarang melakukan berbagai pelanggaran antara lain pelanggaran perijinan, pelanggaran batas waktu kegiatan dan peredaran narkoba oleh para tamunya. Bahkan tidak segan-segan menjalin hubungan secara informal dengan pihak-pihak tertentu yang mempunyai otoritas dan kekuasaan terhadap kelangsungan usaha karaokenya agar pelanggaran yang mereka lakukan tidak mendapatkan teguran dan memperoleh jaminan keamanan.
Walaupun demikian dari hasil pengamatan yang dilakukan selama penelitian, diketahui bahwa untuk menjalankan tempat usaha karaokenya telah memperkerjakan pegawai tetap tidak kurang 151 orang yang terdiri dari Manajer, Assisten Manager, Captain, Supervisor, Kasir, Bartender, Bar Boy, Room Boy, Waitress, Tekhnisi, Operator, Mami, Petugas Keamanan dan Petugas Parkir. Untuk mendukung strategi usahanya pengelola juga melibatkan pekerja tidak tetap yang terdiri dari wanita pendamping, penari telanjang, agen penari telanjang.
Sehubungan dioperasikannya tempat hiburan karaoke di Hotel X, dengan dampak yang ditimbulkannya antara lain telah membuka peluang pekerjaan di sektor formal yaitu membuka lapangan kerja bagi sebagian anggota masyarakat sekitar Hotel X, untuk menjadi pegawai tetap di Hotel X. Sedangkan di sektor informal berupa terdapatnya peluang untuk mendapatkan penghasilan bagi pedagang kaki lima di sekitar Hotel X dan juru parkir di luar area parkir Hotel X. Dampak tersebut dinilai positif, karena dengan beroperasinya Hotel X pada umumnya dan tempat hiburan karaoke di Hotel X pada khususnya, ternyata telah memberi kesempatan pada sebagian anggota masyarakat sekitarnya untuk mendapatkan pekerjaan dan membuka peluang usaha yang produktif.
Disisi lain, sistem pengelolaan dan operasionalisasi tempat hiburan karaoke di Hotel X, apabila dikaji berdasarkan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan dihubungkan dengan teori tentang kejahatan, maka pengelolaan dalam tempat hiburan karaoke di Hotel X tersebut ternyata mencerminkan sebuah tindakan kejahatan yang terorganisasi, dimana jenis tindakan kejahatan ini sangat berbeda dengan tindakan kejahatan konvensional dalam hal sistem operasionalnya, kemampuan intelektualitas pelakunya, dampak langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkannya dan keterkaitannya dengan pihak keamanan.
Banyaknya pelanggaran yang dilakukan pengelola tempat hiburan karaoke Hotel X di kawasan Taman Sari Jakarta Banat dapat terjadi, karena lemahnya tindakan dari pihak Kepolisian dan pemegang otoritas lainnya serta tidak adanya piranti lunak yang digunakan sebagai acuan dalam penerbitan ijin usaha tempat hiburan tersebut."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T8993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erick Frendriz
"ABSTRAK
Tesis ini membahas dampak pengamanan yang dilakukan oleh unit informal di
lingkungan usaha tempat hiburan di wilayah Taman Sari, Jakarta Barat. Pengamanan
dilakukan secara informal oleh kelompok orang yang tidak berbentuk kesatuan resmi
seperti Satpam. Namun kelompok informal ini dapat bersinergi dengan satuan resmi
seperti Satpam dan Polsek serta pengusaha setempat, yang lebih penting para tamu
tidak merasa terganggu bahkan justru merasa aman.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode etnografi serta tipe
penelitian studi kasus. Sedangkan teknik pengumpulan data melalui pengamatan,
pengamatan terlibat, wawancara dengan pedoman serta kajian dokumen untuk
mengungkapkan hubungan yang terjadi.
Hasil penelitian dan analisa menggambarkan Jakarta sebagai ibu kota negara, pusat
segala kegiatan termasuk perekonomian, menjadi magnet bagi penduduk daerah lain
untuk datang dan mengadu nasib di Jakarta. Beberapa kelompok dibentuk
berdasarkan suku bangsa mereka, seperti kelompok suku Flores tempat hiburan Club
36 di Taman Sari, Jakarta Barat. Mereka berfungsi sebagai kelompok pengamanan
informal, yang bersinergi dan bekerjasama dengan unit Satpam dan manajemen
setempat membantu aparat kepolisian menciptakan dan menjaga suasana keamanan
lingkungan memberikan rasa aman kepada pekerja serta pengunjung yang datang,
sehingga merasa aman dan tidak ragu untuk berkunjung ke Club 36. Selain itu Polri
sebagai aparat pemerintah yang bertanggung jawab mengenai masalah keamanan
menjadi terbantu akan kehadiran mereka sebab itu Polri disarankan supaya secara
rutin melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kelompok pengamanan
informal.

ABSTRACT
This thesis contains the analysis and results of the research on the security
implementation conducted by the Informal Security unit at the entertainment
environment at Taman Sari, West Jakarta. Security implementation is informally
conducted by a non formalized group or organization such as Satpam security unit.
However this non formalized group has been playing in a sinergycal way with the
management and existing Satpam and Police in maintaining security. Moreover their
security services were well appreciated by guest.
The research was qualitatively conducted by using ethnographic method and case
study. Data was collected through observation, envolved observation, interviews and
document review guidelines.
The results of research and analysis describe that Jakarta as the capital city and the
centre of various economic activities functions as a magnet to draw many people
from other provinces to come to Jakarta. Several security group are established based
on ethnicity such as Flores group at Club 36 entertainment area at Taman Sari, West
Jakarta. This group function as a non formal security group that provides secure
feeling for all worker and visitors, and therefore they do not hesistate to visit the
entertainment. Police as a responsible government officials on security matters will
be being helped, and therefore it is suggested for the police to empower the
nonformal security groups.
"
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>