Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172045 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Istiati Soetomo
"ABSTRAK
Sampai pada saat ini masalah interferensi yang umum terjadi dalam masyarakat gandabahasa hampir selalu dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem-sistem fonemik, morfologik, sintaktik, maupun kosa-kata dari bahasa-bahasa yang saling bersentuhan. Oleh karena uraian mengenai interferensi mengacu pada perwujudannya dalam bentuk-bentuk bahasa yang menyimpang dari kaidah, maka pemerian maupun sebab terjadinya interferensi pun diuraikan berdasarkan salah satu metode linguistik yang kita kenal sebagai linguistik deskriptif
Meskipun sudah banyak ahli-ahli bahasa yang melibatkan diri dalam masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat gandabahasa, namun hanya beberapa saja yang tertarik untuk mendalami masalah interferensi bahasa, diantaranya Uriel Weinreich, Einer Haugen, dan William F. Mackey. Di Indonesia sendiri sampai pada waktu ini hanya ada sebuah disertasi yang membicarakan interferensi morfologi yang telah ditulis dan dipertahankan oleh Yus Rusyana di hadapan Senat Gurubesar Universitas Indonesia. Padahal dengan kekayaan bahasa daerah yang beratus-ratus jumlahnya serta beberapa bahasa asing di samping bahasa nasional, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat gandabahasa yang semakin sarat dengan beban permasalahan bahasa, termasuk interferensi bahasa. Interferensi sebagai gejala tuturan telah dan sedang terjadi di mana-mana di segenap pelosok tanah air kita sebagai akibat persentuhan bahasa-baha-sa yang hidup di situ: antara bahasa daerah dengan bahasa daerah, bahasa Indonesia dengan bahasa daerah maupun bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Di samping itu, bila kita telaah lebih dalam, terjadinya interferensi sebenarnya menyangkut masalah-masalah yang lebih luas dan kompleks yang justru bersumber dari faktor-faktor ekstra-linguistik. Hal ini sebenarnya telah disadari oleh Weinreich sejak tahun 50-an yang mengakui pentingnya lingkungan sosial budaya maupun kejiwaan dalam penelitian interferensi. la menekankan bahwa pengkajian tuntas mengenai interferensi dalam situasi persentuhan bahasa hanya mungkin bila faktor-faktor ekstra-linguistikjuga dipertimbangkan U. Weinrieich, 1968. "
1985
D330
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiati Soetomo
"Ada dua hal yang sekaligus hendak dikemukakan di dalam disertasi ini, yaitu,
1. Teori yang dipermasalahkan, dan
2. Penelitian yang disimpulkan.
Mengawali uraian kedua hal tersebut, akan ditampilkan suatu kontinuum yang merangkum seluruh kegiatan para ahli ilmu pengetahuan pada umumnya.
A 1 AB 2 B
Penelitian Teori
Adalah merupakan pilihan pribadi seorang ilmuwan untuk menentukan di nana is akan menempatkan kegiatan dirinya dalam mencari kebenaran ilmiah. Ia berada ujung kiri dart kontinuum, bila yang dilakukan adalah mengamati gejala-gejala yang ada di sekelilingnya untuk dirampatkan/digeneralisasikan, diabstraksikan, dan dikonsepsikan lewat prosedur ilmiah yang telah ditetapkan. Banyak aktivitas ilmuwan yang tidak bertolak pada suatu teori tertentu, jika memang belum ada teori yang menopang persoalan yang akan diteliti, misalnya pada penelitian-penelitian deskriptif atau penjelajahan. Bahkan, akhirakhir ini banyak ilmuwan yang tertarik pada kegiatan penelitian yang sengaja mengesampingkan semua teori yang telah ditemukan tentang masalah yang sama, yang terkenal dengan nama grounded research . Jika kegiatan ilmiah itu ditempatkan dalam kontinuum di atas, maka is berada di ujung kiri texat pada titik A.
Jika suatu penelitian menggunakan satu-dua teori untuk mendasari hipotesis-hipotesis yang akan diuji, maka kegiatan itu dapat ditempatkan di titik A1 dalam kontinuum. Penelitian yang bersifat menerangkan adanya hubungan positif antara gejala-gejala yang diteliti dengan faktorfaktor tertentu yang lain berdasarkan suatu teori dapat menjadi contoh untuk kegiatan ilmiah yang ada di titik A1.
Suatu.penelitian dengan teori-teari yang ditempatkan sama pentingnya dengan gejala yang diamati terletak di tengah kontinuum, dengan titik AB. Sebagai contoh, adanya kesadaran dari ilmuwan bahwa suatu gejala dapat ditanggapi dari beberapa teori yang berbeda memungkinkan is menafsirkan gejala itu dari berbagai teori yang dimiliknya. Teori yang didasarkan atas pengertian integrasi masyarakat, misalnya, barang tentu akan menghasilkan tafsiran yang berbeda dari teori yang berdasarkan atas pengertian pertentangan, jika keduanya digunakan untuk menafsirkan gejala tertentu yang terjadi dalam masyarakat.
Makin bergeser ke arah kanan kontinuum, makin penting kedudukan teori dibandingkan dengan kedudukan penelitian. Akhirnya pada ujung kontinuum, yaitu titik B, terjadilah keadaan yang sebaliknya. Di sini, seorang ilmuwan tidak lagi berbicara tentang penelitian atas gejala-gejala yang terjadi di sekitarnya. la tidak lagi berbicara tentang perampatan, abstraksi ataupun konsepsi, yaitu proses-proses yang harus dilaluinya dalam upaya ilmiah untuk mendapatkan kebenaran. la hanya akan berbicara tentang teori-teori: apakah sebuah teori perlu ditinjau kembali, diperbaiki, diformulasikan kembali atau diperjelas lewat teori yang lain karena telah ketinggalan jaman, dan atau tidak dapat lagi menanggapi gejala-gejala masyarakat yang makin menjadi kompleks atau rumit selang sepuluhadua puluh tahun.
Sekali lagi, disertasi ini membahas dua masalah, yaitu teori dan penelitian Di bawah judul-sub: Sosiologi Bahasa, peneliti akan mempermasalahkan teori-teori yang telah ditampilkan oleh para sosiolinguis sampai pada saat ini. Artinya, ia menempatkan dirinya pada titik B2 dalam kontinuum itu, di mana masalah teori lebih panting daripada masalah penelitian atas gejala tuturan yang terjadi di sekelilingnya. Kalau pun ia menampilkan data, yaitu tingkah-laku berbahasa responden dalam domain keluarga dan kerja, maka data itu sesungguhnya hanya merupakan ilustrasi belaka untuk menjelaskan tentang kemampuan teori yang telah dipilihnya sebagai teori yang dianggap berkemampuan lebih besar dalam menanggapi tingkah-laku berbahasa.
Di samping mempermasalahkan teori, penulis juga membicarakan tentang penelitian ketika ia bergeser ke arch A1 (dalam kontinuum) dengan melakukan kegiatan ilmiah yang telah umum dilakukan oleh para ilmuwan di Indonesia pada waktu ini. la telah reneliti peristiwa interferensi dan integrasi sebagai proses internalisasi maupun proses institusionalisasi. Laporan penelitian yang menghasilkan sejumlah kesimpulan itu ditempatkan di bawah judul-sub: Sosiolinguistik.
Masih ada masalah lain yang memerlukan kejelasan di sini, yaitu, perbedaan antara konsep Sosiologi bahasa dengan konsep Sosiolinguistik. Jika objek kaji.an Sosiologi bahasa adalah Manusia yang melakukan interaksi sosial dengan bahasa, maka objek kajian Sosiolinguistik adalah Bahasa yang digunakan manusia dalam interaksi sosialnya. Perbedaan objek kajian ini barang tentu mengakibatkan perbedaan metode pemilihan percontohan maupun metode pengumpulan data dalam penelitian. Dengan demikian, analisis yang delakukan atas dan kesimpulan yang didapatkan dari kedua macam data itu pun telah dibicarakan secara terpisah.
Maka kesimpulan yang dapat ditampilkan dalam disertasi ini ada dua macam:
1. Dari aspek Sosiologi bahasa, di mana penulis menempatkan kegiatan ilmiahnya pada titik B2 dalam kontinuum, ia menyimpulkan, bahwa kerangka pemikiran Talcott Parsons benar-benar berkemampuan lebih besar daripada teori-teori yang lain untuk menanggapi gejala-gejala tuturan, khususnya interferensi, alih-kode dan tunggal-bahasa.
2. Dari aspek Sosiolinguistik, di mana penulis menempatkan kegiatan ilmiahnya pada titik A1 dalam kontinuum, dua macam kenyataan tentang interferensi-integrasi dapat diungkapkan di sini, yakni:
2.1.Penelitian tentang interferensi sebagai proses internalisasi menghasilkan kesimpulan,bahwa, keinterferensian atau keintegrasian suatu un sur asing dalam tuturan bahasa Indonesia dwibahasawan hanya dapat ditentukan oleh penutur dan masyarakat penutur itu sendiri, oleh karena perasaan-bahasa penutur sebagai tolok ukurnya banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial-budaya masyarakat di mana is hidup dan bergaul dengan sesama anggota dan de - ngan demikian mengembangkan kepribadiannya.
2.2. Penelitian tentang interferensi sebagai proses institusionalisasi menghasilkan kesimpulan, bahwa terus masuknya unsur-unsur asing dalam sistem bahasa kita umumnya menandakan terus berlangsungnya penyerapan konsep-konsep baru dari budaya barat ke dalam sistem budaya kita, sehubungan dengan pengambilalihan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia yang sedang membangun ini."
1985
D326
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Iswari
"Analisa mengenai interferensi bunyi dilakukan pada bulan Januari, Juni, Agustus 1988. Tujuannya ialah untuk mengetahui bunyi-bunyi mana saja dalam bahasa Inggris yang terkena interferensi bunyi bahasa Bali. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara responder dan direkam. Kemudian diseleksi hasilnya dan dianalisa. Hasil analisa menunjukkan bahwa dalam mengucapkan bunyi bahasa Inggris , penutur asli bahasa Bali di pengaruhi sistim bunyi bahasa ibunya. Sehingga penutur asli sering mengidentifikasikan bunyi bahasa Inggris dengan bunyi bahasa ibunya. Metode yang dipakai disini adalah metode penelitian pustaka dan penelitian lapangan. Untuk mengatasi interferensi ini diperlukan latihan pengucapan bunyi bahasa Inggris secara benar sehingga tidak menimbulkan salah pengertian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S14240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudirman Wilian
"ABSTRACT
The goal of this research is to investigate the degree to which the Sumbawa language, one of the minority languages in Lombok, is maintained by its speakers. It is also aimed at finding out if there is a correlation between language shifts, in the event that shift has occurred, and ethnic identity change on the part of the Sumbawa bilinguals. The population of the study is the whole Sumbawa speech community spreading out in several villages on the eastern part of Lombok. The main corpus of the data was extracted from the answers of the respondents by means of a survey questionnaire. Along with the survey questionnaire, the data collection was also triangulated with the ethnographic method, i.e. participant observations and interviews supplemented with the perusal of documentary. The quantified data were then analyzed using several statistical techniques, namely Spearman's correlation, Anova, and T-test in addition to the descriptive statistics.
This study shows several interesting findings. One of the clearest findings to emerge from this reserach is that the Sumbawa language in Lombok is still highly maintained by the Sumbawa speech community although it has been existing right there for approximately three centuries. This is shown by the overall mean score of language choice in the home domain, which yields a figure of 1.66 (the rating scale of language choice being 1-5, with 1= [almost] always bahasa Sumbawa [BSb] and 5 = [almost] always bahasa Sasak [BSs]). When correlated with the language attitude of the Sumbawanese speakers, it shows that there is a correlation between language choice as a whole and language attitude, which implies that the more positive the language attitude of the respondents are the more likely it is for the language to be maintained. This maintainance of the language, however, is not congruent with the maintenance of the ethnic identity of the Sumbawanese. There is a clue that the Sumbawa ethnic identity is now transforming into its new form, namely Sasak.
In response to the questionnaire items on self-identification, 47,5% agree and 14,0% strongly agree on the statements of self-identification proposed, the rest 12,1% neither agree nor disagree, 22,7 disagree and 3,3% strongly disagree (n = 244). This indicates that Sumbawa-Sasak bilinguals (SS) in Lombok tend to be more identified as Sasak rather than Sumbawa. Moreover, based on the overall mean score of self-identification and ethnic identity (scale 1-5) it reveals that the rate being identified as Sasak becomes higher as the age becomes younger (implicational scale being 83,33%). When asked if Sasak and Sumbawa share a common custom and tradition, 68,0% answered different, 17,2% stated the same, 14,2% were indifferent, and 0,4% did not respond. However, in terms of cultural habits or traditional custom practiced when having feast or traditional family ceremonies, 60,7% employed a mixture of Sasak and Sumbawa custom, 27,9% used Sasak and only 11,5% still used Sumbawa.
For the SS in Lombok, it seems that the language preservation is important for several reasons. The first and most dominant of all is that language is a symbol of its distinct intragroup identity as is clearly shown by the patterns of its language use. BSb is used as the main medium of communication in the home domain, neighborhood
domain, religious domain as well as in infra-villager group relations. In the meantime, BSs is used only for communication with inter-villager group relations. For communication in public sphere such as school or government offices and in certain situations, however, BSs is preferable beside bahasa Indonesia. Therefore, these two related languages form a kind of diglossic or poliglossic situation, whereby BSb serves the L function, BSs the M (medium), and bahasa Indonesia (BI) the H function. BI, however, is used only in a very formal situation. What is surprising is that the pattern of language choice and use tends to change along the age parameter, in that at the lower level of age group, when Sumbawan speech community begins to study and acquire BSs for a wider means of communication and socialization, the mean score is low. This score becomes higher and higher as the respondents grow older and get matured and reaches its peak at 31-40 age groups. After that it goes down as the respondents grow older and older. This may suggest that age group has no effect on the language choice, in the sense that the up and down movement of the language use as performed by the mean score shows that the Sumbawan needs BSs not only as lingua franca but also as a means of being accepted as members of the wider community for socialization. When they come back to their village they do not need it anymore and use BSb again.
Secondly, the use of BSb as a primary means of communication in the home domain and neighborhood is made possible because of the isolation of their residential areas from the dominant group, the majority of them live seperately from the Sasak karmpoerrg in Lombok They have their own mosques and sometimes elementary schools with homogenious students. These all may facilitate to use mother tongue as their medium of intra-group communication, which may then brings pride in their language. But this does not mean that they are also proud of their `ancestral ethnic' identity. The fact is that most of them said they are Sasak. However, eventhough inter-marriage rate is relatively high, this does not seem to discourage the use of BSb in the home domain for as long as they live in the Sumbawan community. The t -test statistical analysis shows that thre is no difference in the language choice and use between intra-marital couples and inter-marrital ones (the obtained t value is -.768 critical t value 1.960, and thus the null hypothesis is accepted).
"
2006
D612
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustakim
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
499.222 MUS i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Ramadhan
"Skripsi ini membahas bagaimana bahasa Jawa menyerap istilah internet dan mencari tahu faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia pada tampilan antarmuka Facebook berbahasa Jawa. Istilah dalam tampilan antarmuka Facebook berbahasa Jawa yang berbentuk kata dipilih oleh peneliti sebagai data untuk memperlihatkan bagaimana proses pemadanan istilah dan faktor penyebab interferensi dalam tampilan antarmuka Facebook berbahasa Jawa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mendeskripsikan temuan-temuan yang didapatkan dari glosarium Facebook berbahasa Jawa.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemadanan istilah pada tampilan Facebook berbahasa Jawa lebih banyak dilakukan dengan cara penyerapan. Kecenderungan tersebut memperlihatkan bahwa bahasa Jawa belum bisa menciptakan istilah baru khususnya dalam bidang teknologi internet . Interferensi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia terjadi akibat tidak tersedianya kosakata istilah yang dimiliki bahasa Jawa dalam menghadapi kemajuan dan terjadi karena tipisnya kesetian pemakaian bahasa Jawa.

This study discusses how the Javanese language borrow the term of internet and find out the factors causing the interference of English and Indonesian language on the interface display of the Facebook with Javanese Language. The term in the interface display of the Facebook with Javanese Language is selected by the researcher as data to show how the matching process of terminology and interference factors in the interface of the Javanese Facebook interface. This study used a qualitative method that describes the findings obtained from the glossary of Javanese Facebook.
The results of this study indicate that matching the term on the display of Facebook with Javanese language is done by borrowing. This tendency shows that Javanese language can not create new term especially in field of technology internet. Interference in English and Indonesian is due to the unavailability of the vocabulary of the term that the Java language has in the face of progress and occurs due to the sheer thinness of the usage of the Javanese language.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iche Synthia
"ABSTRAK
Studi ini melakukan penelitian alih kode yang terjadi di dalam iklan audio visual telepon pintar. Penelitian ini menggunakan dua cara metode kualitatif. Pertama, melakukan analisis tipe alih kode yang diambil dari 20 iklan audio visual telepon pintar yaitu Samsung, Oppo, dan Vivo. Kedua, untuk mengetahui pendapat masyarakat umum mengenai alih kode dalam iklan, menyebarkan kuesioner dalam bentuk terbuka dan tertutup. Penemuan berdasarkan tiga merek telepon pintar, hasil menunjukan bahwa tipe alih inter-sentential terjadi dengan sebanyak 52%. Kedua HD , AI , dan Selfie adalah kata terminologi yang digunakan sebagai bentuk motivasi dari alih kode. Kemudian, hampir 70% masyarakat setuju dengan adanya alih kode di dalam iklan karena memberikan dampak positif yaitu masyarakat mudah mengingat iklan tersebut dan secara tidak langsung dapat belajar bahasa inggris. Terakhir, alih kode yang terjadi di dalam iklan tidak hanya bersifat persuasif melainkan dapat memberikan pengetahuan kepada penonton.

ABSTRACT
This present study conducts code switching research that occurs in audiovisual smartphone advertisements. This paper uses two ways of qualitative methods. First, the type of code switching analysis was taken from 20 audiovisual smartphone advertisements, namely Samsung, Oppo, and Vivo because code switching mostly occurs in these three brands smartphone. Second, public opinion finding about code switching in advertisements, distributing questionnaires in forms of close ended and open ended. The findings across brands smartphone that the type of inter-sentential switching occurs with as much as 52%. Furthermore, HD, AI, and selfie are the terminology words as the motivation of code switching. Then almost 70% of the people agree with the code switching in advertisements because it has a positive impact, that is, people easily remember the advertisement and indirectly can learn English. Finally, the code switching that occurs in advertisements is not only persuasive but also can provide knowledge to the viewers."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Protasius Donatian Padupan Bruga Isyudanto
"Peningkatan jumlah multibahasawan berbanding lurus terhadap peningkatan kemunculan interferensi bahasa, yang didefinisikan Weinreich (2010) sebagai kesalahan produksi bahasa akibat perbedaan sistem linguistik antara bahasa target dan bahasa ibu. Fenomena ini turut terjadi pada penutur asli bahasa Prancis yang mempelajari bahasa Indonesia di Institut National des Langues et Civilisations Orientales (INALCO) pada tahun pertama, kedua, dan ketiga. Dengan fokus pada peran penting komunikasi verbal (Rao, 2019), penelitian ini bertujuan menganalisis interferensi fonik dalam bahasa Indonesia yang dialami penutur asli bahasa Prancis. Sumber data yang digunakan diperoleh dari rekaman pengucapan 10 kalimat dalam bahasa Indonesia yang dikaji utamanya menggunakan teori Weinreich (2010) mengenai interferensi dan teori Saville-Troike (2006) terkait pembelajaran bahasa. Hasil analisis menunjukkan bahwa penutur asli bahasa Prancis memiliki kesulitan dalam pelafalan fonem bahasa Indonesia /ʔ/, /c/, /ɟ/, /x/, /h/, /ŋ/, /r/, /e/, /ə/, dan /aw/ yang memunculkan interferensi fonetik atau tidak mengubah makna (86% dari interferensi). Pada aspek ekstralinguistik, durasi belajar, profil pengajar, motivasi, strategi pembelajaran, masukan, dan umpan balik merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kompetensi verbal para subjek. Dengan mengembangkan strategi pedagogis yang mempertimbangkan faktor itu, produksi interferensi fonik pada subjek diperkirakan dapat berkurang.

Amidst the surge in multilingualism, the prominence of linguistic interference has grown. Weinreich (2010) defines this as the emergence of language production errors due to systemic disparities between one's native and target languages. This phenomenon is observed among French speakers acquiring Indonesian at Institut National des Langues et Civilisations Orientales (INALCO) ranging from first, second and third year students. Focusing on the pivotal role of verbal communication (Rao, 2019), this research aims to delve into phonic interference experienced by French learners of Indonesian. Methodologically, the phonic interference is scrutinised via recordings of 10 Indonesian sentences further analysed mainly through the use of Weinreich’s (2010) theory of interference and Saville-Troike’s (2006) theory of language learning. The analysis revealed challenges in reproducing the Indonesian phonemes /ʔ/, /c/, /ɟ/, /x/, /h/, /ŋ/, /r/, /e/, /ə/, and /aw/ for French native speakers. Beyond language factors, extralinguistic elements including learning duration, instructor profiles, motivation, strategies, input exposure and feedback substantially shape spoken proficiency. This study accentuates the potential for targeted interventions to alleviate phonemic interference. By addressing these factors through pedagogical means, such interference can be effectively mitigated and multilingual communication can be enhanced."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1985
499.25 INT (1);499.25 INT (2)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Setiabudy
Fakultas Teknik , 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>