Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93335 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurniawan
"Perwakilan Diplomatik RI adalah suatu organisasi intansi pemerintahan yang berada jauh di luar negeri akan tetapi aktif melaksanakan fungsinya untuk kepentingan negara dan warganegaranya dan menyelenggarakan suatu tugas pokok mewakili dan memperjuangkan kepentingan bangsa, negara, dan pemerintah Republik Indonesia serta melindungi warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia di negara penerima dan organisasi intemasional, melalui kebijaksaanaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan baik nasional maupun intemasional. Kedubes RI merupakan administrator dan koordinator yang menyelenggarakan tugas negara dan pemerintahan yang "beraliansi" dengan Departemen Pemerintahan yang menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang politik dan hubungan Iuar negeri, karenanya dapat dikatakan bahwa Perwakilan Diplomatik pada hakekatnya adalah pelaksana politik Iuar negeri RI yang berada di garis depan Fungsi diplomatik dan fungsi konsuler telah menyatu dan fungsi konsuler yang menjadi bagian dari bidang dan tugas pada Perwakilan Diplomatik RI pada kenyataannya dapat mempengaruhi hubungan antar negara, citra Indonesia dan masalah lainnya.
Oleh karenanya, seluruh Perwakilan RI di Iuar negeri harus Iebih memperkuat fungsi konsuler yang sesuai dengan perkembangan di masa depan. Berkembangnya fungsi konsuler yang bersifat pada aspek teknis, administrasi dan pelayanan bagi masyarakat Indonesia dan asing di Perwakilan Diplomatik RI serta pentingnya persoalan konsuler yang pelaksanaannya berlandaskan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, maka fungsi konsuler harus menjadi perhatian tersendiri bagi Pemerintah, Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI sepanjang belum adanya peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur bidang kekonsuleran dan diperkuat pelaksanaannya melalui kompetensi dasar dan profesi diplomat Indonesia, sistem, kebijakan serta peraturan yang melingkupinya.
Perwakilan Diplomatik RI dalam memperkuat fungsi konsuler harus melakukan pendekatan yang khusus atas masalah-masalah atau isu konsuler yang sangat leas dan kompleks melalui pendekatan terhadap isu Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing. Oleh karena itu, Perwakilan Diplomatik, Departemen Luar Negeri, seharusnya membuat kebijakan strategis jangka panjang mengenai peningkatan kemampuan pejabat fungsi konsuler, pengembangan keahlian diplomatnya, perbaikan fungsi pelayanan konsuler yang berfokus pada orang Indonesia dan asing, dan melalui cara-cara pelatihan kepada diplomat yang memegang fungsi konsuler serta melakukan konsolidasi Iembaga-Iembaga terkait yang berhubungan dengan bidang konsuler."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernardino Rakha Adjie Brata
"ABSTRACT
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengatur bahwa kekuasaan dalam menerima duta negara lain berada di tangan Presiden. Akan tetapi, setelah perubahan UUD 1945 itu kekuasaan ini harus dilaksanakan oleh Presiden dengan memerhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Skripsi ini membahas serta menguraikan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam keberadaan pengaturan kekuasaan Presiden dalam menerima duta negara lain sebagaimana terdapat dalam Pasal 13 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan melihat pula pada UUD 1945 naskah asli beserta perdebatan-perdebatan yang timbul dalam perumusan ketentuan ini di dalam UUD 1945 naskah asli dan perubahan serta menggunakan 3 (tiga) negara sebagai persandingan data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai permasalahan yang dapat diulas sebagai akibat dari terdapatnya ketentuan Pasal 13 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan itu yang selain berkaitan dengan hukum tata negara juga bersinggungan dengan hukum diplomatik. Oleh karenanya, perlu adanya berbagai perbaikan terhadap pemahaman dan pelaksanaan Pasal 13 ayat (3) UUD 1945 ini supaya permasalahan-permasalahan yang ada dapat teratasi dengan baik.

ABSTRACT
The 1945 Constitution stipulates that the power to receive foreign ambassadors in Indonesia belongs to the President. However, after the amendment of said Constitution, this power must be exercised by the President by taking into account the opinion of the Peoples Representative Assembly (DPR). This thesis discusses and elaborates problems which arise from the stipulation on the Article 13 paragraph (3) of the Amended 1945 Constitution. Research method used in this thesis is a normative-juridical method with which also looks at the original version of the 1945 Constitution, the discussions and debates which backgrounds the stipulation in the original and amended version of the 1945 Constitution, and also by looking at the stipulations and practices in 3 (three) other countries as comparison. The result of this research shows that there are several problems that can be discussed as a result of the stipulation on the Article 13 paragraph (3) of the 1945 Constitution which relates to the constitutional law and diplomatic law. Therefore, there is a necessity for revisions on the understanding and implementation of this matter so that the problems can be well-resolved."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Luar Negeri RI, 1978
327.2 IND t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Defense diplomacy is a very important component for government comprehensive diplomacy and state defense system. It covers wide range of activities in defense, such as personnel exchanges, ship and aircraft visits, high level official meetings, staff talks, training and exercise, regional defense forum, outreaches, confidence and security building measures, and non proliferation measures. In recent years and the future, diplomacy is even more relevant to be considered, since the challenges in defense sector become higher. In order to conduct the challenging tasks in defense diplomacy, human resources who have high level of competencies in diplomacy are required. The existing recruitment and training systems for defense diplomats need to be improved significantly in order to have ideal diplomat characteristics."
JPUPI 2:2 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anthea Nissa Salsabila
"Tinjauan literatur ini bertujuan untuk memetakan serta melakukan eksplorasi terhadap bahasan perempuan dalam diplomasi. Secara spesifik, tulisan ini melakukan kajian terhadap bagaimana masuknya feminisme ke dalam ilmu hubungan internasional dikaji dan dibahas oleh para akademisi di seluruh dunia. Pemetaan dilakukan secara taksonomi terhadap 47 literatur yang dibagi menjadi tiga (3) sub-kategori: perempuan sebagai agensi, isu-isu perempuan dalam diplomasi, dan diskursus perempuan dalam diplomasi. Dari hasil eksplorasi yang telah dilakukan, penulis melihat bahwa kajian perempuan dalam diplomasi mengalami peningkatan yang signifikan dan mulai menjauh dari tindak maskulinisasi kajian. Sebagai kesimpulan, penulis melihat bahwa kajian perempuan dalam diplomasi adalah kajian yang terus-menerus berkembang untuk mencari peran perempuan yang sempat hilang karena dominasi maskulinitas dalam kajian ilmu hubungan internasional. Selain itu, studi ini juga menyoroti empat (4) kesenjangan dalam kajian-kajian yang sudah ada. Pertama, ketiadaan kajian dari Timur dalam sejarah perempuan dalam diplomasi. Kedua, kurangnya kajian yang melihat perempuan sebagai aktor target diplomasi. Ketiga, kurangnya kajian dalam isu diplomasi secara teoretis. Terakhir, minimnya kajian yang membahas kondisi perempuan dalam diplomasi di wilayah Afrika dan Timur Tengah.

This literature review aims to map and explore the discussion about women in diplomacy. Specifically, this writing focuses on researching how feminism penetrates international relations and is discussed by scholars around the world. The mapping is done taxonomically towards 47 works of literature which will be divided into three (3) sub-categories: women as agency, women issues in diplomacy, and women’s discourse in diplomacy. From the exploration, the writer sees that the discussion of women in diplomacy increased significantly and started to move away from the masculinization of discussion. In a conclusion, the writer sees that the discussion of women in diplomacy is an ever-continuing discussion that grows to see the role of women that was lost due to the domination of masculinity in the discussion of international relations. Aside from that, this study also highlights four (4) gaps in the available discussion. First, is the absence of discussion from the Eastern perspective on the history of women in diplomacy. Second, is the lack of studies that sees women as the targeted actor of diplomacy. Third, is the lack of studies regarding diplomatic issues theoretically. Last, the studies on women in diplomacy in Africa and the Middle East are minimum."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Soekarno, 1901-1970
"Buku ini berisi amanat Presiden Soekarno pada pelantikan KASAD Major Djendral Achmad Jani dan Duta-duta Besar Soedjono dan A.G. Maengkom dan Duta Busono Darusman, pada tanggal 23 Juni 1962. selain itu, berisi amanat Preseiden pada pelantikan Duta Besar Armunanto pada tanggal 19 mei 1962."
Djakarta: Departemen Penerangan RI, 1962
K 320.959 SOE a
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Vitcu, Dumitru
Editura: Academili , 1989
327.209 2 VIT d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Queensland: University of Queensland Press, 1979
320.991 MIL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Oudendyk, William J.
London: Peter Davies, 1939
923.249 2 OUD w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Huy︎, Ha Trieu
"This article aims to review the evolution of the Republic of Vietnam (RVN)’s involvement in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), which was founded in 1967 by Thailand, Malaysia, Singapore, the Philippines, and Indonesia. South Vietnamese leaders and diplomats designed a new foreign policy under the administration of Nguyen Van Thieu (1967–75) that shifted focus to Southeast Asia alongside the RVN’s long-standing camaraderie with the United States. This demonstrated Thieu’s keenness to engage with regional states for the purpose of nation-building and an anti-Communist future. The RVN’s engagement with ASEAN reflected its efforts to foster a regionalization process along with peace, stability, and development in Southeast Asia, particularly after the withdrawal of the US and its allies. This study uses a qualitative approach, employing a wide range of archival collections housed at the National Archives Center II, Ho Chi Minh City and a handful of desk-research papers. The relationship is periodized into two phases. During the first phase (1967–72), the RVN embraced ASEAN’s values and, despite its observer status, expected help in achieving its security and economic goals. After the 1973 Paris Peace Accords, ASEAN increasingly distanced itself from the RVN as members changed their stances, particularly as attacks by the Democratic Republic of Vietnam escalated in RVN territories. This paper aims to bridge a gap in scholarship by examining the positioning of the RVN in international and regional relations during the Cold War."
Kyoto : Nakanishi Printing Company, 2023
050 SEAS 12:3 (2023)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>