Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29249 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hery Tri Sutanto
"Studi tentang kematian mempunyai peranan penting dalam bidang Demografi karena tinggi rendahnya angka kematian akan mempengaruhi jumlah, komposisi dan pertumbuhan penduduk secara alami. Untuk mengukur derajat kesehatan suatu masyarakat angka kematian bayi dan anak dapat dijadikan indikator kesejahteraan suatu masyarakat. Karena kelangsungan hidup bayi dan anak tergantung pada perawatan yang diberikan oleh penduduk dewasa. Dutta dan Kapur (1982: 215) menyatakan bahwa tinggi rendahnya angka kematian bayi dan anak suatu negara merupakan indikator sosial ekonomi dan kesehatan yang penting dari negara bersangkutan. Karena angka kematian bayi merupakan ukuran yang sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan dan sosial ekonomi dari suatu negara."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Faisal
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26561
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titiek Setyowati
"Angka kematian ihu atau kematian dalam masa hamil, bersalin dan nifas merupakan salah satu indikator kesehatan wanita usia reproduksi dan dapat digunakan sebagal ukuran keberhasilan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan obstetn. Dari beberapa studi menunjukkan angka kematian ibu di Indonesia relatif masih tinggi. Berbagai intervensi program kesehatan telah dilakukan namun angka kematian ibu belum tampak kecenderungan penurunan yang berarti. Keadaan ini disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu sangat komplek ditinjau dari faktor penyebab maupun faktor risiko.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahul faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu di Indonesia berdasarkan data Rumah Sakit pada kurun 1990--1992. Dalam hal ini faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu dilihat dari faktor penyebab kematian ibu dan faktor risiko meliputi faktor pelayanan kesehatan rujukan (cara masuk Rumah Sakit dan cara persalinan ), faktor reproduksi ( umur ibu dan paritas ) dan faktor sosial ekonomi (pendidikan ibu dan pekerjaan ibu ).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit Departemen Kesehatan yaitu `Data Individual morbiditas pasien rawat inap untuk pasien obstetn khusus ibu yang melahirkan di Rumah Sakit dan pasien abortus` (Formulir RL. 2.2).
Populasi yang diamati yaitu pasien obstetn di Rumah Sakit/ Rumah Sakit Bersalin yang dikelola oleh Pemerintab/Swasta di Indonesia kurun 1990 -1992. Dalam Sistem Pelaporan Rumah Sakit, data dikumpulkan dari masing-masing Rumah Sakit secara sampling selama 40 han dalam setahun atau 10 hari dalam satu triwulan meliputi periode 1-10 Januari, 1-10 Mel, 1-10 Agustus dan 1-10 Nopember. Pasien obstetn yang keluar hidup atau meninggal yang terdaftar dalam periode tersebut dinyatakan sebagai responden dalam penelitian ini. Dalam kurun 1990-1992 didapatkan 169 kasus kematian ibu diantara 71.842 responden pasien obstetn atau 56.256 responden yang hasil kelahirannya anak lahir hidup.
Teknik analisis data yang digunakan yaitu 1) Statistik deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui pola sebab kematian ibu dan rasio kematian ibu menurut karakteristik faktor yang diteliti dan 2) Statistik inferensial (regresi logistik) yaitu untuk mempelajari peran variabel babas dalam mempengaruhi kematian ibu menurut beberapa model yang diperhatikan.
Berdasarkan. hasil penelitian diperoleh angka kematian ibu di Rumah Sakit pada tahun 1990-1992 sebesar 300,4 per 100.000 kelahiran hidup. Sebagian besar ( 71 %) kematian ibu di Rumah Sakit yaitu daiam kurun waktu kurang dari 48 jam . Proporsi sebab kematian ibu menurut diagnosa utama 97 % adalah obstetri langsung . Kematian ibu pada obstetri langsung didapatkan perdarahan menduduki peringkat tertinggi kemudian diikuti toksemia, persalinan lama, abortus, penyulit persalinan, kematian janin, penyulit kehamilan dan kelainan letak janin . Proporsi terbesar dari faktor predisposisi sebab kematian ibu menurut faktor cara masuk Rumah Sakit pada kasus yang dirujuk yaitu perdarahan, penyulit persalinan dan kematian janin , untuk ibu dengan paritas 4 keatas adalah perdarahan, penyulit persalinan dan kematian janin, selanjutnya untuk kelompok umur ibu di atas 35 tahun adalah perdarahan dan umur < 20 tahun yaitu toksemia dan perdarahan. Kejadian kematian ibu merupakan kasus yang langka ( rare cases) oleh karena itu dalam analisis inferensial disajikan cukup banyak model sesuai dengan jumlah kasus yang dipelajari.
Dari hasil regresi logistik menurut beberapa Model yang diperhatikan memberikan informasi sebagai berikut :
Model -1 (Pengaruh variabel pelayanan kesehatan rujukan terhadap kematian ibu ) : didapatkan cara masuk Rumah Sakit (cms) dan cara persalinan (cps) serta interaksi cros*cps mempunyai pengaruh yang berarti secara statistik terhadap kematian ibu.
Model-2 (Pengaruh variabel reproduksi terhadap kematian ibu ): ditemukan variabel umur ibu (umr2) yaitu umur 35 tahun ke atas mempunyai pengaruh berarti terhadap kematian ibu sedangkan paritas (par) tidak menunjukkan perbedaan pengaruh yang bermakna.
Model-3 (Pengaruh variabel sosial ekonomi terhadap kematian ibu): didapatkan variabel pendidikan ibu (ddk) yaitu pendidikkan ibu <=SD mempunyai pengaruh berarti terhadap kematian ibu sedangkan pekerjaan ibu (krj) tidak memperlihatkan perbedaan pengaruh yang bermakna.
Model-4 (Pengaruh variabel pelayanan kesehatan rujukan dengan memperhatikan pendidikan ibu) : diperoleh cara persalinan (cps) dan pendidikan ibu (ddk) serta interaksi dua faktor antara cps*ddk dan cms * ddk mempunyai pengaruh berarti terhadap kematian ibu.
Model-5 (Pengaruh variabel reproduksi dengan memperhatikan pendidikan ibu) : diperoleh umur ibu < 20 tahun (umr1 ), paritas (par), pendidikan ibu (ddk) serta interaksi dua faktor antara umr1*ddk dan par*ddk mempunyai pengaruh berarti terhadap kematian ibu. Dilihat dari nilai odds ratio ditemukan perbedaan pengaruh umur terhadap kematian ibu menurut pendidikkan ibu <=SD cenderung lebih rendah daripada pendidikan SLTP ke atas demikian pula halnya bila diperhatikan menurut paritas.
Model-6 (Pengaruh variabel reproduksi dengan memperhatikan cara masuk Rumah Sakit) : diperoleh umur ibu di atas 35 tahun (umr2), paritas (par), cara masuk Rumah Sakit (cms) serta interaksi dua faktor antara parcms mempunyai pengaruh berarti terhadap kematian ibu."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T7892
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adik Wibowo
"Pelita V di bidang kesehatan merupakan suatu era di mana perhatian dan upaya ditujukan kepada peningkatan keselamatan dan kesehatan ibu (Gerakan Safe Motherhood). Tekad yang telah digalang adalah menurunkan kejadian kematian ibu di Indonesia yang sekarang ini masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama negara-negara di Asia.
Telah pula dibuktikan oleh para ahli, bahwa angka kesakitan dan kematian ibu meningkat drastis selama kurun kehamilan, melahirkan dan pascalahir. Kehamilan, yang pada dasarnya merupakan suatu proses fisiologis, ternyata dapat terganggu oleh berbagai macam penyakit dan kelainan yang dapat membahayakan kesehatan ibu ataupun janin. Oleh karena itu, setiap keadaan selama hamil yang mengganggu kesehatan dan keselamatan jiwa ibu maupun janin haruslah diketahui sedini mungkin sehingga dapat dilakukan pencegahan ataupun pengobatan yang sebaik baiknya. Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu cara terbaik.
Pemeriksaan kesehatan selama hamil, yang dalam dunia medis lebih dikenal dengan istilah "pelayanan antenatal", diartikan sebagai suatu rangkaian tindakan pengamatan, pemeriksaan, dan bimbingan kesehatan yang terencana bagi ibu yang sedang hamil (Ingalls:1975). Tujuan pelayanan antenatal adalah dicapainya keadaan-keadaan sebagai berikut:
kehamilan dengan gejala dan keluhan fisik dan psikis minimal; persalinan dengan status kesehatan ibu dan bayi di dalam keadaan prima; lahirnya bayi sehat tanpa kelainan; tertanamnya kebiasaan hidup sehat yang memberi manfaat bagi anggota keluarga yang lain; penyesuaian yang baik terhadap keadaan pascamelahirkan.
Harapan jangka panjang dari pemeriksaan kehamilan ini adalah membantu menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Jellife (1976) secara lebih spesifik menjabarkan tujuan pelayanan antenatal sebagai berikut:
1. pengawasan dan pemeliharaan kesehatan ibu selama hamil melalui pemeriksaan kesehatan dan kehamilannya secara berkala;
2. penemuan sedini mungkin gejala atau kelainan yang diperkirakan dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin;
3. perlakuan tindakan tepat guna termasuk pengobatan bila ibu hamil dideteksi masuk kedalam kelompok risiko tinggi;
4. penyediaan kesempatan penyuluhan kesehatan khususnya yang menyangkut pemeliharaan kesehatan ibu selama hamil (penyuluhan gizi, kebersihan perorangan, dan persiapan dalam pemeliharaan bayi);
5. perencanaan persalinan sehingga dilahirkan bayi yang sehat dan ibu berada dalam keadaan selamat.
Pada awal abad ke-20, pelayanan antenatal yang dilakukan baik oleh dokter maupun oleh perawat hanya ditujukan pada kebutuhan fisik ibu saja. Dengan berjalannya waktu, makin diketahui bahwa suatu proses kehamilan dan kelahiran melibatkan faktor psikis sehingga pendekatan pelayanan antenatal yang modern berubah kearah pendekatan fisiopsikologi yang melihat ibu hamil dan keluarga sebagai suatu kesatuan yang utuh (Walker:1974)?"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1992
D421
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Retno Mahanani
"Kematian anak merupakan salah satu indikator panting yang dapat menggambarkan tingkat kesehatan suatu populasi. Beberapa ukuran yang sering digunakan untuk menyatakan tingkat kematian anak adalah Angka Kematian Anak Balita (AKABA), Angka kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak (AKA). Secara nasional terjadi penurunan angka kematian anak antar-waktu, namun terdapat perbedaan antar daerah balk untuk angka absolut maupun laju penurunannya. Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kematian anak di Indonesia dan perubahannya antar waktu pada periode 1985-1995, dengan unit analisis propinsi berdasarkan tipe daerah. Berangkat dari kerangka pikir Mosley dan Chen serta mengingat ketersediaan data, diajukan dua jenis model regresi tinier, yaitu model A untuk menguji faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkat kematian bayi dan anak dan model B untuk menguji faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan kematian bayi dan anak antar-waktu. Sebagai variabel tak-bebas untuk model A digunakan masing-masing besaran AKABA, AKB dan AKA, sedangkan untuk model B digunakan laju perubahan AKABA, AKB dan AKA per tahun selama periode 1985-1995. Sebagai variabel babas untuk model A digunakan TFR, proporsi balita berstatus gizi baik, proporsi rumah tangga yang memiliki kakus sendiri dengan tangici septik, proporsi bayi yang pernah diimunisasi, proporsi kelahiran ditolong petugas kesehatan, proporsi perempuan yang tamat SLTP ke atas, rata-rata proporsi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi bukan makanan, variabel dummy yang menyatakan tahun, dan variabel dummy yang menyatakan tipe daerah. Untuk model B, variabel babas yang digunakan adalah laju perubahan faktor-faktor di atas per tahun dan variabel dummy yang menyatakan tipe daerah. Ditemukan bahwa faktor-faktor yang diuraikan oleh Mosley dan Chen berperan dalam menerangkan kematian anak. TFR, proporsi balita berstatus gizi baik, proporsi rumah tangga yang memiliki kakus sendiri dengan tangki septik, cakupan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan, proporsi perempuan berpendidikan minimal tamat SLTP dan tipe daerah, secara bersania-sama dapat menerangkan 75% variasi AKABA dan AKB dan 76% variasi AKA di tingkat propinsi di Indonesia pads tahun 1985 dan 1995. Faktor yang kuat berkaitan dengan tingkat kematian anak adalah TFR dan pendidikan perempuan. Demikian pula cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan faktor sanitasi lingkungan. Status gizi balita tidak besar kaitannya dengan kematian anak tingkat propinsi di Indonesia pada tahun 1985 dan' 1995, namun tetap menunjukkan hubungan yang sesuai dengan hipotesa. AKA cenderung lebih dapat dikendalikan dengan pengendalian faktor-faktor eksternal seperti kondisi lingkungan, upaya kesehatan dan sebagainya, daripada AKB. Variasi laju penurunan AKA di tingkat propinsi berkaitan oleh faktor-faktor lain di luar faktor yang ditinjau dalam studi ini, yang diduga mempengaruhi perubarnaan AKA antar-waktu dengan mekanisme yang lebih kompleks. Berdasarkan temuan-temuan dalam studi ini, diajukan beberapa saran kebijakan. IJpaya menurunkan kematian anaic merupakan pekerjaan lintas sektoral. Di bidang kependudukan, diperlukan pengendalian kelahiran. Perluasan kesempatan pendidikan bagi perempuan perlu dilakukan. Sangat panting bagi sektor kesehatan untuk memprioritaskan peningkatan akses balita ke layanan kesehatan, peningkatan kualitas layanan kesehatan, serta peningkatan pengetahuan dan kesadaran ibu. Fasilitas sanitasi yang balk, antara lain berupa kakus sendiri dengan tangki septik, perlu lebih dsyaratkan."
2004
T14898
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Igor Herlisrianto
"Konteks penelitian ini ialah kebijakan luar negeri Indonesia terhadap ASEAN sebagai Ketua Panita Tetap ASEAN ke-36, pada waktu berlangsungnya KTT ASEAN ke- 9, yang berlangsung di Bali, Indonesia pada bulan Oktober 2003. KTT ini menghasilkan kesepakatan Bali Concord II (2003), dimana salah isi pilarnya adalah semua kepala negara anggota ASEAN berkomitmen dalam upaya membentuk ASEAN Security Community (ASC). Pilar ASC adalah pilar yang khusus membahas masalah politikkeamanan ASEAN. Amanat ini kemudian ditindaklanjuti dengan disetujuinya dokumen ASC Plan of Action (2004), yang pada pokoknya merumuskan lima komponen utama sebagai langkah-langkah kebijakan yang harus dilaksanakan dalam memenuhi komitmen tersebut. Pada akhirnya ASC Plan of Action kemudian diadopsi pada KTT ASEAN ke-10 di dalam kesepakatan Vientiane Action Program (2004), yang sejak itu telah mulai dijalankan. Kesepakatan bersama untuk membentuk ASC pada tahun 2015, sesungguhnya menandakan suatu perubahan dalam kerjasama regional ASEAN dalam bidang politik keamanan.
Dalam inisiatif ini, Indonesia berperan besar karena menggagas pembentukan ASC, sebagai bagian dalam Bali Concord II. Indonesia pula yang dipercaya untuk merumuskan ASC Plan of Action. Meski demikian, belum terdapat literature yang cukup yang dapat menjelaskan mengapa Indonesia memiliki kepentingan yang besar terhadap terwujudnya ASC dan komponen-komponen pembangunnya. Oleh karena i t u , berdasarkan paparan di atas, penelitian ini membahas kebijakan luar negeri dalam menggagas pembentukan ASC, tepatnya menjelaskan kepentingan-kepentingan nasional Indonesia dalam bidang politik dan keamanan sehingga akhirnya menggagas pembentukan ASC. Penelitian ini dilandaskan asumsi bahwa berbagai dinamika internal maupun eksternal yang terjadi sejak berakhirnya perang dingin mendorong Indonesia menaruh perhatian terhadap peningkatan dan penguatan kerjasama keamanan ASEAN untuk memenuhi kepentingan-kepentingan nasionalnya. Hipotesa yang diajukan dan dibuktikan dalam penelitian ini adalah bahwa setidaknya terdapat tujuh tujuan Indonesia sehingga mendorong pembentukan gagasan ASC, yakni: Indonesia berkepentingan untuk menjadikan ASEAN lebih terkonsolidasi dan berpadu (kohesif); Kebutuhan politik Indonesia untuk mencitrakan demokratisasi dan HAM di ASEAN dan di dalam negeri.
Kebutuhan Indonesia untuk mendukung kerjasama ekonomi ASEAN dengan kerjasama di politik keamanan ASEAN; Kebutuhan keamanan Indonesia untuk memperkuat platform kerjasama ASEAN di bidang politik dan keamanan ASEAN; kepentingan keamana Indonesia untuk mengamankan kawasan Asia Tenggara dari intervensi negaranegara besar; Kepentingan keamanan Indonesia untuk mengatasi masalah-masalah keamanan non-tradisional termasuk kejahatan transnasional berupa terorisme, dan kebutuhan politik Indonesia untuk meningkatkan kembali (reassert) p e r a n kepemimpinannya (leadership) di ASEAN pasca krisis tahun 1997/1998, selagi menduduki posisi chairman ASEAN.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa gagasan Indonesia untuk mendorong pembentukan ASC disebabkan kepentingan politik dan keamanan Indonesia. Indonesia menyadari suatu stagnasi di dalam kerjasama politik dan keamanan ASEAN. Padahal kerjasama politik dan keamanan ASEAN mutlak diperlukan sebab keamanan dan stabilitas satu negara di Asia Tenggara terkait dengan keamanan semua negara di kawasan. Untuk itu Indonesia memandang bahwa ASEAN perlu memiliki prakarsa yang pada pokoknya dapat akan memperkuat kerjasama politik keamanan ASEAN, agar ASEAN mampu merespons dinamika keamanan dan politik yang baru, yakni tantangantantangan aktual baik berupa isu-isu keamanan yang bersifat tradisional maupun nontradisional, serta perkembangan politik lainnya seperti kegamangan ASEAN, dan persoalan kapasitas institusional.
Mengingat terutama karena isu-isu keamanan tersebut dapat menggerus ketahanan nasional sehingga pada akhirnya mengancam ketahanan regional. Untuk itu Indonesia juga memandang bahwa kerjasama politik keamanan ASEAN perlu berkembang dan menjadikan ASEAN sebagai sebuah organisasi yang lebih kompak, kohesif, modern, efisien dan berkapasitas dalam menyelesaikan persoalan di tingkat regional. Dengan kata lain, dengan kehadiran sebuah ASEAN Security Community, Indonesia berharap dapat membuka jalan mencapai tujuan tersebut.

The context of this research is Indonesia`s foreign policy towards ASEAN, as the chairman of the 36th ASEAN Standing Commitee during the Ninth (9th) ASEAN Summit, Held at Bali, Indonesia in October 2003. The ninth summit resulted with the agreements of Bali Concord II (2003), where one of the integral pillars were that all of the ASEAN head of nations agreed themselves to commit towards the creation of the ASEAN Security Community. The ASC pillar is a pillar that exclusively discusess political-security problems amongst members. T his self-instruction was followed through by the agreeing of the documents of the ASC Plan of Action (2004), that basically draws out five main components as the policy paths towards fulfilling the commitment. The ASC PoA was then adopted at the Tenth (10th) ASEAN Summit through the Vientiane Action Program (2004) which has since been carried out. The consensus decision to complete the creation of the ASC by 2015, has signaled a significant shifting of how ASEAN`s regional cooperation on behalf of regional security would be conducted.
In this initiative, Indonesia played a great role because it was actually the one who came up with the idea of ASC and proposed for it to be included in the Bali Concord II, as a part of the Bali Concord II. Indonesia was also entrusted to design the objectives of realizing it through the ASC Plan of Action. Even so, there has been no sufficient literature as to why Indonesia has great interest in the existence of a fully fledged ASEAN Security Community and its subsequent instruments. Therefore, based on the above explanation, this study will explain Indonesia`s foreign policy in proposing the idea of the creation the ASC, to be exact, it will explain Indonesia`s national interest in terms of political and security that eventually lead to its bidding to the creation of the ASC. This research is based on the assumption that the various internal and also external dynamics that has happened since the end of the cold war, has pushed Indonesia to place attention towards the efforts to increase and strengthen ASEAN`s security cooperation, in order to fulfill its national interests. The hypothesizes offered here and has been proved as well in this research area is that there are at least seven of Indonesia`s purposes that has pushed the creation of the ASC idea, that is Indonesia has interest to make ASEAN more consolidated and more cohesive; Indonesia`s political need to promote democratization and human rights at the ASEAN agenda and domestically;
Indonesia`s need to support the economic cooperation of ASEAN with a political-security cooperation dimension; Indonesia`s security need to strengthen the platform of ASEAN`s political security cooperation; Indonesia`s security interest to secure the Southeast Asian region from most likely intervention of big powers outside ASEAN; Indonesia`s security interest to non-traditional security issues; and Indonesia`s political need to reassert and enhance its leadership role in ASEAN after the 1997/1998 crisis, while in the position of ASEAN`S chairman.
As the conclusion will show, Indonesia`s initiative to push for the creation of the ASC was primarily for it`s political and security interests. Indonesia has realized a stagnation in ASEAN`s political security cooperation, post the cold war. When in fact, an ASEAN political security cooperation component is definitely needed considering that the security and stability of one state in Southeast Asia is connected to the security of all states in this region. Therefore Indonesia prefers to see ASEAN to have a initiative that essentially would strengthen ASEAN`s political security cooperation in the future, in order for ASEAN to be able to response the new political and security dynamics, that are actual challenges, either traditional or non-traditional security issues, and also other political developments, such as the uncertainty of ASEAN and the problem of institutional capacity.
Considering that primarily those security issues may may undermine national resilience , therefore threatening the regional resilience. For that it has also has been Indonesia`s concern that ASEAN`s political security cooperation should develop further to make it an organization that is more compact, cohesive, modern, efficient and has the capacity at solving problems at the regional level. In other words, with the presence of an ASEAN Security Community, Indonesia hopes to pave the way to such a goal."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S7753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Oki Ramadhani
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
S7988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firmansyah Budiman
Depok: Universitas Indonesia, 1996
S8057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Yuliana
"Angka kematian perinatal merupakan salah satu indikator derajat kesehatan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI tahun 1999, angka kematian perinatal di Indonesia saat ini masih tinggi yaitu 45 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian perinatal di Kotamadya Bengkulu adalah 177 dari 7.207 kelahiran hidup. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi kematian perinatal di Kotamadya Bengkulu. Periode pengamatan dilakukan selama satu tahun terhitung mulai I Januari 1999 sampai dengan 31 Desember 1999.
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan kasus kontrol dengan perbandingan jumlah kasus dan kontrol sebanyak 1:1, sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 131 kasus dan 131 kontrol. Pengambilan kontrol dilakukan pada wilayah yang sama dengan kasus secara random sampling tanpa melakukan maching. Kasus adalah bayi yang meninggal pada masa perinatal antara tanggal I Januari 1999 sampai dengan 31 Desember 1999 di Kotamadya Bengkulu, sedangkan kontrol adalah bayi yang lahir hidup dan tidak mati pada wilayah dan periode waktu yang sama.
Hasil penelitian menemukan bahwa dari 12 variabel, 11 variabel bermakna dengan p < 0,05 yaitu umur (P= 0,0001 dan OR=13,54), paritas (PN 0,0001 dart Olt 3,95), pendidikan (P= 0,002 dan OR=2,24), kondisi kesehatan (P= 0,016 dan OR~,46), kelengkapan pemeriksaan (PN 0,0001 dan OR=12,54), frekuensi pemeriksaan (P= 0,0001 dan QR=5,759), jenis penolong persalinan (P= 0,0001 dan OR=12,05), jenis persalinan (P= 0,0001 dan OR= 4,88), lama persalinan (P= 0,0001 dan OR=33,75), komplikasi persalinan (P= 0,0001 dan OR= 10,506), berat badan bayi (P= 0,0001 dan OR 200,35).
Berdasarkan model akhir dari penelitian ini, didapatkan bahwa faktor yang berhubungan erat dengan kematian perinatal adalah berat badan bayi, umur ibu, paritas, kelengkapan pemeriksaan, dan komplikasi persalinan. Untuk menghindari dan menurunkan angka kematian perinatal, disarankan untuk melakukan penyuluhan kepada ibu hamil melalui Dasa Wisma, kelompok pengajian dan organisasi masyarakat, tentang peningkatkan upaya pendeteksian dini terhadap ibu hamil yang berisiko tinggi, penundaan kehamilan untuk ibu yang berumur <20 tahun, dan menghentikan kehamilan untuk ibu yang memiliki anak lebih dari tiga atau berusia > 35 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi terpilih. Untuk kasus BBLR dapat dilakukan penyebarluasan informasi kesehatan dengan pengenalan metode kanguru, baik di rumah maupun di fasilitas kesehatan.

Prenatal mortality rate (PMR) is one of the health status indicator. In Indonesia prenatal mortality rate is still bight, estimated around 45 per 1000 life births. Hite the PMR in Bengkulu city is 177 of 7.207 live birth. This study is aimed to determine factors that influence of prenatal mortality in Bengkulu City. Observation was conducted for one year from 1st January 1999 to 31st December 1999.
This study used case control design with comparison 1 case and I control. The sample size is 131 cases and 131 control. Control was taken random is without matching. Cases are infants who die during prenatal period, whereas controls are infant who born and live within period 1st January 1999 to 31st December 1999 in Bengkulu City.
This study showed that 11 of 12 variables were significant with p < 0,05. They are age (p = 0,000I and OR = 13,54), parity (p = 0,0001 and OR=3,95), education (p = 0,002 and OR = 2,24), health status (p = 0,016 and OR = 0,46), complete examination (p = 0,0001 and OR = 12.54), frequency visit (p = 0,0001 and OR = 5,759), type of birth (p = 0,0001 and OR = 12,05), type of delivery (p = 0,0001 and OR = 4,88), delivery duration (p = 0,0001 and OR = 33,75), delivery complication (p = 0,0001 and OR = 1 0,506), birth weight (p = 0,0001 and OR = 200,35).
According to this study, there are some factors have close relation with prenatal mortality. They are birth weight, mother's age, parity, complete examination, and delivery complication. To prevent prenatal mortality, health provider should give health education for pregnant women trough organization like Dasa Wisma and Pengajian or the other organization. Second, increase early detection for high pregnant woman. Third, delaying pregnancy for young mother with age < 20 years and stopping pregnancy for old mother with age > 35 years by using contraception. To reduce Low Birth Weight by cases, health information about introduction of kangaroo method at home or health facility.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T3921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>