Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 137231 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Slamet Widodo
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Program SLTP Terbuka di Kecamatan Marau Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. Latar belakang penulis meneliti masalah ini karena Program SLTP Terbuka yang dilaksanakan di Kecamatan Marau menunjukkan adanya kasus tingginya angka drop out dan penurunan jumlah peminat, serta hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa umumnya rendah. Oleh karena itu, timbul pertanyaan bagaimana pelaksanaan Program SLTP Terbuka tersebut dalam rangka pembangunan somber Jaya manusia. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, studi kepustakaan, dan teknik wawancara mendalam. Pemilihan informan penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Secara konseptual penelitian ini menggunakan pendekatan sistem, yaitu untuk menghasilkan out put maka harus ada input dan proses pembelajaran. Dalam implementasi program harus memperhatikan 4 faktor yakni komunikasi, sumber-surnber, watak pengaturan atau sikap serta struktur birokrasi.
Dan hasil penelitian, koordinasi telah dijalankan dalam menentukan lokasi TKB. Demikian juga kegiatan sosialisasi serta orientasi belajar siswa baru telah dilaksanakan secara rutin pada setiap awal tahun pelajaran. Kegiatan penyusunan program tahunan, cawu/semester, penjadwalan kegiatan tatap muka dan belajar mandiri, serta supervisi secara teratur telah dilaksanakan. Namun, kegiatan tatap muka tidak bisa dilaksanakan di sekolah Induk, pola sistem tatap muka ditetapkan pola tatap muka guru kunjung. Dalam model ini Guru Pembina mendatangi TKB yang letaknya jauh dan sulit untuk memmberikan tatap muka. Pola kegiatan pembelajaran tidak menggunakan pola 4 atau 5 hari belajar mandiri di TKB dan 2 atau 1 hari kegiatan tatap muka di sekolah Induk. Pengelola menetapkan pola 3 hari belajar di TKB, alokasi waktu ini kadang-kadang digunakan untuk kegiatan tatap muka. Jadwal kegiatan supervisi, kegiatan guru kunjung yang telah ditetapkan, tidak dilaksanakan secara rutin, disebabkan faktor beratnya geografis serta kendala transportasi. Guru bina enggan berkunjung ke TKB karena dana transport yang tidak memadai dan kurangnya motivasi dan komitmen guru Bina. Kurangnya layanan bimbingan belajar kepada siswa di TKB menjadi salah sate penyebab kurangnya motivasi belajar siswa. Adanya akumulasi kesulitan dalam belajar sebagai faktor yang menghambat peningkatan kapasitas individual dengan indikasi rendahnya tingkat daya serap materi modul, rendahnya basil UAN, serta tingginyi kasus drop out.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kurangnya program ini dikomunikasikan baik secara internal maupun eksternal, faktor keterbatasan Sumber (Resources) balk jumlah maupun kemampuan staf (Guru Bina, Guru Pamong), Sumber non-manusia berupa informasi yang kurang dikelola dengan optimal, serta tidak adanya jaminan bahwa program dapat dilaksanakan sesuai yang diharapkan, terbatasnya aloes terhadap fasilitas penunjang belajar (laboratorium, Perpustakaan, Program kaset pembelajaran, sarana komunikasi dua arah), sarana transportasi, sehingga pelayanan tidak dapat berjalan optimal. Kurangnya kemampuan Kepsek mengorganisasikan, mengarahkan dan mengendalikan Staf menjadi penghambat implementasi program. Rendahnya komitmen Staf (Guru Bina, Guru Pamong), dukungan pembiayaan dari Pemda; Faktor efektivitas dan efisiensi birokrasi yang relatif kurang, ditunjukkan dengan kurang memiliki rasa tanggap terhadap aspirasi masyarakat, serta lemahnya pengawasan dan koordinasi antar lembaga. Seluruhnya merupakan faktor penghambat implementasi Program SLTP Terbuka. Kondisi sosial ekonomi menjadi penyebab kurangnya keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar. Faktor internal yakni rendahnya motivasi berprestasi, Siswa sulit merubah kebiasaan belajar dari pola tatap muka secara klasikal ke pola belajar mandiri, serta kurangnya dukungan orang tea menjadi faktor penghambat peningkatan kapasitas individual siswa. Upaya yang telah dilakukan adalah menerapkan pola guru rumpun. Pemerintah telah memberikan bantuan khusus murid, Program Life Skills untuk mencegah terjadinya drop out, serta pelibatan siswa dalam Lomba Motivasi Belajar Mandiri.
Penilaian masyarakat bahwa SLTP Terbuka itu identik dengan "SLTP Teriinggal", menurunkan animo masyarakat untuk memanfaatkan program ini, yang berarti SLTP Terbuka belum mampu memberikan layanan sosial pendidikan bagi masyarakat, belum mampu meningkatkan kapasitas individual maupun membangun kompetensi sosial dalam rangka pembangunan sumber daya manusia untuk pembangunan.
Untuk perbaikan pelaksanaannya diusulkan perlunya peningkatan intensitas pembinaan dari Guru Bina dan pengawasan fungsional oleh Diknas Ketapang. Konsekuensinya Pemda harus memberikan dukungan pembiayaan. Di daerah yang berpotensi tamatan SD tidak melanjutkan ke SLTP, seharusnya dibuka TKB Mandiri yang bekerja lama dengan Kepala SD, Kepala Desa, kalangan dunia usaha, serta tetap memperhatikan kondisi lokal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Azraqi
"Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan. Sebagai proses, pembangunan menuntut adanya komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Sebuah sistem komunikasi yang baik memang sangat dibutuhkan sebagai kerangka untuk menjalankan pembangunan, sebab konsep pembangunan seperti di Indonesia menuntut masyarakatnya untuk ikut berpartisipasi penuh dalam pembangunan tersebut. Faktor komunikasi memiliki peran yang sangat penting. Dikatakan demikian, sebab dalam pelaksanaan pembangunan dibutuhkan berbagai sumber informasi, baik informasi yang datang dari pihak perencana pembangunan, maupun di antara masyarakat itu sendiri. Salah satu unsur yang sangat menentukan partisipasi masyarakat dalam pernbangunan adalah peranan media massa lokal.
Radio sebagai salah satu media elelctronik komunikasi massa mempunyai peranan penting, yang mampu menyampaikan informasi secama cepat dan tepat Peranan siaran radio terasa makin penting, hal ini dibuktikan karena kegiatan membaca belum membudaya dalam masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi apa saja yang dapat dilaksanakan oleh RSPD Ketapang dalam rangka mendukung pembangunan daerah. Penelitian deskriptif ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Melalui studi ini akan dicoba untuk menggambarkan dengan lebih teliti tentang fungsi Radio Siaran Pemerintah Daerah dalam pembangunan. Sumber data penelitian ini adalah para responden yang dipilih berdasarkan teknik quota sampling dan purposive sampling, dan proses pengumpulan datanya dilakukan dengan penyebaran angket (kuesioner) dan wawancara mendalam didukung oleh penggunaan observasi dan Studi dokumentasi. Cara ini dilakukan sebagai mekanisme untuk saling melengkapi, dan cara semacam ini dapat diyakini marnpu menjelaskan secara obyektif dan komprehensif kondisi realitas sosial yang dilemukan di lokasi penelitian.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa pada dasarnya fungal-fungsi media massa yang telah dan dapat dilaksanakan oleh Radio Siaran Pemerintah Daerah Ketapang ada delapan fungsi, yaitu : fungsi pengawasan, fungsi korelasi, fungsi transmisi budaya, fungsi informasi, fungsi edukasi, fungsi persuasi, fungsi kohesi sosial dan fungsi hiburan.
Dalam hubungannya dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka fungsi-fungsi radio tersebut di atas pada prinsipnya mampu mendukung partisipasi masyarakat. Peningkatan partisipasi masyarakat akan terwujud apabila fungsi-fungsi radio tersebut lebih ditingkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Jika dihubungkan dengan Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat menurut Amstein, maka tipologi partisipasi masyarakal Kabupaten Ketapang khususnya kecamalan Delta Pawan dalam kaitannya dengan fungsi radio siaran pemerintah daerah adalah pada tangga ketiga yaitu Infarmarion di tingkat pertanda (Degree of Tokenism). Artinya bahwa komunikasi yang dibangun antara masyarakat dan pemerintah daerah mulai banyak terjadi tetapi masih bersifat satu arah atau masih banyak didominasi oleh pemerintah daerah. Masyarakat atau khalayak pendengar juga tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan, gagasan dan pendapat mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan yang dalam hal ini adalah pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Ketapang.
Upaya saran atau rekomendasi terhadap hal tersebut di atas adalah : Dalam konteks komunikasi pembangunan secara umum maka disarankan kepada pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang untuk mengaktifkan kembali adanya pameran-pameran pembangunan dengan melibatkan unsur-unsur dari pihak pemerintah, peiaku ekonomi dan masyarakat sipil. Hendalcnya menyajikan data-data yang apa adanya dan tidak hanya selalu memberitakan atau menginformasikan hal-hal yang bersifat positif kepada masyarakat pendengar.
Kepada pihak pengelola RSPD Ketapang disaranakan untuk : melengkapi peralatan-peralatan pendukung penyiaran agar dapat menjangkau ke seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Ketapang. Melengkapi peralatan-peralatan sumber informasi seperti internet di dalam ruang siar, agar dapat mengakses informasi secara cepat dan mampu mengakses infomasi baik nasional maupun intemasional, memberikan porsi yang seimbang dalam hal pemberitaan di berbagai bidang pembangunan, dan memaksimalkan pemberian informasi-
informasi tentang keluhan, saran, kritik-kritik yang membangnm dari masyarakat dalam rangka pembangunan daerahnya.
Kepada khalayak pendengar RSPD Ketapang disarankan untuk membentuk organisasi, forum-forum atau kelompok-kelompok pendengar yang tersegmentasi pada jenis-jenis profesi tertentu misalnya forum atau kelompok pendengar khusus petani, nelayan, pedagang dan lain-lain, yang selalu aktif dalam setiap diskusi pembanguaan yang diadakan di RSPD Ketapang. Ke depan diharapkan forum atau kelompok pendengar ini akan mempelopori atau merintis dibentuknya radio-radio komunitas yang tersegmentasi pada jenis profesi-profesi tertentu.
Saran/rekomendasi akademis : Pertama, perlu adanya upaya-upaya yang serius dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan menitikberatkan pada aspek komunikasi di dalam pembangunan. Sehingga pada gilirannya dapat mendorong ke arah panisipasi masyarakat secara aktif dalam membangun demokrasi yang berbasiskan masyarakan Kedua, bagi lingkungan akademis program studi ilmu kesejahteraan sosial, adanya upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dengan melibatkan berbagai bidang ilmu pengetahuan perlu diwujudkan, karena pembangmman sosial adalah pembangunan yang lintas sektoral dan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Terakhir dengan segala kerendahan hati, keterbatasan penulis dajam penulisan tesis ini tentu tidak terhindarkan. Akan tetapi dengan semakin banyakya penulisan-penulisan yang sejenis dilakukan, akan terjadi building block knowledge, artinya bagi peneliti lanjutan apabila ditemukan adanya berbagai kekurangan dalam penulisan tesis ini, maka atas dasar kekurangan ini diharapkan sebaliknya justru hal ini dapat menjadi motivasi/pendorong untuk mencoba melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang fungsi-fungsi radio siaran dalam pembangunan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Pulung
"Pemberdayaan masyarakat desa akhir-akhir ini selalu saja mendapat perhatian luas dari banyak kalangan baik ilmuan, kaum profesional ataupun dari kalangan Birokrat termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan. Berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat desa tersebut banyak sudah kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh berbagai kalangan tersebut, yang tujuannya untuk memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat desa dimaksud.
Untuk itu, Tesis ini meneliti tentang proses pemberdayaan masyarakat desa oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan melalui pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD). Dengan memperhatikan peran pemerintah sebagai aktor pembangunan yang memiliki sumber daya yang sangat besar seperti sumber daya manusia (aparatur), sumber daya permodalan, sumber daya fisik berupa fasilitas-fasilitas sarana dan prasarana pembangunan serta sumber daya lainnya, dan dengan mempertimbangkan masyarakat desa sebagai sasaran utama dalam pembangunan berpusat manusia, maka dalam tesis ini, penelitian lebih diarahkan untuk melihat bagaimana pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) dapat mendorong timbulnya partisipasi masyarakat dalam program sebagai suatu proses pemberdayaan masyarakat desa.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu diperhatikan dengan seksama keterlibatan masyarakat desa dan peran pemerintah dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) khususnya sebagai suatu fenomena yang menjelaskan ada atau. tidaknya partisipasi masyarakat desa sebagai subjek pembangunan dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD), dimana dalam jangka panjang seiring dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam program dan seiring dengan proses pembelajaran dari kedua pihak, yaitu dari Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas dan dari masyarakat sendiri diharapkan pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini benar-benar dapat memberdayakan masyarakat desa dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Penelitian ini mengunakan Metode Kualitatif yang menghasilkan data deskriptif tentang bagaimana bentuk keterlibatan masyarakat desa dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) dan sejauhmana program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini mampu meningkatkan partisipasi masyarakat desa, termasuk menjelaskan faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa dimaksud. Adapun tehnik pengumpulan data dilaksanakan dengan observasi, studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan berbagai informan yang diperoleh melalui tehnik purposive sampling.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini, cukup mampu menyerap berbagai swadaya masyarakat seperti sumbangan tenaga gotong-royong dalam pelaksanaan kegiatan program ataupun sumbangan keuangan. Hal ini menjelaskan bahwa adanya peningkatan partisipasi masyarakat desa, khususnya dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa ini. Dalam penelitian ini, berbagai faktor diyakini turut mempengaruhi adanya partisipasi masyarakat desa dalam pelaksanaan program seperti misalnya adanya prinsip transparansi dan pertanggung jawaban kepada masyarakat dalam program, adanya konsistensi pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, adanya perubahan struktur pemerintahan desa dimana saat ini di desa telah dibentuk semacam lembaga legislatif yaitu Badan Perwakilan Desa dan juga hal-hal lain seperti makin kritisnya masyarakat desa yang didukung oleh keterbukaan media massa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang cukup perhatian terhadap pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat desa.
Sementara itu dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa ini juga mengalami berbagai kendala seperti keterbatasan dana, yang secara langsung juga turut mempengaruhi keberhasilan program Bantuan Pembangunan Desa dimaksud untuk dengan segera mamberdayakan masyarakat dan mensejahterakan masyarakat desa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5451
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Pulung
"Pemberdayaan masyarakat desa akhir-akhir ini selalu saja mendapat perhatian luas dari banyak kalangan baik ilmuan, kaum profesional ataupun dari kalangan Birokrat termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan. Berkaitan dengan pemberdayaan rnasyarakat desa tersebut banyak sudah kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh berbagai kalangan tersebut, yang tujuannya untuk memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat desa dimaksud. Untuk itu, Tesis ini meneliti tentang proses pemberdayaan masyarakat desa oleh Pemenintah Daerah Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatera Selatan melalui pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD). Dengan memperhatikan peran pemermtah sebagai aktor pembangunan yang memiliki sumber daya yang sangat
besar seperti sumber daya rnanusia (aparatur), sumber daya permodalan, sumber daya fisik berupa fasffitas-fiisilitas sarana dan prasarana pembangunan serta sumber daya lainnya, dan dengan mempertimbangkan masyarakat desa sebagai sasaran utama dalam
pembangunan berpusat manusia, maka dalam tesis ini, penelitian lebth diarahkan untuk melihat baiimana pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) dapat mendorong timbulnya partisipasi masyarakat dalam program sebagai suatu proses pemberdayaan masyarakat desa.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu diperhatikan dengan seksama keterlibatan masyarakat desa dan peían pemerintah dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini, khususnya sebagal suatu fenomena yang menjelaskan ada atau tidalcnya partisipasi masyarakat desa sebagai subjek pembangunan dalam pelaksanaan Program Bantuan Pembangunan Desa (BPD), dimana dalam jangka panjang seiring dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam program dan seiring dengan proses pembelajaran dan kedua pihak, yaitu dan Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas dan daii masyarakat sendini diharapkan pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini benar-benar dapat memberdayakan masyarakat desa dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif yang menghslflcan data deskriptif tentang bagaimana bentuk keterlibatan masyarakat desa dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) dan sejauhmana program Bantuan Pembangunan Desa (BPD) ini mampu meningkatkan parti sipasi masyarakat desa, termasuk
menjelaskan faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa dìmaksud. Adapun tehnik
pengumpulan data di1aksana1cs dengan observasi, studi kepustakaan dan wawancara mendalatn dengan berbagai informan yang dìperoleh melalui tehnik purposive sampling.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program Bantuan Pembangunan D (BPD) ini, cukup mampu menyerap berbagai swadaya masyarakat seperti sumbangan tenaga gotong-royong dalam pelaksanaan kegiatan program ataupun sumbangan keuangan. Hal ini menjelaskan bahwa adanya peningkatan partisipasi
masyarakat desa, khususnya dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desami. Dalam penelitiaii ini, berbagai faktor diyakini turut mempengaruhi adanya
partisipasi masyarakat desa dalani pelaksanaan program seperti misalnya adanya prinsip transparansi dan pertanggung jawaban kepada masyarakat dalam program, adanya konsistensi pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada desa tmtuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, adanya perubahan slruktur pemerintahan desa dimana saat ini di desa telah dibentuk semacam lembaga Legislatif yaitu Badan
Perwakilan Desa dan juga hal-hal lain seperti makin kritisnya masyarakat desa yang didukung oleh keterbukaan media massa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang cukup perhatian terhadap pelaksanaan program-program pemberdayaan
masyarakat desa. Sementara itu dalam pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Desa ¡ni juga mengalami berbagai kendala seperti keterbatasan dana, yang secara langsung juga turut mempengaruhi keberhasilan program Bantuan Pembangunan Desa dimaksud untuk
dengan segera mamberdayakan masyarakat dan mensejaliterakan masyarakat desa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achyar Asmu`ie
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menernukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap integrasi politik di Kabupaten Ketapang, sebagai satu-satunya kabupaten yang belum pernah mengalami konflik etnis di tengah stigma buruk yang disandang oleh Provinsi Kalimantan Barat sbagai daerah yang rawan konflik etnis. Oleh karena itu masalah penelitian difokuskan pada: Bagaimana faktor-faktor kondisi sosial dan karakter budaya masyarakat, peran aktif para pemimpin informal, dan pembinaan integrasi politik oleh pemerintah berpengaruh terhadap integrasi politik di kabupaten tersebut.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sentimen primordial dari Clifford Geerthz yang menyatakan bahwa perbedaan suku, budaya, bahasa, dan agama merupakan sumber konflik. Kemudian teori kesetiaan fanatik ikatan primordial dari Maswacli Rauf, peran negara dari Arif Budirnan, intervensi birokrasi dari Burhan Magenda dan Howard Wriggin, serta peran informal leader dari Wriggin.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Sedang tipe penelitiannya adalah studi kasus yang bersifat deskriptif eksplanatif. Unit analisisnya adalah masyarakat, elit informal, dan pemerintah dengan nara sumber para pejabat pemerintah, ketua partai politik, ketua organisasi adat dan budaya, pemimpin agama, dan tokoh masyarakat, serta tokoh pemuda yang ditetapkan secara purposif.
Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan, wawancara mendalam dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah causal comparative atau ex post facto dengan multi levels analisys. Penelitian ini menemukan bahwa kondisi sosial dan karakter budaya masyarakat sangat berpengaruh terhadap hubungan sosial antar etnis yang terjadi di Kabupaten Ketapang. Hal itu tergambar di dalam suasana kehidupan sosial mereka yang aloab, sebab tidak adajarak sosial yang menghambat. Suasan kehidupan sosial seperti itu, kemudian melahirkan suatu ikatan kesetiaan barn yang dalam istilah Clifford Geerthz disebut cross cutting loyalties, yakni ?Ketapangisasi?.
Beradasarkan temuan tersebut, maka teori Geerthz tentang sentimen primordial tidak terbukti keberlakuan pada masyarakat Ketapang, begitu pula teori Arif Budiman tentang peran negara yang memiliki kewenangan sah untuk memaksa, juga tidak terbukti, sebab pembinaan integrasi politik yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupten Ketapang lebih menggunakan cara-cara persuasif dengan memanfaatkan momentum Hari Besar Nasional sebagai media.

ABSTRACT
This research aims at discovering the influential factors of political integration in Ketapang Regency that the only Regency has no ethnic conflicts among the bad ? stigma ? of West Kalimantan as the potential etlmic conflict regions. Therefore, the research problem is focused on : How the factor of social condition and the cultural characteristic of community, the active participation of informal leaders, the political integration building by govemment influences the political integration in the Regency.
The used theory in this research is the primordial sentiment from Clifford Geerthz stated that the differences of races, cultures, languages and religions as the potential conilics. Besides, the loyal fanaticism of primordial bindings from Maswardi Rauf; the role of nation 'fiom Arif Budiman, the bureaucratic intervention from Burhan Magenda and Howard Wriggin, and the role of informal leader from Wriggin.
The research method is qualitative analysis. The research type is a descriptive explanation case study. The unit analysis is community, the informal elite and government. The source information is the government elite, the political party elite, the cultural organization leaders, the religion leaders, the community leaders, and the young people leaders detemiined by purposive sampling. Data collection was done by the library research, depth interview and observation.
The data analysis used is the causal comparative or ex post facto with the multi level analysis. The research results indicate that the social atmosphere and the cultural characteristic of the community are the most influential factors of the social relationship among tl1e ethnic happening in Ketapang Regency. It is described in the social life atmosphere, it then bears a new loyalty binding called by Clifford Geerth as cross cutting loyalties, that is ? Ketapanisasi?.
Based on the research results, the Geerthz theory on the primordial sentiment is not proved in Ketapang Community so is Arif Budiman theory on the role of govemment that has a legal power to press. The building of political integration done by Ketapang Regency Govemment uses more persuasive ways by advantaging the National?s day as a media."
Depok: 2006
D822
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusmayadi
"Kalimantan Barat mempunyai hutan seluas 14.680.700 hektar, terdiri dari 3.812.740 ha kawasan lindung, dan 10.867.960 ha kawasan budidaya. Pada tahun 2002 jumlah lahan kritis dalam kawasan hutan telah mencapai 2.163.570 ha dan di luar kawasan hutan 2.978.700 ha. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan karena: (a) penebangan oleh pemegang izin HPH; (b) pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan; (c) kebakaran hutan; dan (d) penebangan Liar. Belakangan ini penebangan liar (illegal logging) di kawasan perbatasan Kalimantan Barat Sarawak muncul sebagai isu terhangat di bidang kehutanan karena dampak yang ditimbulkannya tidak hanya pada kerusakan ekosistem hutan, tetapi juga pada aspek legal, sosial, ekonomi, politik, dan bahkan pertahanan keamanan.
Illegal logging adalah sebuah bentuk aktivitas manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya hutan di luar sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan oleh orang atau kelompok tertentu secara sistematis baik dalam sebuah jaringan maupun cara-cara lain untuk kepentingan perorangan atau kelompok dengan cara illegal. Oleh karena itu, rangkaian proses aktivitas illegal logging umumnya terdiri atas: pencurian kayu, penebangan, pengolahan, pengangkutan, perdagangan dan penyelundupan.
Permasalahan pokok yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat Sarawak masih terus terjadi dan belum dapat dikendalikan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan masih terus berlangsung dan sulit untuk dikendalikan; (2) untuk mengetahui besamya pengaruh faktor-faktor penyebab terhadap aktivitas illegal logging di sepanjang perbatasan Kalimantan Barat - Sarawak.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Tingkat aktivitas illegal logging dipengaruhi oleh tingkat penegakan hukum, kesadaran hukum, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan asumsi jika aparat penegak hukum mampu meningkatkan tindakan preventif dan represif, kesadaran hukum masyarakat dapat ditingkatkan, serta kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor illegal logging maupun yang tinggal disekitar kawasan hutan dapat ditingkatkan, maka aktivitas illegal logging akan dapat ditekan/dikurangi.
Variabel dalam penelitian adalah: aktivitas illegal logging (Y), Penegakan hukum (X1), Kesadaran Hukun (Xz) Kesejahteraan Masyarakat (X3), sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif (survey) dengan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian dilakukan selama enam bulan (Pebruari-Juli 2003) di Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau dan Instansi/lembaga terkait di Propinsi Kalimantan Barat. Penentuan Entikong sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa: (a) Entikong adalah salah satu kecamatan yang berbatasan langsung dengan Sarawak dan cukup maju dibandingkan kecamatan lainnya; (b) semua rangkaian proses illegal logging mulai dari penebangan sampai pada penyelundupan terjadi di Entikong.
Penentuan sampel dilakukan dengan tehnik sampling aksidenlal yaitu siapa saja di lokasi penelitian yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan diketahui terlibat langsung dalam aktivitas illegal logging, serta dipandang cocok sebagai sumber data. Karena jumlah populasi tidak diketahui secara pasti maka jumlah sampel diambil sebanyak 40 prang dengan mempertimbangan persyaratan ukuran sampel untuk analisis, waktu, biaya dan tenaga.
Pengumpulan data primer dengan teknik wawancara terstruktur atau menggunakan instrumen penelitian, sebelum dilakukan survey, instrumen diujicoba di lokasi penelitian untuk mengetahui validitas dan realibilitas. Data yang diperoleh sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu dilakukan uji asumsi regresi berganda multikolinieritas, uji heteroskedastisiitas, uji normalitas, dan uji autokorelasi, selanjutnya data di analisis dengan regresi berganda, dan korelasi parsial, sedangkan koefisien regresi dilakukan uji F dan Uji t.
Hasil perhitungan regresi berganda melalui persamaan regresi dengan menggunakan 5P55 (1.0 for windowsdiperoleh:
Y = 102.213 - 0.651 (Xi) - 0.444 (X2) - 1.262 (X3)
Artinya penambahan atau peningkatan salah satu nilai pada variabei X sebesar 1 unit akan menurunkan aktivitas illegal logging sebesar nilai salah satu variabel X dengan konstanta 102.213.
Adapun nilai R2= 0.724. berarti bahwa 72,4 % variabel aktivitas illegal logging secara bersama-sama dipengaruhi oleh faktor penegakan hukum, kesadaran hukum, dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan sisanya sebesar 27,6 % dipengaruhi oleh faktor lain.
Hasil uji F menunjukkan sangat signifikan karena nilai F hitung = 31.422 masih jauh lebih besar dari F tabel4.38 pada a a 0.01
Hasil uji t juga menunjukkan sangat signifikan karena nilai t hitung pada Xi = 7.164, Xz = 5.331, X3 = 3.271, semuanya lebih besar dari t label pada 2.704 dengan tingkat signifikan pada a > 0.01. Ini menunjukkan bahwa seluruh koefisien persamaan regresi secara sendiri-sendiri mampu menjelaskan variabel aktivitas Illegal logging.
Kesimpulan penelitian adalah:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan aktivitas illegal lagging sulit diberantas dan cenderung meningkat adalah:
a. Masih Iemahnya penegakan hukum, yang disebabkan oleh: (1) terbatasnya jumlah aparat penegak hukum, (2) terbatasnya sarana dan prasarana penegakan hukum, (3) terdapat oknum aparat yang terlibat dalam praktek kolusi dan korupsi (4) pressure dari oknum atau kelompok masyarakat terhadap aparat penegak hukum, (5) kurangnya dukungan dan partisipasi masyarakat, (6) terdapat peraturan yang tidak sinkron antara kepentingan pemerintah di setiap tingkatan, (7) terdapat hukum lokal/adat yang kurang selaras dengan hukum positif.
b. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat, disebabkan oleh: (1) kurangnya sosialisasi peraturan tentang kehutanan, (2) adanya sikap dan perilaku oknum aparat penegak hukum yang kadang-kadang belum dapat menjadi tauladan bagi masyarakat, (3) kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang hukum, (4) keterpaksaan melanggar hukum karena dorongan kondisi ekonomi, (5) tidak adanya penjatuhan sanksi terhadap pelaku yang dapat membuat masyarakat jera, (6) kejadian sebelum era reformasi yang kurang memperhatikan kepentingan masyarakat setempat, kondisi tersebut dijadikan alasan pembenaran untuk melakukan illegal logging.
c. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, disebabkan oleh: (1) kurangnya komitmen pemerintah untuk membangun kawasan perbatasan menyebabkan terbatasnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi, (2) terbatasnya lapangan pekerjaan yang lebih layak untuk menopang kehidupan.
2. Besarnya pengaruh penegakan hukum (XI), kesadaran hukum (X2), dan kesejahteraan masyarakat (X3) terhadap aktivitas illegal logging (Y), adalah sebesar nilai R2 yaitu 0.724, yang berarti bahwa 72,4 % faktor penegakan hukum, kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat, secara bersama-sama mernpengaruhi aktivitas illegal logging, sedangkan selebihnya sebesar 27,6 % ditentukan oleh faktor lain.
Saran yang dikemukakan adalah: (1) perlu penambahan jumlah aparat penegak hukum dari Kepolisian, Bea dan Cukai, Berta lagawana/Polhut untuk ditempatkan pada Pos-pos pengawasan di sepanjang kawasan perbatasan, (2) Pemerintah Daerah Kalimantan Barat perlu mengintensifkan kegiatan sosialisasi melalui kampanye anti illegal logging, (3) perlu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat perbatasan melalui berbagai pelatihan keterampilan, (4) memberikan peran pengelaiaan hutan yang lebih besar kepada masyarakat lokal/adat, (5) meninjau kernbali berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh daerah yang tidak sinkron serta berpotensi merusak kelestarian hutan dan menimbulkan illegal logging, (6) Pemerintah Daerah Kalimantan Barest secara bertahap perlu mengupayakan pembangunan jalan di sepanjang garis perbatasan guna mempermudah pengawasan perbatasan dan tindak penyelundupan, (7) untuk mengatasi penyelundupan di Pos Pemeriksaan Lintas Batas Entikong perlu menugaskan satuan TNI secara bergilir antara 1-3 bulan, (8) melakukan operasi penertiban secara rutin dengan mengikutsertakan aparat penegak hukum dan instansi terkait di daerah, (9) meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Negeri Sarawak untuk lebih mengintensifkan patroli di garis perbatasan masing-masing.
Daftar Kepustakaan: 52 (1981-2003).

The Illegal Logging Activity and Control in the Border Area of West Kalimantan - Sarawak (Case study: Entikong Sub District of Sanggau Regency, West Kalimantan Province)
The width of natural forest of in West Kalimantan is approximately 14.680.700 ha covers 3.812.740 ha of protected area and 10.867.960 ha of cultivated one. In 2002, the number of critical land within forest area has been 2.163.570 ha, and out of the area has been 2.978.700 ha. The damage is caused by: (a) Tree Cutting by IHPH license holder, (b) Land clearing for agriculture and plantation projects, (c) Forest fire, and (d) Illegal logging.
Recently, Illegal Logging in the bordering area of West Kalimantan and Sarawak has been the main issue in forestry sector as it brings impact not only on the damage of forest ecosystem, but also on legal aspect, social, economy, politics, and even security and defense.
Illegal logging is an illegal activity done by people to exploit forest resources out of preserved forest management system done by individual or certain group of people systematically either in a network or other ways for personal interest or group interest. Therefore, what people do in line with illegal logging consists of: woods robbing, cutting tree, processing, transporting, trading, and smuggling.
The main problem put forward in this research is the activity of illegal logging along the way of bordering area between West Kalimantan and Sarawak is still happening and has not been controlled yet. The purposes of the research are: (1) To identify the causal factors of why illegal logging activity along the way of Bordering Area is still happening and difficult to control. (2) To identify to what extent the causal factors influence the activity of illegal logging along the way of bordering area between West Kalimantan and Sarawak.
Hypothesis proposed in this research is: " the level of activity of Illegal togging is influenced by law enforcement, law awareness, and social welfare". By assuming that if Law Officials were capable to increase preventive and repressive actions, public law awareness was able to increase , and standard of living of people who working in illegal logging sector and living nearby the forest area was able to increase, so activity of illegal logging would be able to control or minimize.
Variables in this research are : illegal logging activity (Y), Law Enforcement (XI), Law Awareness (X2), Social Welfare (X3). Method used is descriptive (survey) through both quantitative and qualitative approach. The research is undertaken for the period of 6 (six) months (February - July 2003) by taking place in Entikong Sub District of Sanggau Regency and visiting related Department or Institution in West Kalimantan. By doing purposive sampling, Entikong is selected as the location to do research by considering: (a) Entikong is one of Sub Districts that borders directly with Sarawak and more developed than other Sub Districts. (b) Sets of activity illegal logging started from cutting the tree up to smuggling is happening in Entikong.
Selection of samples done through accidental sampling method, that is anyone the author meet, who is recognized getting involved directly in the activity of illegal logging and qualified to give data needed.
As the number of population is unknown exactly, so the author just pick 40 (forty) people as sample by considering sample size requirement for analyzing process, time, cost, and ability.
Primary data is collected through structured interview method or research instrument. Before doing survey, the instrument is examined at the research location to identify the validity and reliability. Before analyzing the data collected, the author
1) lack of socialization of forestry regulations
2) Poor performance of Law Officials
3) Low of people's knowledge and understanding about law
4) Economic pressure
5) No sanction or punishment to those who break the rule
6) Past experience, before reform era,that was less to consider public interest being justification to legal the illegal logging
c. Low of social welfare caused by:
1) less commitment from government to develop the bordered area caused the area has no sufficient infrastructure to support economic growth
2) Limited feasible job opportunity to improve people's standard of living 2. The big impact of law enforcement (XI), law awareness (X2), and social welfare (X3) on illegal logging activity (Y) is big as point R2 , that is 0.724. it means that 72,4 % of factors of law enforcement, law awareness, and social welfare altogether influence the illegal logging activity, while the rest (27,6 %) is determined by others.
Suggestion to propose is as follows:
1. The government need to increase the number if law officials come from Police department, Custom, Forest Guard I Forest Policy
2. Socialization must be done intensively trough anti illegal logging campaign
3. Job opportunity should be provided through various skill training
4. Local people should be given a bigger role to manage the forest
5. Regional Regulation should be reviewed back
6. Assign Armed Forces take turns for the period 1-- 3 month to guard the Entikong Borderline Post in order to anticipate smuggling
7. The government should cooperate with the local law official and related institutions to do a regular inspection
8. The West Kalimantan Government should develop road along the borderline to ease and facilitate control system in order to anticipate and prevent the smuggling.
9. Enhance international cooperation with Sarawak State Government to do joint patrol at the borderline.
Number Reference: 52 (1981-2003)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11897
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Andy Permana
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelakmnaan Program Aksi Pemberdayaan Petani (Proksidatani) dan Pembinaan Masyaraloat Desa Hutan (PMDI-I) melalui Tumpangsari lnsus (lntensifikasi Khusus) dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani di tepi kawasan hutan jati. Penelitian ini penting mengingat tepuruknya perekonomian nasional sejak pertengahan 1997 yang dampaknya berkepanjangan hingga saat ini ,memberikan bukti empiris bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling tangguh dibandingkan sektor non pertanian seperti industri. Disamping itu kaxena fokus penelitian pada petani ditepi kawasan hutan jati maka secara implist berhuhungan dengan pengeiolaan hutan jati, oleh karena timbul penjarahan besar-besaran kumn waktu dipenghujung tahun 1997 sampai sekarang maka perlu adanya perubahan paradigma pembangunan kehutan yang lebih mengedepankzm aspek sosial ekonomi masyarakat :ani disekitar kawasan hutan jati.
Penelitian ini mengunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan secara snowball sampling, informan pertama memberikan pelunjuk tentang informan berikutnya yang dapat memberikan informasi yang tepat dan mendalam.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Proksidatani maupun Program PMDH melalui Tumpangsari Insus tidak mampu meningkatkan kesejahteraan petani disebabkan pemberdayaan sebagai tema pokok peiaksanaan program beium mampu mengedepankan aspek pembagunan manusia (people centered development), pembangunan berbasis sumberdaya lokal (resource based development) dan pembagunan kelembagaan (institutional development). Bahkan rekayasa sosial selalu dimunculkan oleh pelaksana program melalui berbagai intervensinya Sedangkan peran LSM temyata masih dipertanyakan.
Namun diversifikasi peketjaan di sektor non permnian (of krm) dan optimalisasi peran istri dan anak-anak dipicu sebagai stmtegi mempertahankan hidup, temyata merupakan lahan barn yang menjanjikan. Bahkan di dalam masyarakat tani terjadi polarisasi sosial, dimana petani yang dulunya termasuk kurang atau pas-pasan temyata dalam petjalanannya marnpu meraih kesuksesan dan terlihat lebih mapan daripada petani yang mempunyai lahan pertanian luas (petani kaya). Sehingga sektor pertanian hanya sekedar memenuhi kebutuhan pangan dan untuk kebutuhan lain terpenuhi melalui pekerjaan diluar sektor perranian dan kondisi geografis mendukung ketersedianya lapangan kelja.
Oleh karena itu, apabila peran di sektor pertanian Iebih dioptimalkan lagi maka peningkatan kesejahteraan petani akan semakin meningkax. Prioritas yang harus dilakukan oleh pemerintah atau Perum Perhutani yaitu keperpihakan kepada petani dengan menempatkannya sebagai subyek program. Disamping ilu peran LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) llllfllk lebih diopiimalkan kinetjanya dan perlu adanya pengakuan keberadaan LSM yang independent."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zurjawan Isvandiar Zoebir
"Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa seringkali partisipasi masyarakat dalam pembangunan hanya dipandang sebagai suatu pendekatan (approach) dan bukan sebagai tujuan (objective) (Rifkin,1988).
Sebagai pendekatan maka partisipasi masyarakat hanya dijadikan sarana untuk mencapai tujuan tertentu (as a means), bukan studi mengenai bagaimana menganalisis partisipasi masyarakat itu sendiri, yaitu dengan cara melihat atau menelaah partisipasi masyarakat sebagai tujuannya sendiri (as an end in it self). Akibatnya studi-studi yang dilakukan acapkali berputar-putar disekitar bagaimana menumbuhkan dan melaksanakan partisipasi.
Indikator yang digunakan dalam telaah partisipasi masyarakat pun seringkali hanya mampu menterjemahkan partisipasi masyarakat sebagai wujud pemberian kontribusi tenaga dan finansial masyarakat dalam program pembangunan, sehingga pada akhirnya keterlibatan masyarakat dianggap terbatas hanya pada tahap implementasi pelaksanaan program saja.
Dari hasil penelitian ini diupayakan dibangun suatu persamaan persepsi mengenai arti partisipasi masyarakat dalam wujudnya yang lebih dalam, sehingga pada akhirnya dapat diususun indikator-indikator yang relatif ideal yang dapat dipergunakan sebagai sarana pemantauan dan penilaian perkembangan partisipasi masyarakat dalam program posyandu.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui indikator partisipasi masyarakat pada program posyandu secara menyeluruh. Secara konseptual program posyandu mempergunakan pendekatan partisipasi masyarakat, berbagai kelompok dalam masyarakat ikut terlibat. Program posyandu relatif telah lama dilaksanakan, sehingga besar kemungkinan seluruh komponen partisipasi masyarakat akan teridentifikasi.
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian dengan pendekatan cross-sectional, yaitu dilakukan melalui tahapan eksploratif, yang bertujuan mengidentifikasi indikator partisipasi masyarakat pada program posyandu, yang mencakup dua kegiatan utama, yaitu :
a. telaah dokumen dan kepustakaan, untuk mendapatkan gambaran mengenai program kesehatan dan menentukan variabel-variabel tentatif yang dapat dipakai sebagai indikator dari partisipasi masyarakat; dan
b. studi di lapangan, yang bertujuan untuk mengidentifikasikan apakah indikator tentatif telaah kepustakaan tersebut memang terdapat dalam kegiatan program kesehatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Bila kegiatan tersebut dilakukan, dalam bentuk apakah wujud kegiatan tersebut. Dari melihat wujud kegiatan, kemudian dapat ditentukan karakteristik dan dimensi tiap indikator.
Arnstein (1969) mengatakan bahwa adanya partisipasi masyarakat dapat ditunjukkan oleh terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of power) antara penyedia kegiatan dan kelompok masyarakat penerima kegiatan. Partisipasi masyarakat tersebut bertingkat, sesuai dengan gradasi derajat wewenang dan tanggungjawab yang dapat dilihat dalam proses pengambilan keputusan.
Uphoff dan Cohen mengemukakan bahwa adanya partisipasi masyarakat ditunjukkan oleh adanya keterlibatan masyarakat setempat termasuk tokoh masyarakatnya pada setiap tahap kegiatan pembangunan kesehatan dalam hal : (1) Proses pengambilan keputusan; (2) Proses pelaksanaan program yang dapat berupa kontribusi sumber daya (resources) dalam wujud tenaga, finansial, serta kegiatan administratif; dan (3) proses pemanfaatan hasil program.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga kelompok anggota masyarakat yang terlibat dalam kegiatan posyandu, yaitu (1) kelompok tokoh masyarakat, sebagai pemimpin dan pembina semua kegiatan pembangunan di wilayahnya, (2) kelompok leader, sebagai pelaksana kegiatan, dan (3) kelompok balita, ibu hamil dan ibu dalam periode menyusui sebagai pemanfaat pelayanan posyandu.
Didapatkan lima indikator yang merupakan komponen partisipasi masyarakat sebagai hasil analisis peran ketiga kelompok tersebut pada program posyandu, yaitu: (1) indikator pengelolaan, yang menilai partisipasi masyarakat pada aspek proses pengambilan keputusan, pembinaan, dan pengorganisasian, (2) indikator administrasi, yang menilai aspek pencatatan dan pelaporan, (3) indikator kontribusi, yang menilai besar kontribusi anggota masyarakat baik kontribusi tenaga, finansial, material dan saran, (4) indikator pemanfaatan, yang menilai tingkat pemanfaatan posyandu oleh kelompok sasaran, dan (5) indikator pendukung kegiatan, yang menilai berbagai kegiatan sebagai pendukung kegiatan yang mengarah pada perkembangan posyandu.
Dari semua uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa partisipasi masyarakat merupakan suatu hal yang sangat kompleks, dan untuk melakukan analisis terhadap partisipasi masyarakat tidak cukup hanya dengan melihat ada atau tidak adanya partisipasi tersebut tetapi perlu pula melihat derajat kepartisipasian masyarakat atau kelompok individu atau tiap individu di dalam masyarakat tersebut. Permasalahan partisipasi masyarakat akhirnya bukan hanya pada pentingnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan, tetapi juga pada 'telaah partisipasi' itu melalui pembuatan 'construct' partisipasi. Dengan kesamaan persepsi mengenai partisipasi, akan dapat ditelaah indikator yang dapat dipakai sebagai sarana pemantauan dan penilaian perkembangan partisipasi masyarakat dalam berbagai program kesehatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kambuaya, Carlos Clief
"Kemiskinan yang dialami penduduk desa Katapang ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan, merosotnya daya beli masyarakat, bangkrutnya usaha kecil dan rumah tangga, rendahnya kualitas sumber daya manusia, buruknya sanitasi lingkungan, rawan gizi dan derajat kesehatan masyarakat yang rendah. Kompleksitas permasalahan tersebut diperparah lagi dengan krisis multidimensi yang menyebabkan angka pengangguran bertambah meningkat, banyak orang hilang pekerjaan karena di PHK, dan bertambahnya penduduk miskin baru.
Solusi untuk mengatasi kompleksitas permasalahan kemiskinan di atas, pemerintah meluncurkan kebijakan P2KP. Tidak seperti kebijakan penanggulangan kemiskinan sebelumnya dimana dominasi pemerintah masih nampak, maka dalam kebijakan P2KP, kegiatan penanggulangan sepenuhnya dilimpahkan kepada keluarga miskin yang tergabung dalam wadah KSM untuk melaksanakan sendiri dengan mendapat pemberdayaan dari LSM dan Perguruan Tinggi.
Strategi untuk mempelajari pemberdayaan yang dilakukan, dipakai pendekatan kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan proses dan langkah-langkah pemberdayaan yang ditujukan kepada anggota KSM dan bagaimana keterlibatan penduduk miskin didalam rangkaian proses tersebut. Untuk membuat deskripsi tersebut, digunakan teknik wawancara mendalam dan pengamatan langsung untuk melihat proses pemberdayaan yang dilaksanakan. Hasil dari pemberdayaan penduduk miskin di desa Katapang dilakukan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) dari Universitas Winaya Mukti (Unwim), adalah :
- Proses pemberdayaan telah mengikuti langkah-langkah pengembangan masyarakat yaitu dimulai dengan pengorganisasian kelompok dan pemasaran sosial program, kemudian diikuti dengan fasilitasi penyusunan rencana dan usulan kegiatan, bantuan pendampingan dalam pelaksanaan kegiatan, memberikan pengawasan melalui monitoring dan evaluasi serta diakhiri dengan pemutusan hubungan (terminasi).
- Hasil yang dicapai dalam proses pemberdayaan sesungguhnya belum maksimal karena proses pendampingan, luasnya wilayah, pemantauan dan evaluasi,. dan dukungan dari penanggung jawab program yang belum optimal.
- Proses pemberdayaan meskipun belum maksimal, namun beberapa hasil positif yang dicapai adalah : (1) Anggota KSM telah memanfaatkan dana bantuan kredit secara bertanggung jawab untuk membuka usaha-usaha produktif yang dapat memberikan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan hidup, (2) Anggota KSM telah berperan sebagai pelaku pasar yang aktif karena sudah tumbuh budaya berusaha, (3) Proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dari bawah mulai berkembang, (4) Kebiasaan bekerja dan berusaha sendiri berubah menjadi bekerja dan berusaha dalam kelompok.
- Dampak sampingan yang muncul akibat proses pemberdayaan yaitu terjadi perpecahan antara kepala desa dan pengurus BKM, serta munculnya hubungan kerja dalam organisasi KSM yang mengarah pada Patron - Klien.
- Faktor-faktor dari dalam yang menyebabkan perbedaan perkembangan antara KSM Bahrurchoir dan KSM Karya Usaha adalah : faktor permodalan, status usaha, faktor kepemimpinan ketua kelompok. Sedangkan eksternal adalah keterbatasan Faskel dan kurangnya pengawasan dan pembinaan dari penanggung jawab program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alessius Asnanda
"Pemerintahan Desa adalah penyelenggara kegiatan Lembaga Pemerintahan dan Pembangunan di tingkat Desa, terdepan serta paling dekat dengan masyarakat yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing untuk kesuksesan pembangunan dan kemajuan masyarakat. Lebih dari itu, praktek pelaksanaan Pemerintahan Desa sesungguhnya merupakan potret dan cerminan sejauhmana demokrasi diimplementasikan dalam pemerintahan kita.
Adapun formulasi pertanyaan penelitian ini adalah : Bagaimanakah penataan Pemerintahan Desa serta Pandangan Masyarakat Ada( mengenai format struktur dan Fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Landak. Sedangkan secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui pandangan masyarakat adat tentang format Pemerintahan Desa yang sesuai dengan Otonomi Daerah, dan untuk mengetahui faktor penghambat, pendukung serta pro dan kontra dalam pelaksanaan penataan kembali ke Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori dan konsep tentang Desa, Pemerintahan Desa, Otonomi Daerah, termasuk didalamnya Pembangunan Sosial, Pemerintahan Adat dan Pelayanan kepada masyarakat (public services) serta Pemberdayaan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data, yaitu teknik wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, dengan informan sebanyak 9 orang yang terdiri dari pejabat Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Adat dan Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Kabupaten Landak.
Penelitian ini merupakan studi penataan Pemerintahan Desa dengan kajian tentang struktur dan fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah. Sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan penataan terhadap Pemerintahan Desa kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung tersebut maka adanya pembuatan sejurnlah Peraturan Daerah, yang mana memerlukan mekanisme dan tahapan serta melibatkan pihak-pihak yang kompeten atau pihak yang benar-benar memahami materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang sesuai asal usul dan adat istiadat masyarakat Kabupaten Landak. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan apabila dipelajari sungguh-sungguh sesuai dengan kepentingan, terutama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Landak dalam penataan Pemerintahan Desa.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan penelitian ini berkesimpulan, bahwa ada sejumlah hat panting dan menarik yang perlu dikaji. Namun dari sejumlah hal panting dan menarik tersebut, maka penelitian ini berkesimpulan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah diterima dengan balk dan antusias di Kabupaten Landak. Penataan Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah merupakan suatu pemberdayaan dan untuk menciptakan pelayanan yang baik atau mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, adanya silang pandangan, ide maupun konsep yang berkembang, terutama mengenai penataan format pemerintahan sebagai pengganti Pemerintahan Desa yaitu kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung. Semua pihak mempunyai konsep maupun pandangan yang menarik serta baik sebagai pendorong menuju Pemerintahan yang baik dalam rangka untuk mengembangkan demokratisasi, partisipatif, berkeadilan, kemandirian, akomodatif, transparan, bertanggunJ'awab, yang dekat dengan masyarakat. Meskipun secara teknis mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaan penataan tersebut.
Adapun saran-saran dalam penelitian, yaitu :
pertama : Nama, struk-tur dan sistem pemerintahan yang appropriate sebagai pengganti sistem Pemerintahan Desa adalah gabungan format Pemerintahan Adat dan sistem Pemerintahan Nasional, maka perlu diberlakukan kembali Pemerintahan Kampung di Kabupaten Landak.
Kedua Peraturan Daerah yang dibuat bukan hanya untuk menggali Pendapat Asli Daerah (PAD), tetapi yang lebih panting adalah masyarakat memahami bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah untuk kepentingan pembangunan, kelancaran tugas dan fungsi Pemerintah Daerah.
Ketiga : Untuk menghindari lerjadinya konflik akibat adanya pro dan kontra dalam penetaan Pemerintahan Desa sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah maka perlu sharing duduk bersama secara demokratis Pemda, DPRD dan masyarakat dalam membahas sating silang konsep, ide maupun pandangan dimaksud.
Selain itu juga perlu mengadakan assessment terhadap potensi dan materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang benar-benar sesuai dengan asal usul dan adat istiadat masyarakat Daerah Kabupaten Landak. Keempat : Pemerintahan Desa yang ditata menjadi Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak masih sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas - fungsi pemerintahan dan pembangunan. Karena Pemerintahan Binua atauy Kampung adalah pemerintahan yang dekat dengan warga masyarakt dalam rangka pelayanan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>