Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184387 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siswanto
"Dalam rangka mendukung pencapaian cita-cita bangsa Indonesia sebagai mana yang telah tertuang di dalam pembukaan undang-undang dasar 1915 alenia ke-4 yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dibutuhkan suatu kondisi yang aman dari segala bentuk ancaman baik dari darat, laut maupun udara. Salah satu, tugas pokok TNI Angkatan Udara adalah menjaga dan mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di udara yang dilaksanakan baik secara mandiri maupun bersama-sama dengan unsur kekuatan lainnya.
Berkaitan dengan tugas pokok tersebut diatas, maka penggelaran radar yang berfungsi sebagai "mata" dalam sistem pertahanan udara nasional ditujukan untuk dapat mendeteksi setiap ancaman yang datangnya dari wahana udara, baik berawak maupun tidak berawak. Hasil penelitian yang dilakukan di Dinas Penerangan TNI Atgkatan Udara dan Komando Pertahanan Udara Nasional, diperoleh data bahwa belurn seluruhnya wilayah udara nasional dapat diliput oleh radar pertahanan udara maupun radar untuk kepentingan Air Traffic Control (ATC) yang terdiri dari 16 unit radar pertahanan udara dan 22 unit radar sipil.
Bila dicermati dari pola penggelaran baik radar hanud maupun radar sipil, maka akan terlihat adanya ketimpangan antara jumlah radar yang ada di wilayah Barat dan wilayah Timur Indonesia. Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa pertimbangan antara lain: disatu sisi untuk mengantisipasi adanya kemungkinan menjalarnya faham ideologi komunis dari taut Cina selatan, sisi lainnya bahwa prediksi ancaman udara berasal dari negara-negara barat tanpa melintas samudera pasifik.
Oleh karena itu agar dapat mengawasi dan mengidentifikasi setiap bentuk ancaman kedaulatan NKRI dari segala arah khususnya melalui wahana udara, penulis beranggapan bahwa dengan mengkaji permasalahan sbb: peranan radar, jumlah radar yang dibutuhkan dan iokasi penempatannya serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengawasan ruang udara, akan memberikan kontribusi yang sangat positif utamanya dalam rangka mengurangi maraknya penerbangan gelap yang memasuki wilayah udara nasional.

In order to achieve the ideal of the Indonesian Independence, as mention in the paragraph fourth in the 1945 Constitution, sale of all part of Indonesia (land, air and ocean) are needed. The main duties of The Indonesian Air Force (TNI-AU) (together with others or not) are to keep and defend the unity of the whole country, especially in the sky.
To do so, spreading radar to all part of Indonesia is required. Studied run by The Information Unit and The National Defenses Air Commando found all part of the Indonesia area could not be covered by the Air Traffic Control (ATC). At the moment, there are 16 ATC for military and 22 for public.
In fact that radar is not distributed equally between West Indonesia and East Indonesia. Reasons for that arc to avoid communism that comes from East China Ocean and to maintain safety of the Pacific Ocean.
So that, in order to keep and to identify all form of introducers who want to enter to Indonesia are needed. Hence, evaluating and exploring of radar in related to roles and sum that are needed to maintain safety: Besides that all factors (positive and negative) is also be evaluated.
"
2004
T14918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Gunawan Wibisono
"Skripsi ini membahas tentang informasi data data radar kedalam satu display. Terdapat tiga bagian utama didalam sistem radar yaitu antena, transmitter dan receiver. Proses didalam data ? data radar ini berdasarkan sinkronisasi database pada radar processor yang diolah didalam satu layar. Penggabungan ini bertujuan memudahkan bagian Air Traffic Controller dalam mengawasi dan memonitoring pergerakan pesawat. Hasil dari aplikasi ini dapat menjadi pengembangan teknologi radar di Indonesia.
The focus of this study is telling about information about data some radar into a display. In this radar system have 3 main part. There are antenna, transmitter and receiver. Radar can get information about object because electromagnet wave. The distance of wave having parameter. In the process of join some radar have synchronize database in the radar processor and then have output to be display in one monitor. This application have some benefit such as for the operator in Air Traffic Controller (ATC). They can operate easier because can monitoring plane in one display. The result of this thesis can be developing for radar technology in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S1358
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Nugraha
"Dalam bidang penerbangan, radar banyak digunakan oleh pesawat tempur, menara ATC pada bandara, dan lain-lainnya. Salah satu aplikasi radar yang digunakan pada bandara adalah untuk mendeteksi serpihan objek asing atau FOD (Foreign Object Debris) pada lingkungan bandara, khususnya pada landasan pacu pesawat terbang. FOD atau Foreign Object Debris adalah segala jenis objek asing baik benda hidup maupun mati, besar ataupun kecil, yang tidak semestinya terletak pada lingkungan tersebut, karena berpotensi menyebabkan bahaya kecelekaaan, contohnya plat besi, mur, baut, dan lain-lainnya. FOD menjadi salah satu masalah yang cukup penting untuk diperhatikan, khususnya untuk bandara-bandara di Indonesia karena berpotensi membahayakan pesawat terbang yang sedang melintas, baik saat pesawat lepas landas maupun saat mendarat. Ditambah lagi aktivitas penerbangan domestik di Indonesia telah meningkat sebesar 40%dari tahun 2006 hingga 2019, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan untuk meninimalisir resiko ini. Mekanisme pendeteksian FOD pada landasan pacu dengan teknologi radar yang telah ada di pasaran umumnya menggunakan modulasi FMCW dan menggunakan frekuensi yang sangat tinggi, berkisar dari 76 GHz (FODetect® by XSight Tech.) hingga yang tertinggi 96 GHz (Tarsier by QinetiQ), karena belum banyak alat penguji yang mampu mencapai frekuensi tersebut di Indonesia, sehingga perlu alternatif lain dengan frekunesi yang lebih rendah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirancang sepasang antena radar FMCW yang bekerja pada frekuensi 37,5 – 38,5 GHz, gain 32 dB yang di desain untuk memiliki performa serupa dengan produk pasaran yaitu radar FODetect® yang menggunakan modulasi FMCW dengan frekunesi kerja 75.5-76.5 GHz, gain 32 dB. Antena yang di desain ini menggunakan model rectangular waveguide WR-28 dan reflektor parabola sebagai model acuannya dan mampu bekerja pada beberapa rentang frkeuensi di rentang 37.5 – 38.5 GHz yaitu frekuensi 37.5 – 37.55 GHz, 37.64 – 37.72 GHz, 37.82 – 37.88 GHz, 37.95 – 38.39 GHz, dan 38.49 – 38.5 GHz, dengan total bandwidth yang tercapai adalah 0.64 GHz, dan memiliki Isolation Between Port sebesar ≤ −60 dB, dengan hasil lainnya secara simulasi yaitu Gain sebesar 31.9 – 32.2 dB, pola radiasi directional, polarisasi linear dan beamwidth sebesar 3,6°.

In an aviation field, radar is widely used for many applications such as the fighter jets, ATC tower in airport, etc. One of the applications of radar technology is used to detect FOD or Foreign Object Debris in the airport environment, especially in the runaway area. FOD or Foreign Object Debris are every kinds of objects, living or inanimate object, small or big, that located in an inappropriate location in airport, which may cause hazard to the aviation operations, i.e.: iron plate debris, nuts, bolts, etc. FOD becomes one of important issue that must be considered, especially in the most airports in Indonesia, because it will potentially dangerous to every aircraft in the runaway, either during take-off or landing moments. Moreover, the activity of domestic flight in Indonesia from 2006 to 2019 increased by 40 %, so it is necessary to take precautions or mitigation act to minimize this risk. The current’s commercials FOD detection mechanism with radar commonly use FMCW modulation of very high frequency, range form 76 GHz (FODetect® by XSight Tech.) to the highest of 96 GHz (Tarsier by inetiQ), because the measuring instruments that can reach those frequencies are rarely found in Indonesia, so it’s necessary to find other alternative which use lower frequency. Therefore, in this research, a pair of antennas is designed which expected to operate with frequency of 37.5 – 38.5 GHz and gain of 32 dB with FMCW operation-mode. This pair of antennas is based from one of the commercial product: FODetect®’s radar that also work with FMCW operation-mode, with operating frequencies are 75.5 – 76.5 GHz, and gain of 32 dB. The designed antenna uses rectangular waveguide and parabolic reflector as the reference model and successfully to work on frequency ranges of 37.5 – 37.55 GHz, 37.64 – 37.72 GHz, 37.82 – 37.88 GHz, 37.95 – 38.39 GHz, and 38.49 – 38.5 GHz with the total bandwidth of 0.64 GHz and Isolation Between Port of ≤ −60 dB, and the others simulated results: gain of 31.4 – 32.2 dB, has directional radiation pattern, linear polarization and beamwidth of 3,6°."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adji Kusuma
"ABSTRAK
Teknologi ADS-B (automatic dependent Surveillence broadcast) memilikki keunggulan disisi kecepata dan keakuratan penyajian data dibandingkan dengan PMR (Primary Surveillance Radar) maupun SSR (Scondary Surveillance Radar). Data dapt diterima melalui transponder yang dimilikki oleh pesawat. Sistem pemantauan pesawat dengan teknologi ADS-B dapat bekerja hanya dengan antena omni dan mini komputer Raspberry beserta perangkat receiver RTL-SDR. Penyebaran data dari tiap radar pesawat sederhana dapat dilakukan melalui transmitter dengan frekuensi rendah dan spesifikasi long range. Data dari radar dapat menggunakan nilai binari sehingga tidak membutuhkan bandwith dan bit rate yang besar."
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI, 2019
355 JIPHAN 5:1 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Subhana
"Sebagai salah satu negara anggota ICAO (International Civil Aviation Organitation), Indonesia mempunyai wewenang dan kewajiban untuk menyediakan jasa pemanduan lalu lintas udara di seluruh wilayah Indonesia yang didelegasikan. Untuk mengantisipasi perkembangan arus lalu lintas udara di kawasan Indonesia, serta mengatasi keterbatasan kemampuan sistem telekomunikasi penerbangan yang ada saat ini dan untuk menampung pertumbuhan lalu lintas udara dimasa mendatang, diperlukan suatu sistem yang dapat mengantisipasi perkembangan tersebut.
Dalam tulisan ini akan dibuat suatu implementasi sistem pelayanan telekomunikasi penerbangan berbasis satelit di Indonesia dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar pesawat udara. Implementasi sistem tersebut akan dilakukan dalam tiga tahap yaitu, implementasi jangka pendek, implementasi jangka menengah dan implementasi jangka panjang. Sistem pelayanan telekomunikasi penerbangan yang dikembangkan adalah sistem Communication, Navigation and Surveillance menggunakan suatu sistem yang berbasis satelit yaitu CNS/ATM system (Communication, Navigation and Surveillance/Air Traffic Management system ).
Implementasi sistem baru ini dapat mengatasi berbagai kendala yang dialami oleh sistem yang berlaku saat ini guna memenuhi kebutuhan telekomunikasi penerbangan di masa mendatang. Penelitian ini menggunakan data konsumsi bahan bakar untuk penerbangan pesawat MD 90 dan pesawat B 737-400 yang menerbangi rute-rute dalam negeri PT. Lion Mentari Airlines. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penghematan bahan bakar rata-rata sebesar 4.41% dari masing-masing rute dalam satu tahun atau 4.394.036,64 liter/tahun (senilai Rp. 25.485A12.483,48) untuk penggunaan pesawat MD 90. Sedangkan pada penggunaan pesawat B 737-400, terdapat penghematan bahan bakar rata-rata sebesar sebesar 4,93% dan masing-masing rute dalam satu tahun atau 5.108.122,98 liter/tahun (senilai Rp. 29.627.113.301,14).

As one of Member State of ICAO (International Civil Aviation Organitation), Indonesia have authority and obligation to provide air traffic service around delegated Indonesian region. To anticipate the growth of air traffic flow in Indonesia area and overcome limitation ability of existing aeronautical telecommunications system and also to accomodate growth of air traffic in the future, Indonesia need a new system to anticipate the growth.
This paper propose an implementation of aeronautical telecommunications service system base on satellite in Indonesia in order to increase efficiency of fuel use in aircraft. The implementation will be done in three phases that are, short term , medium term and long term. The aeronautical telecommunications service system to be develope is system Communication, Navigation and Surveillance using the system based on satellite which is CNS/ATM System (Communication, Navigation and Surveillance I Air Traffic Management System).
The implementation of this new system will overcome various constraint caused by the existing system utilized and to fulfill requirements of aeronautical telecommunication in the future. This research use aviation fuel consume data for MD 90 and B 737-400 aircraft are use for domestic routes of PT. Lion Mentari Airlines. Result of research indicate that there are fuel saving around 4.41% from each route or 4,394,036.64 litres in one year (or equal amount of Rp. 25,485,412,483.48 ) for using MD 90 aircraft. While using B 737-400 aircraft, there are fuel saving around 4.93% from each route or 5,108,122.98 litres in one year (or equal amount of Rp. 29,627,113,301.14 ).
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
T16888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurelia Eirene Adryana
"Setiap negara memiliki tanggung jawab untuk membangun dan menyediakan layanan lalu lintas udara sebagaimana tertera dalam Pasal 28 Konvensi Chicago. Namun, Annex 11 Konvensi Chicago menyebutkan bahwa negara dapat mendelegasikan tanggung jawab tersebut kepada negara atau lembaga lain tanpa membahayakan kedaulatannya. Pendelegasian tanggung jawab tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak. Tetapi, pendelegasian tanggung jawab seringkali masih menyentuh kedaulatan sebuah negara. Maka dari itu, perlu dibedakan antara urusan operasional dan kedaulatan dalam pendelegasian layanan lalu lintas udara. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menganalisis hukum udara internasional dan perjanjian bilateral mengenai pendelegasian layanan lalu lintas udara. Dalam praktiknya, sifat dari pasal-pasal yang tertera pada perjanjian tersebut menentukan seberapa jauh tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Berdasarkan kesimpulan di atas, sebaiknya ketentuan dalam perjanjian bilateral mengenai tanggung jawab kedua belah pihak harus dibuat secara lengkap dan jelas untuk menghindari benturan antara urusan operasional dan kedaulatan.

Each state is responsible for establishing and providing air traffic services as stated in Article 28 of the Chicago Convention. However, Annex 11 to the Chicago Convention stated that states could delegate these responsibilities to other states or institutions without jeopardizing their sovereignty. The delegation of responsibility is carried out based on a mutual agreement agreed by both parties. The delegation of responsibility often still touches the sovereignty of a state. Therefore, it is necessary to distinguish between operational matters and sovereignty in the delegation of air traffic services. The author uses a normative legal research method by analyzing international air law and bilateral agreements regarding the delegation of air traffic services. In practice, the nature of the articles contained in the agreement determines the extent of the responsibilities that both parties must fulfill. Based on the conclusions above, it is better if the provisions in bilateral agreements regarding the responsibilities of both parties must be made completely and clearly to avoid conflicts between operational matters and sovereignty.

 

Keywords: Delegate, responsibilities, operational, sovereignty, bilateral agreement, air traffic services."

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1991
S21574
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Wibowo
"Penataan ulang pelayanan ruang udara adalah salah satu aspek untuk mengantisipasi meningkatnya risiko keselamatan penerbangan akibat dari pertumbuhan pergerakan pesawat udara dan meningkatnya kebutuhan pelayanan ruang udara. Saat ini masih ada beberapa bandar udara yang berdekatan menggunakan frekuensi radio penerbangan yang sama, akibatnya terjadi interferensi. Dengan meningkatnya pergerakan pesawat udara maka terjadinya interferensi tidak dapat ditolerir lagi.
Tesis ini mengkaji upaya untuk menghilangkan interferensi melalui penataan ulang pelayanan ruang udara di bandar udara Hang Nadim - Batam, bandar udara Minangkabau - Padang dan bandar udara Depati Amir - Bangka. Proses penataan ulang pelayanan ruang udara ini meliputi unsur frekuensi radio penerbangan, unsur fasilitas komunikasi dan unsur pelayanan ruang udara (termasuk SDM). Kegiatan penataan ini dikaitkan dengan rencana peremajaan fasilitas komunikasi VHF-A/G pada ketiga bandar udara tersebut. Kelayakan dalam pemilihan fasilitas komunikasi VHF-A/G tersebut dihitung menggunakan teori ekonomi teknik.
Dari tiga unsur yang diteliti dalam penelitian ini didapat tiga alternatif yang bisa diterapkan untuk kondisi saat ini yaitu : pertama, melakukan penataan layanan ruang udara pada beberapa bandar udara yang mengalami interferensi, kedua, melakukan penataan frekuensi radio penerbangan di seluruh ruang udara yang mengalami gangguan; ketiga, mengurangi pelayanan ruang udara suatu bandar udara untuk selanjutnya menyerahkan pelayanannya ke bandar udara lain.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, alternatif 3 dengan mengurangi pelayanan ruang udara suatu bandar udara untuk kemudian diserahkan pelayanannya ke bandar udara lain menunjukkan bahwa secara ekonomi menunjukkan hasil yang lebih optimal.

Air space service rearrangement is one aspect in anticipation of increased risk due to aviation safety of aircraft movement growth and increasing demands for services of air space. While there are several adjacent airport uses aviation radio frequencies on the same, resulting in interference. With the increasing movement of aircraft then the interference can not be tolerated anymore.
This thesis examines the efforts to eliminate the interference by the rearrangement of service in the air space Hang Nadim airport - Batam, Minangkabau airport - Padang and Depati Amir airport - Bangka. The arrangement process of the air space services including the element of aviation radio frequency, communications facilities and services of the air space (including HR). Structuring activity is associated with rejuvenation plan communications facilities VHF-A/G in the third airport. Eligibility in the selection of communications facilities VHF-A/G was calculated using economic engineering theory.
Of the three elements examined in this study obtained three alternatives that could be applied to current conditions : first, to the arrangement of the air space services in some airports are experiencing interference; second, to the arrangement of radio frequencies across the air space flights have been affected; third, reducing the air space of a service airports to deliver its services further into other airports.
From the results of research conducted, alternative 3 by reducing the air space of a service to the airport and then transferred his service to other airports indicates that the economy showed more optimal results.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30565
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Sakti K
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T39925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi Zuhriyanto
"Peningkatan tekanan darah dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung iskemik dan strok. Pemandu Lalu Lintas Udara PLLU di Jakarta Air Traffic Services Centre JATSC yang terpajan dengan temperatur ruang kerja yang dingin dapat berisiko dengan peningkatan tekanan darah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko peningkatan tekanan darah pada PLLU di JATSC. Penelitian ini memakai desain potong lintang dengan random sampling pada PLLU di JATSC selama periode 29 Mei sampai 14 Juni 2017. Sebanyak 134 subjek didapatkan selama penelitian ini. Data diperoleh dengan pengisian kuesioner, pengukuran tekanan darah dengan Sphygmomanometer air raksa, dan temperatur ruang kerja dengan termometer digital. Peningkatan tekanan darah terjadi bila sistolik ge; 140 mmHg atau diastolik ge; 90 mmHg setelah bekerja.
Hasil menunjukkan subjek yang berusia ge; 40 tahun memiliki risiko peningkatan tekanan darah 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan usia dibawah 40 tahun [RRa= 2,18; IK 95 = 1,15-4,11; p= 0,016]. Subjek dengan temperatur ruang kerja dibawah 21 C memiliki risiko peningkatan tekanan darah 2,1 kali lebih tinggi dibandingkan subjek dengan temperatur ruang kerja ge; 21 C [RRa= 2,10; IK 95 = 1,12-3,93; p= 0,020]. Dapat disimpulkan bahwa usia ge; 40 tahun dan temperatur ruang kerja dibawah 21 C mempertinggi risiko peningkatan tekanan darah.

Increased blood pressure can increase the risk of ischemic heart disease and stroke. Air Traffic Controller ATC in Jakarta Air Traffic Services Centre JATSC exposed to cold working room temperatures may be at increased risk of blood pressure. The purpose of this study was to determine the risk factors for increased blood pressure among ATC in JATSC. This study used cross sectional design with random sampling on ATC in JATSC during Mei 29th to June 14th, 2017. 134 subjects were obtained during the study. The data were collected using a questionnaire, a Mercury Sphygmomanometer for blood pressure, and a digital thermometer for room temperature. Increased blood pressure were defined by systolic ge 140 mmHg or diastolic ge 90 mmHg after work.
The results showed that subjects with Age ge 40 years compared to under 40 years were 2.2 times higher risk to increased blood pressure RRa 2.18 CI 95 1.15 4.11 p 0.016 . Those who work at room temperature below 21 C compared to ge 21 C were 2,1 times higher risk to increased blood pressure RRa 2.10 CI 95 1.12 3.93 p 0.020 . In conclusion age ge 40 years and working room temperature below 21 C increase the risk for increased blood pressure."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>