Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189414 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Helmi Yusuf
"Koordinasi Pengadaan Tanah untuk Perusahaan Pembangunan Perumahan sangat penting diwujudkan efektifitasnya, oleh karena bila koodinasi itu tidak efektif, maka dapat mengakibatkan adanya keresahan sosial bahkan konflik yang berkepanjangan serta menghambat laju pembangunan di Propinsi Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan pada Keppres 55 Tahun 1993 bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum, diusahakan dengan cara seimbang dan ditempuh dengan cara musyawarah langsung dengan para pemegang hak atas tanah.
Namun masalah yang dihadapi oleh para developer di Daerah Tingkat II Kabupaten Tangerang Jawa Barat ternyata dari 27.263,8463 Ha tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan perumahan, realisasinya yang dicapai hanya 59,32% dari luas tersebut. Hal ini disebabkan oleh kurang efektifnya koordinasi panitia pengadaan tanah.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang akan diuji adalah besarnya nilai ganti rugi pemegang hak atas tanah, motivasi penjual, kesadaran hukum penjual, ganti rugi oleh developer, motivasi developer, kesadaran hukum developer, kesatuan tindakan personal panitia, penetapan nilai ganti rugi oleh pemerintah, keteraturan tugas-tugas personalia, motivasi personal panitia, pengawasan dan komunikasi, berpengaruh terhadap efektivitas koordinasi panitia pengadaan tanah.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan 77 sampel responden di lapangan dan temuan dianalisis dengan model regresi linier berganda melalui pendekatan "management science and ranking statistical weighting".
Dari temuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1) Hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa besarnya ganti rugi, motivasi dan kesadaran hukum pemegang hak atas tanah, ganti rugi, motivasi dan kesadaran hukum developer, kesatuan tindakan, penetapan ganti rugi panitia, motivasi panitia, pengawasan dan komunikasi, berpengaruh nyata terhadap efektivitas koordinasi pengadaan tanah di Kabupaten Tangerang, ternyata dapat diterima setelah diuji secara statistik.
(2) Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap efektivitas koordinasi panitia pengadaan tanah di Kabupaten Tangerang adalah peningkatan nilai ganti rugi oleh developer yang didukung oleh kesadaran hukum yang dimiliki oleh para pemegang hak atas tanah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Ibrahim
"Kebijakan penguasaan tanah skala besar untuk pembangunan perumahan
dan permukiman merupakan kebijakan Pemerintah ORDE BARU yang berbasis
paradigma pertumbuhan ekonomi telah mendorong investor menanam modalnya di
sektor perumahan dan permukiman. Konsekuensi Iogis dari kebijakan tersebut
menciptakan kemudahan pengembang memperoleh tanah dalam ukuran yang Iuas,
tumbuhnya perumahan baru serta hunian skala kota baru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perumusan kebijakan
penguasaan tanah skala besar untuk pembangunan perumahan dan permukiman
telah sesuai dengan amanat UUPA 1960. Kemudian, apakah implementasi kebijakan
tingkat operasional teiah memberikan manfaat bagi pelaku pembangunan,
mendorong produktivitas tanah dan pengembangan wilayah di Kabupaten Bekasi.
Selanjutnya, rekomendasi apa saja yang diperlukan bagi penyempurnaan kebijakan
tersebut agar Iebih baik.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, bersifat explanatif - evaluasi dan
memakai landasan teori hirarki kebijakan (Bromley, 1989) dengan studi kasus di
Kabupaten Bekasi.
Kebijakan penguasaan tanah skala besar untuk pembangunan perumahan
dan permukiman telah gagal mencapai sasaran yang telah diamanatkan oleh UUPA.
Namun menghasilkan dampak positif terhadap program pembangunan dan
permukiman di satu pihak dan dilain pihak menguntungkan bagi pengembang skala
besar serta merugikan secara sosial - ekonomi bagi pemilik tanah dan masyarakat
sekitar, serta menambah beban dan tanggung jawab baru bagi Pemerintah
Kabupaten Bekasi. Kegagalan kebijakan terletak pada Pemerintah itu sendiri, dan
tidak efektifnya pelaksanaan di Iapangan.
Ketidakberhasilan kebijakan dimaksud disebabkan (a) sistim pemerintahan
yang sentralisasi, (b) perumusan peraturan pelaksanaan UUPA yang kurang
memadai, (c) Implementasi kebijakan yang kurang mempertimbangkan efisiensi,
pemerataan, perlindungan hukum, transparan dan (d) kegagalan Pemerintah.
Rekomendasi bagi penyempurnaan kebijakan yang lebih baik melalui peningkatan
kapasitas Pemerintah Pusat dan Daerah: pertama, menyempurnakan dan
melengkapi peraturan perundang-undangan terkait; gay, memberikan
kewenangan yang besar urusan pertanahan kepada Pemerintah Daerah; dan ketiga,
menyempurnakan sistim administrasi kebijakan di bidang perizinan, pengawasan dan
penertiban, komunikasi dengan pengembang, sosialisasi peraturan dan
pengembangan kelembagaan di tingkat operasional."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T3087
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Binsar
"Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan beberapa tahun terakhir ini sering menimbulkan masalah, terutama jika dikaitkan dengan proses pelepasan hak oleh pihak yang memerlukan tanah. Permasalahan itu terfokus pada tata cara pelepasan hak, jumlah dan besarnya ganti kerugian serta tidak efektifnya penggunaan tanah oleh para pengembang setelah berada dalam penguasaannya. Oleh karena itu untuk mengantisipasi timbulnya masalah baru di bidang pertanahan, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan dibidang pertanahan dalam hubungannya dengan penanaman modal, yaitu paket deregulasi yang berlaku pada tanggal 23 Oktober 1993.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengungkap secara jelas mengenai pengaruh paket deregulasi, tingkat pendapatan, tingkat kepadatan penduduk, jumlah dan besarnya ganti kerugian serta tata cara atau sistem pendekatan yang dilakukan oleh para pengembang terhadap kelancaran kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan.
Tatacara pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan metode perhitungan statistik dan metode deskriktif dengan menggunakan bentuk non probability sampling dengan tata cara purposive sampling. Adapun jumlah sampel yang ditentukan berdasarkan jumlah populasi 750 KKlorang dari jumlah penduduk keseluruhan ialah sebanyak 251100 atau 0,25 % dari jumlah populasi.
Paket deregulasi merupakan faktor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan pengadaan tanah yang dilakukan oleh para pengembang untuk kepentingan pembangunan perumahan. Selain itu faktor pemberian jumlah ganti kerugian dan tata cara atau sistem pendekatan yang dilakukan oleh para pengembang juga berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan pengadaan tanah. Mengenai tingkat pendapatan dan kepadatan penduduk, yang sebelumnya diduga berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan pengadaan tanah, ternyata tidak mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kelancaran pelaksanaan pengadaan tanah.
Penelitian ini diharapkan untuk memberi masukan bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan pada umumnya dan pembangunan perumahan pada khususnya. Selain itu diharapkan menjadi bahan koreksi bagi pelaksanaan pengadaan tanah oleh para pengembang pada masa yang akan datang, sehingga pada akhirnya dapat meminimalkan permasalahan yang timbul dalam kegiatan pengadaan tanah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sri Aminah, auuthor
"Perumahan mempunyai fungsi dan peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Salah satu usaha pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dilakukan melalui peningkatan pembangunan perumahan dan pengembangan permukiman.
Pembangunan perumahan pelaksanaannya melalui proses yang panjang dan melibatkan berbagai instansi. Sering terjadi kesemrawutan dalam proses pelaksanaan pembangunannya dan banyak keluhan penghuni atas kurang baiknya penyediaan prasarana di lingkungan perumahannya masing-masing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang koordinasi pelaksanaan kegiatan pembangunan perumahan di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi serta faktor-faktor apa yang menghambat dalam pelaksanaan koordinasi tersebut. untuk dapat menggambarkan koordinasi tersebut, disamping mendalami dan mempelajari bahan-bahan tulisan yang bersangkutan dengan pembangunan perumahan, maka diadakan penelitian di lapangan dimana para individu dari instansi yang terkait dalam koordinasi pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut dijadikan nara sumber dalam penelitian ini dengan menggunakan tehnik wawancara yang mendalam.
Koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan perumahan sangat diperlukan karena pembangunan perumahan melibatkan berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta. Mekanisme koordinasi yang baik dapat dicapai melalui kepemimpinan yang tepat dan terjalinnya komunikasi yang efektif serta kesesuaian pendapat antara semua pihak dengan terwujudnya kesepakatan diantara pihak-pihak yang terkait.
Dari basil penelitian dapat dikemukakan bahwa koordinasi pelaksanaan pembangunan perumahan di Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi masih dihadapkan pada hambatan-hambatan. Hambatan tersebut terjadi karena instansi-instansi terkait yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan perumahan kurang menyadani arti pentingnya koordinasi. Bahwa Koordinasi berdasarkan pengamatan harus diusahakan bukan hanya dibiarkan berjalan dengan sendirinya walaupun sudah ada dasar hukumnya. Dari segi kepemimpinan Bappeda sebagai koordinator kurang memotivasi instansi yang terkait yang terlibat dalam koordinasi pembangunan perumahan. Dari segi komunikasi hambatan disebabkan karena kekurang lengkapan informasi yang diberikan oleh instansi yang satu kepada instansi yang lain. Dari segi kesepakatan, kesepakatan antara instansi yang terkait masih rendah. Hal ini menyebabkan masing-masing instansi cenderung berjalan sendiri sendiri dalam melakukan tugasnya.
Untuk itu disarankan antara lain koordinator harus lebih aktif dan memiliki inisiatif untuk memotivasi dan menumbuhkan kesadaran diantara instansi terkait bahwa keberhasilan pembangunan perumahan tergantung dari kerjasama semua instansi yang terkait. Disamping itu Bank Tabungan Negara atau bank pemberi kredit yang lain sebaiknya dilibatkan secara aktif dalam koordinasi pembangunan perumahan sebagai anggota Tim Koordinasi."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Indrawati
"Jumlah penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya, pada tahun 2000 akan mencapai sekitar 210 juta jiwa, dan diperkirakan 40% nya tinggal di daerah perkotaan. Dampaknya adalah peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan. Salah satunya adalah perumahan, yang merupakan gejala umum yang terjadi khususnya di perkotaan. Untuk menanggulangi masalah perumahan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dengan memperlunak peraturan pembangunan perumahan dan memberikan pelayanan penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah dan sedang. Salah satunya dengan membentuk sistim pembayaran melalui Kredit Pemilikan Rumah. Tingginya jumlah rumah tangga yang membutuhkan rumah di Jabotabek menimbulkan keinginan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi setiap pemilik rumah dalam menentukan lokasi perumahannya. Atas dasar itu maka telah dilakukan penelitian di Jabotabek untuk 1) mengetahui jumlah kebutuhan rumah di Jabotabek dan perkotaan Indonesia, berdasarkan faktor demograf, tingkat penggantian dan tingkat kekurangan dari rumah, 2) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemilik dalam memilih lokasi perumahan. Dan 3) melihat faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan efektif terhadap rumah.
Pertumbuhan penduduk Jabotabek khususnya dan daerah perkotaan di Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh: pertambahan penduduk alamiah, migrasi neto penduduk dan rekiasifikasi desa menjadi kota. Unsur ini mempengaruhi kebutuhan rumah berdasarkan faktor demografi. Disamping itu, juga diperhitungkan kebutuhan rumah untuk mengganti rumah yang tidak memenuhi persyaratan yaitu sebesar 2% dan jumlah rumah dan kekurangan rumah yang tidak terpenuhi dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 1% dari jumlah rumah. Untuk mengetahui pola penyebaran lokasi perumahan dilihat melalui alasan pemilihan lokasi perumahan melalui survey lapangan di perbatasan Jakarta dengan Bogor, Tangerang dan Bekasi. Ada tiga faktor utama yang diteliti yaitu kemudahan hubungan ketempat bekerja dan sekolah anak, harga tanah di lokasi tersebut dan fasilitas yang tersedia disekitar perumahan juga termasuk kenyamanan lingkungannya. Ketiga alasan ini diuji dengan menggunakan metode chi kuadrat Variabel yang dianggap mempengaruhi permintaan efektif terhadap rumah atau pengeluaran untuk rumah adalah besarnya pendapatan konsumen, harga rumah yang dibelinya dan jumlah anggota rumah tangga. Variabel tersebut dirangkum dalam satu model regresi untuk melihat signifikansi variabel bebas dengan variabel terikatnya yaitu pengeluaran untuk perumahan dengan menggunakan metode Pangkat Dua Terkecil Biasa (Ordinary Least Square, OLS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rumah yang dibutuhkan baik di Jabotabek maupun perkotaan Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun, dan faktor pertambahan penduduk merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya setiap tahunnya. Bila kita bandingkan jumlah kebutuhan rumah dengan jumlah rumah yang disediakan oleh sektor formal ternyata setiap tahun kebutuhannya melebihi dari yang dapat disediakan oleh sektor formal. Dari hasil pengujian chi kuadrat terhadap alasan pemilihan lokasi temyata ketiga alasan pemilihan lokasi (yaitu kemudahan hubungan, harga tanah/rumah dan fasilitas lingkungan) sangat mempengaruhi setiap konsumen dalam memilih lokasi perumahan dan dari hasil penelitian lapangan ternyata dari ketiga faktor alasan tersebut yang paling dominan pengaruhnya adalah harga rumah yang terjangkau, sehingga mereka memilih lokasi tersebut diikuti oleh kemudahan hubungan dan kelengkapan fasilitas dimana termasuk didalamnya kenyamanan lingkungan. Hasil perhitungan persamaan permintaan perumahan dengan menggunakan data konsumen KPR-BTN di Botabek, dan Jakarta tidak digunakan. Hal ini dikarenakan untuk beberapa tahun terakhir ini tidak ada yang mengambil fasilitas yang disediakan oleh pemerintah tersebut, Besarnya perubahan pendapatan mempengaruhi besarnya pengeluaran untuk rumah, dengan mengasumsikan faktor lainnya tetap konsumen akan meningkatkan pengeluaran untuk rumah jika pendapatannya meningkat, tetapi besarnya peningkatan pengeluaran untuk rumah tidak lebih besar dan kenaikan pendapatan, sehingga dapat kita katakan bahwa rumah merupakan barang pokok bagi konsumen KPR-BTN dan bukan barang investasi. Harga rumah mempengaruhi pengeluaran untuk rumah, dengan mengasumsikan faktor lainnya tetap bila harga rumah meningkat maka pengeluaran untuk perumahan meningkat pula, dimana peningkatan pengeluaran untuk rumah lebih kecil dari peningkatan tingkat harga dari rumah. Sedangkan faktor jumlah anggota rumah tangga ternyata tidak mempengaruhi pengeluaran untuk perumahan.
Dari hasil pengamatan dimana disatu sisi kebutuhan akan rumah meningkat terus setiap tahunnya dan pola permintaan rumah sangat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan tingkat harga rumah, sedangkan data menunjukkan bahwa besarnya pendapatan seluruh rakyat Indonesia yang terbesar yaitu + 80% berada pada kelompok golongan berpendapatan menengah dan rendah, kemudian adanya perubahan tata cara kehidupan rumah tangga muda karena adanya proses modernisasi, maka jenis rumah yang paling tepat dibangun adalah rumah tipe kecil dengan fasilitas yang cukup lengkap dan lingkungan alam yang nyaman dan asri."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryana, 1960-
"Pembangunan perumahan dan permukiman yang marak di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang dipengaruhi pula oleh kondisi Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang yang terikat dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek. Sehingga Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang menyiapkan alokasi lahan untuk kepentingan tersebut seluas 60.404 Ha atau 54,4% dari luas wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang yaitu 111.038 Ha.
Pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1998 telah dikeluarkan Ijin Lokasi untuk perumahan dan permukiman seluas 39.687,10 Ha tetapi lokasi yang dikuasai baru 22.001,98 Ha dan baru dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman seluas 8.405,83 Ha (38 %) dari luas yang dibebaskan. Sehingga terdapat lahan tidur yang tidak produktif seluas 13.596,15 Ha.
Mengacu kepada pembangunan perumahan dan permukiman berimbang 6 : 3 : 1 luas lahan 13.201,18 Ha akan menghasilkan rumah sederhana 880.079 unit, rumah menengah 141.441 unit dan rumah mewah 13.201 unit. Sedangkan kebutuhan rumah di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang sampai tahun 2002 hanya 644.466 unit sehingga terjadi over supply 390.275 unit.
Masalah yang akan timbul dalam jangka panjang dari tumbuhnya perumahan dan permukiman di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang dalam luasan di atas adalah biaya pemeliharaan prasarana lingkungan, fasilitas sosial dan utilitas umum yang setiap tahun memerlukan dana sebesar Rp 89.876.000.000,00.
Berdasarkan hasil kajian teoritis dan penelitian lapangan kiranya Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang perlu mengkaji ulang kebijakan penataan ruang, terutama pengalokasian lahan untuk perumahan dan permukiman yang pada akhirnya menjadi beban. Di sisi lain dalam memelihara kondisi eksisting sekarang perlu mengambil langkah pemeliharaan prasarana lingkungan, fasilitas sosial dan utilitas umum melalui pemberdayaan masyarakat/penghuni untuk memobilisasi dana dan mengembangkan kemitraan antara swasta dan pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Silva, Lambert B.C. Da
"Tanah merupakan titik awal dan titik akhir kehidupan manusia khususnya dan kehidupan di dunia ini pada umumnya. Tanah merupakan titik awal dan titik akhir karena tanah di dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting, sebagian besar dari kehidupannya bergantung pada tanah. Tanah dapat dinilai sebagai suatu harta yang _mempunyai sifat "permanent" sebagai modal kehidupan di masa mendatang, Tanah juga merupakan tempat pemukiman bagi manusia dan juga sebagai sumber mencari nafkah melalui usaha pertanian dan perkebunan dan lain sebagainya.
Secara konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat (3) memberikan landasan hukum bahwa bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari ketentuan dasar ini dapat diketahui bahwa kemakmuran rakyatlah yang menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Negara Republik Indonesia adalah merupakan suatu organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia yang dibentuknya guna mengurus serta menyelesaikan semua kepentingan dari seluruh rakyat Indonesia. Atas dasar inilah kemudian seluruh rakyat kembali melimpahkan wewenang yang dimilikinya kepada negara selaku Badan Hukum Penguasa untuk berwenang sepenuhnya menguasai, mengatur, mengurus serta menyelesaikan semua persoalan yang berhubungan dengan kehidupan bernegara termasuk pengelolaan fungsi bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Propinsi Nusa Tenggara Timur pada umumnya, dan Kabupaten Daerah Tingkat II Kupang khususnya, merupakan sebagian kecil dari wilayah Republik Indonesia, memiliki berbagai macam masalah yang menyangkut tanah, agraria, pertanian, sosial budaya, ekonomi, dan lain sebagainya yang memerlukan perhatian secara serius baik oleh Pemerintah maupun masyarakatnya jika ingin mencapai kehidupan yang lebih baik, mengingat bahwa sebagian besar masyarakatnya masih hidup dibawah garis kemiskinan. Di samping itu sebagian besar penduduk.
Kabupaten Kupang sumber penghidupannya tergantung dari usaha tani sehingga masalah tanah dan masalah pertanian serta pembangunan fisik pada umumnya yang berkaitan dengan tanah perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemerintah dalam menangani masalah pertanahan di dalam usaha meningkatkantaraf hidup masyarakat secara keseluruhan, khususnya dalam sektor pertanian yang sampai sekarang ini masih dilakukan utama secara berpindah-pindah."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yadi Hidayat
"Untuk mengatasi masalah kesehatan yang muncul sebagai dampak krisis ekonomi, pemerintah telah memberikan pelayanan kesehatan bagi Keluarga Miskin (Gakin) melalui program PKPS-BBM Bidkes diantaranya dengan memberikan biaya pertolongan persalinan oleh tenaga bidan sebesar Rp. 150.000. Pemanfaatan dana pertolongan persalinan masih rendah. Oleh sebab itu penulis ingin mengetahui berapa biaya satuan untuk pertolongan persalinan serta pemanfaatannya oleh Gakin.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan melakukan analisis ekonomi terhadap kebutuhan biaya pertolongan persalinan bagi Gakin serta melakukan Survey Cepat untuk mengetahui pemanfaatan pertolongan persalinan oleh keluarga miskin serta faktor - faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pertolongan persalinan. Penelitian kualitatif digunakan untuk memperoleh jawaban atau informasi mendalam yaitu: persepsi bidan desa dalam melaksanakan pertolongan persalinan, kecukupan biaya pertolongan persalinan dan mekanisme pencairan biaya pertolongan persalinan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya pertolongan persalinan yang sesuai dengan kebutuhan adalah sebesar Rp. 213.250. Adapun Gakin yang memanfaatkan pertolongan persalinan dengan bidan sebanyak 69, 9 %. Dan faktor bidan sebagai provider yang mempengaruhi pemanfaatan pertolongan persalinan adalah karena biaya pengganti untuk pertolongan persalinan gakin relatif kecil dan lamanya proses pencairan dana pertolongan persalinan. Dari faktor ibu bersalin Gakin, faktor yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan persalinan oleh bidan antara lain: ketidaktahuan Gakin bahwa persalinan dengan bidan tidak dipungut biaya dan khawatir bayar mahal kalau ditolong oleh bidan.
Secara garis besar hasil dari penelitian ini adalah diperlukan upaya-upaya pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi Gakin khususnya pelayanan pertolongan persalinan melalui penyesuaian kembali biaya pertolongan persalinan yang sesuai kebutuhan, memudahkan mekanisme pencairan dana pertolongan persalinan, sosialisasi tentang hak gakin memperoleh pelayanan kesehatan serta dengan peningkatan kinerja bidan di desa.

The government has given a health service for Poor Family (Gakin) by PIPS-BBM Bidkes program to overcome the health problem which emerges as an economic crisis impact, such as giving the expense of helping child birth by midwife is equal to 150.000 rupiahs. The used of helping child birth cost is still lower. Because of this, the writer wishes to know how much set cost of helping childbirth and also it?s used by Gakin.
This research is a quantitative research by conducting an economic analysis of child birth cost requirement for Gakin and also conducting a Rapid Survey to know the used of helping child birth by poor family and also the factors that related to help child birth. A qualitative research is used to get an answer or deep information, such as countryside midwife perception in conducting child birth help, cost sufficiency of helping child birth and cost mechanism of helping child birth.
The research result indicates that cost of helping child birth which is available with requirement is equal to 213.250 rupiahs. Gakin which has been used child birth help by a midwife is almost 69, %. From midwife factor as provider which affected the used of helping child birth because substitution cost for helping child birth of Gakin is low relatively and long duration of cost liquefaction process of helping childbirth. From child birth mother factor of Gakin, as a factor which affected the lower of using a child birth by midwife such as: ignorance of Gakin that child birth by midwife is not getting charge and they are worry to pay high cost if they are helped by a midwife.
From marginal result of this research, it was suggested to government and society efforts to improve the health service access for Gakin, especially the service of helping child birth by adjustment return the cost of helping child birth which is available with requirement, facilitating the cost liquefaction mechanism of helping child birth, socialization concerning Gakin rights to get health service and also the improvement of midwife performing in countryside.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T20059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>