Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130059 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bakry
"Kemampuan manusia menggunakan akal dan mengembangkan peralatan, akan mernpermudah kehidupan manusia tersebut. Kanampuan ini juga menimbulkan berbagai macam kebutuhan, yang melebihi kebutuhan pokok biologis untuk hidup. Kebutuhan yang timbul karena perkembangan peralatan dan teknologi, disebabkan oleh usaha aktif manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Usaha penyesuaian diri ini menimbulkan berbagai macam kebutuhan sosial dan kebutuhan spiritual di samping kebutuhan pokok biologis (hayati). Dalam usaha mamenuhi berbagai macam kebutuhan tersebut manusia tidak. hanya dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan alam, akan tetapi juga menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial budayi sekitarnya.
Oleh karena itu pola-pola tingkah laku adaptasi manusia terhadap lingkungan tidak hanya terbatas pada lingkungan alam, melainkan juga pada lingkungan social budaya di sekitarnya. Manusia ter-paksa menggabungkan pola-pola tingkah laku tertentu, demi keberhasilan beradaptasi terhadap lingkungannya yang mewujudkan kebudayaan. Salah satu wujud adaptasi terhadap lingkungan dalam arti luas adalah pemanfaatan tanah atau lahan untuk memperoleh hasil bagi pemenuhan kebutuhan. Manusia sebagai makhluk sosial, di manapun berada akan berusaha memanfaatkan sumberdaya alam di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hayati, kebutuhan sosial dan kebutuhan spiritual.
Kemampuan manusia menyerap umpan balik, atas tindakannya terhadap lingkungan berbeda-beda. Maka psngembangan peralatan dan teknologi, dalam rangka adaptasi terhadap lingkungan akan berbeda pula. Oleh karena itu kebudayaan adaptasi terhadap lingkungan, bukan hanya ditentukan oleh sumberdaya alam dan lingkungannya. Akan tetapi juga ditentukan oleh kebudayaan sebagai perwujudan abstraksi pengalaman-pengalaman. Salah satu kebudayaan adaptasi terhadap lingkungan yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya yang berbeda, tercermin dari pola adaptasi penduduk terhadap tanah rawa di wilayah rawa pantai rauara Batang Hari Jambi.
Wilayah rawa pantai rauara Batang Hari karena pengaruh pasang surutnya air laut dibedakan atas wilayah rawa air asin, wilayah rawa air agak asin atau payau dan wilayah rawa air tawar. Pada tiap wilayah, beradaptasi berbagai kelonpok penduduk yang berbeda daerah asal (suku bangsa) atau kebudayaannya. Penduduk asli (Melayu) yang beradaptasi disemua wilayah, melakukan pilihan strategi adaptasi ydng diwujudkan dengan pemukiman di tanggul-tanggul sungai, sawah rawa dan kebun karet. Suku Bugis sebagai pendatang melakukan pilihan strategi adaptasi yang cukup berhasil, dengan menyerap umpan balik dari lingkungan lebih baik dari penduduk lainnya. Kelcnqpok penduduk ini beradaptasi di wilayah rawa air asin dan di wilayah rawa air agak asin. Suku Ban jar dan suku Jawa sebagai pendatang spontan lebih banyak dipengaruhi lingkungan sosialnya dalam melakukan pilihan strategi adaptasi, terhadap tanah rawa. Suku Banjar beradaptasi di wilayah rawa air asin dan wilayah rawa air agak asin dan suku Jawa pendatang spontan beradaptai di seluruh wilayah. Transmigran yang ditempatkan di wilayah rawa air agak asin dan wilayah rawa air tawar, manperoleh dorongan yang besar dari pemerintah dalam melakukan pilihan adaptasi. Suku Melayu dan Jawa pendatang spontan beradaptasi di semua wilayah suku Bugis.
Tujuan studi adalah untuk mengetahui peran kebudayaan sebagai suatu ide mendukung panilihan strategi adaptasi, seberapa jauh dapat penyerapan umpan balik informasi dari lingkungan untuk melakukan pilihan adaptasi dan seberapa jauh pengembangan teknologi dan tenaga kerja luar keluarga untuk menghadapi tantangan/hambatan atau intensifikasi produksi dalam raempertahankan kualitas hidup di wilayah rawa pantai muara Batang Hari. untuk mencapai tujuan ini, di-gunakan pendekatan ekologi. Pada pendekatan ini, diamati intervensi manusia terhadap sumberdaya alam, untuk memenuhi kebutuhan umpan balik yang diterima dari lingkungan pengembangan teknologi dan alat serta penggunaan tenaga. kerja luar keluarga dalam melakukan pilihan-pilihan strategi adaptasi. Keberhasilan yang diperoleh dalam beradaptasi, diukur dengan produktivitas tanah atau pendapatan usaha-tani.
Untuk penentuan lokasi dan stratifikasi wilayah digunakan peta topografi dan peta kemampuan tanah sekala 1:100.000. Pengamatan terhadap responden dilakukan dengan pengambilan sample secara proposi-ve berdasarkan strata wilayah dan kelompok penduduk (suku bangsa). Jutnlah responden 120 kepala keluarga tani atau 10 kepala keluarga tani tiap 'kelonpok penduduk yang ada pada setiap strata wilayah. Analisis data menggunakan model regresi linier berganda. Pengujian model dengan analisis varians (ANAVA). Pengolahan dan analisis data menggunakan komputer SPSS dan pembuktian hipotesis dilakukan dengan uji T model regresi linier secara parsial.
Hasil studi menunjukkan bahwa :
1. Kebutuhan sosial penduduk yang berbeda berkebudayaannya cukup bervariasi dan berperan negatif terhadap pendapatan usahatani sebagai ukuran keberhasilan beradaptasi. Walaupun peran ini cukup kecil (-0,11), akan tetapi nyata pada penurunan keberhasilan.
2. Kebutuhan spritual penduduk yang berbeda kebudayaannya, relatif homogen atau kecil variasinya. Kebutuhan spritual penduduk ini berperan positif (3,70) terhadap keberhasilan beradaptasi. Peran ini nyata pada peningkatan keberhasilan yang diperoleh.
3. Perbedaan muka air pasang tertinggi dan surut di musim hujan pada setiap pilihan strategi adaptasi (sawah, kebun, pekarang-an), relatif honogen atau kecil variasinya. Perbedaan nuka air ini di sawah berperan positif (28.304,14) dan nyata terhadap pendapatan usahatani. Akan tetapi perbedaan muka air ini di kebun dan di pekarangan berperan negatif (-526,45, -1.926,08) dan tidak nyata terhadap pendapatan usahatani sebagai keberhasilan yang diperoleh dalam beradaptasi. Variasi perbedaan muka air pasang tertinggi dan surut dipengaruhi oleh perbedaan lokasi.
4. Panbuatan saluran oleh penduduk yang berbeda kebudayaan untuk mengatasi hambatan dari lingkungan (penggenangan) dalam melaku-kan pilihan strategi adaptasi terhadap tanah rawa manpunyai variasi yang cukup besar. Penambahan pembuatan saluran di sawah akan berpengaruh negatif (-1.650,43), akan tetapi sebaliknya di kebun dan di pekarangan akan berpengaruh positif (80,51 dan 4.095,18) pada pendapatan usahatani sebagai keberhasilan- adaptasi.
5. Penggunaan teknologi maju (bibit unggul, pupuk, obat-obatan) oieh penduduk yang berbeda kebudayaan, mempunyai variasi yang besar dalam melakukan pilihan strategi adaptasi terhadap tanah rawa."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1987
T-885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Anggraini
"ABSTRAK
Dalam rangka mendukung pembangunan wilayah perkotaan yang berkelanjutan, dibutuhkan upaya perencanaan tata ruang kota yang terpadu, manusiawi dan berwawasan lingkungan. Pada kegiatan pembanguuan perkotaan hendaknya dapat menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan serta kegiatan pendukung lainnya terhadap aspek tata ruang kota berupa ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, kebutuhan kawasan ruang terbuka hijau di kawasan-kawasan perkotaan semakin diperlukan dalam rangka mewujudkan tata ruang kawasan perkotaao yang memperbatikan fungsi lingkungan, keasrian serta daya dukung kawasan perkotaan bagi aktivitas, keeehatan dan kualitas kehidupan masyarakat perkotaan.
Pada saat menyusun rencana dan program pembangunan kota, kesadaran masyarakat perlu digugah dan prakarea serta peransertanya perlu didorong dan dikembangkaa Penataan ruang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dengan melibatkan masyarakat Peraturan Pemerintah RI No.69 tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, Serta Bentuk dan Tata Cara Peranserta
Masyarakat Dalam Penalaan Ruang manjadi acuan Femerintah Daerah untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam penataan ruang.
Pada penyelenggaraan penataan ruang, pelaksanaan hak dan kewajiban serta peranserta masyarakat sangat diperlukan untuk memperbalki mutu perencanaan, membantu terwujudnya pemanfaatan ruang sesual dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan sertamenaati keputusan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang.
Sebagai batasan, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan ruang terbuka hijau adalah ruang terbuka hijau pertamanan di empat kecamatan Kawasan Jakarta Pusat Adapun bentuk ruang terbuka hijau tersebut adalah berupa Taman, Jalur Hijau Jalan dan Jalur Hijau Kota. Penilaian kualitas fisik ditinjau dari fimgsi-fimgsinya yaitu Fungsi Sosial, Fungsi Ekologis, dan Fungsi Estetis.
Adapun tujuan penulisan tesis ini adalah: (1) mengetahui kuaJHas fisik mang terbuka hijau, (2) mengetahui persepsi dan respon masyarakat terhadap keberadaan ruang terbuka hijau di lingkungannya, (3) mengetahui tingkat peranserta masyarakat dalam penataan ruang terbuka hijau, (4) mengetahui besar pengaruh antara tingkat kesejahteraan, lama bermukim dan tingkat pendidikan terhadap tingkat peranserta masyarakat, (5) mengetahui hubungan antara kualitas fisik ruang terbuka hijau dengan tingkat peranserta masyarakamya
Sedangkan hipotesis yang hendak dibuktikan ialah: (1) kualitas fisik ruang terbuka hijau ditentukan oleh peranserta masyarakat, (2) semakin tinggi tingkat peranserta masyarakat dalam penataan ruang terbuka hijau, semakin balk kualitas fisik ruang terbuka hijau.
Lokasi penelitian ini adalah empat kecamatan di Kawasan Jakarta Pusat yaitu Kecamatan Tanah Abang, Kecamatan Menteng, Kecamatan Gainbtr dan Kecamatan Johar Baru. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive storing dan pembobotan untuk masing-masing bentuk dan fungai dari niang terbuka hijau tersebut. Sedangkan sampel responden untuk mengetahui tingkat peranserta masyarakat dilakukan dengan metode stratified random sampling pada tingkat RW, RT, dan KK. Responden yang merupakan kepala keluarga dipilih pada setiap RT sampel. Dari total 1550 KK diambil 10% nya yang ditetapkan berdasarkan quota sampling, karena perbedaan jumlah KK tiap RT adalah kecil. Sehingga total jumlah responden adalah 160 responden.
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan desain ex post facto. Jenis dan instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalatn penelitian ini adalah pengumpulan data primer berupa hasil pengamatan, wawancara, dan kuesioner, serta data sekunder.
Pengukuran variabei dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan dan studi hubungan kondisi variabel lingkungan fisik dan kondisi variabel lingkungan sosial berupa peranserta masyarakat, serta studi komparasi hasii penilaian kualitas fisik tersebut pada masing-masing kecamatan. Sedangkan data kuesioner yang diberikan kepada responden, datanya diuji secara statistik inferensial dengan chi-square.
Dari hasil ana!isis,ternyatakualitas fisik ruang terbuka hijau di Kecamatan Tanah Abang termasuk kategori buruk (101,7), di Kecamatan Meateng tennasuk kategori sedang (165), Kecamatan Gambir termasuk kategori sedang (155) dan di Kecamatan Johar Baru termasuk kategori buruk sekali (47,5). Sedangkan persepsi dan respon masyarakat pada umumnya adalah baik. Masyarakat mengetahui dengan baik fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau dan sangat mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas ruang terbuka hijau. Dalam mendukung upaya pembangunan ruang terbuka hijau tersebut hampir 90% masyarakat bersedia berperanserta secara aktif dalam berbagai bentuk kegiatan. Adapun persepsi dan respon masyarakat yang mengetahui bahwa ruang terbuka hijau berguna dan oerlu dibaneun adalah 96.6%: setuiu melakukan ken a batdi adalah hijau dibongkar adalah 98,1% dan bentuk bantuan yang ingin diberikan dalam pengembangan ruang terbuka hijau umumnya adalah bentuk sumbangan tenaga (79,4%).
Tingkat peranserta masyarakat dalam pengembangan niang terbuka hijau di empat kecamatan cenderung tinggi. Pada Kecamatan Tanah Abang tingkat peranserta masyarakat pada tahap perencanaan dan pengendatian pemanfaatan cenderung tinggi (65,8% dan 67,5%) sedangkan pada tahap pemanfaatan cenderung sedang (50,0%). Di Kecamatan Menteng tingkat peranserta masyarakat pada tahap perencanaan dan pengendalian pemanfaatan cenderung tinggi (43,6% dan 41,7%), sedangkan pada tahap pemanfaatan cenderung sedang (46,9%). Pada Kecamatan Gambir tingkat peranserta masyarakat pada tahap perencanan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan cenderung tinggi (54,3%, 45,0%, dan 75,0%). Dan di Tingkat peranserta masyarakat pada tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan di Kecamatan Johar Barn cenderung tinggi (61,1%, 50,0%, dan 43,2%).
Dilihat dari hasil ana]isis kualitas fisik dan tingkat peranserta masyarakat, ternyata kualitas fiaik niang terbuka hijau di empat kecamatan tersebut tidak ditentukan oleh tingginya tingkat peranserta masyarakat tetapi juga faktor lain seperti ketersediaan lahan untuk pengembangan niang terbuka hijau seita program pemerintah untuk pengembangan niang terbuka hijau.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kualitas fisik ruang terbuka hijau di Kecamatan Tanah Abang termasuk kategori buruk, Kecamatan Menteng dan Gambir termasuk kategori sedang dan Kecamatan Johar Baru termasuk kategori buruk sekali.
2. Persepsi dan respon masyarakat tentang pengembangan ruang terbuka hijau di lingkungannyabaik. Masyarakat mengetahui fiingsi dan manfaat ruang terbuka hijau dan mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas ruang terbuka hiiau di linckuncannva.
hijau dibongkar adalah 98,1% dan bentuk bantuan yang ingin diberikan dalam peogembangan ruang terbuka hijaii umumnya adalah bentuk sumbangan tenaga (79,4%).
Tingkat peranserta masyarakat dalam pengembangan ruang terbuka hijau di empat kecamatan cenderung tinggi. Pada Kecamatan Tanah Abang tingkat peranserta masyarakat pada tahap perencanaan dan pengendallan pemanfaatan cenderung tinggi (65,8% dan 67,5%) sedangkan pada tahap pemanfaatan cenderung sedang (50,0%). Di Kecamatan Menteng tingkat peranserta masyarakat pada tahap perencanaan dan pengendalian pemanfaatan cenderung tinggi (43,6% dan 41,7%), sedangkan pada tahap pemanfaatan cenderung sedang (46,9%). Pada Kecamatan Gambir tingkat peranserta masyarakat pada tahap perencanan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan cenderung tinggi (54,3%, 45,0%, dan 75,0%). Dan di Tingkat peranserta masyarakat pada tahap perencanaan, pemanfaatan dan pengendatian pemanfaalan di Kecamatan Johar Baru cenderung tinggi (61,1%, 50,0%, dan 43,2%).
Dilihat dari hasil analisis kualitas fisik dan tingkat peranserta masyarakat, ternyata kualitas fisik ruang terbuka hijau di empat kecamatan tersebut ttdak ditentukan oleh tingginya tingkat peranserta masyarakat tetapi juga fektor lain seperti ketersediaan lahan untuk pengembangan ruang terbuka hijau serta program pemerintah untuk pengembangan ruang terbuka hijau.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Kualitas fisik ruang terbuka hijau di Kecamatan Tanah Abang termasuk kategori buruk, Kecamatan Menteng dan Gambir termasuk kategori sedang dan Kecamatan Johar Baru termasuk kategori buruk sekali.
2. Persepsi dan respon masyarakat tentang pengembangan ruang terbuka hijau di lingkungannyabaik. Masyarakat mengetahui iungsi dan manfaat ruang terbuka hijau dan mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas ruang
3. Tingkat kesejahteraan, lama berraukim dan tingkat pendidikan masyarakal; tidak berpengaruh nyala pada tahap perencanaan dan tahap pengendalian pemanfaatan. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan, semakin lama bermukim seseorang dan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang tidak menyebabkan semakin tingginya tingkat peranserta. Tetapi lama bermukim berpengaruh nyata terhadap tingkat peranserta masyarakat dalam tahap pemanfaatan.
4. Kualitas fisik ruang terbuka faijau tidak hanya ditentukan oleh tingkat peranserta masyarakat. Semakin tinggi tingkat peranserta masyarakat dalam penataan ruang terbuka hijau tidak secara langsung menyebabkan semakin baiknya kualitas fisik ruang terbuka hijau..
5. Kualitas ruang terbuka hijau ternyata juga ditentukan oleh: a) ketersediaan ruang terbuka hijau, b) distribusi/penyebarsn ruang terbuka hijau di Itngkungan permukiman penduduk, c) ada/tidaknya program pemerintah dalam pengembangan ruang terbuka hijau.
Dengan demikian berdasarkan penelitian ini disarankan hal-hal sebagai bertkut:
1. Pemda setempat perlu meningkatkan kualitas ruang terbuka hijau di Kecamatan Tanah Abang dan Kecamatan Johar Baru dengan meningkatkan program pemerintah dan penyediaan lahan bagi pengembaogan ruang terbuka hijau. Salah satu cara penambahan luas ruang terbuka adalah dengan merencanakan efislensi penggunaan lahan permukiman dengan model permukiman vertikal (rumah susun).
2. Felaksanaan program pemerintah dalam penataan ruang terbuka hijau harus diiaksanakan secara konsekuen dan tidak berubah-ubah akibat tuntutan tahan perkotaan yang lebih bernilai ekonomis.
3. Ruang terbuka (hijau) harus merupakan unsur pembentuk kota yang sejajar dengan unsur-unsur lainnya seperti marga, wisma, suka dan Jain-lain.
4. Kuantitas dan kualitas fisik ruang terbuka hijau hendaknya menjadi faktor penilaian keberhasitan pembangunan suatu wilayah di DKI Jakarta
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Prajoko
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danol Dewanto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S48238
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Diah Herawati
"Jakarta dialiri oleh tiga belas sungai yang bermuara di Laut Jawa. Perpaduan antara kondisi geografis, banyaknya sungai, rusaknya lingkungan hidup, tekanan jumlah penduduk, menyebabkan Jakarta semakin rentan terhadap banjir. Permasalahan kepadatan penduduk, menyebabkan munculnya pemukiman ilegal, dan kumuh di wilayah bantaran sungai. Dengan kondisi perubahan iklim yang terjadi saat ini, frekuensi banjir semakin meningkat dengan volume dan daya rusak banjir yang juga semakin meningkat. Semakin banyaknya rumah ilegal di bantaran sungai, akan mempersempit dan menurunkan kemampuan sungai untuk menampung air. Penduduk yang tinggal di bantaran sungai juga sangat rentan terhadap bahaya banjir. Normalisasi sungai Ciliwung dilakukan untuk memperlebar dan memperdalam sungai. Namun normalisasi Sungai Ciliwung belum disertai dengan penataan bantaran sungai untuk mengoptimalkan fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial dari sungai dan bantaran sungai. Selain normalisasi sungai, untuk meningkatkan kualitas lingkungan, menyelamatkan penduduk dari bencana banjir, dan memperbaiki kondisi sungai, diperlukan juga perencanaan dan penataan lansekap di wilayah tersebut. Kehadiran lansekap/taman di bantaran Sungai Ciliwung ditujukan untuk mengusung berbagai fungsi yang meliputi fungsi ekologis-estetika, dan fungsisosial-ekonomi. Perencanaan lansekap di wilayah bantaran Sungai Ciliwung dibutuhkan agar berbagai fungsi-fungsi tersebut dapat dicapai secara optimal dan berlanjut.

Jakarta has thirteen rivers that ends into the Java Sea.The combination of geographical conditions, a number of rivers, destruction of the environment, population pressure, make Jakarta increasingly vulnerable to flooding. Problems of overcrowding, led to the emergence of illegal settlements and slums in the riverbanks. With climate change conditions that occur at this time, the frequency of flooding is accumulated with the volume and the destructive force of floods is also accumulated. Accumulated number of illegal settlements in the riverbank, will narrow and reduce the ability of rivers to hold water. Residents who live along the river are also extremely vulnerable to flooding. Ciliwung river normalization done to widen and deepen the rivers. However, normalization of Ciliwung River has not been accompanied by the arrangement of river banks to optimize the function of ecological, economic, and social aspects of rivers and flood plains. Planning and arrangement of the landscape in that area are required to normalize the river, to improve the quality of the environment, to save the the residents from floods, and to improve the condition of the river. The presence of landscape/garden on the Ciliwung riverbank intended to carry a variety of functions that include ecological-aesthetic, and socio-economic functions. Landscape planning in the Ciliwung riverbank needed for various functions can be achieved optimally and continuously."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30191
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ery Sunandar
"Terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi akan membutuhkan prasarana dan sarana yang tinggi, sedangkan kapasitas lahan untuk mendukung penyediaan prasarana dan sarana di Kota Jakarta terbatas, sehingga ruang hijau sebagai sarana untuk menyerap CO2 menjadi sangat terbatas. Karakteristik ruang hijau diidentifikasi melalui survey lapangan pada 158 lokasi. NDVI didapatkan dengan mengolah Citra Aster yang selanjutnya dilakukan analisis Regresi Linier untuk mengetahui keterkaitan antara biomassa hijau, ketebalan tajuk, kerapatan tajuk persentase tutupan tajuk dan persentase tutupan vegetasi bawah dengan nilai NDVI. Hasil perhitungan estimasi daya serap CO2 ruang hijau di DKI Jakarta didapatkan hasil sebesar 61.597,65 Kg. Kebutuhan teoritis ruang hijau yang didapatkan dari hasil perhitungan metode Wisesa didapatkan hasil kebutuhan ruang hijau DKI Jakarta sebesar 2.927.648 Km2 atau sebesar 44,20%. Kemudian dengan menggunakan analisis spasial dilakukan kesetaraan antara nilai kebutuhan teoritis ruang hijau dan luas ruang hijau dengan pendekatan regional dikaitkan dengan hasil intepretasi temperatur permukaan dan pola penggunaan lahan eksisting 2008, sehingga didapatkan tingkat kebutuhan ruang hijau di DKI Jakarta Tahun 2009 memperlihatkan gambaran kebutuhan ruang hijau rendah pada sebagian selatan dan timur wilayah Jakarta, namun semakin menuju pusat DKI Jakarta semakin tinggi tingkat kebutuhan ruang hijaunya, yaitu Kecamatan Gambir, Senen, Johar Baru, Sawah Besar, Taman Sari, Tambora, Palmerah dan Matraman yang berada pada tingkat kebutuhan kritis atau khusus dikarenakan kebutuhan ruang hijau yang sangat tinggi, input CO2 yang tinggi dengan jumlah penduduk serta aktifitasnya yang padat, namun kurangnya luas wilayah yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang hijau.

Occurrence of high population growth will require the infrastructure and facilities is high, while the capacity of land to support the provision of infrastructure and facilities in the city of Jakarta is limited, so the green space as a means to absorb CO2 becomes very limited. Characteristics of green space are identified through field surveys in 158 location. NDVI obtained by processing Aster images the next conducted Linear regression analysis to determine the link between green biomass, thickness of the canopy, canopy density and percentage canopy cover percentage of vegetation cover under with the NDVI values. The calculated estimate of CO2 absorption of green spaces in Jakarta to get the results of 61,597.65 kg. Theoretical needs green space obtained from the results of the calculation method obtained results Wisesa green space requirement for DKI Jakarta 2,927,648 km2, or by 44.20%. Then by using spatial analysis is equality between the value of the theoretical requirement of green space and green space area with a regional approach to interpret the results associated with the surface temperature and the existing land use pattern in 2008, so get the green space requirements in Jakarta in 2009 shows the image of a green space requirement low in some southern and eastern areas of Jakarta, but more toward the center of Jakarta higher the rate of green space requirement, namely Gambir, Senen, Johar Baru, Sawah Besar, Taman Sari, Tambora, Palmerah and Matraman District which is at the level of critical or special needs due to green space requirements are very high, high CO2 input to the population and its activities are solid, but the lack of an area that can be used as green space."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
T39438
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atikah Putri Indah Apriliani
"Urbanisasi yang cepat dan kurangnya keterlibatan alam dalam desain perkotaan telah semakin berkembang menjadi masalah, karena bumi tampak lebih tidak seimbang dan penyebaran kota menjadi lebih tidak terkendali dan tak terhentikan. Dalam konteks ini, proyek akhir yang diajukan penulis akan mencoba untuk meninjau kembali cara lama yang memprioritaskan pengelolaan alam dan lahan ke dalam proses desain. Reconnection antara alam dan manusia dengan built environment akan menjadi tujuan utama dari proyek akhir ini. Konsep desain regeneratif bersama dengan teori-teori lain menjadi pendekatan mendasar yang digunakan untuk mengeksekusi desain.
Fokus dari proyek ini adalah untuk mengusulkan master plan yang sustainable untuk menciptakan model baru daerah pinggiran kota di dalam tanah yang disediakan di tambang yang berada di Jalan Lefroy. Dengan demikian, konsep desain regeneratif akan dilakukan mulai dari skala pinggiran kota hingga skala rumah individu dengan secara hati-hati menghormati lanskap ekologis dan komunitas.

Rapid urbanization and lack of nature involvement within urban design has progressively grows into an issue as the world appears to be more unbalanced and the urban sprawl become more uncontrollable and unstoppable. Within this context, the final project will attempt to revisit the old ways of prioritizing nature and land management into the design process. Reconnection between nature and human with their man-made build will be the main objective of the final project. The concept of regenerative design along with other theories becomes the fundamental approach used to perform the design intent.
The focus of the project is to propose a sustainable master plan of the new model of suburban area within the brownfield site in Lefroy Road quarry. Accordingly, the regenerative design concept will be carried through from the scale of a suburban to a scale of an individual dwelling while carefully respecting the ecological landscape and the community.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.L. Pangaribowo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzi Marsitawati
"ABSTRAK
Permukiman Menteng merupakan kota taman pertama di Indonesia yang dilindungi oleh suatu penetapan sebagai kawasan Cagar Budaya yaitu Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. D.IV-6098 1 d 1 33 11975 tentang Penetapan Daerah Menteng Sebagai Lingkungan Pemugaran. Namun disayangkan banyak perubahan terjadi baik pada lansekap maupun bentuk bangunan yang seharusnya dipertahankan karena Menteng merupakan kawasan permukiman yang terletak ditengah kota, dibangun pada jaman pemerintahan Hindia Belanda dan merupakan salah satu perumahan kolonial yang mempunyai kualitas lingkungan yang baik ; bersih, asri, aman dan nyaman.
Terperolehnya perubahan karakteristik lansekap kota taman permukiman Menteng, terindentifikasi faktor - faktor yang menyebabkan perubahan lansekap kota taman pada permukiman Menteng Jakarta Pusat dan terperoleh penjelasan upaya Pemerintah Daerah dan pemilik kapling dalam melindungi kawasan permukiman Menteng sebagai Kawasan Cagar Budaya adalah tujuan penelitian ini dalam upaya menjawab masalah penelitian yaitu mengapa terjadi perubahan lansekap kota taman pada permukiman Menteng Jakarta Pusat.
Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mengumpulkan data melalui wawancara dengan pedoman kepada pemilik kapling lama,pemilik kapling baru, Pemerintah Daerah dan informan lainya yang mempunyai pengetahuan tentang permukiman Menteng.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata makin mahalnya PBB, tidak pahamnya pemilik kapling, berkurangnya luasan ruang terbuka hijau, tidak adanya insentif yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, kurangnya sosialisasi, dan kurangnya pengawasan yang ketat dari Pemerintah Daerah merupakan faktor penyebab terjadinya perubahan lansekap kota taman pada perrnukiman Menteng.
Dari hasil wawancara dengan pedoman, beberapa informan memberikan usulan jika program Pemerintah Daerah ingin berhasil masyarakat harus dilibatkan sejak awal, diberikan sosialisasi dan diperhatikan insentif kepada masyarakat yang terkena program Pemerintah seperti SK Cagar Budaya Permukiman Menteng.

ABSTRACT
Menteng Settlement has been the first garden city in Indonesia protected by a regulation as a cultural preserve as stated in the Jakarta Governor's Decree No D.IV-60981d 133 1 1975 to decide Menteng Settlement Area as an Environmental Restoration. But it is quite a pity that there are a lot of changes happening either in landscaping or in the form of the building which actually should be maintained since Menteng area is an settlement area located in the middle of the city built during the Netherlands East Indies as a colonial settlement which has better, clean, beautiful, safe and comfortable environmental quality.
Based on the fact-findings on the change of garden city landscape of Menteng settlement, we could identify some factors which can cause changes in garden city landscape and obtain clarification from the Jakarta Provincial Government as well as from land-lot owners in protecting Menteng settlement area as a Cultural Preserve Area is the objective of this study in trying to clarify problems why should there be changes of garden city landscape in Menteng settlement of Central Jakarta.
The researcher is using Qualitative Approach by collecting data through interview with old and new land-lot owners, Local Government and other informants who know about Menteng settlement.
Research has shown that the more expensive land and building tax, lack of understanding of the lot owners, the decrease of green open space, lack of incentives given by the Local Government, lack of socialization, and lack of tight control from the Local Government have become main factors of the change of garden city landscape in Menteng settlement.
The result of interview based on guidelines, some informants gave some suggestion that the community be involved from the beginning in this preservation program. Involvement of the community should be done earlier through socialization of the program while incentives should be given especially to those affected by the preservation project of the Local government as stated in the Decree of cultural Preservation of Menteng Settlement.
"
2007
T20691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barkeley: Spacemaker Press, 1999
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>