Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3764 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harmin Sarana
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Mukramin Amran Machmud
"ABSTRAK
Telah dilakukan studi radiologis secara retrospektif terhadap kolitis ulseratif yang diperiksa dengan barium enema pada dua rumah sakit, yaitu satu rumah sakit pemerintah ( RS. Umum Dadi ) dan satu rumah sakit swasta ( RS. Stella Maris ) Ujung Pandang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kelainan radiologis yang diketemukan, menetapkan stadium berdasar gambaran radiologis oleh akibat perubahan patologis kolon yang terserang kolitis ulserativa. Selain itu penelitian ini juga bermaksud untuk mendapatkan data distribusi umur, jenis kelamin, lokasi anatomic kolitis ulserativa dan membandingkannya dengan data kepustakaan yang ada dengan harapan ini bisa digunakan dalam melacak dan mendiagnose penyakit tersebut.
Penelitian dilakukan selama dua tahun ( 1988 - 1989 ) terhadap 457 pemeriksaan barium enema yang dicurigai sebagai kasus kolitis. Diketemukan 241 kolitis ulserativa yang terdiri dari 120 laki-laki dan 121 wanita ( 1 : 1 ) Tertinggi pada umur 21 - 40 tahun, gejala klinis yaitu menonjol adalah diare dengan atau tanpa darah, yang paling kurang yaitu demam dan takikardia. Kolitis fulminan diketemukan 8 penderita, hanya 14 penderita kolitis ulserativa timbul, neoplasms.
Kolitis tingkat ringan terbanyak diketemukan pada penderita dirumah sakit swasta sedang yang tingkat berat terbanyak pada rumah sakit pemerintah. Penderita kolitis ulserativa terbanyak menempati ruang rawat kategori B (ekonami lemah).
Lokasi anatomis kolitis ulserativa terbanyak pada kolon kiri sedang keterlibatan rectum pada penelitian ini hanya 70.5%, bandingkan dengan kepustakaan ( 95% ).
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan barium enema Cukup efektif untuk: mendiagnose awal kolitis ulserativa dan dapat dilakukan penetapan stadium secara radiologis, yang berquna untuk para klinikus dalam penanganan penderita kolitis ulserativa.

Barium examination of ulcerative colitis had been studied retrospectively in two which is Dadi Goverment hospital and Stella Morris hospital ( a private one ) that located in Ujung Pandang, South of Sulawesi.
The purpose of this research was to determined radiological image of ulcerative colitis and to confirmed the stage of the disease that based on pathologic and radiological changes.
Distribution of age, sex and anatomical location were also described and compared with other articles to detect and diagnosed the disease more properly.
There were 457 barium enema examination had been performed to detect suspected cases in the period of 1933 - 1939.
From such examination, 4hc'rs were 241 cases of ulcerative colitis had been detected ( 120 men and 121 women ) with the highest age frequency was 21 till 40 years old .
The frequency clinical findings were diarrhea with or without blood staining and the lesser findings were febrile and tachycardi. There were 8 patients with fulminant stage of the disease and there were 14 patients that came up to be neoplasma.
Mild colitis were found in the private hospital but on the other hand, severe colitis were more found in the government hospital. Patients with severe colitis came from lower social economic society that they had been hospitalized in B category.
The anatomical location of ulcerative colitis were in the left side of colon and rectal involvement were only 70,5% compared to 95% from other article.
It had been concluded that barium enema examination was very effective to diagnosed the early stage of ulcerative colitis and others stage as well, that is important for clinical doctors to decide the proper management for the patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Januarti Sururi
"Kolitis adalah salah satu penyakit saluran cerna yang sering dijumpai di Indonesia. Peptida antimikroba human beta-defensin 2 (hBD-2) merupakan bagian dari komponen sistem imun alamiah sistem gastrointestinal yang diteliti perannya dalam patofisiologi kolitis. Penelitian ini bertujuan memperoleh kadar hBD-2 feses pada pasien kolitis di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, serta apakah terdapat perbedaan kadarnya pada kolitis infeksi dan non-infeksi. Penelitian potong lintang ini dilakukan pada subjek kolitis yang direkrut secara konsekutif di poliklinik Gastroenterologi dan Pusat Endoskopi Saluran Cerna RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, pada bulan Juni – Oktober 2020. Sampel feses dari subjek diperiksakan kadar hBD-2 dengan metode ELISA, feses rutin, darah samar, serta biakan di Laboratorium Departemen Patologi Klinik RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Kadar hBD-2 feses subjek kolitis infeksi dibandingkan dengan kadar hBD-2 feses subjek kolitis non-infeksi. Diperoleh 26 subjek kolitis infeksi dan 20 subjek kolitis non-infeksi dengan median kadar hBD-2 feses berturut-turut adalah 40,39 (5,11 – 555,27) ng/ml dan 36,35 (1,75 – 260,34) ng/ml. Terdapat kecenderungan kadar hBD-2 feses yang tinggi pada subjek kolitis tuberkulosis dan kolitis jamur dengan median berturut-turut 460,55 (30,94 – 555,27) ng/ml dan 340,45 (283,01 – 361,95) ng/ml. Tidak terdapat perbedaan kadar hBD-2 feses yang bermakna antara kolitis infeksi dan non-infeksi (p > 0,05). Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah subjek lebih banyak untuk kelompok kolitis tuberkulosis dan kolitis jamur.

Colitis is one of the most common gastrointestinal diseases in Indonesia. Antimicrobial peptide human beta-defensin 2 (hBD-2) is a part of gastrointestinal innate immunity which roles in the pathophysiology of colitis are still being studied. This study aims to determine fecal hBD-2 concentration in colitis at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, and whether there is significant difference of its concentration in infective and non-infective colitis. A cross-sectional study was conducted on colitis subjects recruited consecutively at Gastroenterology Clinic and Gastroenterology Endoscopy Center of RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, in June - October 2020. Stool samples collected were tested for hBD-2 concentration using ELISA method, routine fecal analysis, fecal occult blood test, and culture at Clinical Pathology Laboratory of RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Fecal hBD-2 concentration was compared between infective and non-infective colitis. There were 26 subjects with infective colitis and 20 subjects with non-infective colitis. Fecal hBD-2 concentrations of the two groups were 40,39 (5,11 – 555,27) ng/ml and 36,35 (1,75 – 260,34) ng/ml. Fecal hBD-2 concentrations in tuberculous colitis and fungal colitis tended to be high, 460,55 (30,94 – 555,27) ng/ml and 340,45 (283,01 – 361,95) ng/ml. There was no significant difference of fecal hBD-2 concentrations in infective and non-infective colitis (p > 0,05). It is recommended to conduct further study with more subjects regarding group tuberculous colitis and fungal colitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Florencia
"Penyakit gastroenterologi masih merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia, dengan kolitis menempati urutan kelima dari sepuluh penyakit terbanyak pada pelayanan rawat jalan. Kesamaan gambaran klinis dan hasil pemeriksaan diagnostik kolitis TB dan Inflammatory Bowel Disease (IBD) menyebabkan kesulitan diagnosis. Studi ini bertujuan untuk mengetahui peran diagnostik Interferon-Gamma Release Assay (IGRA) metode Elispot pada pasien terduga kolitis tuberkulosis di Indonesia. Dilakukan studi potong lintang dan acak dengan penyajian data deskriptif analitik. Subjek penelitian merupakan 60 pasien terduga kolitis tuberkulosis yang mengunjungi poliklinik gastroenterologi di RSUPNCM bulan April-Oktober 2018. Sampel yang digunakan adalah darah vena. Hasil uji diagnostik IGRA metode Elispot dengan baku emas pemeriksaan histopatologi adalah sensitivitas 83,3%, spesifisitas 57,4%, NPP 17,3%, dan NPN 96,9%. Hasil uji diagnostik IGRA metode Elispot dengan baku emas pemeriksaan kolonoskopi adalah sensitivitas 53,9%, spesifisitas 55,3%, NPP 25%, dan NPN 81,3%. Hasil uji diagnostik IGRA metode Elispot dengan baku emas pemeriksaan kolonoskopi dan histopatologi adalah sensitivitas 57,1%, spesifisitas 60,5%, NPP 28,6%, dan NPN 81,3%. Hasil uji diagnostik IGRA metode Elispot dengan baku emas pemeriksaan histopatologi, kolonoskopi, dan evaluasi klinis akhir adalah sensitivitas 100%, spesifisitas 59,3%, NPP 21,3%, dan NPN 100%. Tes IGRA Metode Elispot dapat digunakan sebagai pemeriksaan penapisan.

Gastroenterology diseases are still a major health problem in Indonesia, with colitis ranks fifth among the top ten diseases in outpatient care. The similarity of clinical features and diagnostic results of TB and Inflammatory Bowel Disease causes difficulties in diagnosis. This study is aimed to determine the diagnostic value of Interferon-Gamma Release Assay (IGRA) with Elispot Method in patients with suspected tuberculous colitis in Indonesia. It is a cross sectional and randomized study, shown as an analytic descriptive report. There were 60 patients with suspected tuberculosis colitis, visiting gastroenterology polyclinic at RSCM from April-October 2018. The sample was venous blood.  Diagnostic results of IGRA with Elispot Method with histopathology test as the gold standard are sensitivity 83,3%, specificity 57,4%, PPV 17,3%, and NPV 96,9%. As with colonoscopy as the gold standard are sensitivity 53,9%, specificity 55,3%, PPV 25%, dan NPV 81,3%. Meanwhile, with colonoscopy and histopathology test as the gold standard are sensitivity 57,1%, specificity 60,5%, PPV 28,6%, dan NPV 81,3%. And, diagnostic results  of IGRA with Elispot Method with colonoscopy, histopathology test, and final clinical judgement as the gold standard are sensitivity 100%, specificity 59,3%, PPV 21,3%, dan NPV 100%. IGRA with Elispot Method can be used as screening test."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Laviani
"Latar Belakang: Kolitis ulseratif distal merupakan kolitis ulseratif yang paling sering ditemukan. Dibandingkan dengan terapi oral, terapi topikal kurang banyak digunakan pasien. Satu studi melaporkan bahwa terapi oral digunakan pada 35,6% pasien sedangkan terapi topikal hanya digunakan pada 6,7% pasien. Namun demikian, berbagai studi yang menilai terapi topikal tersebut memberikan hasil yang inkonsisten.
Tujuan: Mengetahui efektivitas pemberian beberapa terapi topikal dalam tatalaksana kolitis ulseratif distal derajat ringan dan sedang.
Sumber Data: Penelusuran studi dilakukan hingga September 2020 pada empat basis data: PubMed/MEDLINE, Cochrane, ProQuest, dan SCOPUS. Pencarian sekunder dilakukan dengan teknik snowballing pada referensi studi yang ditemukan, pencarian melalui ClinicalTrial.Gov, pencarian melalui Garuda, dan Global Index Medicus.
Seleksi Studi: Studi randomized controlled trial (RCT). Subyek merupakan pasien kolitis ulseratif distal derajat ringan dan sedang. Studi dengan intervensi yang dilakukan berupa terapi topikal 5-ASA enema, kortikosteroid enema, asam hialuronat enema. Luaran efektivitas yang dinilai berdasarkan respon klinis, remisi klinis, profil keamanan dan efek samping terapi tersebut. Tidak dilakukan pembatasan bahasa maupun waktu.
Ekstraksi Data: Ekstraksi data dilakukan oleh kedua peninjau secara independen. Hasil: Respon klinis ditunjukkan pada pemberian 5-ASA enema dibandingkan plasebo enema (RR 2.48, IK 95% 1.81-3.38, p<0.00001). NNT 3 (IK 95% 2-4). Remisi klinis ditunjukkan pada pemberian kortikosteroid enema dibandingkan plasebo enema (RR 1.98, IK 95% 1.59-2.45, p<0.00001). NNT 5 (IK 95% 4-7). Tidak terdapat perbedaan antara pemberian 5-ASA enema bila dibandingkan dengan kortikosteroid enema baik Beclomethasone diproprionate enema (RR 1.04, IK 95% 0.70-1.54, p=0.85) dan Budesonide enema (RR 1.26, IK 95% 0.91-1.73, p=0.16). Asam hialuronat enema merupakan terapi topikal baru yang cukup aman dan efektif namun membutuhkan penelitian lebih lanjut dengan kualitas penelitian yang lebih baik. Terapi topikal memiliki profil keamanan yang baik. Sebagian besar adverse event ringan dan tidak signifikan.
Kesimpulan: 5-ASA enema dan kortikosteroid enema efektif dalam mencapai respon dan remisi klinis bila dibandingkan dengan plasebo. Tidak terdapat perbedaan antara 5-ASA enema bila dibandingkan dengan kortikosteroid enema

Background: Distal ulcerative colitis is the most common ulcerative colitis. Compared with oral therapy, topical therapy is less used by patients. One study reported that oral therapy was used in 35.6% of patients whereas topical therapy was used in only 6.7% of patients. However, studies assessing this topical therapy have yielded inconsistent results. Objective: To determine the effectiveness of topical therapy in the management of mild and moderate distal ulcerative colitis. Data Source: Study searching was done through September 2020 on four databases: PubMed / MEDLINE, Cochrane, ProQuest, and SCOPUS. Secondary searching was done by snowballing method of the study references, searching through ClinicalTrial.Gov, Garuda, and the Global Index Medicus. Study Selection: A randomized controlled trial (RCT). Subjects were mild and moderate distal ulcerative colitis patients. Intervention studies included topical 5-ASA enema therapy, corticosteroid enema, and hyaluronic acid enema. The effectiveness outcome was assessed based on clinical response, clinical remission, safety profile and side effects of the therapy. There are no language or time restrictions. Data Extraction: Data extraction was done by both reviewers independently. Results: Clinical response was shown in 5-ASA enema versus placebo enema (RR 2.48, CI 95% 1.81-3.38, p <0.00001). NNT 3 (CI 95% 2-4). Clinical remission was shown in corticosteroid enema versus placebo enema (RR 1.98, CI 95% 1.59-2.45, p <0.00001). NNT 5 (CI 95% 4-7). There was no difference between 5-ASA enema administration when compared to corticosteroid enema, Beclomethasone diproprionate enema (RR 1.04, 95% CI 0.70-1.54, p = 0.85) and Budesonide enema (RR 1.26, CI 95% 0.91 -1.73, p = 0.16). Hyaluronic acid enema is a new topical therapy that is quite safe and effective in achieving clinical response and remission but requires further research with better research quality. Topical therapies have a good safety profile. Most of the adverse events were mild and insignificant. Conclusion: 5-ASA enemas and corticosteroid enemas were effective in achieving clinical response and remission when compared to placebo. There was no difference between 5-ASA enemas when compared with corticosteroid enemas"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Himawati
"Latar belakang. Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis kolitis adalah enema barium kontras ganda dan kolonoskopi. Beberapa kepustakaan menyatakan enema barium dan kolonoskopi merupakan dua modalitas pemeriksaan kolon yang saling melengkapi dengan keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Dengan adanya kolonoskopi, saat ini penderita dengan kecurigaan kolitis jarang dikirim ke bagian Radiologi RSUPN Cipto Mangunkusumo untuk pemeriksaan enema barium kontras ganda. Tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk menilai tingkat keselarasan hasil pemeriksaan enema barium kontras ganda (EBKG) dengan kolonoskopi dan mengevaluasi apakah EBKG dapat menjadi modalitas diagnostik alternatif pada penderita dengan gejala kolitis. Bahan dan Cara kerja. Penelitian dilakukan pada kelompok penderita dengan diagnosis kecurigaan kolitis selama periode Juni 1998 sampai dengan Oktober 1998 diteruskan Februari 1999 sampai dengan April 1999. Sesuai dengan perhitungan jumlah sampel minimal didapatkan 20 penderita yang mendapat perlakuan pemeriksaan EBKG dan kolonoskopi masing-masing dibagian radiologi dan di sub bagian gastroenterologi penyakit dalam RSUPNCM. Hasil. Pada pemeriksaan EBKG didapatkan 40% penderita kolitis dan 60% bukan kolitis sedangkan dengan kolonoskopi didapatkan penderita kolitis dan bukan kolitis sama banyak. Hasil kedua pemeriksaan tersebut dibandingkan dengan menggunakan rumus Kappa, dan diperoleh nilai K 0,78. Kesimpulan. Terdapat keselarasan yang cukup baik antara EBKG dengan kolonoskopi. Sedangkan pada kasus kolitis lanjut yang lokasi kelainannya di caecum dan appendiks pemeriksaan EBKG lebih unggul."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faisal Prananda
"Latar belakang: Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran cerna yang terdiri atas kolitis ulseratif (KU) dan penyakit Crohn (PC). Angka kejadian IBD meningkat di dunia dengan karakteristik yang berbeda-beda di setiap negara. IL-17 merupakan sitokin pro-inflamasi kuat yang berperan pada IBD. Belum ada penelitian yang menilai kadar interleukin 17 (IL-17) serum pada pasien IBD di Indonesia yang dapat berperan pada patogenesis penyakit dan menjadi pilihan terapi baru pada IBD. Tujuan: Mengetahui kadar IL-17 serum pada penderita kolitis ulseratif (KU), penyakit Crohn (PC), dan populasi normal. Metode: Desain penelitian cross-sectional dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo selama periode April 2022 sampai April 2023. Kriteria inklusi adalah pasien dewasa yang terdiagnosis IBD serta pasien sehat yang tidak memiliki keluhan gastrointestinal, riwayat penyakit autoimun, dan keganasan. Pengambilan data dilakukan secara konsekutif. Kadar IL-17 serum diukur dengan metode pemeriksaan ELISA. Uji statistik Mann-Whitney dan regresi linier dilakukan menggunakan aplikasi SPSS. Hasil: Jumlah subjek penelitian ini adalah 125 orang, terdiri atas 93 pasien IBD dan 32 kelompok normal. Kadar IL-17 serum adalah 4,13 (3,19-5,14); 4,30 (3,59-5,14); dan 3,40 (2,97-4,01) pg/mL untuk kelompok KU, PC, dan kelompok normal dengan perbedaan signifikan (p=0,004). Tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok KU dan PC. Analisis multivariat menunjukkan aktivitas penyakit (p=0,010) bermakna memengaruhi kadar IL-17 seurm pada KU. Kesimpulan: Terdapat perbedaan kadar IL-17 serum secara signifikan antara kelompok IBD dan kelompok normal, namun tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok KU dan PC.

Background: The incidence of IBD is increasing worldwide, with different characteristics in each country. IL-17 is a strong pro-inflammatory cytokine that plays a role in IBD. No studies have assessed serum interleukin 17 (IL-17) levels in IBD patients in Indonesia, which can determine the pathogenesis and play a role in proposed therapeutic modalities for IBD. Aim: To determine the difference in serum IL-17 levels in patients with IBD. Method: We conducted a cross-sectional study at Cipto Mangunkusumo National General Hospital from April 2022 to April 2023. The inclusion criteria were adult patients diagnosed with IBD and a healthy population who did not have gastrointestinal complaints or a history of autoimmune diseases and malignancies. Data collection was carried out sequentially. Serum IL-17 levels were assessed using ELISA. Mann-Whitney tests and linear regression were carried out using the SPSS application. Result: The total number of subjects in this study was 125, consisting of 93 IBD patients and 32 healthy groups. Serum IL-17 levels were 4.13 (3.19-5.14), 4.30 (3.59-5.14), and 3.40 (2.97- 4.01) pg/mL for the UC, CD, and healthy groups (p=0.004). There was no difference of serum IL-17 levels between UC and CD. Multivariate analysis showed that disease activity (p=0.010) influenced serum IL-17 levels in UC. Conclusion: There was a significant difference in the median value of serum IL-17 levels between IBD and healthy groups, but no difference between UC and CD."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salbiah
"Klofazimin diketahui mampu menekan pertumbuhan tumor baik secara in vitro maupun in vivo, sehingga merupakan kandidat antikanker yang cukup potensial. Namun, hingga saat ini mekanisme klofazimin secara molekuler dalam menghambat kanker belum sepenuhnya diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek molekular klofazimin pada kolitis terkait kanker usus besar yang diamati pada jalur pensinyalan wnt/β-catenin. Penelitian ini menggunakan mencit jantan galur Balb/c (n=36 ekor) yang secara acak dibagi dalam kelompok: Kontrol normal, kontrol negatif, kelompok kuratif (dosis 0.2, 0.4, dan 0.8 mg/20g BB) dan kelompok preventif dosis 0.4 mg/20g BB. Induksi kolitis terkait kanker menggunakan kombinasi dua senyawa kimia Azoxymethane dan Dextran Sodium Sulfate (AOM/DSS). Mekanisme molekuler Klofazimin diamati dengan memeriksa ekspresi caspase-3 dan IL-1β menggunakan metode sandwich ELISA, β-catenin dan Axin-2 menggunakan metode Imunohistokimia, serta pemeriksaan histologi jaringan usus besar menggunakan pulasan H&E. Hasil analisis ELISA menunjukkan bahwa hewan yang diperlakukan dengan klofazimin dosis kuratif 0.8 mg/20g BB dapat memiliki ekspresi IL-1β yang lebih rendah, β-catenin, axin-2, dan Caspase-3 yang lebih tinggi dibanding hewan yang hanya diinduksi AOM/DSS. Kesimpulannya adalah klofazimin berpotensi untuk menghambat pertumbuhan kolitis terkait usus besar pada dosis kuratif 0.8 mg/20g BB.

Clofazimine is known to be able to suppress tumor growth both in vitro and in vivo, making it a potential anticancer candidate. However, until now the molecular mechanism of clofazimine in inhibiting cancer is not fully known. This study aims to analyze the molecular effect of clofazimine on colitis-associated colon cancer (CAC) observed in the wnt/β-catenin signaling pathway. This study used male mice strain Balb/c (n = 36 individuals) who were randomly divided into groups: normal control, negative control, curative group (dose 0.2, 0.4, and 0.8 mg/20g BW), and preventive group dose 0.4 mg/d 20g BB. Induction of colitis-related colon cancer using a combination of two chemical compounds Azoxymethane and Dextran Sodium Sulfate (AOM/DSS). The molecular mechanism of clofazimine was observed by examining the expression of caspase-3 and IL-1β using the sandwich ELISA method, β-catenin and Axin-2 using the immunohistochemical method, as well as histological examination of colon tissue using H&E staining. The results of the ELISA analysis showed that animals treated with a curative dose of clofazimine 0.8 mg/20g BW had lower expression of IL-1β, β-catenin, axin-2, and Caspase-3 than animals induced by AOM/DSS. The conclusion is that clofazimine has the potential to inhibit the growth of colitis associated with the large intestine at a curative dose of 0.8 mg/20g BW."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemal Imran
"Latar Belakang : Pada penelitian sebelumnya terdapat korelasi yang positif antara kemampuan deformabilitas, jumlah eritrosit dan shear rate yang rendah yang berakibat terhadap perfusi otak yang akhirnya akan mempengaruhi perburukan pasien stroke iskemik. Hal ini bisa dilihat dengan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). LED merupakan metode yang mudah dan merupakan petunjuk tidak langsumg terhadap deformabilitas eritrosit. Jika ada kondisi yang meningkatkan kadar fibrinogen atau makroglobulin lainnya akan menyebabkan eritrosit mengendap lebih cepat. Dengan melihat konsep ini kami melakukan penelitian untuk mengeksplorasi korelasi antara komponen eritrosit dengan keluaran klinis stroke iskemik.
Obyektif : Apakah LED ini mempunyai nilai prognostik klinis.
Desain dan Metode: Potong Lintang sesuai kriteria seleksi dan dieksplorasi apakah intensitas respon fase akut terdapat informasi keluaran klinis jangka pendek dengan melakukan uji korelasi antara LED pada pasien dalam 72 jam sejak onset stroke dengan keluaran Minis 7 hari kemudian yang diukur dengan National Institute of Health Stroke Scale (N1HSS).
Hasil: 51 pasien stroke iskemik akut ,dalam 72 jam dari onset klinis. semua pasien dilakukan neuroimejing and pemeriksaan darah rutin, tennasuk LED. 28 pasien (54,9%) terdapat peningkatan LED. LED meningkat (Laki-laki >13 dan wanita > 20) sebanding dengan penigkatan NIHSS. Dengan uji korelasi Spearman Koefisien korelasinya moderat (r=0,642) dan berhubungan bermakna (p < 0,001).

Background: In the recent study, there is a positive correlation among deformability, the amount of erythrocyte and low shear rate which impact to cerebral perfusion. By reducing the cerebral perfusion could increased the infarct size and clinical manifestation worse. The erythrocyte sedimentation rate (ESR) is a simple method and an indirect marker of erythrocyte deformability. If any conditions that increased the amount of fibrinogen and other macroglobulin will increase the ESR. By this concept we did the research to explore the correlation between erythrocyte component and the outcome of ischemic stroke.
Objective: To evaluate whether the ESR can be used as a clinical prognostic value.
Design and Methods: Consecutive Cross sectional study and explore the intensity of the acute-phase response by the correlation test between the ESR within 72 hour from the onset of stroke and the out come at day 7 measured by National ?Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) and whether provided further information concerning the short term out come.
Results: 51 acute ischemic stroke, within 72 hours from clinical onset. All patients had neuroimaging and routine blood tests, including erythrocyte sedimentation rate (ESR). 28 patients (54,9%) had increased ESR. The ESR was increased (men >13 and woman > 20) as the NIHSS was high. With Spearman Correlation test the coefficient correlation is moderate (r4,642) and was significant correlated (p < 0,001).
Conclusion: The ESR is a predictor of short term stroke outcome. These findings might be indicative the amount of fibrinogen, hyperviscosityand the erythrocyte deformability changes.
Key Words : ischemic stroke ; erythrocyte sedimentation rate ; prognosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanauer, Stephen B.
New York: Raven Press , 1985
616.344 HAN i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>