Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89734 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sheila Ersan
"Kredit Sindikasi merupakan suatu jenis kredit dimana terdapat lebih dari satu kreditor dan terdapat sebuah agent yang telah ditunjuk oleh para kreditor untuk mewakili kepentingan mereka. Permasalahan yang seringkali terjadi dalam kasus kredit sindikasi adalah tidak adanya kepastian hukum tentang kewenangan kreditor peserta kredit sindikasi dalam mengajukan permohonan pailit tanpa melalui agent bank. Hal ini mengakibatkan banyak pihak selaku kreditor peserta kredit sindikasi merasa ketidakadilan penerapan hukum yang dijatuhkan oleh hakim.
Dalam kasus ini yang menjadi pihak pemohon pailit adalah salah satu kreditor peserta sindikasi yaitu PT. Bank IFI, sedangkan pihak termohon pailit (debitor/nasabah) yaitu PT. SUBUR AGROSINDO SEILZRAS, dan pihak agent adalah bank yang ditunjuk oleh bank-bank lain selaku kreditor peserta sindikasi yaitu PT. Bank Niaga. Permohonan pailit yang diajukan oleh PT. Bank IFI ditolak karena majelis hakim berpendapat bahwa PT. Bank IFI tidak berwenang dalam mengajukan permohonan pailit, seharusnya yang dapat mengajukan pailit hanya Bank Niaga selaku agent bank selaku pihak yang diberi kuasa mutlak oleh para kreditor untuk mewakili kepentingan kreditor serta bertindak untuk dan atas nama kreditor. Setelah permohonan pailitnya ditolak, PT. Bank IFI mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi permohonan kasasinya kembali ditolak oleh Hakim Agung dengan alasan yang serupa. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tidak memberikan definisi yang jelas mengenai hal tersebut, akan tetapi Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 telah mernberikan jawaban yang pasti mengenai hal tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Alberto
"Penulisan tesis ini menggunakan metode yuridis-normatif, yaitu penelitian terhadap data sekunder atau penelitian kepustakaan sebagai patokan untuk mencari data dari gejala peristiwa yang menjadi obyek penelitian. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan kepailitan dan sindikasi kredit menurut peraturan perundangundangan, bagaimana penerapan hukum kontrak dalam Perjanjian Sindikasi Kredit, dan bagaimana penerapan hukum kontrak dan kewenangan menggugat pailit dalam sindikasi kredit? Berbicara mengenai hukum kontrak berarti berbicara mengenai dua hal. Yang pertama adalah mengenai asas-asas yang mendasari pembentukan suatu kontrak dan yang kedua adalah mengenai isi daripada kontrak / perjanjian tersebut. Isi / kalusula daripada Perjanjian Kredit Sindikasi, salah satunya adalah mengenai kewenangan untuk menggugat pailit dalam hal debitor cidera janji. Dalam perkarai antara PT. Bank IFI sebagai pemohon pailit melawan PT. Citra Mataram Satriamarga Persada sebagai termohon Pailit, Pengadilan Niaga mengabulkan permohonan pailit dan memutuskan PT. Citra Mataram Satriamarga Persada pailit. Akan tetapi Mahkamah Agung RI membatalkan putusan pernyataan pailit majelis hakim pengadilan Niaga dengan pertimbangan bahwa dalam PT. Bank IFI sebagai salah satu anggota sindikasi kredit tidak berwenang mengajukan gugatan pailit, meskipun secara nyata Debitor telah lalai melakukan pembayaran kepada PT. Bank IFI yang mengakibatkan Debitor cidera janji, berdasarkan klausula yang tercantum dalam Pasal 17.1.1 jo. Pasal 17.1.2 jo. Pasal 18.1 dari Perjanjian Kredit Sindikasi.
Sebagai hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kreditor tetap dapat menggugat pailit debitornya meskipun dalam perjanjian sindikasi terdapat klausula pemberian kuasa yang menentukan bahwa hanya Agen berhak untuk mengajukan gugatan pailit atas nama sindikasi dengan persetujuan kreditor mayoritas. Hal ini dapat terjadi selama gugatan tersebut diajukan oleh salah satu kreditor atas nama pribadi dan bukan atas nama sindikasi. Sehingga, tidak seharusnya Majelis Hakim Mahkamah Agung RI membatalkan putusan pailit Pengadilan Niaga, karena gugatan pailit yang diajukan oleh PT. Bank IFI sudah benar

This thesis using a norm-juridical research method, which is a research of a secondary data or library?s research, as a standard in searching the data of the research?s object. The main problem are how the bankruptcy regulation and credit syndication regulation in Indonesia, how the contract law applied in Syndication Credit Agreement, and how the contract law affecting the authority to plan a bankruptcy suit against the debtor? Contract law can be concern into two things. The first one is concerning the basic principle of a contract, and the second one is concerning the substance of the contract / the agreement. The content of Credit Syndication Agreement, one of them, is concerning the authority to plan bankruptcy suit against the default debtor. In the bankruptcy case between PT. Bank IFI as the Plaintiff (Creditor) against PT. Citra Mataram Satriamarga Persada as the Defendant (Debtor), the Commercial Court verdict in the favor of the Plaintiff and declare PT. Citra Mataram Satriamarga Persada, bankrupt. However, the Supreme Court of Justice rebuff the commercial court verdict considering that PT. Bank IFI as one of the syndication member does not have the authority to plan bankruptcy suit, based on the clause in article 17.1.1, article 17.1.2, article 18.1 of the Syndication Credit Agreement, even though the debtor was default by not paying the installment as the agreement determined.
As a result of this research, the conclusion is that Creditor can still plan bankruptcy suit against the Debtor even if there is an authority?s delegation clause in the Syndication Credit Agreement that determined only the Agent that have the authority to plan a bankruptcy suit on behalf of the Syndication member with the Syndication majority approval. This can be happened as long as the bankruptcy suit was plan by one of the Creditor on behalf of their own and not on behalf of the syndication member. Thus, the Supreme Court of Justice was not supposed to be rebuff the Commercial Court verdict, for the bankruptcy suit planed by PT. Bank IFI was right."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27738
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diandry Adityaputri
"Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU menjadikan BUMN sebagai Debitor yang hanya dapat diajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU oleh Menteri Keuangan. Penjelasan Pasal 2 ayat (5) menyatakan bahwa ketentuan ini berlaku pada BUMN yang seluruh modalnya adalah milik negara dan tidak terbagi atas saham. Persero merupakan BUMN dalam bentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi atas saham. Terhadap BUMN Persero terdapat beberapa putusan yang menyatakan bahwa Persero merupakan bagian dari BUMN yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU, seperti putusan permohonan pernyataan pailit PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) dan putusan permohonan PKPU PT Angkasa Pura II (PT AP II). Namun, apabila merujuk kepada Pasal 1 angka 2 UU BUMN maka terjadi ketidaksinkronan antara pengertian Persero dengan penjelasan BUMN yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU. Pada skripsi ini akan membahas mengenai kedudukan hukum dari Persero dalam kepailitan serta kewenangan kreditor dalam melakukan permohonan pailit maupun PKPU terhadap Persero. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yakni analisis permasalahan akan berdasarkan pada undang-undang yang berkaitan. Secara singkat, kedudukan hukum dari Persero adalah sama dengan perseroan terbatas lainnya sehingga terhadap Persero dapat diajukan permohonan pernyataan pailit maupun permohonan PKPU. Pihak yang dapat melakukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan PKPU ini adalah Debitor itu sendiri maupun Para Kreditornya.

SOEs as special debtors as stipulated in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law make it only possible to apply for bankruptcy and suspension of payment by the Minister of Finance. This provision applies to SOEs engaged in the public interest only, namely SOEs whose entire capital is state-owned and not divided into shares. Persero SOEs is a SOE in the form of a limited liability company whose capital is divided into shares whose entire or at least 51% of the shares are owned by the state with the aim of pursuing profits. Against Persero SOEs, there are several rulings stating that Persero is part of the SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. However, when referring to Article 1 number 2 of the SOEs Law, there is a synchrony between the definition of Persero and the explanation of SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. This thesis will discuss the legal position of Persero, in the application for bankruptcy and suspension of payment as well as the authority of creditors in making applications against both. The methodology used in this thesis is normative juridical, namely the analysis of problems will be based on related laws. In short, the legal position of Persero is the same as other limited liability companies so that against Persero, an application for bankruptcy statement or suspension of paymentapplication can be filed. The parties who can apply for a bankruptcy statement or suspension of payment application are the Debtor himself and his Creditors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ine Puspitawati
"ABSTRAK
Dalam pemberian kredit sindikasi adalah hal yang lazim
apabila lembaga bank selaku kreditur sindikasi meminta
pihak ketiga menanggung debiturnya untuk menjamin
diperolehnya pelunasan utang. Keberadaan penanggung
dalam hubungan hukum yang terjadi antara kreditur
sindikasi dan debitur ini memberikan perlindungan hukum
bagi kreditur sindikasi akan kepastian pelunasan utang
debitur apabila debitur cidera janji atau wanprestasi.
Penganggung dapat diminta pertanggungjawabannya untuk
memenuhi utang debitur apabila ia telah melepaskan hak
istimewa yang telah diberikan oleh Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) sehingga lazim dilakukan
oleh kreditur sindikasi untuk meminta penanggung
melepaskan hak-hak istimewa tersebut demi
kepentingannya. Akan tetapi, kendati penanggung telah
melepaskan hak-hak istimewa tersebut, yang berarti ia
bersedia untuk melunasi utang debitur yang ditanggungnya,
seringkali penanggung tidak mau memenuhi kewajibannya
untuk melunasi utang debitur kepada kreditur sindikasi
ketika ternyata debitur cidera janji atau wanprestasi. Untuk
mengatasinya, pengajuan permohonan pernyataan pailit
menjadi alternatif penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap
penanggung, kreditur sindikasi harus memenuhi syaratsyarat
yang diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
No. 4 tahnu 1998 tentang Kepailitan, yang menyebutkan
keharusan debitur memiliki sedikitnya dua orang kreditur
dan memiliki satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih. Dalam skripsi ini akan dianalisa mengenai syarat
yang harus dipenuhi oleh kreditur sindikasi dalam
pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap
penganggung dalam rangka penyelesaian pailit terhadap
penanggung dalam rangka penyelesaian kredit bermasalah."
2004
S23130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Risha
"Skripsi ini membahas dampak penerapan Pasal 16 ayat (2). UUK-PKPU dalam hal pembatalan pernyataan pailit terkait dengan asas keadilan, asas kelangsungan usaha, dan asas keseimbangan serta cara untuk melindungi properti kebangkrutan Debitur selama proses hukum kasasi dan setelah kasasi diberikan. Penelitian ini akan mencoba menguraikan masalah dengan menguraikan konsep pemulihan hukum kasasi, kepailitan, dan perdamaian dalam hukum kepailitan di Indonesia berbeda dengan konsep yang umumnya dikenal. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan sumber data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan terkait dengan konsep kebangkrutan dan pengajuan perdamaian dalam undang-undang
kebangkrutan di Indonesia yang dapat berdampak pada perlindungan hukum harta pailit Debitor dalam pembatalan putusan pernyataan pailit tingkat kasasi yang didasarkan pada Pasal 8 ayat (7) jo. Pasal 16 ayat (2) UUK-PKPU.

This thesis discusses the impact of the application of Article 16 paragraph (2). UUK-PKPU in terms of cancellation of bankruptcy statements related to the principle of justice, the principle of business continuity, and the principle of balance as well as ways to protect the debtor's bankruptcy property during the cassation legal process and after the cassation is given. This research will attempt to elucidate the problem by outlining the concepts of legal recovery for cassation, bankruptcy and peace in bankruptcy law in Indonesia, which is different from the commonly known concepts. The writing of this thesis uses a normative juridical research method using secondary data sources. The results of this study indicate that there are differences related to the concept of bankruptcy and peace proposals in the law bankruptcy in Indonesia which may have an impact on the legal protection of the Debtor's bankruptcy property in the cancellation of the bankruptcy declaration at the cassation level based on Article 8 paragraph (7) jo. Article 16 paragraph (2) UUK-PKPU."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Ribka Arthauli
"Pemerintah telah menerbitkan kebijakan untuk mereformasi sektor keuangan dengan menetapkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan di Sektor Keuangan. Undang-Undang ini mengubah sejumlah pasal dalam 17 (tujuh belas) perundang-undangan di sektor keuangan di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Undang- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan serta perundang-undangan lainnya. Dalam pasal 8B Undang-Undang PPSK menjadikan Otoritas Jasa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertimbangan pemerintah menambahkan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit dan pkpu dan pelaksanaan mekanisme penambahan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian yuridis normatif dan menggunakan deskriptif analitis. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam kewenangan OJK untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU terhadap pelaku usaha jasa keuangan didasari atas urgensi untuk meningkatkan sektor keuangan yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat, seimbang, stabil dan dapat dipercaya karena OJK yang mengetahui kondisi keuangan dan sektor keuangan secara keseluruhan. Hal ini juga untuk menjamin kepastian hukum serta keadilan bagi pelaku usaha jasa keuangan dan juga untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pelaku usaha jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki peran penting untuk mengeluarkan peraturan pelaksana sebagimana dengan pertambahan kewenangannya. Undang-Undang PPSK belum mencantumkan peraturan pelaksana sehingga Otoritas Jasa Keuangan dapat mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang yang lebih tinggi yaitu dengan mengacu pada Undang-Undang OJK dan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

The government has issued a policy to reform the financial sector by enacting Law Number 4 of 2023 concerning Development and Strengthening in the Financial Sector. This law amends a number of articles in 17 (seventeen) laws in the financial sector, including Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations and Law Number 21 of 2011 concerning the Financial Services Authority and other laws. Article 8B of the PPSK Law stipulates that the Financial Services Authority is the only institution that can apply for a declaration of bankruptcy against Financial Services Business Actors. The purpose of this study is to find out the government's considerations for adding the authority of the Financial Services Authority in submitting requests for bankruptcy and pkpu statements and the implementation of the mechanism for increasing the authority of the Financial Services Authority. The research method used is a qualitative research method with a normative juridical research type and uses analytical descriptive. The results of the research show that it is within the authority of the OJK to submit requests for bankruptcy and PKPU statements against financial service business actors based on the urgency to improve the financial sector which can support strong, balanced, stable and trustworthy economic growth because the OJK knows financial conditions and the financial sector as a whole. This is also to ensure legal certainty and justice for financial service business actors and also to increase public trust in financial service business actors. The Financial Services Authority has an important role to issue implementing regulations in line with the increase in its authority. The PPSK Law does not include implementing regulations so that the Financial Services Authority can follow the provisions in a higher Law, namely by referring to the OJK Law and the Bankruptcy Law and PKPU."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Selamat
"Kepailitan sebagai suatu sarana hukum penagihan dan penyelesaian hutang piutang antara kreditur dengan debitur, memberikan keseimbangan hak dan kewajiban serta kedudukan antara debitur dengan kreditur. Kedudukan bank dalam kepailitan dapat bertindak selaku kreditur tidak seimbang dengan kedudukannya selaku debitur. Bank selaku kreditur dapat bertindak sebagai pemohon pailit, sebagai kreditur lain, sebagai Pihak Pemohon Kasasi meskipun tidak merupakan pihak pada tingkat pengadilan niaga. Sedangkan bank dalam kedudukannya selaku debitur tidak dapat dimohonkan pailit secara langsung oleh krediturnya, undang-undang Kepailitan memberikan hak untuk itu, hanya kepada Bank Indonesia. Walaupun undang-undang Kepailitan dan Undang-undang Perbankan sama-sama mengakui bahwa bank dapat dimohonkan oleh krediturnya dan dinyatakan pailit oleh pengadilan yang berwenang, akan tetapi Bank Indonesia, tidak pernah menggunakan upaya kepailitan terhadap bank dalam penyelesaian kewajiban hutang-piutangnya, melainkan cenderung menerapkan pencabutan izin operasional dan likuidasi bank yang bersangkutan.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat kualitatif, yaitu putusan-putusan pengadilan mengenai Kepailitan terhadap bank tersebut dianalisis secara mendalam atas peristiwa, fakta-fakta, pertimbangan hukum dan amar putusannya.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa debitur yang menjalankan usaha bank dapat dimohonkan pailit oleh pemohonnya dan pengadilan dapat menyatakan bank pailit. Benerapan kepailitan terhadap bank lebih efektif bila dibandingkan dengan penerapan pencabutan izin dan likuidasi bank. Yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitur yang menjalankan usaha bank ke pengadilan, bukan hanya Bank Indonesia raja, melainkan Krediturnya dan Kejaksaan demi kepentingan umum. Dan debitur yang menjalankan usaha bank tidak dapat mengajukan dan memohonkan pailit atas dan terhadap dirinya sendiri. Apabila Bank Indonesia menolak untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap Bank dalam penyelesaian kewajiban hutang-piutangnya, maka krediturnya dapat mengajukan permohonanya tersebut secara langsung ke pengadilan yang berwenang atau kreditur mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara terhadap Bank Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Andika
"Tulisan ini membahas mengenai pertanggungjawaban kurator dalam melakukan tugasnya terhadap harta pailit agar tidak menyebabkan kerugian terhadap kreditor atau debitor pailit yang dibandingkan dengan ketentuan hukum kepailitan yang berlaku di Amerika Serikat. Pembahasan juga ditinjau dari pertimbangan hakim pada kasus terdahulu di Indonesia dan Amerika Serikat mengenai kasus kurator yang digugat oleh para pihak dalam kepailitan atas dasar tindakan yang tidak beritikad baik sehingga menyebabkan kerugian terhadap para pihak dan harta pailit. Untuk mencari jawaban dari tulisan ini, tulisan ini ditulis dengan metode penelitian doktrinal. Peran kurator sebagai satu-satunya lembaga dalam kepailitan yang berwenang melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit membuat kurator memikul tanggungjawab yang besar kepada para pihak dalam kepailitan atas harta pailit. Atas tanggung jawab yang besar itu maka undang-undang kepailitan mengatur agar kurator dapat bertanggung jawab terhadap kerugian atas harta pailit dan para pihak kepailitan. Tetapi pada praktiknya atas adanya tanggung jawab kurator tersebut maka tidak sedikit kasus pada pengadilan yang melakukan penggugatan terhadap kurator atas tindakan itikad tidak baik yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit dan para pihak. Maka dari tanggung jawab tersebut, ditentukan bahwa kurator dapat bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang dialami oleh para pihak atau kerugian terhadap harta pailit apabila tindakan yang dilakukan tersebut terbukti merupakan tindakan di luar kewenangan yang dimiliki oleh kurator yang diberikan oleh undang-undang untuk melakukan tugasnya sebagai kurator.

This paper discusses the responsibility of the trustee in conducting his duties towards the bankruptcy estate so as not to cause any disadvantage to creditors or bankruptcy debtors compared to the provisions of bankruptcy law applicable in the United States. The discussion is also reviewed from the consideration of judges in previous cases in Indonesia and the United States regarding cases of trustees being sued by parties in bankruptcy on the basis of actions that are not in good faith, causing harm to the parties and the bankruptcy estate. To find the answers, this paper is written using doctrinal research method. The role of the trustee as the only authorized entity in bankruptcy to manage and settle the bankruptcy estate makes the trustee bear a great responsibility to the parties in bankruptcy for the bankruptcy estate. For this great responsibility, the bankruptcy law regulates that the trustee can be responsible for the loss of bankruptcy assets and bankruptcy parties. However, in practice, due to the trustee's responsibility, there are many cases in which the court sues the trustee for bad faith actions that cause losses to the bankruptcy estate and the parties. From this responsibility, it is determined that the trustee can be personally liable for losses suffered by the parties or losses to the bankruptcy estate if the actions taken are proven to be actions outside the authority granted to the trustee by law to perform his duties as a trustee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisyah Natasha Afirandini
"Bunga dan denda merupakan salah satu aspek yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Eksistensi Putusan 2899 K/Pdt/1994 berakibat adanya multitafsir mengenai pembebanan bunga dan denda dalam hukum kepailitan yang sudah pada pokoknya diatur dalam Pasal 137 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tulisan ini menganalisis bagaimana pembebanan bunga dan denda dalam pernyataan kredit macet debitor pailit dalam kasus PT Mimi Kids Garmindo yang tertuang dalam Putusan 1021K/Pdt.Sus-PAILIT/2018 ditinjau dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode doktrinal. Pembebanan bunga dan denda dalam kredit macet debitor pailit telah menjadi salah satu pokok permasalahan yang terjadi dalam perkara kepailitan. Dalam kasus PT Mimi Kids Garmindo, debitor menggunakan Putusan No. 2899K sebagai dasar hukum untuk menyatakan bahwa pembebanan bunga dan denda tidak dapat diberikan pada kredit yang sudah dinyatakan macet. Pada pokoknya perhitungan mengenai pembebanan bunga dan denda sudah diatur dalam Pasal 137 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adapun mengenai pernyataan kredit macet dalam hukum kepailitan terjadi pada saat putusan pernyataan pailit. Hal inipun berdampak pada pembebanan bunga dan denda dalam hukum kepailitan. Hasil peneleitian ini adalah hukum kepailitan mengatur bahwa pembebanan bunga dan denda harus dihitung pada saat putusan pernyataan pailit. Hal ini merupakan bentuk pengimplementasian sita umum dan asas-asas dalam hukum kepailitan.

Interest and penalties are one of the aspects agreed upon in a credit agreement. The existence of Decision 2899 K/Pdt/1994 results in multiple interpretations regarding the imposition of interest and penalties in bankruptcy law, which is basically regulated in Article 137 of Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. This paper analyzes how the imposition of interest and penalties in the statement of bad debts of bankrupt debtors in the case of PT Mimi Kids Garmindo as stated in Decision 1021K/Pdt.Sus-PAILIT/2018 is reviewed from Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. This paper is prepared using the doctrinal method. The imposition of interest and penalties in bad debts of bankrupt debtors has become one of the main problems that occur in bankruptcy cases. In the case of PT Mimi Kids Garmindo, the debtor used Decision No. 2899K as a legal basis to state that the charging of interest and penalties cannot be given to loans that have been declared bad debts. In essence, the calculation of interest and penalties is regulated in Article 137 of Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. As for the statement of bad credit in bankruptcy law occurs at the time of the bankruptcy statement decision. This also has an impact on the imposition of interest and penalties in bankruptcy law. Bankruptcy law regulates that the imposition of interest and penalties must be calculated."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>