Ditemukan 109123 dokumen yang sesuai dengan query
Hasan Wirayuda
"Dengan pengamatan yang seksama dapat diketahui bahwa argumentasi hukum yang diajukan para pihak yang mendukung klaimnya sesungguhnya mengacu pada prinsip hukum yang sama yakni suksesi kepemilikan yang diwarisi dari penguasa kolonial masing-masing. Melalui alur argumentasi dan pembuktian yang berbeda, baik Indonesia dan Malaysia mengklaim kepemilikannya tas kedua pulau berdasarkan dalil uti possidetis. Indonesia mendasarkan kalimnya pada treaty-based title, utamanya penfsiran atas pasal IV konvensi 1891, yakni bahwa garis 4 10 LU yang memberikan petunjuk tentang batas kepemilikan Belanda dan Inggris di sebelah selatan dan utara garis 4 10 LU tersebut adalah garis yang memotong P."
2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-30
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Jakarta: Universitas Indonesia, 2003
341.448 UNI d
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Hikmahanto Juwana
"Tanggal 3 hingga 12 Juni 2002 Mahkamah Internasional (MI) atau International Court of Justice telah mendengarkan argumentasi lisan (oral hearings) dari Indonesia dan Malaysia sehubungan dengan sengketa wilayah (territorial dispute) Pulau Sipadan dan Ligitan. Dua pulau yang berada di dekat pulau besar Kalimantan (Borneo0 ini sebenarnya merupakan dua pulau kecil yang tidak berpenghuni. Pengtingnya dua pulau untuk menentukan lebar laut wilayah, landas kontinen dan zona ekonomi ekslusif. Kepentingan ekonomi karenanya sangat dominan dalam perebutan pulau ini disamping mempertahankan keutuhan wilayah."
2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-111
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Hasun
"Kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan yang melibatkan dua negara anggota ASEAN, yaitu antara Indonesia dan Malaysia berawal sejak tahun 1969. Permasalahan atas kedua pulau tersebut mulai muncul sejak Indonesia dan Malaysia pertama kalinya membicarakan mengenai kepemilikan atas kedua pulau tersebut dalam perundingan mengenai batas landas kontinen kedua negara di Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan lepas pantai Kalimantan Timur, pada tanggal 9-22 September 1969 di Kuala Lumpur (Malaysia). Dalam perundingan itu kedua delegasi telah menyetujui batas-batas landas kontinen di Selat Malaka, Laut Cina Selatan (Bagian Barat Lepas Pantai Timur Malaysia Barat dan Laut Cina Selatan (Bagian Timur) Lepas Pantai Serawak. Akan tetapi tidak demikian halnya mengenai batas landas kontinen di kawasan lepas pantai Kalimantan Timur, karena terdapat ketidaksesuaian pendapat antara Indonesia dan Malaysia mengenai status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang kedua-duanya terletak di sebelah timur Kalimantan timur. persetujuan tersebut ditandatangani Malaysia Disinformasi Soal Sipadan-Ligitan, Kompas Jakarta), Jum'at 7 Oktober 1994, hlm. 1, kol 6-9
2 Status Sipadan-Ligitan Tetap Mengambang, Tajuk Rencana dalam Suara Pembaruan (Jakarta) 12 Juni 1995."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Ratnaningrum
"Tesis ini membahas penyelesaian sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan melalui International Court of Justice (ICJ). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pemaparan secara deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa Malaysia dapat memiliki Pulau Sipadan dan Ligitan setelah melalui proses perundingan antara Indonesia dan Malaysia melalui International Court of Justice (ICJ) berdasarkan keberadaannya sebagai pemilik (effectivities).
The focus of this study is dispute settlement of Sipadan and ligitan island between Indonesia and Malaysia at International Court of Justice (ICJ). This research is qualitative interpretative. The result of this study shows Malaysia had full authority of Sipadan and Ligitan island after the processed of negotiation between Indonesia and Malaysia at International Court of Justice (ICJ) based on effectivities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27319
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Achmad Dahlan
"Konflik Indonesia dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan telah berlangsung cukup lama, yakni sejak tahun 1967 dan dibicarakan secara bersama-sama pada tahun 1969, dalam perkembangannya dapat menggangu hubungan baik kedua Negara, dan bahkan dapat menjadi pemicu konflik terbuka yang dapat mengganggu perdamaian dan keamanan dikawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu, Keputusan Kedua belah pihak untuk membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional merupakan jalan yang terbaik dan patut mendapatkan penghargaan dari dunia internasional. Hal ini dikarenakan kedua pihak telah mendahului upayanya secara politik melalui perundingan diplomatic, namun gagal.
Dalam sidangnya, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia. Hal ini menimbulkan keresahan disebagian masyarakat Indonesia yang menyimpulkan bahwa lepasnya pulau tersebut merupakan kegagalan diplomasi pemerintah Indonesia. Padahal dalam Undang undang Nomor 4/Prp/1960 Indonesia tidak pernah memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan kedalam wilayah Indonesia sehingga apabila dikatakan Pulau Sipadan dan Ligitan telah lepas dari Indonesia sebagai akibat Keputusan Mahkamah Internasional adalah tidak tepat, karena Indonesia tidak pernah memiliki kedua pulau tersebut. Kemudian, Upaya untuk memenangkan kedua pulau dalam perebutan dengan Malaysia telah diupayakan semaksimal mungkin, namun hasilnya tidak sesuai maka harus diterima dengan jiwa besar dan dilandasi oleh keinginan untuk membangun hubungan internasional dengan Negara lain secara baik dan beradab."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13758
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Hasyim Djalal
"Tanggal 17 Desember 2002 yanglalu, Mahkamah Internasional di Den haag memutuskan dengan suara 16:1 bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan yang kepemilikannya dipertengkarkan antara Indonesia dan Malaysia sejak 1969 dinyatakan sebagai wilayah Malaysia. Keputusan ini memberi bobot yang sangat besar kepada kenyataan bahwa Inggris yang mewariskannya kepada Indonesia. Kewenangan yang dilaksanakan oleh Inggris dan Malaysia dinilai lebih konsisten dan terus menerus dan karena itu dinilai lebih melaksanakan dan bahwa doktrin 'effective control' inilah yang dinilai lebih sesuai dengan Hukum Internasional. Perlu diingat bahwa doktrin ini pulalah yang oleh Arbitrator Max Huber dalam tahun 1928 dipakai untuk menyatakan bahwa Pulau Mianggas yang dipertekarkan antara Amerika Serika dan Hindia Belanda dinyatakan sebagai wilayah Hindia Belanda dan ynag kini menjadi bagian yang tidak dipersahkan dari Indonesia."
2003
HUPE-XXXIII-1-Mar2003-126
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Universitas Indonesia, 2003
S26112
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library