Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79386 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Akbar
"Pada akhir-akhir ini dirasakan sekali oleh banyak orang laju pembangunan ekonomi Indonesia yang begitu pesat tidak dapat dikontribusikan oleh perkembangan dan pembangunan hukum sebagai katalisator penunjangnya. Penulis yang berprofesi sebagai praktisi yang concern pada bidang hukum perbankan (banking Law) menyoroti banyak kejadian-kejadian yang telah menghancurkan bangunan (konstruksi) hukum perbankan. Enam tahun yang lalu di saat industri perbankan Indonesia dilanda oleh berbagai megaskandal yang mengakibatkan hancurnya 64 Bank Umum dan megaskandal itu bernama Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Banyak pihak bank pada saat menerima BLBI yang seharusnya dipergunakan untuk mengatasi terjadinya penyerbuan (rush) terhadap keuangan bank itu sendiri, namun justru dimanfaatkan untuk membiayai usaha kelompok atau (group) yang mengakibatkan saldo debet bank tersebut menjadi negatif, bahkan terhadap bank tersebut Pemerintah tetap mengizinkan bank ikut sebagai peserta kliring. Sekalipun pemerintah sudah mempunyai perangkat hukum yang memuat berbagai kepentingan dalam hal pengamanan terhadap bank sebagai diatur di dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan serta ketentuan hukum yang mengatur masalah hukum Jaminan yang diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, namun upaya baik dan sungguh-sungguh dari Pemerintah, setidaktidaknya telah memberikan tingkat pemulihan ekonomi (economic recovery) dalam rangka meminimalisasikan kerugian negara.
Krisis ekonomi khususnya tragedi BLBI yang telah menghancurkan segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang mana pangkal penyebab utamanya adalah maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme pada satu sisi dan di sisi yang lain adalah besarnya jumlah hutang pemerintah dan swasta yang nilainya hampir berimbang."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Perdi
"Sejak diberlakukannya UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, peranan Bank Indonesia semakin lebih fokus terhadap pelaksanaan tugas sebagai bank sentral/otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran. Dalam menjalankan kebijakan moneter, Bank Indonesia melakukan operasi pengendalian moneter melalui piranti-piranti moneter untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dalam rangka menjaga kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari laju inflasi (barang dan jasa) serta dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Pelaksanaan atas kebijakan moneter dan perekonomian telah menunjukkan perkembangan yang cukup kondusif dan terkendali. Diantaranya telah terjaga stabilitas moneter dari keuangan yang ditunjukkan oleh indikator-indikator makro perekonomian Indonesia diantaranya nilai tukar, inflasi dan ekspor telah menunjukkan perbaikan, sehingga dapat lebih selaras dengan pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Walaupun kepercayaan terhadap perekonomian tersebut telah diraih, namun masih banyak permasalahan yang harus dihadapi diantaranya fungsi intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih terlihat dari penyaluran kredit perbankan dan penyerapan sektor riil belum sepenuhnya berlangsung. Oleh sebab itu dana lebih banyak berputar di sektor keuangan. Hal ini mengakibatkan adanya tekanan terhadap nilai tukar dan inflasi sehingga fungsi Bank Indonesia menjaga kestabilan nilai tukar mengalami tekanan.
Sesuai dengan kondisi perekonomian tersebut diatas, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter sejak tahun 1999 mengambil langkah kebijakan moneter kontraktif (penyerapan likuiditas), melalui piranti moneter yang dimilikinya melalui pengaturan jumlah uang beredar yang berdampak pada tingginya biaya pengendalian moneter.
Dalam tahun 2003 biaya perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter mencapai Rp. 14,4 triliun termasuk pengeluaran untuk diskonto SBI sebesar Rp. 13,9 triliun. Besarnya biaya pengendalian moneter tersebut menyebabkan penurunan kondisi keuangan Bank Indonesia sehingga dalam tahun-tahun mendatang diperkirakan akan mengalami defisit dan apabila kondisi tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif lama akan dapat menggerogoti permodalan, sehingga dapat menurunkan kredibilitas dan indenpendensi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Untuk itu menjaga sustainable permodalan sangatlah penting agar peranan dan fungsi Bank Indonesia yang cukup stategis dalam perekonomian Indonesia dapat terlaksana dengan baik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum berlakunya Undang Undang No. 23 tahun 1999 yakni periode 1996/97 s.d. 1998/99 permodalan Bank Indonesia dapat memenuhi ketentuan permodalan bahkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan keuntungan (surplus) yang diperolehnya. Namun setelah tahun 1999 permodalan Bank Indonesia mulai dipermasalahkan oleh para stakeholder sehubungan dengan peningkatan biaya pengendalian moneter, namun dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan ratio permodalan Bank Indonesia periode 1999 s.d. 2003 dapat terpenuhi bahkan selalu memoeroleh keuntungan (surplus), walaupun secara operasional pada tahun 1999 dan 2003, Bank Indonesia telah mengalami defisit masing-masing sebesar Rp. 5,442 triliun dan Rp. 6,491 triliun, namun dengan dilakukannya revaluasi asset dan penilaian kembali aktiva valuta asing yang dimiliki oleh Bank Indonesia pada tahun 1999 mengakibatkan adanya tambahan pendapatan atas penilaian aktiva valuta asing sebesar Rp. 14,628 triliun sehingga Bank Indonesia dapat membukukan keuntungan sebesar Rp. 9,186 triliun tahun 1999. Sedangkan untuk tahun "2003, Bank Indonesia memperoleh tambahan pendapatan sehubungan dengan adanya penyelesaian BLBI (sharing antara pemerintah dan Bank Indonesia ) sehingga Bank Indonesia memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp. 9,186 triliun, sehingga Bank Indonesia dapat tetap membukukan keuntungan sebesar 2,153 triliun.
Penurunan kondisi permodalan Bank Indonesia sejak tahun 1999 disebabkan oleh :
1. Berkurangnya sumber pendapatan Bank Indonesia diantaranya :
a. Dihapuskannya SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) dan pemberian Kredit Likuiditas,
b. Menurunnya pendapatan dari pengelolaan devisa yang disebabkan oleh penurunan tingkat sukubunga internasional.
c. Menurunnya kualitas aktiva yang diakibatkan oleh pengalihan tagihan pemerintah menjadi obligasi yang harus dimiliki sampai jatuh tempo dalam jumlah yang sangat significant (24,1 % dari total aktiva tahun 2003).
2. Meningkatnya biaya pengeluaran Bank Indonesia atas beban pengendalian moneter dan tambahan biaya untuk penyisihan aktiva produktif.
Mengingat terjadinya penurunan pendapatan dan peningkatan pengeluaran Bank Indonesia setelah diberlakukannya UU No. 23 tahun 1999 akan dapat meningkatkan defisit keuangan dan berdasarkan proyeksi keuangan yang disusun oleh Bank Indonesia pada tahun 2004 mengalami defisit anggaran sebesar Rp. 14,412 triliun akan dapat mengakibatkan penurunan kondisi permodalan Bank Indonesia, terlebih lagi bila kondisi defisit keuangan tersebut berlanjut pada tahun 2005 diproyeksikan bahwa permodalan Bank Indonesia akan lebih kecil dari 3% (3/100) sesuai dengan ketentuan permodalan yang berlaku saat ini, pemerintah akan menyediakan anggaran untuk memenuhi ketentuan permodalan Bank Indonesia, hal ini akan membawa dampak yang kurang menggembirakan terhadap kredibilitas dan indenpendensi Bank Indonesia sebagai penyusun dan pelaksana pengendalian kebijakan moneter di Indonesia. Untuk menjaga sustainable permodalan Bank Indonesia diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Kebijakan Umum Bank Indonesia di bidang keuangan hendaknya memprioritaskan pada upaya meningkatkan surplus dengan jalan mengoptimalkan sumber penerimaan dan sebaliknya mengefisienkan setiap pengeluaran sehingga permodalan Bank Indonesia dapat ditingkatkan.
2. Kebijakan Optimalisasi Penerimaan
Dalam rangka optimalisasi dan upaya peningkatan penerimaan, maka langkah yang dapat ditempuh terutama dalam :
a. Pengelolaan devisa dengan menyempurnakan sistem yang berlaku melalui optimalisasi profit dengan tanpa mengorbankan likuiditas dan keamanan.
b. Pengkajian sumber penerimaan lain, berkenaan dengan pencetakan uang rupiah (seignorage).
c. Peningkatan kualitas aktiva yang dimiliki termasuk pencarian sumber-sumber penerimaan baru seperti pengenaan biaya transaksi warkat peserta kliring dan distribusi uang.
3. Kebijakan Pengendalian Beban
Dalam rangka peningkatan efisiensi dan menekan jumlah beban, maka langkah - langkah yang dapat ditempuh terutama meliputi:
a. Perubahan pengendalian moneter dari target base money menjadi pricing target.
b. Pengembangan piranti pengendalian moneter selain SBI, misalnya Treasury Bills (T-Bill), dan secara bertahap menggantikan SBI.
c. Mencari alternatif pencetakan dan distribusi uang yang lebih efisien dan efektif.
4. Kebijakan pengaturan perbankan
Membuat regulasi/ketentuan yang dapat mendukung peningkatan Loan to Deposit Ratio perbankan tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip kehatian-hatian dalam pemberian kredit sehingga dapat mengurangi over likuiditas perbankan yang dapat meningkatkan tekanan terhadap inflasi dan nilai tukar.
5. Ketentuan Permodalan
Mengingat perubahan ketentuan permodalan Bank Indonesia dari jumlah nominal menjadi prosentase tertentu dari kewajiban moneter telah mengakibatkan para stakeholder mempermasalahkan permodalan Bank Indonesia. Untuk itu perlu ditinjau kembali ketentuan permodalan Bank Indonesia agar jumlah modal minimum Bank Indonesia dapat disesuaikan dengan kondisi keuangan Bank Indonesia tanpa mengabaikan pada prinsip-prinsip permodalan minimum bank sentral."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13232
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwidjo Anggono
"ABSTRAK
Bank BNI merupakan salah satu BUMN yang tidak termasuk dalam
kategori Bank dilikuidasi, sehingga masih memiliki peluang untuk dapat
berkembang dalam industri jasa perbankan di Indonesia.
Masalah utama yang dihadapi oleh Bank BNI, yaitu adanya
perubahan lingkungan strategi perusahaan. Kondisi politik dan ekonomi
yang relatif stabil sebelum pertengahan tahun 1997, kini telah berubah
total. Oleh karena itu dalam kondisi Iingkungan strategis perusahaan
sedang berubah dan dengan sumber daya yang terbatas, agar dapat
melaksanakan misinya diperlukan suatu strategi yang tepat.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengevaluasi (kaji ulang)
strategi yang sedang dijalankan oleh Bank BNI dan menjelaskan strategi
alternatif yang dapat digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan daya
saing pada masa mendatang.
Penelitian ini diawali dengan menganalisis kondisi Iingkungan
internal dan eksternal perusahaan. Dalam menganalisis tersebut digunakan
metode Proses Hirarki Analitik (PHA) untuk membobot derajat kepentingan
setiap faktor. Sedang untuk menentukan posisi bersaing Bank BNI
digunakan General Electric Matrix.
Dari uji PHA dan GE Matrix diperoleh posisi bersaing Bank BNI
pada kuadran Il GE Matrix yang artinya Bank BNI berada di area usaha
growth and build (tumbuh dan bangun). Berdasarkan posisi bersaing
tersebut dengan melihat , kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
serta tujuan perusahaan maka alternatif strategi yang cocok adalah
strategi penetrasi pasar.
Setelah strategi ditetapkan, untuk menyusun program atau
penjabaran strategi yang lebih detil diberikan usulan strategi fungsionalnya.
yaitu strategi untuk memperkuat setiap fungsi dalam perusahan.

"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhayati
"ABSTRAK
Penelitian ini adalah tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum (Studi Kasus oleh Karyawan Citibank Indonesia : Melinda Dee). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganlisis penerapan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011 perihal Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum khususnya Citibank Jakarta terkait kasus Fraud yang terjadi di internal bank tersebut.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini metode penelitian yuridis empiris. Metode penelitian secara empiris yaitu mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum posistif atau perundang-undangan secara faktual pada peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.
Tulisan ini merupakan studi kasus dan penelitian yang dilakukan secara lansung dengan wawancara kepada nara sumber dimana kasus fraud dan penerapan strategi anti fraud terjadi di internal bank khususnya Citibank Jakarta yang merupakan data primer, dan juga menggunakan studi kepustakaan dan bahan ? bahan sekunder yang mendukung tesis ini.
Hasil penelitian ini menyimpulkan pilar pencegahan dinilai memiliki nilai yang sangat strategis diantara pilar yang diterapkan Bank Indonesia dalam Strategi Anti Fraud karena merupakan langkah awal yang sesuai dengan kepentingan bank dalam menciptakan lingkungan dan budaya kerja yang propesional (good governance culture) tanpa adanya kecurangan (fraud)

ABSTRACT
This Study about the implementation of anti fraud strategy for commercial bank (case study by Citibank Employee : Melinda Dee). The purpose of this research is to analyze of the implementation of Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/28/DPNP on 9 Desember 2011 about the implementation of anti fraud strategy for commercial bank expecially Citibank Jakarta fraud in internal bank.
The methodology used in the study of empirical legal research methods. Methods of empirical research that examines the implementations or implementation of provisions of positive law or statutory law factually on certain events that happen in the community.
This paper in a case study and research interviews conducted directly with the source where cases of fraud and anti fraud strategy implementation occurs in particular internal bank Citibank Jakarta which is the primary data, and also the library and study materials-secondary materials that support this thesis.
The result of this study conclude prevention pillar considered to have value among the three pillars of Bank Indonesia applied the Anti-Fraud Strategy as in initial step in accordance with the bank?s interest in creating a work environment and culture propfessionals (good governance culture) in the absence of fraud (fraud).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inigo Ayom Bawono
"Persaingan dalam industri perbankan terutama di bidang KPR di Indonesia membuat semua pelaku perbankan menerapkan segala cara yang mungkin digunakan. Mulai dari menyediakan bunga yang rendah hingga mempermudah layanan mereka untuk membuat konsumen memilih produk mereka. Namun citra bank yang positif dinilai mempunyai peranan dalam membentuk keputusan pembelian produk KPR oleh konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menggambarkan citra bank dalam keputusan pembelian produk KPR oleh konsumen. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra perusahaan dan keputusan pembelian oleh konsumen. Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivis, pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif. Wawancara dilakukan kepada konsumen yang menggunakan produk KPR dan sales person KPR sebuah bank. Pada penelitian ini daapt digamabrkan peran citra perusahaan dalam membentuk keputusan pembelian oleh konsumen.

The Competition in the banking industry, especially in the mortgage sector in Indonesia makes all the bankers to apply all possible ways to achieve victory. They start from providing low interest to improve their services so the consumers choose their products. However, positive image of the bank has assessed the role in shaping consumer's purchase decisions of mortgage product. This study aims to analyze and describe the bank's image in the consumer's purchase decision. The Concepts that are used in this study are the corporate image and consumer's purchase decision. This study uses a post-positivist paradigm, qualitative and descriptive approach. Indepthinterviews were conducted to consumers who use the mortgage product and to sales person of Bank Mandiri. This research can describe the bank image in consumer's purchase decision of mortgage product."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Try Bagus Harminto
"ABSTRAK
Fraud dalam dunia perbankan bukanlah suatu hal yang baru lagi untuk terjadi, terutama dalam bidang perkreditan. Dalam praktiknya, jenis dan modus dilakukannya fraud selalu berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi sehingga sudah tentu makin sulit pula untuk dideteksi. Modus dilakukannya fraud dalam perkreditan dapatlah bermacam-macam bentuknya seperti pembuatan rekening fiktif, pemberian kredit dengan menggunakan nominee, penyerahan jaminan kredit yang fiktif atau tidak senilai dengan nilai kreditnya itu sendiri, dan sebagainya. Untuk itulah pada tanggal 9 Desember lalu BI mengeluarkan suatu peraturan baru untuk bank-bank umum di Indonesia yang dinamakan dengan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum. Dalam penelitian ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai bagaimana saja bentuk fraud dalam perbankan, khususnya perkreditan yang di antaranya seperti contoh yang disebutkan di atas. Serta akan dibahas pula mengenai pengawasan BI atas bentuk penerapannya dalam bidang perkreditan oleh bank umum di Indonesia dengan menggunakan Bank X (nama disamarkan) sebagai sampelnya. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa BI telah menyusun kebijakan tentang mekanisme pengawasan fraud yang cukup komperhensif dan bentuk penerapan Strategi Anti Fraud ini oleh Bank X pun, dalam bidang perkreditannya, dapat dikatakan telah memenuhi standar penerapan dalam peraturan tentang Strategi Anti Fraud untuk bank umum tersebut.

ABSTRACT
Fraud is not a new thing to happen in banking anymore, especially in its credit sector. In practice, types and modes of bank fraud are always developing along with the development of information technology which make it more difficult to be detected. Fraud in banking credit sector can be conducted in several ways such as make an account with a fictive id, granting a credit solicitation which use a nominee party, giving a fictive collateral in a credit solicitation, delivery of a collateral that does not have a same value with the credit itself, etc. Because of that, Bank Indonesia (?BI?) has make a new regulation named ?Anti Fraud Strategy? for Indonesian banks. This study will explain about the forms of fraud, especially in credit sector like what are explained above. Besides that, this study will also explain about BI?s oversight mechanism over the implementation of this anti fraud strategy by Indonesian banks with Bank X (the real name is disguised) as the sample. By using normative juridical method, this study gives conclusion that BI has made a comprehensive oversight mechanism and the implementation of anti fraud strategy by Bank X, in its credit sector, is can be said has already met the requirements that are stipulated in the anti fraud strategy regulation."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S43368
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Rahmawati
"Bank sebagai badan usaha melakukan kegiatan usaha, terkait dengan fungsi dan tujuan bank sebagai penyimpan dan penyalur dana kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam kegiatan bank sebagai penyalur dana, yaitu pemberi fasilitas kredit, terdapat 2 (dua) pihak yaitu bank sebagai kreditor dan nasabah sebagai debitur. Dalam kegiatan pemberian fasilitas kredit antara bank dan nasabah, kedua belah pihak terikat dalam suatu hubungan hukum dan oleh karena itu perlunya perlindungan hukum bagi para pihak. Pemberian fasilitas kredit oleh bank tidak lepas dari pemberian jaminan oleh nasabah kepada bank atas kredit yang diterimanya. Jaminan kredit yang diberikan dapat berupa emas yang fisiknya dikuasai oleh bank sebagai pemberi kredit. Atas jaminan kredit berupa emas tersebut, bank hanya menguasai fisiknya dan bukan sebagai pemilik. Kepemilikan emas tersebut masih berada pada si nasabah debitur. Dalam praktek pemberian kredit oleh bank dengan jaminan, ditemukan indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh pihak bank sebagai kreditor atas perlakuannya terhadap jaminan yang diberikan nasabah debitur. Untuk itu perlu perlindungan hukum terhadap nasabah debitur atas jaminan yang diberikannya kepada bank yang disalahgunakan sehingga menimbulkan peristiwa hukum, yaitu pelanggaran hukum yang merugikan nasabah debitur.

Banks as business entity are doing business activities, which is related with the function and the purpose as the depositary bank and channeling funds to the community in order to improve the living standard of the people. In bank's activities as channeling funds, that is as a credit facilitator, there are 2 (two) parties, that are bank as a creditor and debtor customers. In credit facilities activity between bank and debtor customer, both parties are bound in a relationship of law and therefore need for legal protection for the parties. Provision of credit facilities by banks cannot be separated from the provision of collateral by the customer to the bank for a loan that they have received. Credit assurance or credit collateral that is given to the bank can be form such as gold and the form of the gold is held by the bank as a lender. Gold which is as bank collateral, the bank only has a possesion of the gold physical and not acting as the owner. The ownership of that gold as a credit collateral is still on the debtor customer. On credit facilities activity with collateral, is found the indication of irregularities committed by the banks as creditor for their authority of collateral that is given by debtor customers. Based on that issue, we need legal protection to debtor customers against bank for the collateral that is given to the bank, which is being abused and caused legal events, that is tort law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafina Karima
"Lembaga perbankan merupakan inti keuangan di suatu negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menumpan dana yang dimilikinya. Salah satu kegiatan bank yaitu menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Pemberian kredit harus dilandasi dengan prinsip kehati-hatian serta prinsip mengenal nasabah. Dalam pemberian kredit, bank rentan akan tindak-tindak pidana di bidang perbankan baik yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan maupun peraturan lainnya di luar Undang-Undang Perbankan. Tulisan ini membahas mengenai tanggung jawab Head Corporate Legal Officer dalam pemberian kredit dengan mengambil contoh kasus pemberian kredit oleh PT Bank Century Tbk. Pokok permasalahan tersebut dipecahkan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu meliputi studi kepustakaan dan wawancara yang menghasilkan kesimpulan bahwa dalam kasus ini terjadi ketidaksesuaian antara praktik dengan peraturan pemberian kredit di PT Bank Century Tbk, serta tidak adanya tanggung jawab Head Corporate Legal Officer dalam kasus pemberian kredit tersebut sehingga Head Corporate Legal Officer PT Bank Century Tbk tidak dapat dijerat dengan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Perbankan.

Banking institutions is one of the primary financial establishments of a State. Bank as a financial institution manages the funds of many prime entities including individuals, businesses, and even governmental agencies. One of the fundamental activities of banking institutions are channeling funds to the public in the form of credit. In giving credit, banks abide by the principles of responsible lending which includes the Precautionary Principle and the Know Your Customer Principle. In lending, banks are vulnerable to crimes in both the regulated banking sector governed by the Banking Act and other legislation outside of the Banking Act. This paper discusses the responsibilities of Head Corporate Legal Officer in the provision of credit by taking an example case of lending as done by PT Bank Century Tbk. This paper assesses the issue using normative juridical research methods that include literature review and interviews that lead to the conclusion that in this case there is a discrepancy between the regulatory practices of credit at PT Bank Century Tbk, and an absence of obligation by the Head of Corporate Legal Officer in the case of credit lending resulting in the conclusion that the Head of Corporate Legal Officer of PT Bank Century Tbk should not have been found guilty by Article 49 paragraph (2) letter b of the Banking Act."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
S438
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiansyah Dharma Putra
"Likuidasi bank adalah suatu proses bagi bank yang di cabut izin usahanya untuk menyelesaikan segala kewajiban kepada krediturnya. Pasca berlakunya UU no 24 tahun 2004 tentang LPS, kewenangan likuidasi yang dahulu berada di Bank Indonesia (BI) berpindah ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dimana dalam hal ini LPS akan membentuk Tim Likuidasi dalam pelaksanaan likuidasi di lapangan. Dan bagi nasabah yang banknya di tutup, simpananya akan di bayarkan oleh LPS selama memenuhi persyaratan yang di tentukan. Salah satu hal yang menyebabkan simpanan nasabah tidak di bayarkan oleh LPS adalah di himpunnya simpanan tersebut pada masa bank dalam pengawasan khusus BI.
Dalam skripsi ini akan di uraikan bagaimana kedudukan dan tanggung jawab LPS bagi nasabah bank yang dilikuidasi. Di mana LPS sesungguhnya masih memiliki tanggung jawab moral terhadap nasabah walaupun simpananya termasuk simpanan yang tidak di jamin. Pembahasan mengenai hal ini di lakukan dengan studi kasus pada salah satu bank yang di likuidasi yakni PD BPR Bungbulang Garut (DL).

Bank liquidation is a process for the bank whose license has been revoked to finish all of the liabilities to the creditor. After the law number 24 year 2004 concerning Deposit Insurance Corporation, the authority to liquidation is remove from Bank of Indonesia (BI) to Indonesia Deposit Insurance Corporation (IDIC). And to do this, IDIC appoint a liquidation team to make bank liquidation on the field. And for the depositors who bank is closed, the deposits will pay by IDIC as soon as fullfil the requirement. One of the reason make deposits will be not eligible for payment becauses the deposits is take when bank in special survailance unit.
In this research will be describe how the position and the responsible of IDIC to depositors who bank has been liqiuidation. Whereas actually IDIC still have moral responsible to the depositors even the deposits is not eligible to pay. This research will describe with case study in on of the liquidation bank, it is PD BPR Bungbulang (DL).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S412
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bramantyo Suryodhahono
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan kurator dalam melakukan pemberesan terhadap harta pailit yang ada di bank yang sedang dilikuidasi oleh LPS yang menjadi obyek perkara dalam Putusan Mahkamah Agung No. 671 K/Pdt.sus/2011, serta bagaimana kewajiban LPS terhadap boedel pailit tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku.
Hasil dari penelitian ini diperoleh kesimpulan yang menjawab permasalahan, yaitu bahwa Kurator berwenang untuk mengurus dan mengamankan Boedel Pailit harta kekayaan PT Cideng Makmur Pratama, namun dalam hal obyek perkara ini, kurator tidak dapat menjalankan tugasnya karena boedel pailit tersebut tidak ada (fiktif) dan simpanan PT Cideng Makmur Pratama merupakan simpanan yang tidak layak bayar. Sedangkan tindakan yang dilakukan oleh LPS sesuai kewajibannya adalah menolak pembayaran klaim simpanan tersebut.

This study aims to determine the authority of the curator to take care and clear the assets of debtor in bank liquidated by LPS (Lembaga Penjamin Simpanan, Indonesian Bank Customer Insurance) which is the object of the case in the Supreme Court Decision Number 671 K/Pdt.sus/2011, and how LPS should act as its obligations against the assets of debtor mentioned before. This research is a normative juridical law using secondary data, such as legislation and books.
The results of this study is concluded that the Curator is authorized to take care of and secure the assets of bankrupt Boedel PT. Cideng Makmur Pratama (debtor's assets), yet for the subject matter of this case, the curator can not carry out their duties because actually the bankruptcy boedel does not exist (fictitious) and saving PT Cideng Makmur Pratama is categorized as not worth-paying. While the actions taken by LPS as fulfilment of its duty is to reject the claim payment obligations deposits coming from the curator.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45887
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>