Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52808 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarah Rum Handayani Pinta
"ABSTRAK
Dalam ilmu sosial, sastra maupun ilmu-ilmu lainnya, telah banyak ditemui penulisan tentang citra wanita dalam berbagai aspek. Akan tetapi tidaklah demikian dalam bidang seni rupa, khususnya dalam bidang seni lukis. Meskipun jumlah wanita besar, melebihi jumlah pria akan tetapi jumlah wanita yang berkecimpung dalam seni lukis sangat sedikit dibanding pria.
Dalam realitas sesungguhnya hadirnya wanita pelukis tidaklah segencar wanita-wanita dalam karya lukisan. Anggapan-anggapan yang secara sosial budaya berlaku untuk wanita, sangat menghambat kreativitas wanita-wanita pelukis. Melukis adalah suatu proses kreatif. Wanita banyak diassosiasikan dengan proses yang bukan kreatif,dan selalu dikaitkan dengan kegiatan reproduksi dan konsumsi. Sehingga melukis dianggap bukan dunia wanita, lebih merupakan dunia pria.
Karya seni pada dasarnya adalah kegiatan manusia yang dilakukan dengan sadar, dengan perantaraan tanda-tanda lahiriah tertentu. Karya seni diciptakan untuk menyampaikan perasaan-perasaan yang telah dihayati yang diekspresikan melalui karya kepada pengamat (orang lain). Pengamat tentu perlu untuk mengetahui makna apa yang ada dibalik karya tersebut.
Berdasarkan permasalahan di atas, akan sangat bermanfaat bila dapat mengungkapkan tentang citra wanita dalam karya lukisan hasil karya wanita pelukis Lucia Hartini. Bagaimana Lucia Hartini menampilkan citra wanita dalam lukisannya, apakah tema dari pokok pembahasan tentang wanita yang dituangkan Lucia Hartini dalam karya lukisannya cenderung mengukuhkan nilai-nilai lama (intensifying), melapukkan nilai-nilai lama (decomposing), membentuk kembali nilai-nilai lama (recomposing) citra wanita yang tradisional ataukah membentuk nilai-nilai baru yang betul-betul baru (reconstructing).
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Karena untuk menghayati suatu karya seni, diperlukan suatu pemahaman berdasarkan kecerrnatan panca indra. Melalui panca indra inilah data seni suatu kajian ilmiah harus dihimpun secara kualitatif. Data yang diambil adalah lukisan Lucia Hartini sebanyak tujuh karya lukisan. Data akan dianalisis memakai analisa semiotik. Semiotik adalah kajian tentang makna tanda. Lukisan adalah kumpulan dari tanda-tanda yang disebut sebagai sebuah bahasa dari tanda-tanda visual (a language of visual signs). Maka semiotik bisa digunakan untuk memahami karya lukisan.
Untuk mengungkap data, dikemukakan landasan berpikir tentang kebudayaan yang meliputi : agama, kepercayaan, tradisi, adat dan lingkungan. (Koentjaraningrat, 1984), pelukis dalam proses penciptaan karya lukis (Bastomi, 1992), karya lukisan yang menjadi proses pengukuhan nilai-nilai lama (intensifying), pelapukan nilai-nilai lama (decomposing) dan pengemasan kembali nilai-nilai lama (recomposing) menurut Elson and Pearson (dalam Kate young, 1984).
Melalui analisis sintaksis, pada analisis garis ditemukan garis mengarah ke atas adalah pola garis yang paling dominan. Dalam arti simbolis garis mengarah ke atas dapat diartikan sebagai simbol hidup. Warna oranye dan merah muncul sebagai warna dominan diantara latar belakang berwarna biru. Dalam analisis warna ditemukan pula warna yang mempunyai intensitas sama yang dicapai karena adanya keseimbangan antara warna biru dan coklat. Dalam analisis raga ditemukan komposisi statis, komposisi yang terkesan "diam".
Kontras gelap terang yang didapat dari analisis bentuk didapatkan dari media warna, bukan dari effek cahaya. Simbol-simbol yang muncul dalam bentuk terdiri atas : wanita, bayi, tembok, kain panjang sebagai busana wanita, selendang, air laut, awan, bulan, cermin, bunga, kuda, dan benda menyerupai otak.
Subject matter yang muncul dalam citra wanita adalah (1) wanita dalam keterkungkungan, (2) wanita dalam pengasuhan, (3) wanita yang mendambakan hadirnya seorang anak (4) Benda yang dekat dengan wanita : cermin sebagai buaian dari diri wanita. (5) hubungan antara ibu dan anak (6) wanita yang ingin bebas dari keterkungkungan.
Simbol-simbol dalam analisis semantik ditemukan antara lain : bayi sebagai simbol karunia Tuhan, secara Ilahi datangnya dari "atas", juga sebagai simbol keabadian dari kehidupan dari orang tuanya dengan generasi sebelumnya ; tembok sebagai kungkungan tradisi yang kokoh, sebagai kungkungan secara sosial budaya yang disosialisasikan pada wanita. Kain panjang sebagai busana yang melilit tubuh wanita yang memberi ekspresi bergerak, berputar, sebagai simbol adanya permasalahan yang tak pernah terselesaikan. Selendang : simbol buaian, yang berfungsi memberikan kehangatan, perlindungan dan kasih sayang antara ibu dan anak yang menimbulkan ikatan antara keduanya. Di samping simbol-simbol di atas tampil pula simbol lain seperti : mata, cermin, bunga, kuda, air laut, awan, bulan dan benda lain yang menyerupai otak.
Warna-warna yang muncul-sebagai simbol antara lain : warna hijau, ungu, oranye dan biru. Dari ketujuh lukisan dengan terra dan pokok bahasan tentang wanita yang dituangkan Lucia Hartini dalam lukisannya ditemukan adanya lukisan yang cenderung mengukuhkan nilai-nilai lama (intensifying), melapukkan nilai-nilai lama (decomposing), dan membentuk kembali nilai-nilai lama (recomposing) citra wanita tradisional, dan tidak ditemukan adanya kecenderungan dalam pembentukan nilai-nilai baru yang betul-betul baru (reconstructing)."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqrak Sulhin
Jakarta: Prenadamedia Group, 2016
364.6 IQR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Dwina Paramita
"Sebagai anggota keluarga, anak tidak menempati posisi strategis sebagaipengambil keputusan, baik bagi dirinya sendiri terlebih lagi bagi orang lain.Penelitian ini menganalisis citra tokoh utama anak dalam tujuh cerpen karya tujuh perempuan pengarang yang dimuat dalam jurnal Prosa edisi Yang jelita yang Cerita. Melalui analisis terhadap sudut pandang dan interaksi tokoh utama anak dengan anggota keluarganya, diharapkan dapat diketahui citra tokoh anak yangditampilkan ketujuh perempuan pengarang dalam tiap-tiap cerpennya. Ilmu Psikologi, dalam hal ini psikologi perkembangan anak, dibutuhkan untukmemahami pergulatan tokoh anak dalam menghadapi problematika yang melingkupi mereka.

As family member, children does not have strategic position as decision maker, for themselves nor everybody else. This research analyzed image of leading role children in seven short stories by seven women authors in Prosa journal, Yang Jelita yang Cerita edition. Through analysis on point of view and interaction withother family member, I expect to understand the image of leading role children that showed by the author in each story. Psychology, in this case ChildrenDevelopment Psychology, needed to help understands children's struggle on facing problems that surrounds them."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S11072
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Priyanto
"Novel Jawa sebagai salah satu ragam kesusastraan Jawa mempunyai sejarah yang cukup panjang. Kurun waktu yang terentang sejak munculnya Serat Riyanto sampai sekarang ini, diperkirakan telah lahir lebih dari seratus novel Jawa. Jumlah novel Jawa yang banyak dihasilkan tersebut memuat beragam masalah yang diangkat dan dituangkan oleh pengarang novel Jawa dalarn karya-karyanya. Berbagai gambaran tentang keadaan atau kehidupan masyarakat dituangkan ke dalam novel Jawa sebagai topik cerita. Salah satu di antaranya adalah perbincangan mengenai wanita yang menjadi topik cerita teks novel Sumpahmu Sumpahku yang dipilih oleh penulis sebagai bahan obyek penelitian skripsi ini.
Pembicaraan mengenai wanita di dalam ragam karya sastra khususnya ragam sastra novel amatlah beragam. Berangkat dari asumsi penulis bahwa novel Sumpahmu Sumpahku membicarakan wanita transisi yang penuh konflik sebagai topik cerita, menjadikan daya tarik tersendiri bagi penulis di antara keanekaragaman topik cerita yang ada. Oleh karenanya penulis ingin lebih jauh melihat citra wanita yang ditampilkan dalam novel tersebut.
Melalui pembahasan struktur ceritanya dapat disimpulkan bahwa citra wanita dalam novel Sumpahmu Sumpahku adalah citra wanita transisi. Pada satu sisi terlihat keinginannya untuk maju, tetapi di sisi lain pada dirinya masih terdapat ciri-ciri yang menunjukkan wanita tradisi. Secara fisik tokoh wanita dalam novel ini digambarkan sebagai seorang wanita yang berparas cantik. Akan tetapi dari segi fungsi atau perannya, tokoh wanita dalam teks khususnya tokoh utama ditampilkan dalam posisi yang kurang beruntung, antara lain mengalami penderitaan dan bernasib malang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1997
S11405
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pesulima, Barbara Elisabeth Lucia
"Roman EIine dan Lijlnen melukiskan kehidupan para keluarga aristolcrat di Den Haag, Belanda, sekitar tahun 1900. Roman Lanes L.,inon van Geleidel jkheid menceritakan tentang pengembaraan seorang wanita Belanda, yang berasal clan lingkungan aristokrat Den Haag Kisah roman ini juga tetjadi pada tahun 1900-an di Italia Kisah kedua roman tersebut bersamaan waktunya dengan masa perjuangan pergetukan wanita di Belanda, yang mulai menghangat pada tahun 1870-an."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T39659
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stanni Shina Herlin
"Novel Astirin Mbalela (Lembaga Studi Asia, 1995) adalah salah satu dari sekian banyak karya Suparto Brata. Novel Astirin Mbalela isinya sarat dengan masalah wanita yang ingin maju dan mandiri. Tokoh utama yang menggerakkan alur cerita adalah tokoh wanita yang bernama Astirin. Astirin digambarkan sebagai sosok wanita Jawa yang berani menentukan nasibnya sendiri. Ia adalah sosok wanita Jawa yang sudah tidak terlalu terikat oleh nilai-nilai tradisional Jawa seperti patuh dan menerima keadannya. Ia ingin menjadi wanita yang mandiri dan maju. Untuk melihat permasalahan yang terjadi di dalam novel tersebut, yaitu menjadi wanita yang ingin maju dan mandiri, dilakukan analisis terhadap alur dan tokoh, karena kedua unsur tersebut paling dominan dan memiliki keselarasan serta keterpaduan. Metode yang digunakan untuk melihat permasalahan tersebut adalah metode struktural atau pendekatan intrinsik. Dengan metode tersebut dapat dilihat bahwa terdapat keterkaitan antara alur, tokoh dan latar. Analisis terhadap ke tiga unsur tersebut memperlihatkan bahwa hubungan antar alur, tokoh, dan latar sangat erat serta memiliki hubungan sebab-akibat. Disamping analisis alur, tokoh dan latar secara khusus dibahas pula mengenai citra wanita / perempuan Jawa dalam novel AM melalui pendekatan atau kajian budaya dari analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa citra tokoh Astirin sebagai tokoh utama dalam novel AM adalah sosok wanita / perempuan Jawa modern.

Novel Astirin Mbalela (Institute for Asian Studies, 1995) is one of the many works of Suparto Brata. Novel Astirin Mbalela contents laden with problems and women who want to move forward independently. The main character that drives the story line is a heroine named Astirin. Astirin described as a figure of a Javanese woman who dared to define their own destiny. He is the figure of a Javanese woman who was not so bound by traditional values such as Java, obedient and accept her situation. He wanted to become an independent woman and advanced. To view the issues raised in the novel, is a woman who wants to go forward and be independent, conducted an analysis of the plot and characters, because the two elements most dominant and have the alignment and integration. The method used to seeing these problems are intrinsic structural method or approach. With these methods can be seen that there are linkages between the plot, character and background. Analysis of the three elements showed that the relationship between plot, character, and background are very close and have a causal relationship. Besides the analysis of plot, character and background specifically discussed also about the image Javanese woman in the novel AM through approach or cultural studies from the analysis conducted can be concluded that the image Astirin figures as the main character in the novel AM is the figure woman of modern Java."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S11456
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraini Putri Tarmono
"Karya sastra merupakan produk yang dapat mencerminkan kehidupan masyarakat. Salah satu isu sosialnya adalah mengenai wanita. Citra wanita dapat tergambar dari alur kehidupannya, oleh karenanya jika alur kehidupannya berbeda tentu akan menimbulkan karakter yang berbeda pula. Penggambaran citra wanita methakil merupakan sosok wanita yang tidak seperti wanita Jawa pada umumnya. Permasalahan dalam penelitian ini terdiri atas dua, yaitu 1. Bagaimana penggambaran citra wanita methakil dalam novel Wanita Methakil, dan 2. Bagaimana relevansi dan implikasi bagi wanita masa kini. Tujuan dalam penelitian ini yaitu memberikan gambaran mengenai citra wanita methakil dan memberikan suatu pendidikan karakter pada wanita masa kini. Deskriptif kualitatif di gunakan sebagai metode penelitian dengan pendekatan objektif sebagai cara untuk menganalisis citra di dalam novel. Hasil dari penelitian ini terdiri dari: 1. Citra wanita methakil terbagi atas karakter kurangnya kontrol diri dan bertanggung jawab, dan 2. Implikasi didapatkan melalui pendidikan karakter yang tergambar dalam citra wanita di Serat Candrarini sebagai pembelajaran bagi wanita masa kini agar tidak mengarah pada karakter wanita methakil yang buruk. Didapatkan kesimpulan bahwa citra wanita methakil adalah contoh karakter yang buruk sehingga dapat dijadikan sebagai batasan dalam berperilaku khususnya bagi wanita.

Literary works are products that can reflect the life of society. One of the social issues is about women. The image of a woman can be depicted from the flow of her life; therefore, if the flow of life is different, it will certainly lead to different characters. The depiction of Methakil's female image is of a female figure who is not like Javanese women in general. The problems in this study consist of two: 1. How is the depiction of the image of methakil women in the novel Wanita Methakil, and 2. what are the relevance and implications for women today? The purpose of this study is to provide an overview of the image of methakil women and provide character education for women today. Descriptive qualitative is used as a research method with an objective approach as a way to analyze the image in the novel. The results of this study consist of: 1. The image of a methakil woman is divided into characters with lack of self-control and responsibility; and 2. The implication is obtained through character education depicted in the image of women in Serat Candrarini as a lesson for women today so as not to lead to the bad character of methakil women. It is concluded that the image of a methakil woman is an example of a bad character, so that it can be used as a limitation in behavior, especially for women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Conny Handayani
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T38875
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amaliatun Saleha
"Setelah berakhirnya Perang Dunia II, terjadi perubahan citra wanita Jepang yang cukup signifikan, terutama wanita Jepang berusia lebih dari 30 tahun. Perubahan tersebut adalah peningkatan jumlah wanita bekerja. Seiring dengan perkembangan industri di Jepang, maka kesempatan wanita untuk bekerja semakin besar. Peningkatan kesempatan bekerja bagi wanita ini, secara tidak langsung berimplikasi pada gejala penundaan pernikahan dan penurunan angka kelahiran di Jepang. Penelitian ini berfokus pada analisis mengenai pandangan masyarakat Jepang terhadap perubahan citra wanita Jepang saat ini, terutama wanita bekerja berusia lebih dari 30 tahun, baik yang melajang maupun yang sudah menikah, dan bagaimana citra wanita bekerja dalam masyarakat Jepang, yang digambarkan pada novel Taigan no Kanojo karya Mitsuyo Kakuta (2004). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi sastra berperspektif feminis, dengan menggunakan teori wacana Michel Foucault dan model analisis wacana kritis Sara Mills.
Berdasarkan analisis terhadap novel tersebut, disimpulkan bahwa: 1) Novel Taigan no Kanojo merupakan novel yang merepresentasikan realitas masyarakat Jepang saat ini, terutama yang berkaitan dengan wanita Jepang; 2) Citra wanita yang diharapkan oleh masyarakat Jepang adalah ibu rumah tangga yang berperan dalam wilayah domestik. Oleh karena itu, masyarakat Jepang memberikan pandangan negatif terhadap wanita bekerja, baik yang melajang maupun yang sudah menikah. 3) Berdasarkan pandangan masyarakat Jepang tersebut, dalam novel ini digambarkan bahwa citra wanita bekerja yang melajang adalah seseorang yang kurang profesional, dan citra ibu bekerja yang memiliki anak masih kecil adalah seseorang yang lebih mementingkan diri sendiri dan tidak dapat mendidik anaknya dengan baik.

After the World War II, there was a significant change of Japanese women?s image, especially 30?s Japanese women. The change was an increase of Japanese working women as industrialization growth in Japan. This implicated to the late marriage phenomenon and the decrease of birth rate in Japan. This research is focused on the analysis of public perception on 30?s Japanese working women, both single or married, and the image of them as representated in novel titled Taigan no Kanojo (2004) written by Mitsuyo Kakuta.
This research was a qualitative research, which used sociology of literature approach in feminism perspective, and the theory of discourse by Michel Foucault in Sara Mills critical discourse analysis model. This research concluded that : 1) This novel representates the reality of Japanese society, especially the reality of Japanese women today; 2) In the Japanese society expected image of Japanese women is a housewife who dedicates on domestic role. Therefore, the working women, both single or married, are considered as negative image; 3) In this novel, the single Japanese working women is thought as unprofessional person and the image of working housewife who has small children, is also considered as negative image, because could not raise the children well and was thought as selfish person.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siswasih
"LATAR BELAKANG
Umar Kayam belum banyak menghasilkan karya sastra. Beberapa karya-karyanya antara lain cerpen "Seribu Kunang-kunang di Mahattan" dinobatkan menjadi cerpen terbaik majalah Horison tahun 1968. Karya lainnya, kumpulan cerpen Sri Sumarah dan Bawuk (1978) mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Novel Para Priyayi merupakan novelnya yang pertama dan mendapat perhatian besar dari masyarakat. Sebagai bukti novel ini telah mengalami cetak ulang sebanyak empat kali.l Tanggapantanggapan positif tidak hanya datang dari masyarakat awam tetapi banyak dari kalangan sastrawan. Novel ini dicetak pertama kali pada bulan Mei 1992. Dalam satu bulan lebih dari enam resensi dan artikel yang muncul. Sebulan kemudian terbit cetakan yang kedua, bulan Juni 1992. Cetakan ketiga bulan November 1992. Cetakan keempat bulan September 1993."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>