Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192055 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Carolina
"Penerbitan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ternyata belum dapat membatasi ruang gerak peredaran uang haram melalui perbankan yang beroperasi di Indonesia. Semua pihak masih pesimis apakah undang-undang ini akan mampu mengurangi praktik pencucian uang di Indonesia, sebab penegakan hukum di negara ini masih sangat lemah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apa pengertian dari pencucian uang dan transaksi keuangan mencurigakan, peranan perbankan dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU dan peranan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dalam rangka mencegah dan memberantas TPPU. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengembangkan wawasan studi hukum tentang kegiatan pencucian uang (money laundering) dan menyebarluaskan pengetahuan tentang pencucian uang dan penanggulangannya kepada masyarakat luas.
Penulisan ini dilakukan dengan metode penelitian yang bertitik tolak pada penulisan secara deskriptif analitis. Data yang diperoleh meliputi berhagai macam literatur hukum, pendapat ahli hukum yang ditulis dalam buku ataupun majalah serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah ini, khususnya Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan peraturanperaturan mengenai prinsip mengenal nasabah. Selain itu data juga diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pejabat yang berwenang dan ahli di bidangnya di Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi yang menyimpang dari profit dan karakteristik serta kebiasaan pola transaksi dan nasabah yang bersangkutan, termasuk transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Komang Wiska Ati Sukariyani
"PPATK dalam konstruksi UU TPPU ditempatkan sebagai focal point, yang memiliki fungsi utama dalam menyediakan dan memberikan informasi intelijen keuangan kepada aparat penegak hukum tentang dugaan tindak pidana pencucian uang atau dugaan tindak pidana asal. Informasi inteljien dimaksud merupakan hasil analisis PPATK yang diperoleh dari berbagai sumber termasuk Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) yang diberikan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Laporan pembawaan uang tunai yang dilaporkan oleh Bea dan Cukai serta informasi dari Financial Inteljen Unit negara lain. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yang meliputi studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman dan juga melakukan wawancara dengan narasumber. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan: Bagaimanakah proses hasil analisis PPATK terhadap laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang diterima oleh PPATK' Bagaimanakah peranan hasil analisis PPATK dalam rangka pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang' Apakah kendala yang dihadapi PPATK dalam membuat hasil analisis secara optimal' PPATK melakukan analisis dari laporan yang dikirimkan oleh Penyedia Jasa Keuangan dan informasi atas suatu transaksi keuangan mencurigakan dari berbagai sumber. Hasil analisis tersebut dituangkan dalam dokumen hasil analisis berupa Laporan Hasil Analisis. Atas hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang maka PPATK akan menyampaikan Laporan Hasil Analisis tersebut kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Secara umum hasil analisis memiliki peranan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dalam pelaksanaannya, PPATK mengalami kendala baik secara internal ataupun eksternal dalam menghasilkan laporan hasil analisis yang optimal. Kerjasama dan koordinasi semua pihak sangat diperlukan dalam membangun rezim anti pencucian uang.

INTRAC has the position as focal point on money laundering's law. INTRAC has main responsibility to provide financial intelligence analysis to the law enforcement agencies about indication of criminal action in money laundering and its predicate crime. The intelligence information produced by INTRAC comes from various sources of information, including Suspicious Transaction Report, Cash Transaction Report that are provided by the provider of financial services and Cross-Border Cash carrying Information provided by Directorate General of Customs and Excise, and also information given by Financial Intelligence Unit from other countries. This research is utilizing a legal normative research method by literature research on books, regulations, manuals, and interviewing several sources. This research is aimed to answer these questions: How is the process of analysis in INTRAC for the received Suspicious Transaction Report' What is the role of INTRAC's analysis in order to prevent and eradicate money laundering cases' What is the obstacle to produce INTRAC's analysis optimally' INTRAC conducting analysis based on report provided by the provider of financial services and other relevant information from various sources. The analysis result summarized on one document called Report of Analysis Result. If analysis result indicated there is potential criminal action on money laundering, INTRAC has to submit the report to law enforcement agencies to set up legal action. In general, analysis result has an important role to prevent and eradicate criminal action in money laundering. But in order to produce an optimal analysis result, INTRAC facing internal and external constraints. Coordination and collaboration among related agencies in charge in money laundering cases are very important to develop good money laundering regimes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27436
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Haryo Kusumobroto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan prinsip kerahasian bank di Indonesia dan pelaksanaan prinsip ini dalam kaitanya dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.dan bentuk pengecualian ketika terdapat indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang yang berkaitan dengan bank serta fungsi PPATK sebagai salah lembaga yang berfungsi untuk mencegah terjadinya praktik Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia.
Penelitian tesis ini menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif. Dengan pendekatan deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, penelitian ini juga menggunakan bahan hukum sekunder yang terdiri dari berbagai macam bahan bacaan yang terkait dengan judul penelitian seperti buku-buku mengenai tindak pidana pencucian uang, artikel - artikel, jurnal - jurnal, literatur lain sebagai pendukung dan peneliti melakukan wawancara dengan kepada pihak yang dianggap kompeten memberikan keterangan mengenai objek yang diteliti.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis, dapat diperoleh kesimpulan bahwa Keberhasilan penerapan Customer Due Diligence (CDD) dan pemenuhan kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya pada dasarnya merupakan penentu awal dari keberhasilan penanganan tindak pidana money laundering. PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan sangat membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh aparat yang berwenang melalui analisis laporan-laporan yang diterima PPATK.

The purpose of this research is to understand the implementation of confidentiality principle in Indonesian banks and its implementation with respect to money laundering activities and its exception and the function of Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Center (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK) as a governmental body that enforces prevention of money laundering practice in Indonesia.
The nature of this thesis research is normative-judicial while utilizing an analytical-descriptive approach. The primary data collection method is from bibliographical sources, whilst also utilizing data from secondary sources that include books on money laundering subject, articles, journals other supporting literatures and interviews with sources of sufficient competency on the subject.
Analysis conducted by the author concludes that the successfulness of Customer Due Diligence (CDD) and implementation and fulfilment of suspicious financial transaction reporting by banks and other financial institutions basically functions as a preliminary indicator for the successfulness in tackling money laundering activities. PPATK, as a financial intelligent body is nothing short of being helpful in preventing and combating money laundering activities carried out by the authority officials through report analysis received by PPATK.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atin Sri Pujiastuti
"Penelitian ini berfokus pada implementasi Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilaksanakan oleh Bank X. Disini, penulis mendeskripsikan dan menganalisa kepatuhan penerapan peraturan-peraturan mengenai TPPU yang dilaksanakan oleh Bank X guna mencegah dan memberantas TPPU. Peneliti berusaha mencari tahu hambatan-hambatan yang muncul dalam melaksanakan implementasi Undang-Undang tersebut serta strategi apa saja yang digunakan untuk mengatasi kendala tersebut.
Hasil penelitian menggambarkan adanya kepatuhan penerapan Undang-Undang pencegahan dan pemberantasan TPPU yang dilaksanakan oleh Bank X. Kepatuhan tersebut meliputi kepatuhan dalam penerapan CDD, Penerapan program pelatihan berkelanjutan mengenai Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT), Kepatuhan meratifikasi UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Kepatuhan penerapan Unit Kerja Khusus.
Penulis juga menemukan kendala-kendala yang dihadapi oleh Bank X yakni kendala internal dan kendala eksternal. Kendala Internal yang dihadapi adalah Keterbatasan SDM tersebut terdapat pada Kantor Cabang Bank X dimana tidak memiliki unit kerja khusus tetapi Independent Unit karyawan Bank yang merangkap tugas dan perannya sebagai unit kerja khusus. Padahal, berdasarkan aturan PBI No. 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum mewajibkan setiap Bank memiliki unit kerja khusus dan memiliki:1) pegawai yang menjalankan fungsi unit kerja khusus; atau 2) pejabat yang mengawasi penerapan program APU dan PPT.
Selanjutnya, kendala eksternal yakni terbatasnya tenaga pengawas bank Indonesia., terbatasnya tenaga pengawas PPATK, banyaknya jenis pelapor yang harus diawasi oleh PPATK meliputi 21 jenis Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan 5 jenis Penyedia Barang/Jasa, treatment pengawasan yang disesuaikan dengan kondisi pelapor baik PJK maupun Penyedia Barang/Jasa. Ketiga, Kurangnya cooperative nasabah/calon nasabah dalam memberikan informasi yang benar serta melengkapi sejumlah dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

This research focuses on the implementation of the ACT on the prevention and eradication of the crime of money laundering (TPPU) implemented by the ?X? Bank . here, the author describes and analyzes the compliance of implementing the rules about TPPU implemented by the ?X? Bank in order to prevent and eradicate TPPU. Researchers are trying to figure out the obstacles that appear in the implementation of the ACT and what are the strategies used to overcome these barriers.
Results of the study has described about the existence of compliance in the application of the prevention and eradication ACT (TPPU) implemented by the ?X? Bank. This compliance includes the implementation of CDD, implementation of sustainable training programmes on Anti-money laundering and Terrorism Funding Prevention (APU/PPT), compliance to ratify the ACT of TPPU, compliance of application of special work unit. The author also find some obstacle faced by the ?X? Bank that is internal and external constraints.
The internal constraints that faced is the limited human resource at the branch office of the ?X? Bank which is hasn?t special work unit but independent unit of Bank employee that work doubles at their task and role as a special work unit.
Furthermore, external constraint is the limited supervisory labour of the main Bank og Indonesia (BI), limited supervisory labour of the Central reporting and analysis of financial transactions (PPATK). The excessive number of reporters who must be supervised by the ppatk include 21 kinds of financial Service Providers (PJK) and 5 types of goods/services providers. The last is obstacle from the customer that lack of cooperative in providing true information as well as a willingness in case to complete a number of documents in accordance with the valid regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T39213
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Kairo
"Indonesia, seperti halnya dengan negara-negara lain memberikan perhatian besar terhadap kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti pencucian uang. Salah satu bentuk nyata dari kepedulian itu adalah disahkannya Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003. Produk hukum ini memberikan landasan hukum yang kokoh dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, sekaligus bukti nyata komitmen Indonesia bersama-sama dengan masyarakat intemasional bahu membahu menangkal setiap bentuk kejahatan money laundering dalam berbagai dimensinya. Sesarnya perhatian Indonesia terhadap tindak kejahatan ini terutama karena besamya dampak yang ditimbulkan, antara lain berupa instabilitas sistem keuangan, distorsi ekonomi dan kemungkinan gangguan terhadap pengendalian jumlah uang beredar.
Di Indonesia, dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang, berbagai pihak - baik institusi pemerintah maupun swasta - berperan untuk menjalankan kewajiban masing-masing sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Serbagai pihak dimaksud, salah satunya ialah Penyedian Jasa Keuangan (PJK). PJK selaku pihak yang berkewajiban menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah dan menyampaikan laporan transaksi mencurigakan, mempunyai peranan yang sangat menonjol dan dapat dikatakan merupakan ujung tombak (front liner) dalam pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Pelaksanaan kewajiban PJK merupakan rangkaian awal dan pelaksanaan kewajiban pihak lainnya, yaitu PPATK dan pihak penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, dan Badan Peradilan) yang masing-masing berperan menganalisis laporan yang disampaikan PJK, dan menjalankan proses hukum yang mencakup kegiatan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Ketiga pihak ini memiliki peranan yang sama penting, selain juga bersifat saling terkait satu sama lain.
Dalam pelaksanaan kewajiban PJK, hingga saat ini (sampai dengan Mei 2005) tampaknya belum dapat berjalan baik dan lancar sebagaimana diharapkan. Hal ini tercermin dari antara lain : belum dipahaminya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pencucian uang dan belum diterapkannya prinsip mengenal nasabah secara benar; belum dim ilikinya kesadaran akan pentinognya peran PJK dalam mencegah dan memberantas pencucian uang dan adanya kekhawatiran akan kehilangan nasabah serta merasa terganggu apabila dikaitkan dalam proses hukum; serta belum sepenuhnya PJK mampu melakukan deteksi adanya transaksi keuangan mencurigakan sehingga cenderung menganggap tidak terdapat transaksi keuangan yang memenuhi unsur untuk dilaporkan sebagai transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK. Keadaan ini pada gilirannya telah mengakibatkan peranan PJK dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang belum dapat optimal. Hal ini tentunya merupakan sebuah permasalahan yang perlu memperoleh solusi/jalan penyelesaian.
Untuk mengatasi permasalahan sekitar belum dapat berjalannya dengan baik dan lancar penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan penyampaian laporan transaksi mencurigakan oleh PJK, ada pemikiran bahwa solusinya dapat ditempuh melalui penyelenggaraan serangkaian kegiatan, seperti : pelatihan bagi pejabatlpetugas penyedia jasa keuangan; sosialisasi terhadap masyarakat secara umum untuk mendukung kegiatan pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia; dan pemeriksaan (audit) terhadap penyedia jasa keuangan, baik atas kerjasama PPATK dengan lembaga pengawas maupun yang dilakukan oleh PPATK. Melalui penyelenggaraan serangkaian kegiatan tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran para pejabatlpetugas PJK terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku baik dalam rangka menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah maupun penyampaian laporan, sehingga pada gilirannya akan dapat pula mengoptimalkan peranan PJK dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Akbar Adhinugroho
"Masalah tindak pidana pencucian uang merupakan permasalahan yang tidaklah dapat dipandang sebelah mata oleh setiap negara di dunia. Kejahatan ini merupakan sebuah tindak pidana serius yang memerlukan sebuah pencegahan dan pemberantasan yang optimal. Hal ini disebabkan karena praktek tindak pidana pencucian uang (money laundering) mempunyai keterkaitan sangat erat dengan kejahatan yang terorganisir (organized crime). Tindak pidana pencucian uang (money laundering) merupakan sebuah proses dimana pelaku kejahatan berupaya menciptakan ilusi sehingga harta yang dibelanjakan yang diperolehnya dari hasil tindak pidana kejahatan tampak seolah-olah berasal dari sumber yang legal.
Praktek tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh pelaku tindak pidana kejahatan dengan perencanaan yang rapih dengan melibatkan berbagai sarana kejahatan. Praktek tindak pidana kejahatan ini kian kompleks dan tidak lagi dilakukan dalam skala kecil yang bersifat nasional namun telah melibatkan skala yang luas yang bersifat internasional. Hal ini disebabkan karena praktek tindak pidana pencucian uang ini semakin beragam dan dilakukan dengan melintasi batasan yuridiksi suatu negara. Akibatnya uang-uang atau harta kekayaan hasil tindak pidana pencucian uang telah tersebar di penjuru dunia.
Hal inilah yang mendorong hadirnya sebuah kerja sama internasional guna melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana ini dan membentuk institusi-institusi internasional yang memberikan penekanan secara internasional dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini. Selain itu pemerintah di suatu negara harus juga terdorong untuk memberikan perhatian dengan melakukan kebijakan hukum balk berupa kebijakan dikeluarkannya peraturan di bidang pencucian uang ini serta dibentuknya institusi yang memiliki kebijakan di dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dini Rahayu
"Pentingnya kewajiban pelaporan ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris berupa studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber. Penelitian bertujuan untuk menjawab permasalahan: Bagaimana pengenaaan sanksi administratif bagi bank yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang? Bilamana bank sebagai penyedia jasa keuangan yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dapat dikenakan sanksi pidana karena melakukan tindak pidana pencucian uang? dan Apakah kendala yang dihadapi PPATK untuk menarik bank sebagai penyedia jasa keuangan sebagai pihak yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang?
Dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia, berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (4) UU TPPU jo Pasal 30 ayat (1) UU TPPU, pengenaan sanksi administratif bagi bank yang tidak melaksanakan kewajiban pelaporan baik berdasarkan hasil pengawasan kepatuhan yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun oleh PPATK dilaksanakan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang. Selanjutnya, jika terdapat indikasi tindakan pencucian uang, harusnya bank dapat pula dikenakan sanksi pidana oleh penegak hukum.
Namun dalam pelaksanaannya PPATK memiliki beberapa kendala untuk menarik bank sebagai pihak yang terlibat dalam tindak pidana Pencucian Uang. Kendala pertama adalah regulasi yang dibuat lebih mementingkan bank taat pada sistem dan prosedur sehingga pengenaan sanksi pidana akan menjadi pilihan terakhir serta masih kurang jelas dan tegasnya aturan pelaksanaan dalam pengenaan sanksi. Kendala kedua adalah belum adanya kesatuan pandangan organisasi yang menegakan hukum mengenai kapan bank terindikasi tindak pidana pencucian uang. Kendala ketiga adalah budaya masyarakat perbankan yang memiliki kepentingan bisnis sedapat mungkin tidak ingin terganggu karena pelaporan kepada PPATK.

The importance of reporting obligation is stated in Law Number 8 Year 2010 concerning the Prevention and Eradication of Money Laundering. The research was conducted by using empirical juridical research method with literature study and interview. The research aims to answer some questions: How does the imposition of administrative sanctions for banks that do not implement the reporting obligations based on The Law Number 8 year 2010 Concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering? what If a bank as a financial service provider that does not implement the reporting obligations based on the Law Number 8 year 2010 Concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering can be gotten penalties or may be imposed for a criminal offense of money laundering? and what’s the obstacle will faced by PPATK to attract banks as financial service providers as those involved in money laundering?
In the regime of anti-money laundering in Indonesia, under the provisions of Article 25 paragraph (4) in conjunction with Article 30 paragraph (1) based on The Law Number 8 year 2010 Concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering, imposition of administrative sanctions for banks which do not obey on duty reporting based on results of compliance monitoring conducted by Bank of Indonesia in spite of PPATK, in this case Bank of Indonesia as the competent authority. Furthermore, if there are any indications of money laundering, the bank should also be sanctioned by criminal law enforcement.
But in practice, PPATK has some obstacles to attract banks as parties to the crime of Money Laundering. Firstly, the regulation was created more consider important banks to obedient to the systems and procedures, so that the imposition of criminal sanctions would be the last option as well as still less clear and explicit of rules to implementation the sanctions. Secondly, the same view of organization in law enforcement about when the banks do not implement the reporting obligation it can be subjected to criminal sanctions. Thirdly, the bank users do not want the disruption of the bank for reporting to PPATK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Gani Jaya
"Kejahatan kerah putih (white color crime), layaknya dunia bisnis, sudah tidak lagi mengenal batas negara. Bahkan uang hasil kejahatan dari sebuah negara dapat ditransfer ke negara lain dan diinvestasikan ke dalam berbagai bisnis yang sah. Kegiatan ini disebut sebagai praktik pencucian uang (money laundering). Dengan dimungkinkannya praktik pencucian uang maka memberi peluang bagi pelaku kejahatan untuk terus melakukan tindakan kejahatannya. Untuk mencegah ini maka setiap negara diharapkan mempunyai aturan yang melarang uang hasil kejahatan untuk ditanamkan di berbagai bidang usaha yang sah. Indonesia menjadi salah satu negara yang dari para pelaku kejahatan kerah putih untuk melakukan pencucian uang. Hal ini disebabkari karena pertama, Indonesia selama ini belum memiliki ketentuan yang mengatur larangan bank atau pelaku bisnis untuk menerima uang hasil kejahatan. Tidak ada ketentuan yang membolehkan pelacakan dari mana uang tersebut diperoleh tetapi justru memiliki sistem kerahasiaan perbankan yang ketat, dan kedua, para pelaku kejahatan melihat banyaknya peluang bisnis yang sah yang mereka dapat masuki. Apalagi dengan keterpurukan perekonornian Indonesia belakangan ini dan kebutuhan Indonesia untuk mendatangkan investor asing yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang menarik untuk dimasuki. Praktik kejahatan pencucian uang selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan institusi perbankan dan proses pencucian uang ini dilakukan melalui tiga fase, yaitu: placement, layering, dan integration. Fase pertama, placement, dimana pemilik uang tersebut menempatkan dana haramnya ke dalam sistem keuangan (financial system), melalui bank. Dan satu bank kemudian dipindahkan ke bank yang lain (acount to acount}, dan dari satu negara ke negara yang lain (state to state) maka uang haram tersebut telah menjadi bagian dalam satu jaringan keuangan global (global finance). Dengan demikian bank merupakan pintu utama dari fase pertama tindak kejahatan money laundering. Fase kedua, layering, dimana pemilik dana telah memecah uang haramnya ke dalam beberapa rekening dan antar negara. Hal dilakukan untuk menghindari kecurigaan otoritas moneter mengenai jumlah uang yang demikian besar menjadi beberapa rekening dengan nilai nominal yang relatif, tidak mencurigakan juga diatasnamakan beberapa nasabah yang tidak saling mengenal satu sama lain. Pemecahan ke dalam beberapa lapis nasabah melalui beberapa lapis rekening antarbank antarnegara maka tindakan ini disebut pelapisan dengan maksud menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul dana tersebut. Fase ketiga integration, dilakukan setelah proses layering berhasil mencuci uang haram tersebut menjadi uang bersih (clean money), untuk selanjutnya dapat digunakan dalam kegiatan bisnis atau kegiatan membiayai organisasi kejahatan (crime organization) yang mengendalikan uang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T17285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widhiastuti Kusumandari
"Know Your Customer Principles is a certainty that should be done by a bank in Indonesia as means to prevent and eradicate money laundering criminal act, which are now days become International attention that is joined in Financial Task Force on Money Laundering (FATF), where this institutions still put Indonesia into a country that has not applied money laundering resistant. Besides, considering that banking still dominate financial development tin Indonesia therefore money laundering criminal act should be prevented.
The aim of this thesis research is to know how the apply of Know Your Customer (KYC) principles to prevent money laundering criminal act in bank.
This thesis has been completed by using normative taw research. The secondary data is collected cy conducting library research in form of primary document and data study as the data instruments which collected by using field research in form of interviews to several branches, customer and the person who has authority in the implementation of Know Your Customer (KYC) principles.
Based on the collected data and analysis that has been done by using qualitative descriptive method, it can be concluded that the bank has made a policy and procedure of applying of Know Your Customer (KYC) principles as written by Law Number 1512402 On Money Laundering Criminal Act. However, the apply of Know Your Customer (KYC) principles has not been done perfectly as a unity which covers the procedure of knowing customer, the procedure of identification and verification customer, the procedure of evaluating and reporting which caution chances for people to do money laundering criminal. In the same word, we can say that the apply of Know Your Customer (KYC) principles has not been perfectly prevent and minimize money laundering crime.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19835
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>