Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196844 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ichwanuddin
"Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Menurut Morley, D (1994), KEP terdiri dari kegagalan pertumbuhan, marasmus dan Kwashiorkor. KEP saat ini sering terjadi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Keadaan ini bila dilihat masa Ialunya berasal dari kehidupan awal dalam janin sampai terjadinya bayi dengan BBLR, dan seringkali juga diakibatkan oleh pertumbuhan yang tidak adekuat pada 6 bulan pertama dalam kehidupannya.
Rancangan studi ini adalah Kohort Prospektif dengan menggunakan data sekunder. Data berasal dari penelitian dengan judul "The Implementation of Risk Approach On Pregnancy Outcome by Traditional Birth Attendant - yang dilakukan oleh WHO Collaborating Center for Perinatal Care, Maternal and Child Health dan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Studi ini mempelajari risiko BBLR terhadap kejadian KEP bayi usia 3 bulan sampai 12 bulan. Analisisnya menggunakan Stratifikasi dan Pemodelan. Data yang dikumpulkan selama 28 bulan (Oktober 1987 sampai Januari 1990) dan diikuti pertumbuhan bayinya sejak kelahiran sampai 12 bulan.
Hasil studi menunjukkan bahwa dari 3.615 bayi yang diteliti, 425 (11,8%) dengan kelahiran BBLR. Prevalensi KEP berkisar 2%-24,1% (3-12 bulan). Risiko BBLR terhadap kejadian KEP menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,05), masing-masing pada usia 3 bulan`(RR=8,43; 95% CI=5,37-13,25), 6 bulan (RR=5,93; 95% CI=4,41-7,99), 9 bulan (RR=2,72; 95% CI=2,29-3,22), dan 12 bulan (RR=2,16; 95% CI=1,90-2,46).
Analisis stratifikasi faktor-faktor ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, layanan antenatal dan jumlah kehamilan) dan faktor-faktor bayi (lama kehamilan dan jenis kelamin) dilihat interaksinya dengan BBLR terhadap kejadian KEP, hasilnya menunjukkan bahwa tidak satupun faktor-faktor tersebut berinterakasi dengan BBLR (Uji homogenitas : p>0,05).
Pemodelan dengan Regressi Logistik Berganda untuk estimasi probabilitas KEP menunjukkan P(KEP 3 bulan) = 9,02% (riwayat BBLR dan layanan antenatal buruk), P(KEP 6 bulan) = 89,8% (riwayat KEP, BBLR dan tidak diberi ASI), P(KEP 9 bulan) = 70,8% (riwayat KEP, BBLR dan tidak diberi ASI) dan P(KEP 12 bulan) = 87,9% (riwayat KEP).
Oleh karena itu studi ini menyarankan perlu dan pentingnya pemberian ASI, asupan makanan yang adekuat dan imunisasi lebih dipentingkan pada anak-anak yang menderita KEP.

Protein Energy Malnutrition (PEM) is a major nutrition problem in Indonesia. According to Morley, D (1994); PEM comprises growth failure, marasmus and Kwashiorkor. PEM present most ?frequently between the ages of 6 months and 5 years, however, its origins go back to early fetal life, to Low Birth Weight (LBW), and sometimes to inadequate growth in the first 6 months of life.
This study design was Cohort Prospective by secondary data analysis. Its taken from ?The Implementation of Risk Approach On Pregnancy Outcome by Traditional Birth Attendant? by WHO Collaborating Center for Perinatal Care, Maternal and Child Health, and Faculty of Medicine University of Padjadjaran Bandung.
This Study assessed the association between LBW risk and PEM the ages of 3 months to 12 months. The Analysis used Stratified and Modelling. Data were collected over a periode of 28 months (October 1987 to January 1990) and followed up until 1989-1991.
The Study showed that from 3.615 infants, 425 (11,8%) of them were LBW. The prevalence of PEM between 2%-24,1O% (3-12 months). LBW risk was significantly associated in univariate analysis with low weight for age (PEM), 3 months (RR=8,43; 95% CI=5,37-13,25), 6 months (RR=5,93; 95% CI=4,41-7,99), 9 months (RR=2,72; 95% CI=2,29-3,22), 12 months (RR=2,16; 95% CI=1,90-2,46).
Stratilied Analysis showed that no one of mothers?s factors (age, education, occupation, antenatal care and number of pregnancies) contribute to association between LBW and PEM ages 3 months.
The Modelling by Multiple Logistic Regression Model to estimated probability PEM ages 3 months showed that only 9,02% with LBW history and bad antenatal care, meanwhile for ages 6 and 9 months, the estimated probability PEM was 89,8% and 70,8% with PEM history, LBW and lack of breastfeeding. The estimated probability PEM was 87,9% for ages 12 months with PEM history.
Therefore this study suggest that breastfeeding, adequate food intake and immunization should give emphasis to children with PEM."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T3125
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrafikar
"Kurang Energi dan Protein (KEP) merupakan bentuk kekurangan Gizi yang terutama terjadi pada anak-anak umur dibawah tiga tahun (Batita), dan merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi. Usia 6 bulan merupakan titik awal timbulnya masalah KEP, karena diperkirakan pada usia tersebut kualitas kandungan zat gizi Air Susu Ibu (ASI) sudah mulai berkurang sementara pemberian makanan pendamping ASI tidak mencukupi.
Sumatera Barat merupakan 5 propinsi di Indonesia yang mempunyai gizi buruk melebihi 10 % selain DI Aceh, Sumut, NTB, NTT. Menurut data PSG Prop. Sumbar tahun 1999, terjadi peningkatan KEP pada anak Balita, dimana Gizi Buruk 10,9 % sedangkan angka Nasional hanya 8,1 %.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor determinan Kurang Energi dan Protein anak usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun di Kota Padang.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian epidemiologi analitik observasional dengan desain Kasus Kontrol. Lokasi Penelitian dilakukan di Kota padang, dimana pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan angka status gizi yang tinggi. Waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih 2 bulan dari bulan Maret sampai dengan April 2003. Teknik pengambilan. sampel secara simple random sampling, yang pertama diambil adalah kasus kemudian baru kontrol, kesempatan pertama kontrol diambil dari tetangga kasus terdekat yang berada disamping kanan rumah. Jumlah sampel sebanyak 202 dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1.
Dari hasil analisis ada empat variabel yang tidak berhubungan secara signifikan (p>4,05) dengan terjadinya KEP, yaitu variabel pendapatan keluarga, Sarana Kesehatan, Jumlah Anak, dan pekerjaan orang tua.
Variabel yang paling dominan berhubungan dengan terjadinya KEP pada anak umur 6 bulan sampai dengan 3 tahun di Kota Padang adalah Variabel Perawatan Anak dengan nilai OR = 13,88, Tingkat Konsumsi Protein dengan nilai OR = 12,6, dan Ketersediaan Pangan dengan nilai OR = 4,44. Dalam melakukan intervensi untuk memperbaiki status gizi anak umur 6 bulan sampai dengan 3 tahun di Kota Padang agar memperhatikan ke tiga variabel di atas yang berpengaruh munculnya kejadian ICEP dan perlu penelitian lebih lanjut dengan melihat pola asuh anak dengan desain yang sama secara skala besar.
Daftar Bacaan : 97 (1984 -- 2002)

Determinant Factor of Protein and Energy's Shortage for Children in the Age of 6 Month to 3 Years Old in the Kecamatan of Kuranji City of Padang - in the Year of 2003Lack of energy and protein (KEP) is a form of nutrition shortage that is primarily occurred in children under three years old (Batita J Bawah Tiga Tahun, Ind.), and is one of the major nutrition's problems to be dealt with. The age of 6 month is the starting point for this problem; it is assumed that in this age the nutrition in AS1 (Air Susu Ibu, Ind. / Mother's milk) is decreasing while supplemental food were not given in proper dose.
West Sumatra is one of the five provinces in Indonesia having bad nutrition, others are DI Aceh, North Sumatera, NTB, and NTT. According to the PSG's data for the province of West Sumatera in the year of 1999, there is an increase of KEP (Energy and Protein's Shortage) toward Children under five year old. Where Bad Nutrient level is 10.9 %, where as national level were at 8.1 'XL
This research is meant for identifying determinant factors of Energy and protein's Shortage for the children at the age of six month to three years old in the city of Padang.
The research was done by using Observational Analytical Epidemiologist Research Plan with Control Case Design. The research was conducted in the city of Padang, chosen purposively by considering high nutrition status' level. The research was done in a period of 2 months more or less, from March to April 2003. The samples were taken using random sampling, first taken the Case then the Control, the first chance of Control taken from a near by neighbor (at right from the house). Samples taken were a total of 202 with a balance of Case and Control 1:1.
The result shows 4 significantly separate variables (p > 0.05) to KEP, which is family's income variable, heath resources, number of children, and parent's occupation.
The most dominant variable to KEP in children aged six months to three years in the city of Padang is the Children Care Variable with OR's value = 13.88, Proteins Consumed Level with OR's value = 12.6 and Food Supplies with OR's value = 4.44. Take into account of these three variables that affects KEP in doing interference to enhance nutrient's status for the children in the age of 6 months to three years in the city of Padang, further study is necessary by observing Children Care Pattern with the same design in a larger scale.
Literatures : 97 (1984 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13004
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zul Amri
"Kekurangan Energi Protein (KEP) masih merupakan satu masalah gizi utama pada usia balita di Indonesia. KEP ini meningkat di masa krisis ekonomi terutama pada keluarga miskin. KEP ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu faktor langsung meliputi rendahnya asupan makanan dan penyakit infeksi, faktor tidak langsung yang meliputi pola asuh anak yang kurang baik, tingkat ketahanan pangan yang rendah, pelayanan kesehatan yang kurang baik, dan sanitasi lingkungan yang belum memadai, serta penyebab dasar yang meliputi kualitas sumber daya dan pemanfaatannya yang masih kurang (manusia, ekonomi, dan organisasi).
Penelitian cross sectional ini menggunakan data sekunder hasil Studi Epidemiologi masalah Gizi Propinsi Sumatera Barat tahun 2002, atas kerja sama Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat dengan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Padang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode klaster dan ditentukan secara Probability Proportional to Size (PPS). Penelitian ini dilakukan terhadap anak berusia 6-23 bulan yang berjumlah 2251 orang. Analisis regresi logistik berganda dilakukan untuk mendapatkan model prediksi hubungan antara beberapa faktor resiko dengan kejadian KEP anak usia 6-23 bulan.
Hasil penelitian memperlihatkan prevalensi KEP pada anak usia 6-23 bulan untuk indikator BB/UM sebesar 24,7 %, indikator TB/UM sebesar 19,6 %, dan indikator BB/TB sebesar 16,8 %. Berdasarkan indikator BBIUM terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi energi dan protein, penyakit infeksi, pola asuh anak, ketahanan pangan, dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Berdasarkan indikator TB/UM terdapat hubungan yang signifikan antara status konsumsi protein dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan. Berdasarkan indikator BB/TB terdapat hubungan signifikan antara status konsumsi energi, gala pengasuhan anak, tingkat ketahanan pangan, dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak usia 6-23 bulan.
Tingkat konsumsi energi dan protein, penyakit infeksi, dan pola pengasuhan anak secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian KEP pada anak usia 6-23 bulan berdasarkan indikator BB/UM. Konsumsi protein kurang merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi terjadinya KEP pada anak usia 6-23 bulan (OR 1,56). Berdasarkan indikator TB/UM variabel yang secara bersama-sama berhubungan dengan status KEP adalah tingkat konsumsi energi dan protein serta sanitasi lingkungan, sedangkan faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian KEP adalah tingkat konsumsi energi (OR 1,71). Faktor-faktor yang secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian KEP pada indikator BB/TB adalah tingkat konsumsi energi dan protein, pola pengasuhan anak, dan tingkat ketahanan pangan. Tingkat konsumsi energi merupakan faktor paling dominan mempengaruhi kejadian KEP (OR 1,58).
Karena variabel sanitasi lingkungan berhubungan signifikan dengan semua kategori status gizi (BB/UM, TB/UM, BB/TB), variabel ini perlu mendapat perhatian serius. Disarankan penanggulangan KEP secara terpadu antara pihak yang berkompeten dengan lintas-lintas program yang diperlukan. Karena besarnya kontribusi tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kejadian KEP pada anak usia 6-23 bulan di Propinsi Sumatera Barat, perlu penyuluhan yang lebih intensif terutama terhadap keluarga anak yang menderita KEP perihal pemenuhan makanan seimbang.

Factors that Related with Protein Energy Mal-Nutrition that Occur with Infants on Age between 6 - 23 Month Old at West Sumatra in The Year 2002 (Secondary Data Analysis West Sumatra Nutrition Epidemiological Studies in The Year 2002)Protein Energy Mal-Nutrition (PEM) is still one of major problem that always occur with infants in Indonesia. It is progressively rise in economical crisis situation especially in families that lived in poverty. Three subjects cause it: first, direct factors: less food intake and infectious diseases. Second, indirect factors that cover the lack of quality: infants education pattern, food endurance level, health services, and environmental sanitation. And the last subject causes it, the lack of human resource quality and the benefit of it (man, economy, and organization).
This cross sectional research, using secondary data from epidemiological studies about nutrition at West Sumatra Province in the year 2002, which is collaborates with health department of West Sumatra Province and Nutritional Program of Health Polytechnic in Padang. Taking sample is using Cluster Method and resolute by using Probability Proportional to Size (PPS). Objects of this research are 2251 infants in age area 6-23 months. Multiple logistic regression analysis is used to get connectivity prediction between some risk factors and PEM situation that happened to 6-23 months old infants.
Result of this research shows that PEM prevalence that happened to 6-23 months old infants for BBIUM indicator is 24,7 %, TB/UM indicator is 19,5 %, and BBITB indicator is 16.8 %. BB/UM indicator shows significant relationship between protein and energy level consumption. infectious disease, infants education pattern, food endurance, and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. TBIUM indicator shows significant relationship between protein consumption status and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants. BB/TB indicator shows significant relationship between energy consumption status, infants education pattern, food endurance level, and environmental sanitation with nutrition status of 6-23 months old infants.
Protein and energy consumption level, infectious disease, and infants education pattern together related with PEM situation that happened to 6-23 months old infants according to BBIUM indicator. Protein consumption is less dominant factor that influence PEM situation to 6-23 months old infants (OR 1.56). According to TBIUM indicator, protein and energy consumption level. and environmental sanitation are the variable that related with PEM status, and factor that dominantly influence PEM situation is energy consumption level (OR 1,71). According to BB/TB indicator, factors that together related with PEM situation are protein and energy consumption level, infants education pattern, and food endurance level. Energy consumption level is the dominant factor that influence PEM situation (OR 1,58).
Because of environmental sanitation had a significant relationship with all nutrition status categories (BB/UM, TB/UM, BB/TB), so this variable must be given serious attention. Action from authority who has a competency with programs that needed is the suggestion to handle the PEM situation. Because of the huge contribution from protein and energy consumption level which influenced the PEM situation to 6-23 months old infants at West Sumatra, more intensive campaign especially to the families which their infants have PEM problems about set of scales food intake.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diden Rostika
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat miskin, melalui Program Pengembangan -Kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari tahun 1999-2002.
Dilatarbelakangi oleh ketidakberhasilannya program ini dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat miskin, maka peneliti mencoba melakukan penelusuran terhadap proses sosialisasi ditahap perencanaan kegiatan, proses pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan program.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang proses pelaksanan program, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan didahului dengan membuat theoretical sampling dan dilanjutkan dengan penarikan sample secara "snowball sampling" yang meliputi petugas, dan penerima program. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut peneliti menggunakan teknik "in-depth inleruiew ", observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Margaluyu kurang berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Penyelenggaraan program tidak mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat miskin, bantuan yang diberikan program terutama untuk UEP dan KSP belum cukup memberikan peluang bagi peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan juga belum bisa membangun kelompok masyarakat dalam bentuk UEP atau KSP yang kuat, juga malah membuat keharmonisan sebagian masyarakat dengan aparat desa menjadi terganggu karena kecurigaan-kecurigaan masalah dana proyek.
Kegagalan ini berawal dari sosialisasi program yang kurang memasyarakat. yang berakibat pada persepsi yang berbeda, dan motivasi partisipasi yang berlainan, disini motif ekonomi sangat dominan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini. Didukung oleh pendampingan yang tidak berkesinambungan, kompetensi sebagai cotmnunity worker tidak memadai dan pendamping masyarakat yang bekerja lebih berorientasi pada tugas sesuai petunjuk teknis dan petunjuk operasional bukan pada proses sehingga kurang bermanfaat bagi anggota kelompok dan anggota masyarakat pada umumnya. Juga pendekatan yang dilakukan pada proses pemberdayaan untuk mencapai.hasil yang maksimal perlu disesuaikan dengan komunitas yang ada, dalam satu komunitas ada saatnya `didekati' dengan pendekatan yang directive tetapi ada saatnya menggunakan pendekatan yang non-directive.
Pola perguliran yang dikembangkan tidak menyebarluas menjangkau sasaran yang lebih jauh, tapi membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih eksklusif karena hanya orang-orang tertentu dan orang-orang yang sama yang bisa menikmati pelayanan program melalui UEP.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, program pemberdayaan harus dilakukan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan dengan memprioritaskan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dengan pendekatan directive atau non-directive. Membangun perekonomian desa dengan potensi yang ada dengan memperluas jaringan kerja, membangun lembaga perekonomian seperti misalnya koperasi, guna menghimpun petani tembakau dan kelompok UEP lainnya kedalam satu wadah yang dapat mempermudah dan daya tawar menjadi transparan, menguatkan kelompok UEP agar mampu bersaing dan menumbuhkan produktifitas yang pada akhirnya dapat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni Mustahsani Aprami
"Profit lipid yang abnormal merupakan faktor risiko mayor untuk penyakit jantung koroner (PJK) dan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan dengan gangguan pertumbuhan prenatal (BBLR) atau postnatal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya risiko mempunyai profil lipid yang abnormal pada individu dengan gangguan pertumbuhan prenatal. Penelilian dilakukan pada populasi kohort di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Sawa Barat yang lahir tahun 1988-1990. Kriteria BBLR berdasarkan pada bayi lahir > 37 minggu dengan berat badan lahir 2700 gram. Kriteria inklusi, BBLR dan non-BBLR dengan pertumbuhan postnatal sampai usia 36 bulan adekuat, mempunyai catatan lengkap BB lahir, TB lahir sampai usia 36 bulan dan catatan BB, TB pada usia 12-14 tahun, bersedia ikut dalam penelitian.
Setelah dilakukan pemeriksaan profil lipid, validitas data dan stratifikasi, dari 871 orang subyek yang diteliti, hanya 229 yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Ditentukan sebanyak 105 subyek penelitian melalui simple random yang mengalami dislipidemia dimasukkan kedalam kelompok kasus, untuk kelompok kontrol, diambil jumlah yang sama dengan matching. Untuk membandingkan data-data antara kedua kelompok dipakai uji student t-test, sedangkan menjawab masalah utama yaitu besarnya risiko mengalami dislipidemia digunakan perhitungan odds ratio dengan menggunakan table 2x2.
Hasi penelitian karakteristek umum kedua kelompok (umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi bada) tidak ada perbedaan bermakna p<0,05. Tidak ada perbedaan yang bermakna kadar kolesterol total dan kolesterol LDL remaja dengan BBLR dibandingkan remaja yang non BBLR, p>0,05. Radar trigliserida lebih tingi bermakna pada remaja dengan BBLR dibandingkan dengan remaja non BBLR, p=0,00004, sedangkan kadar kolesterol HDL lebih rendah bermakna pads remaja dengan BBLR dibandingkan remaja non-BBLR, p=0,00004.. Pada remaja dengan BBLR mempunyai risiko lebih besar untuk teijadi dislipidemia dibandingkan remaja non BBLR dengan odds ratio 3,26 95%CI 1,77-6,02; p=0,00003.
Kesimpulan : Remaja dengan gangguan pertumbuhan prenatal mempunyai risiko lebih besar untuk terjadi dislipidemia.

Abnormal lipid profile is an independent risk factor for coronary artery disease. Some studies have shown that small for gestational age (SGA) was associated with abnormal plasma lipid profile in adolescent and adulthood. This study was conducted to asses whether SGA children are more prone to have abnormal plasma lipid profile.
This study was performed to cohort population in Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang-West Java who was born between 1988-1990. The criteria of SGA are term infants, gestational age of > 37 weeks, birth weight : 2700 grams and birth length 45-50 centimeters. Appropriate gestational age (AGA) are term infants, gestational age > 37 weeks; birth weight > 2700 grams and birth length > 47 centimeters. Inclusion criteria were SGA and AGA with postnatal growth up to 36 months adequately, complete birth weight and birth length records up to 36 months as well and birth weight and birth length during 12-14 years of age, willing to accompany in this study.
After lipid profile examination was performed, validity and stratification data of 871 subjects, 229 subjects were complied with including criteria. With the simple random, I05 subjects of dislipidemia were decided as the case group and the same number of control group were included as matching. The significance of differences between two groups was examined using student t -test and Mann Whitney. A p level of 0.05 was considered statistically significant.
There were no differences in general characteristic of both group (age, gender, birth length) p>0.05. No significant differences between total cholesterol and LDL cholesterol levels in subject with SGA compared with AGA, p>0 05. Triglyceride level was higher found significant in subject SGA compared with AGA, p=0.00004, however the HDL cholesterol level have a significant more less in subject SGA compared with AGA, p=0.00004. Subject with SGA have an increase risk to develop of dislipidaemia compare with subject AGA, odds ratio of 3.26, 95%CI 1.77-6.O2;p=0.00003.
Conclusion :
Subject with prenatal growth retardation have an increase risk for dislipidaemia in adult life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18179
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwi Winarti
"Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak usia 13 -15 tahun merupakan pertumbuhan fisik yang cepat. Pada anak perempuan, hal tersebut berhubungan dengan kematangan seksual yang merupakan ciri-ciri pubertas, ditandai haid pertama dan berkaitan dengan keadaan gizi dan psikhisnya. Studi pengantar di Tanjungsari mengenai kematangan seksual, ditemukan data Cohort WHO, dari 3500 anak terdapat 1550 anak perempuan dengan tiugkat maturasi seksual 28 anak (1,8%). Usia menarchenya 12 tahun, dan ditemukan 11 responden (0,70 %) atau (39,28%) dad data kematangan seksual, telah menikah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan faktor apa yang dominan berhubungan dengan kematangan seksual. Desain penelitian merupakan survey dengan pendekatan Cross Sectional, lokasi di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Jawa Barat, dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juni tahun 2003.
Jumlah sampel 150 anak perempuan usia 13 sampai 15 tahun. Vaniabel babas yang diduga berhubungan idalah Indeks Masa Tubuh, Status anemia, Kadar lemak tubuh, Perilaku sosial, Umur, Pendidikan, Pendidikan Ayah, Pendapatan Orangtua dan Kebiasaan keluarga.
Data merupakan data primer yang dikumpulkan dari anak perempuan dengan menghitung Indeks Masa Tubuh dari pengukuran berat badan dalam kilogram dibagi ukuran tinggi badan dalam meter kuadrat dan Status Anemia. Ban pengambilan sampel darah anak kemudian dianalisa hasilnya dalam ukuran gram %.
Prosentase lemak tubuh, dilakukan setelah diketahui ukuran tinggi badan, berat badan, umur dan jenis kelaniin,masukkan dalam BIA, hasilnya berupa prosentase. Data kematangan seksual diperoleh dari pemeriksaan fisik tanda kematangan seksual sekunder, sedangkan data mengenai perilaku sosial, umur, pendidikan, pendidikan ayah, pendapatan orangtua, serta kebiasaan keluarga diperoleh melalui kuesioner.
Pengolahan data dilakukan manual, dan bantuan komputer, data yang terkumpul dimasukan pada program. Hasil analisa Univariat dari 150 Responder, melalui pengukuran Indeks Masa Tubuh, diperoleh status gizi kurang sebanyak 35 responden (23,3%), 15 responden (10%) mengalami Anemia, melalui lemak tubuh didapatkan data Gizi kurang 78 responden (52,0%). Sebanyak 33 responden (22,0%) mengalami kematangan seksual lambat, 117 responden (78,0 %) mengalami kematangan seksual cepat.
Hasil analisa Bivariat menggunakan Chi-Square ditemukan 2 variabel yang berhubungan dengan kematangan seksual yaitu Lemak tubuh dengan p value = 0,005, dan kebiasaan keluarga p value = 0,004. Faktor-faktor lainnya yaitu, Indeks Masa Tubuh, Status Anemia, umur, Sikap perilaku sosial, pendidikan anak, pendidikan ayah dan pendapatan orangtua tidak berhubungan dengan kematangan seksual. Analisa multivariat yang mempunyai p value terkecil adalah kebiasaan keluarga dengan p Value = 0,004, dan ini merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan kematangan seksual secara bermakna.
Sebagai saran, Puskesmas dan Instansi pusat terkait perlu meningkatkan program pelayanan kesehatan reproduksi remaja di daerah ini. Untuk peminat dan peneliti lain perlu meneliti lebih lanjut mengenai masalah reproduksi remaja, terutama bila anak akan menghadapi masa berkeluarga.

A study about physical growth has found that the children's growth spurt is occur at the age of 13 to 15 year old. On a girl, this episode is related to her sexual maturity, which usually called as puberty. It is usually characterized by the onset of menarche, her first menstruation, and related to her state of nutrition and of psychology. An introductory study at Tanjungsari on sexual maturity, using WHO's cohort data, has found that among 3,500 children there are 1,550 girls. And among those girls there were 28 (1.8%) girls who already have their sexual maturation, with details information that their age of menarche are 12 years old, and found that 11 of them (39.28%) were married.
Study will be carried out, and have a purpose on finding out what factors related and which factor that have a greatest role in determining the sexual maturity. The design of the study is a survey with a cross-sectional approach, will be held in Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang,West Java, on April to June 2003.
The number of the sample is 150 young girls with have an age range. between 13 to 15 years old. The independent variables assumed to have relationship with sexual maturity are: body mass index, the state of anemia, percentage of body fat, social behavior, age, education, father's education, parent's income and family's customs.
A primary data will be collected from young girls by calculating the body mass index, which measured the body weight in kilograms divided by the height in Meter Square and the state of anemia is also observed by examining the blood sample and analyzed those samples to obtain the measurement for the state of anemia in gram-percent. The percentage of body fat can be calculated after data on height, weight, age and sex have been accomplished to Hand Bio Electric Impedance Analyzer. Meanwhile, data on sexual maturity were obtained from performing the physical examination on secondary sexual maturity signs, and data on social behavior, age, education, parents' education and income, and family customs are gathered using a questionnaire.
Data were being organized manually, followed by using the computer when data are being entered to a statistical program. From the univariate analysis upon 150 respondents, it can be known from calculation on body mass index that 35 respondents or 23.3% have a poor nutrition status and 15 respondents or 10% have anemia. From the percent of body fat, it has found that respondents with mild of poor nutrition state are 78 people (52,0%). Severe poor of nutrition state are 33 respondents (22%). As little as 33 girls (22,0%) have found in the state of late (slow) sexual maturity, 117 girls (78,0%) are in the state of fast sexual maturity.
Result from bivariate analysis, using chi-square, has found that2 variables are related to the sexual maturity, which are: percentage of body fat with p-value 0.05;, and family customs (p-value 0.004). Other factors that are: Body Mass Index, anemia, age, social attitude and behavior, education, father's education and family income, are not related with sexual maturity. When those variables are analyzed by multivariate analysis, it is found that variable which has the least p-value is family customs (p-value 0.004). This represent that family customs is significantly to be the most dominant factor related to sexual maturity. Based on those findings, it is suggested that Community Health Center (Puskesmas) and other central institution should be concern to the problem of health reproduction on a young girls, and should evaluate every matters related to adolescent in this region. For the other researchers it is suggested to explore a research on other issues on Adolescent Health reproduction, especially to those girls who will be engaged in a marriage in a little while.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Djupuri
"LATAR BELAKANG: Salah satu strategi yang digunakan oleh pemerintah dalam penanggulangan kekurangan gizi adalah dengan promosi kesehatan yang dilakukan di Posyandu, untuk itu ingin diketahui apakah ada hubungan antara kunjungan ke Posyandu dengan kejadian kurang energi protein.
METODOLOGI: Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan memanfaatkan data sekunder hasil penelitian Baseline Survey A Longitudinal Study on Nutritional Status of Children at Early Child Development Project areas in Indonesia, dengan sampel anak usia 6-23 bulan di 4 Kabupaten di Jawa Barat. Data dianalisa dengan menggunakan analisa regresi logistik.
HASIL: Kejadian KEP di 4 Kabupaten Jawa Barat tahun 1998 rata-rata adalah 35,9%, dan Kabupaten Indramayu adalah kabupaten dengan kejadian KEP tertinggi yaitu 40,9%. Kejadian KEP berhubungan dengan status pekerjaan ibu (OR 0,76; 95% Interval kepercayaan 0,59;0,98), jumlah balita dalam keluarga (OR=2,01; 95% Interval kepercayaan 1,22;3,31), umur anak (ORR3,48 95% Interval kepercayaan 2,71;4,47 dan OR==1,35 ;1,05;1,73) dan kejadian sakit dalam sebulan terakhir (OR=1,44; 95 Interval kepercayaan 1,31;1,83), sementara itu tidak ditemukan adanya hubungan antara kunjungan ke Posyandu dengan kejadian KEP (OR=0,88;95% Interval kepercayaan 0,69;1,13 dan OR=0,97; 0,73;1,28)
KESIMPULAN : Hasil Analisa menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kunjungan ke Posyandu dengan kejadian KEP, baik sebelum maupun setelah dikendalikan dengan variabel Iainnya.

Associated Between Visit to Integrated Health Services Post with Protein Energy Malnutrition among Children 6-23 Months in 4 Districts in West Java, 1998BACKGROUND: A part of national strategy for tackling under nutrition problem with health promotion in Integrated Health Service Post. This study aims to know associated between visit to Integrated Health Services Post with Protein Energy Malnutrition
METHODS: The research design used cross-sectional. Data used were secondary data from Baseline Survey a longitudinal Study on Nutritional Status of Children at Early Child Development Project areas in Indonesia by Centre for Food and Nutrition Studies University of Hasanuddin collaboration with Directorate of Community Nutrition, Ministry of Health. Data were then analysed using the logistic regression.
RESULTS: Prevalence of PEM in four district in West Java 1998 was 35,9 %, and Indramayu the district with the highest the prevalence of protein energy malnutrition (PEM), 40,9%.PEM associated with mother occupation status (OR=-0,76; 95%CI 0,59;0,98), the number of under five years old in house (OR=2,01; 95%CI 1,22;3,3I), child-aged (OR=3,48 95% CI 2,71;4,47 and OR=1,35 95%C1 1,05;1,73)and the last month the incidence of child illness(OR=1,44; 95 CI 1,31;1,83) and no asssociated between visit to Integrated Health Services Post with Protein Energy Malnutrition (OR=0,88;95% CI 0,69;1,13 and OR=0,97;95% CI 0,73;1,28)
CONCLUSION: Data analysis revealed no found associated between visit to Integrated Health Services Post with Protein Energy Malnutrition.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Nugroho
"Penelitian ini dilakukan karena masih tingginya angka kematian bayi di Kec.Sliyeg dibandingkan di Kec. Gabus Wetan Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang beberapa karakteristik apakah yang menyebabkan masih tingginya angka kematian bayi di Kec. Sliyeg dibandingkan dengan di Kec. Gabus Wetan Kab. Indramayu Jawa Barat. Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan cross sectional dengan kasus adalah ibu yang mengalami kematian bayi pada periode Januari 1989 - Desember 1991, yang tercatat pada survey monitoring kerjasama antara Pusat Kelangsungan Hidup Anak (PUSKA), BKKBN dan DEPKES pada periode waktu yang sama. Data sekunder yang diperoleh dari PUSKA diolah secara statistik dengan teknik analisis distribusi frekuensi, uji kai kuadrat dan logistik regresi. Dari 8 karakteristik yang diteliti yaitu faktor ibu (Umur ibu, paritas ibu dan pendidikan ibu), faktor pelayanan pencegahan perorangan dan karakteristik lingkungan rumah tangga. ternyata pada uji gabung analisis bivariate hampir semuanya karakteristik menunjukan perbedaan bermakna terhadap risiko mengalami peristiwa kematian bayi kecuali pada karakteristik penolong persalinan ibu hamil tidak menunjukan perbedaan yang bermakna.
Hasil analisis hubungan antara beberapa karakteristik dengan kematian bayi, dengan teknik multivariate logistik regresi didapatkan bahwa tempat persalinan dan pemberian imunisasi bayi dengan kematian bayi bermakna. Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa faktor pelayanan kesehatan dan pencegahan perorangan sangat penting untuk diperhatikan dalam hubungannya dengan masih tingginya angka kematian bayi di Kec. Sliyeg dibandingkan dengan di Kec. Gabus Wetan. Untuk itu perlu dipikirkan bagaimana penanganan masalah pelayanan kesehatan dan pencegahan perorangan di Kec. Sliyeg dan di Kec. Gabus Wetan. Beberapa saran yang dapat kami ajukan adalah yang pertama kali dalam jangka pendek; untuk meningkatkan intensitas program imunisasi bayi dalam pemberantasan penyakit-penyakit 6 besar pada bayi. Kedua adalah jangka panjang; memberikan suatu materi gerakan untuk penyuluhan ibu-ibu di dua kecamatan dengan disesuaikan pendidikan ibu di lokasi mengenai arti pentingnya kesehatan dan pemberian imunisasi bayi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rama Dhenni
"Keragaman enterovirus di Indonesia belum banyak diketahui, terutama enterovirus nonpolio spesies Human enterovirus C (HEV-C) yang dapat berekombinasi dengan poliovirus galur oral poliovirus vaccine (OPV).
Penelitian bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi enterovirus pada anakanak balita di Desa Antajaya yang memiliki fasilitas sanitasi minim. Sampel feses dikumpulkan selama bulan Februari--Juni 2008 dari 100 anak-anak balita partisipan serta dianalisis melalui metode CODEHOP VP1 RT-snPCR, sequencing parsial gen pengkode kapsid VP1, penelusuran BLAST, dan rekonstruksi pohon filogenetik. Prevalensi enterovirus paling tinggi yang terdeteksi dan teridentifikasi terdapat pada kelompok umur 12--23 bulan dengan kecenderungan penurunan prevalensi pada kelompok umur yang semakin besar. Analisis pohon filogenetik dari 65 sampel positif enterovirus memperlihatkan 14 cluster berbeda yang sesuai dengan 14 serotipe enterovirus hasil penelusuran BLAST, yaitu coxsackievirus A2 (CVA2), CVA5, CVA10 dari spesies HEV-A (16,92%); echovirus 1 (E1), E9, E14, E21, E25, coxsackievirus B3 (CVB3), CVB4 dari spesies HEV-B (38%); dan poliovirus 2 (PV2), CVA1, CVA20, CVA24 dari spesies HEV-C (24,62%). Prevalensi enterovirus nonpolio spesies HEV-C yang relatif tinggi dalam penelitian dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan penggunaan inactivated poliovirus vaccine (IPV) di Indonesia untuk mencegah wabah poliomielitis akibat rekombinasi antara poliovirus galur OPV dan enterovirus nonpolio spesies HEV-C."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S31512
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arti Widiodari Y.
"Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia. Semakin tinggi prevalensi anemia pada wanita atau ibu hamil, semakin tinggi pula prevalensi anemia pada ibu menyusui, sehingga secara tidak langsung prevalensi anemia pada bayi dan anak-anak juga ikut. Oleh karena prevalensi anemia balita (52,2%) di Jawa Barat dan prevalensi anemia ibu menyusui (52%) di Kabupaten Bogor masih cukup tinggi, maka perlu diketahui faktor-faktor yang berhuhungan dengan kejadian anemia gizi besi pada ibu menyusui bayi terutama usia 2-4 bulan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi besi pada ibu menyusui bayi usia 2-4 bulan.
Desain penelitian ini adalah krosseksional. Sampel penelitian adalah ibu yang sedang menyusui bayi usia 2-4 buian di Kabupaten Bogor. Jumlah keseluruhan sampel penelitian sebanyak 172 ibu menyusui. Analisis data menggunakan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan, persentase ibu menyusui yang mengalami anemia (kadar Hb < 12 g/dl) adalah sebesar 34,3%. Rata-rata lama pendidikan yang dimiliki ibu dan suami adalah 46 tahun atau setingkat SD. Sebagian besar (58,7%) ibu menyusui termasuk dalam kategori keluarga miskin dan hampir seluruh (93,6%) ibu menyusui berstatus sebagai ibu rumah tangga. Analisis multivariat menunjukkan bahwa pendidikan suami merupakan faktor yang paling berhubungan dengan anemia gizi besi ibu (P< 0,05).
Ibu menyusui yang memiliki suami dengan lama pendidikan <9 tahun berpeluang 2,5 kali (95% CI: 1,165 - 5,392) lebih besar menderita anemia gizi besi dibanding ibu menyusui yang memiliki suami dengan lama pendidikan > 9 tahun, setelah dikontrol variabel IMT dan asupan zat besi.
Penelitian ini menyarankan untuk mengadakan program pemberian suplementasi tablet besi kepada ibu menyusui seperti anjuran WHO tahun 2001. Selain itu, meningkatkan anjuran mengkonsumsi bahan makanan sumber zat besi alami, meningkatkan kegiatan penyuluhan gizi yang ditujukan kepada suami dan ibu menyusui, soda kexjasama lintas sektor instansi terkait, terutama dalam pembuatan cetakan dan penyebaran media (leaflet, poster) anemia gizi untuk ibu menyusui.

Anemia is still public health problem in the world including Indonesia. The high prevalence of anemia in pregnancy, the high prevalence of anemia in lactating mother. Un-directly, anemia prevalence in infant and children become higher too. Because of anemia prevalence of children under five years (52,2%) in West Java and anemia prevalence of lactating mother (52%) in Bogor were still high, factors related to this problems especially for lactating mother of 2- to 4 mo-old infants were needed to know.
The objective of this research was estimating the prevalence of iron deficiency anemia in lactating mother of 2- to 4-mo-old infants in Bogor, years 2004, and leaming the factors related to this. Thesis design was cross-sectional. Thesis sample was lactating mother of 2- to 4-mo-old infants in Bogor. All of the samples were 172 mothers. The logistic regression was used in analysis of data.
The prevalence of iron deficiency anemia (Hb < I2 g/dl) in lactating mothers of 2-to 4-mo-old infants was 34,3%. Mean of mother?s and father`s term of formal education was 4-6 years or as same as basic school. 58,7% of mother`s families were in low~income social economic. 93,6% mothers were totally wife household. Father`s education was a factor that most relate to iron deficiency anemia in lactating mother, after controlled by IMT and iron intake (P <0.05).
Logistic regression analysis revealed that lactating mother who husband has short-term of formal education (< 9 years) had an odds ratio (OR) [95% confidence interval (CI)] of 2.5 [l,165-5,3921] to have iron deficiency anemia (Hb < 12 g/dl) compared with lactating mother who husband has long-term of formal education (>9 years).
The suggestion of this thesis are giving supplementation program for lactating mothers, giving more nutrition education for lactating mother and her husband, and making inter relation teamwork for printing and publishing leaflet and poster of anemia for lactating mother."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T21108
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>