Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157475 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irfan
"Luasan daerah otonom terformulasi dalam penentuan batas-batas daerahnya. Penentuan batas-batas yang dimaksud harus mampu menggapai apa yang disebut oleh Hoessein (1993) sebagai Catchment area yakni luas wilayah yang optimal bagi layanan, pembangunan, penarikan sumberdaya, partisipasi dan kontrol baik masyarakat maupun birokrasi. Namun demikian penataan batas daerah semata,tidak mampu menjawab keinginan yang tinggi untuk menciptakan masyarakat madani (civil society) di tingkat lokal. Untuk itu diperlukan suatu "tata organisasi' daerah.
Penelitian ini mengupas tata organisasi dan batas daerah yang berangkat dan konsep "catchment area" tersebut. Berdasarkan kajian teoritis, ditemui aspek-aspek sosio-administratif dan ekonomi-geografis sebagai pembentuk proses "catchment area" di daerah. Aspek pertama terdiri dari: kohesi masyarakat, fungsi birokrasi dan efisiensi administrasi pemerintahan daerah; sedangkan aspek kedua terdiri dari: kegiatan ekonomi di Daerah., keadaan permukaan daerah dan penarikan sumber-sumber pajak baik potensiil maupun secara riil. Tipe penelitian ini adalah deskriptif -analitis bersifat kualitatif dengan metode pengumpulan data meliputi wawancara mendalam, studi pustaka dan analisa data sekunder --termasuk foto- dan observasi lapangan dengan lokasi penelitian di Daerah Kota Depok. Pertimbangan lokasi di daerah ini antara lain daerah ini telah diangkat statusnya menjadi Daerah Otonom yang semula bagian dari Kabupaten Bogor yang sebelumnya melakukan perluasan wilayah; dan dilakukan pada saat transisi UU Pemerintahan Daerah dari UU No. 5 Tahun 1974 ke UU No. 22 Tahun 1999.
Hasil penelitian menunjukkan adanya bukti yang kuat di Daerah Kota Depok tidak cukup terjadi "catchment area". Dan aspek-aspek yang berpengaruh, baik sosio-administratif maupun ekonomi-geografis daerah ini kurang memiliki kemampuan untuk menciptakan "catchment area". Bahkan kondisi geografis tata guna lahan menunjukkan adanya "dis-catchment area".
Ada beberapa saran/rekomendasi dan hasil penelitian ini yang mampu disumbangkan dalam dua kategori: pertama, kelompok tata batas antara lain: perlu ditinjau kembali peraturan perundangan yang mengatur perihal penataan batas daerah kota di Indonesia dengan mendasarkan pada terciptanya "catchment area" yang lebih komprehensif, batas-batas yang tercipta di Depok yang tidak mendasarkan pada adanya pembentukan "community" di Depok harus ditengarahi dengan kebijakan-kebijakan lokal yang berorientasi pada masyarakat, seperti sosialisasi Pemerintahan Depok, menciptakan visi kebersamaan sebagai warga Depok, dan ikut sertanya partisipasi masyarakat yang lebih luas di berbagai sektor. Diperlukan visi pembangunan yang terfokus pada kompetensi lokal dengan mengupayakan kerjasama dengan Perguruan Tinggi.
Kedua, kelompok tata organisasi yakni, antara lain: sebagai unsur birokrasi pemerintahan daerah, pembentukan dinas-dinas harus didahului dengan analisis beban tugas secara seksama. Jika kecamatan dan kelurahan sebagai basis yurisdiksi kerja cabang-cabang dinas bagi dinas yang tidak hanya di Kantor Pusat (headquarters) pemerintahan daerah, maka terlebih dahulu pembentukan kecamatan dan kelurahan harus berdasarkan kondisi riil kepadatan penduduk, keadaan geografi, aktivitas penduduk, tingkat kebutuhan, dan rentang kendali operasional dan analisis beban tugas lainnya. Memfokuskan kerja pelayanan dinas-dinas yang ada dan juga kecamatan yang terbentuk di Kota Depok, sangat kondusif jika kerja birokrasi tujuan-ganda baik kecamatan maupun kelurahan diarahkan ke upaya membangun dan mengembangkan "sistem informasi masyarakat kota", sehingga penetrasi politik birokrasi ini dapat ditekan sekecil mungkin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Zulkarnain
"Cascade pond system yang terdiri dari 6 situ terletak pada Daerah Tangkapan air DTA kampus Universitas Indonesia UI , Depok. DTA ini didominasi oleh permukiman padat penduduk dengan tingkat kekedapan mulai dari sedang hingga tinggi. Makroinvertebrata dapat menjadi salah satu instrumen bioindikator penilaian kesehatan DTA karena beberapa keunggulannya. Tujuan dari penelitian ini adalah menilai kondisi kesehatan DTA berdasarkan indeks makroinvertebrata SingScore dan Hilsenhoff biotic index serta mengetahui faktor yang mempengaruhi kelimpahan makroinvertebrata. Canonical correspondence analysis CCA digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara kelimpahan makroinvertebrata dengan beberapa faktor lingkungan. Penilaian kesehatan DTA kampus UI, Depok menyatakan bahwa semakin ke arah hilir, situ cenderung lebih sehat berdasarkan SingScore. Parameter fisik-lingkungan DTA tidak mempengaruhi kelimpahan makroinvertebrata yang toleran dan sensitif secara merata karena hanya memiliki eigenvalue sebesar 0,18. Parameter fisik-kimia air mempengaruhi kelimpahan makroinvertebrata yang ditunjukan dengan eigenvalue sebesar 0,45. Diagram ordinasi CCA menggambarkan bahwa kelimpahan makroinvertebrata yang sensitif dipengaruhi oleh substrat alami sedangkan kelimpahan makroinvertebrata yang toleran sangat dipengaruhi oleh substrat artifisial.

A cascade pond system consists of six ponds located at Universitas Indonesia Campus Depok catchment area. Its catchment area is dominated by high density urban area with moderate to high imperviousness rate. Macroinvertebrate index is one of bioindicator instrument for catchment health assessment. The aim of this study is assessing the current state of cascade pond system health based on SingScore and Hilsenhoff biotic index. Canonical correspondence analysis CCA describes the relationship between macroinvertebrate abundance and some catchment area rsquo s physical environment parameters i.e. impervious cover, vegetation cover, road density, water physicochemistry, and pond morphology. The health assessment based on SingScore shows that the lower ponds are relatively healthier than the upper. Physical environment parameter doesn rsquo t significantly affect the distribution of macroinvertebrate because the eigenvalue is only 0,18. Water physicochemistry predispose the abundance of tolerant and sensitive macroinvertebrate with eigenvalue 0,45. Ordination diagram of CCA depict that the abundance of sensitive macroinvertebrates are be affected to natural substrate while tolerant macroinvertebrates are showing high relationship with artificial substrate retaining wall .
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48847
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwita Sutjiningsih
"The findings of numerous studies on the responses of stream quality indicators to different levels of watershed development have been integrated into an impervious cover model. The focus on one development stressor, namely the impervious cover, allows the decision makers to use the impervious cover model as a watershed planning tool to forecast stream response. In evaluating stream quality, the studies used various indicators such as pollutant loads, habitat quality, aquatic species diversity and abundance, and others. This study aims to test the applicability of the impervious cover model as a tool to set the threshold of catchment area development based on the targeted water quality index. The model is represented by a linear relationship between the water quality index as a response variable and catchment area imperviousness as an explanatory variable. The study area is an urbanized catchment area of a cascade-pond system located at the campus of Universitas Indonesia, Depok, West Java. Estimation of catchment area imperviousness is based on digital globe imagery and digitized based on identified rooftops. The water quality data to compute the water quality indices are collected from previous studies and related reports. The targeted water quality index is determined based on water use suitability referring to the Indonesian government regulation number 82/2001. Based on the available data, an increasing tendency of temporal variation of catchment area imperviousness for each pond can be recognized, while water quality index of each pond tends to decrease over time. In accordance with land cover distribution, spatial tendency indicates that imperviousness is decreasing in downstream direction, while water quality index is increasing in downstream direction, in line with the characteristics of cascade ponds. The results demonstrate that despite the fact that the available data are very limited, it is possible to use the linear relationship between catchment area imperviousness and water quality index as a tool to set the threshold for future development on the catchment area of the cascade-pond system at the campus of Universitas Indonesia with a minimum water quality index suitable just for recreation activities."
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2017
UI-IJTECH 8:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Widiyono
"Untuk menanggulangi keterbasan air, telah dibangun 334 embung kecil oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang dapat menampung air 8.318.152 m, melayani 31.597 keluarga, 105.522 ekor sapid an pertanian 1.319 ha. Daerah Tangkapan Air (DTA) embung menghadapi kendala rendahnya tutupan vegetasi, laju aliran permukaan dan erosi yang tinggi, gangguan ternak serta kegiatan pertanian masyarakat di sekitar. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu wilayah prioritas untuk kegiatan aforestasi/reforestasi dalam rangka proyek pembangunan bersih (CDM; Clean Development Mechanism). Mengingat konservasi DTA merupakan tindakan yang mutlak harus dilakukan dalam mempertahankan fungsi eko-hidrologis embung maka kegiatan ini perlu ditingkatkan peranannya sebagai kegiatan aforestasi/reforestasi dalam rangka mekanisme pembangunan bersih. Berdasarkan luas hutan minimal untuk mendapatkan dana kompensasi melalui program CDM,yakni seluas 0,25 ha maka DTA embung dengan luasan bervariasi antara 3,1 43,2 ha; dan sejumlah 334 embung yang tersebar di kabupaten di NTT dengan luas total daerah tangkapan air 3.281 ha sangat berpotensi digunakan sebagai lahan kegiatan aforestasi/reforestasi."
[Place of publication not identified]: Limnotek, 2010
551 LIMNO 17:1 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Danau Rawa Pening merupakan penyedia air untuk wilayah di sekitarnya, namun fungsi tersebut terancam pengurangan luas dan potensinya sebagai akibat sedimentasi. Bertolak dari masalah tersebut maka tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi letak dan tingkat kerentanan lahan terhadap erosi dan tanah longsor sebagai dasar pengendalian di daerah tangkapan air (DTA) nya agar fungsi dan potensi danau terpelihara."
577 LIMNO 19:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Lake area , such as Klakah , Ranu Gedang and Ranu Segaran , is the past settlements area which occupied by people since the neolithic period which were marked by the use of square pickaxe artifact. Activity in ranu region continu until the next period which is characterized by the existence of megalithics monuments, the remains of on old temple, and tomb from the early days of the entry of Islam, even now, the location of ancient settlements are still used as a residential location."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"This paper is based on an observation on mollusc's life in mangrove forest of sepanjang Island, Sumenep Regency, east Java. a total of 25 species of molluscs that belong to 12 families was found in the Island. However only 19 species were used to found in Sepanjang's mangrove, others were immigrants from the sea. This paper also discusses the mollusc's density, reproduction conservation and potency."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Saraswati
"Pemerintah kota dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah memperkirakan bahwa tahun 2010, penggunaan tanah kota mencapai 73 persen, sedangkan 63 persen diantaranya untuk permukiman. Perluasan wilayah tutupan itu, selain tidak sesuai dengan harapan agar Depok menjadi wilayah resapan, diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan lokal maupun wilayah. Dari hasil penelitian, penduduk yang tinggal di permukiman perumnas maupun di permukiman sederhana, sama-sama melakukan perluasan bangunan rumahnya guna memenuhi kebutuhannya. Perluasan bangunan itu dimungkinkan karena adanya kelebihan tanah di masing-masing jenis permukiman itu. Perbedaan pertambahan luas wilayah tutupan itu disebabkan oleh berbagai variabel antara lain variabel luas tanah asal, lama tinggal, jumlah orang yang tinggal di rumah itu serta jumlah anak dan komposisi anggota keluarga. Sedangkan variabel pengeluaran rumah tangga itu per bulan, tidak menjadi penentu untuk penduduk melakukan perluasan bangunan rumahnya.

The Depok Land Use Planning predicts that in 2010, urban land use will be 73 percent, while 63 percent is for settlement. Depok is allocated for catchment area, so the expansion of paving area should be monitor. In this study, there were four types of settlement lower and middle type in perumnas and in middle type (perumnas kecil dan besar serta perumahan sederhana kecil dan besar). Average of paved area in the perumnas kecil was 66 m², in perumnas besar was 89.5 m². In perumahan sederhana kecil was 54.4 m² and in perumahan sederhana besar was 121.3 m². Land square meter and length of stay were the variables that infl uence the expansion of paved area. They did that because they have more space to expand their house, and now, there was no open space left."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Alamsjah Asril
"ABSTRAK
Batang Hari dengan luas daerah allran sungalnya hampir meliputi i darl
luas wilayah Propinsi Jambi sering menimbulkan ban^r diberbagai teift--
pat teimasuk di Kotamadya Jaiobi.
Atas dasar pemikiran. tersebut maka tujuan darl penullsan Inl adalah un
tuk mengetabui wilayah klkisan dan v/ilayah endapan daerah aliran Ba
tang Hari.
Untuk mencapal apa yang dilnglnkan maka dia^nkan permasalahan l»Bagalmana
bentuk muka bumi daerah aliran Batang Haii? 2»Dimana saja terjadi
kikisan dan endapan? 3.Bagaimana akibat dari sifat-sifat tersebut diatas
apabila musim hujan tiba ?
Batasan: wilayah penelitian hanya mencakup daerah aliran Batang Hari
yang teimasuk dalam wilayah Propinsi Jambi..
Untuk menjawab permasalahan maka metode yang digunakan dalam pembahasan
adalah metode korelasi peta.
Dari hasil korelasi peta ketinggian dan peta lereng akan diperoleh gam
baran bahwa bagian Barat merupakan wilayah pegunungan vulkanik, bagian
tengah merupakan wilayah lipatan dan bagian Timur merupakan wilayah da
taran rendah berawa/daerah rawa Jambi, yang tertuang dalam peta fisiograli.
Dari hasil korelasi inipun dapat diperoleh peta wilayah kikisan
dan wilayah endapan dan apabila dikorelasikan dengan peta lereng dan
peta penggunaan tanah maha akan dihasilkan peta wilayah terkiMs.
Apabila dari semua sifatS tersebut dikorelasikan lagi dengan peta curah
hujan, dimana wilayah aliran Batang Hari curah hujannya cukup besar
lebih dari 2000 mn/tahun maka apabila musim hujan tiba dengan periode
waktu yang cukup lama di daerah aliran Batang Hari akan banjir,
terutama pada wilayah dataran rendah berawa bagian Timur serta diberbagai
tempat di wilayah lipatan berupa cekungan2 dan pada kanan kiri
Batang Hari yang datar serta pendangkalan alur Batang Hari akibat mate
rial-material hasil pengikisan dibawa arus sungai diendapkan.
Dazi hasil pembahasan dapat dibuat rin^asan sebagai berikut :
1.Bentuk muka bumi daerah aliran Batang Hari adalah bagian Barat meru
pakan milayah pegunungan vulkanik yang berbukit dan bergunung, bagi
an tengah merupakan wilayah lipatan yang bergelombang dan bagian Ti
mur merupakan wilayah dataran rendah berawa/daerah rawa Jambi.
2.Wilayah kikisan terletak pada ketinggian 10^1000 meter dari muka laut
atau lebih yang merupakan wilayah pegunungan dan wilayah lipatan
dengan kendringan lereng atau lebih.Pada ketinggian 7-10 meter
dari muka laut kikisan yang terjadi tidak jelas, sangat kecil dimana
bentuk muka bumi hampir datar, banyak cekungan2 terutama di kanan ki
ri Batang Hari.Wilayah endapan terletak pada ketinggian 0-10 meter
dari muka laut, merupakan wilayah dataran rendah beraw^daerah rawa
Jambi terutama pada bagian hilir Batang Hari.
3.Akibat dari sifat2 tersebut di atas apabila musim hujan tiba, daerah
aliran Batang Hari akan banjir, terutama di wilayah dataran rendah
berawa/daerah rawa Jambi dan pada cekungan2 di wilayah lipatan tej>»
utama di kanan kiri Batang Hari yang datar serta dangkalnya alur Ba
tang Hari akibat material-material hasil pengikisan yang dibawa arus
sungai diendapkan."
1989
S33401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliya Savitri
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai perencanaan pengembangan kawasan
minapolitan di Kabupaten Sukabumi, dimana kawasan minapolitan masih belum
optimal karena masyarakat nelayan yang masih banyak miskin. Penelitian ini
digunakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara
mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perencanaan secara menyeluruh dibuat dalam dokumen perencanaan masterplan
yang melibatkan pihak Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten, Swasta, dan masyarakat dan menunjukkan adanya koordinasi vertikal
dan horizontal dalam perencanaannya. Terdapat permasalah dalam perencanaan
tersebut yaitu partisipasi masyarakat nelayan khusunya nelayan buruh yang masih
kurang dan terdapat ketidaksesuaian terkait dengan rencana pembangunan jalan
tol Jakata ? Bogor ? Ciawi dan Palabuhanratu. Pengembangan yang dilakukan
mengarah pada industrialisasi dengan pembangunan melalui zona inti dan zona
pendukung. Namun pembangunan masih belum maksimal karena masih terdapat
kendala seperti infrastruktur yang belum maksimal, akses peminjaman modal
yang masih sulit dan budaya masyarakat nelayan yang tidak disiplin

ABSTRACT
This paper discusses about the development planning of Minapolitan area in
Sukabumi, which Minapolitan still not optimal because many fishermen are still
poor. This study uses a qualitative approach with in-depth interviews and
literature study. The results showed that the plans are made in the master plan
which involves the central government, provincial government, local government,
private, and society. it shows that there are vertical and horizontal coordination in
planning. There are problems in the planning that is about participation of
fishermen is still less, especially fishermen who work to other fishermen and there
is a mismatch between the master plan and the RTRW of provincial and district
related to the plan construction of toll roads Jakata - Bogor - Ciawi and
Palabuhanratu. Development conducted with a focus on industrialization, with
the construction of the core zone and the supporting zone. But development is still
not maximal because there is some constraints like infrastructure is still not
maximal, access to capital lending is still difficult and fishermans culture
undisciplined"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>