Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153400 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andrinaldi
"Program Pembangunan Sarana Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PAB-PLP) yang dilaksanakan di Desa Pandam Gadang Timur Kecamatan Gunung Mas Kabupaten Lima Puluh Kota, merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakal melalui perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. Program PAB-PLP dilaksanakan dengan pendekatan pembangunan yang bertumpu pada peran aktif masyarakat (community based management) yang bertujuan untuk menyiapkan masyarakat, melalui institusi pengelola program, agar mereka mampu mengeiola dan memelihara sarana yang telah dibangun sehingga tercapainya kelestarian dan pengembangan program PAB-PLP. Hal ini tidak akan terjadi dengan sendirinya tanpa adanya upaya pemberdayaan yang intensif dalam mempersiapkan masyarakat untuk menerima dan melestarikan program.
Pencrapan model pengembangan masyarakat merupakan salah satu intervensi pemerintah sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat agar dapat meningkatkan intsiatif (prakarsa) dan kemampuan (swadaya) masyarakat. Olch karena itu ruang lingkup tesis ini meliputi kebijakan program PAB-PLP yang diterapkan dengan model pengembangan masyarakat, proses penerapan program PAB-PLP, falctor-faktor yang menjadi penghambat dalam pemeliharaan dan pengembangan program PAB-PLP.
Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan penelitian yang bersifat kualitatif terhadap pelaksanaan program PAB-PLP. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan, wawancara secara mendalam dan observasi terhadap pihak-pihak yang terkait dalam proses pelaksanaan program PAB-PLP.
Dari hasil penelitian, diperoleh gambaran bahwa upaya pemberdayaan yang dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan masyarakat untuk menerima program PAB-PLP mulai tahap persiapan sampai pasca proyek, belum mencapai hasil yang menggembirakan. Ketidakpahaman institusi dan warga masyarakat sejak awal mengakibatkan mereka kesulitan memasuki tahap selanjutnya sehingga partisipasi masyarakat hanya sampai tahap bekerja ke arah pcruhahan, belum pada tahap generalisasi dan stabilisasi perubahan serta terminasi relasi perubahan. Hal ini antara lain disebabkan : penjabaran kebijakan dari Pemerintah Kabupaten yang kurang tepat, kurangnya pemahaman petugas terhadap program sehingga penerapan strategi pemberdayaan lebih diarahkan pada masyarakat dari pada institusi pengelola program di tingkat desa, rendahnya kemampuan pengurus UPS untuk melanjutkan peran pemberdayaan kepada masyarakat setelah peran pendampingan petugas berakhir. dan nilai-nilai budaya masyarakat yang kurang mendukung.
Walaupun demikian, upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut sangat berarti dalam merubah pandangan tentang pola pembangunan selama ini. Pembangunan yang dilaksanakan lebih ditekankan pada pendekatan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Sehingga memandang masyarakat sebagai pelaku utama (subyek) pembangunan ketimbang hanya sebagai sasaran (obyek) dari pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Azmar
"PEMBERDAYAAN PETANI GAMBIR (Studi Tentang Upaya Peningkatan
Keberdayaan Petani Gambir Di Desa Muaro Paiti Kecamatan Kapur IX
Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat)
Ix+5 BAB, 107 Hal, 41 Kepustakaan, 2 Lampiran
ABSTRAK
Tesis ini meneliti tentang upaya pemberdayaan petani gambir di desa Muaro Paiti Kecamatan kapur IX kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Pemberdayaan petani gambir dirasa penting karena gambir merupakan komoditi ekspor dari propinsi Sumatera Barat khususnya bagi Kabupaten Lima Puluh Kota. Desa.Muaro Paiti mempunyai potensi yang besar untuk pengembangan tanaman ini karena sebagian besar dari penduduk bermata pencaharian sebagai petani ganibir dan masih banyak lahan yang dapat diolah untuk pengembangan usaha.. Tujuan dari penelitian ini adalah pertama, memahami kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan petani gambir. Kedua, mempelajari penerapan kebijakan peraberdayaan petani gambir. Dan ketiga, mempelajari kendala-kendala yang ditemui di lapangan dan upaya-upaya untuk menanganinya.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, dan studi lapangan dengan menggunakan wawancara mendalam serta observasi di lapangan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam program pemberdayaan ini telah melibatkan warga masyarakat khususnya petani gambir, dengan mengikutsertakan mereka dalam menentukan apa yang dibutuhkan, misalnya dalam menentukan apakah mereka membutuhkan peningkatan kesuburan tanah atau perluasan kebun gambir. Kemudian dalam
proses pemberdayaan terlihat bahwa petugas belum memahami kebijakan serta fungsinya sebagai enabler dengan baik. Frekwensi petugas dalam proses pemberdayaan petani gambir terutama dalam kunjungan lapangan untuk menjelaskan lebih lanjut tentang program peningkatan hasil perkebunan gambir, manfaat dan bagaimana penerapan dana bergulir, mendorong masyarakat untuk memahami dan mengatasi masalah dalam kelompoknya secara bersama, masih kurang. Dia secara berkala hanya mendatangi kebun-kebun gambir yang dekat dengan perkampungan, sedangkan kebun-kebun yang jauh dari perkampungan lepas dari pantauannya, sehingga hanya petani yang mempunyai kebun dekat dengan perkampungan saja yang mendapatkan tambahan pengetahuan dan keterampifan untuk mengelola perkebunan gambir. Pada pelaksanaan program pemberdayaan petani gambir khususnya bantuan dana bergulir kepada petani, untuk rehab.ilitasi kebun gambir melalui Program Pengembangan Wilayah Terpadu (PPWT)'sub sektor perkebunan, belum dapat terlaksana. Pengguliran dana belum terjadi, sehingga petani yang lain belum menikmati bantuan dana bergulir.
Perbaikan yang perlu dilaksanakan untuk program pemberdayaan petani gambir dimasa mendatang adalah dengan meningkatkan iungsi petugas yang diimbangi dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas dalam pemberdayaan masyarakat khususnya kelompok petani gambir, memberikan fasilitas yang memadai kepada petugas agar dapat menjangkau wilayah tugasnya dengan frekwensi sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain itu dalam melaksanakan tugas diperlukan supervisi terhadap petugas dan pemantauan penerapan program oleh Dinas Perkebunan. Ke depan perlu dikembangkan teknik-teknik baru yang lebih efektif dalam pemasaran sosial program atau dalam penyampaian informasi dan penguasaan keterampilan kepada kelompok petani gambir.
"
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kambuaya, Carlos Clief
"Kemiskinan yang dialami penduduk desa Katapang ditandai dengan rendahnya tingkat pendapatan, merosotnya daya beli masyarakat, bangkrutnya usaha kecil dan rumah tangga, rendahnya kualitas sumber daya manusia, buruknya sanitasi lingkungan, rawan gizi dan derajat kesehatan masyarakat yang rendah. Kompleksitas permasalahan tersebut diperparah lagi dengan krisis multidimensi yang menyebabkan angka pengangguran bertambah meningkat, banyak orang hilang pekerjaan karena di PHK, dan bertambahnya penduduk miskin baru.
Solusi untuk mengatasi kompleksitas permasalahan kemiskinan di atas, pemerintah meluncurkan kebijakan P2KP. Tidak seperti kebijakan penanggulangan kemiskinan sebelumnya dimana dominasi pemerintah masih nampak, maka dalam kebijakan P2KP, kegiatan penanggulangan sepenuhnya dilimpahkan kepada keluarga miskin yang tergabung dalam wadah KSM untuk melaksanakan sendiri dengan mendapat pemberdayaan dari LSM dan Perguruan Tinggi.
Strategi untuk mempelajari pemberdayaan yang dilakukan, dipakai pendekatan kualitatif yang bertujuan mendeskripsikan proses dan langkah-langkah pemberdayaan yang ditujukan kepada anggota KSM dan bagaimana keterlibatan penduduk miskin didalam rangkaian proses tersebut. Untuk membuat deskripsi tersebut, digunakan teknik wawancara mendalam dan pengamatan langsung untuk melihat proses pemberdayaan yang dilaksanakan. Hasil dari pemberdayaan penduduk miskin di desa Katapang dilakukan Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) dari Universitas Winaya Mukti (Unwim), adalah :
- Proses pemberdayaan telah mengikuti langkah-langkah pengembangan masyarakat yaitu dimulai dengan pengorganisasian kelompok dan pemasaran sosial program, kemudian diikuti dengan fasilitasi penyusunan rencana dan usulan kegiatan, bantuan pendampingan dalam pelaksanaan kegiatan, memberikan pengawasan melalui monitoring dan evaluasi serta diakhiri dengan pemutusan hubungan (terminasi).
- Hasil yang dicapai dalam proses pemberdayaan sesungguhnya belum maksimal karena proses pendampingan, luasnya wilayah, pemantauan dan evaluasi,. dan dukungan dari penanggung jawab program yang belum optimal.
- Proses pemberdayaan meskipun belum maksimal, namun beberapa hasil positif yang dicapai adalah : (1) Anggota KSM telah memanfaatkan dana bantuan kredit secara bertanggung jawab untuk membuka usaha-usaha produktif yang dapat memberikan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan hidup, (2) Anggota KSM telah berperan sebagai pelaku pasar yang aktif karena sudah tumbuh budaya berusaha, (3) Proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dari bawah mulai berkembang, (4) Kebiasaan bekerja dan berusaha sendiri berubah menjadi bekerja dan berusaha dalam kelompok.
- Dampak sampingan yang muncul akibat proses pemberdayaan yaitu terjadi perpecahan antara kepala desa dan pengurus BKM, serta munculnya hubungan kerja dalam organisasi KSM yang mengarah pada Patron - Klien.
- Faktor-faktor dari dalam yang menyebabkan perbedaan perkembangan antara KSM Bahrurchoir dan KSM Karya Usaha adalah : faktor permodalan, status usaha, faktor kepemimpinan ketua kelompok. Sedangkan eksternal adalah keterbatasan Faskel dan kurangnya pengawasan dan pembinaan dari penanggung jawab program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Baginda P.
"Secara garis besar penelitian ini menjelaskan tentang pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", yang merupakan suatu program yang dilaksanakan di Kota Medan dan peranannya dalam peningkatan partisipasi masyarakat. Penelitian ini menjadi sangat penting mengingat bentuk pemerintahan terendah di Kota Medan mengalami perubahan yang selama ini menganut azas Sentralisasi berubah menjadi azas yang menganut Desentralisasi, yang di mulai seiring dengan pemberlakuan Otonomi Daerah pada tahun 2001.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara dengan para informan yang ada di Kecamatan Medan Belawan yang dipilih secara purposive, sementara itu untuk mendukung data diatas, penelitian ini juga dilakukan dengan pengamatan (observasi), dan untuk lebih menjelaskan data yang ditemukan dari para informan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembinaan masyarakat yang merupakan salah satu kegiatan dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat, tetapi dengan masih membutuhkan bantuan dari pemerintah kelurahan, sehingga pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" di Kecamatan Medan Belawan masih banyak tergantung kepada pemerintahan kelurahan. Tetapi, pada umumnya pelaksanaan kegiatan pembinaan masyarakat tersebut di Kecamatan Medan Belawan dinilai sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat.
Pemberian wewenang yang lebih besar kepada pemerintahan kelurahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis ini, dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", belum sepenuhnya mampu terwujud. Hal ini disebabkan masih banyaknya dukungan Pemerintah Kota dalam setiap pelaksanaan kegiatan masyarakat dalam "Program Pemberdayaan Kelurahan", sehingga akhirnya keterlibatan masyarakat masih sangat tergantung kepada besarnya dukungan pemerintah. Kemudian, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Kegiatan Pembinaan Masyarakat yang sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" tersebut, dapat menunjukkan bahwa upaya yang sangat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah dengan upaya tatap muka, upaya tatap muka ini sangat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" di Kecamatan Medan Belawan.
Oleh sebab itu, kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahan kecamatan dan pemerintahan kelurahan secara umum dalam meningkatkan partisipasi adalah melakukan Pembinaan Masyarakat dengan upaya tatap muka, peningkatan taraf kesehatan masyarakat dan peningkatan pendapatan ekonomi keluarga, yang kesemuanya sangat berguna dalam usaha peningkatan partisipasi masyarakat di Kecamatan Medan Belawan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asli Yakin
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Strategi Ko-manajemen Pengelolaan Sumberdaya Perikanan pada Proyek Pengembangan Desa Pembenihan Ikan di Desa Kambitin Raya dalam rangka memberdayakan masyarakat petani ikan di wilayah tersebut. Penelitian ini penting mengingat di era otonomi daerah saat ini, dimana daerah dituntut untuk mencari sumber-sumber perekonomian baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun bagi upaya penggalian potensi PAD yang akan digunakan bagi pelaksanaan pembangunan daerah, yang salah satunya adalah bersumber dari sektor perikanan. Disamping itu karena objek penelitian ini adalah sebuah bentuk kerjasama antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang menekankan pendekatan community based dan diimbangi oleh pendekatan science based dengan mengarah pada terwujudnya kawasan perikanan terpadu (integrated fisheries zone), maka sangat penting artinya untuk melihat apakah paradigma pembangunan sektor perikanan yang baru tersebut telah mampu menyentuh kebutuhan masyarakat baik dari aspek peningkatan kesejahteraan maupun dari aspek perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih maju.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan objek dan jumlah informan yang dianggap paling menguasai masalah penelitian dan mewakili semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program sebagai subjek penelitian.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ko-manajemen pengelolaan sumberdaya perikanan di Kambitin Raya berawal dari ketidakpuasan petani ikan terhadap sumber pendapatan mereka yang sangat minim. Mereka sadar bahwa untuk keluar dari masalah ini harus ada bantuan dari pihak pemerintah. Dengan dipelopori oleh beberapa orang tokoh masyarakat sekitar tahun 1997-an mereka mengajukan aspirasi tersebut kepada pemerintah daerah melalui dinas perikanan.
Menjawab aspirasi tersebut, pada bulan Agustus 1999 Bupati Tabalong mengeluarkan kebijakan tentang Pengembangan Desa Kambitin Raya sebagai Desa Pembenihan Ikan dalam bentuk ko-manajemen dengan berbasis pada potensi masyarakat lokal. Peran pemerintah daerah yaitu sebagai pihak yang mengarahkan, memotivasi dan menfasilitasi berkembangnya produktifitas masyarakat, selain itu juga sebagai mediator bila terjadi konflik diantara petani. Pemerintah daerah juga menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan khusus usaha pembenihan ikan.
Pada tatanan ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan di Kambitin Raya ini, pada awalnya memang menekankan tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam mengelola sumberdaya perikanan. Namun, pada pelaksanaannya terjadi dominasi peran pemerintah terhadap peran masyarakat yang dapat dilihat dari mekanisme penentuan program atau proyek yang akan dilaksanakan. Peran pemerintah temyata lebih dari sekedar memberi advokasi, konsultasi, motivasi atau fasilitasi, tetapi berperan dominan dalam implementasi, pengawasan dan pemantauan. Meskipun masyarakat memberikan aspirasi dalam setiap perencanaan kebijakan, tetapi keputusan akhir baik dari aspek finansial maupun manajemen tetap berada di tangan pemerintah.
Uraian singkat diatas memberi kesan bahwa dalam banyak hal pemerintah sangat berperan. Masyarakat petani ikan hanya menerima apa yang direncanakan dan di atur oleh pemerintah. Dengan demikian bentuk ko-manajemen yang berlaku di Kambitin Raya adalah bersifat instruktif.
Ko-manajemen dengan bentuk instruktif bukan merupakan kesalahan. Itu terjadi karena kondisi masyarakat yang memang relatif masih terbatas dalam segala hal. Bahkan manfaat yang dirasakan petani ikan cukup signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka setelah ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan dilaksanakan. Artinya, walaupun terdapat berbagai kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya, pelaksanaan ko-manajemen di Kambitin Raya dapat dikatakan cukup berhasil, ditambah dengan adanya pengaruh berbagai faktor internal dan eksternal yang mendorong keberhasilan pelaksanaan ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Program Raksa Desa di Desa Jayamukti Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi, yang bertujuan memahami upaya pemberdayaan masyarakat melalui program, manfaat program, dan kendala dalam implementasi program. Penelitian ini mempunyai arti penting, karena program dimaksud merupakan program baru yang digagas dan diluncurkan oleh pemerintah Propinsi Jawa Barat di era Otonomi Daerah secara luas berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tabun 1999, yang mulai dilaksanakan tahun 2003 dan direncanakan diberlakukan bagi seluruh desa dan kota di Propinsi Jawa Barat hingga tahun 2007. Sebagai program baru, dimungkinkan terjadi kekeliruan khususnya dalam implementasi yang merupakan tahap esensial dalam upaya pemberdayaan.
Untuk itu, hasil penelitan ini dapat berfungsi sebagai input bagi policy maker guna melakukan perbaikan implementasi program berikutnya. Pendekatan dan Janis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu informasi tentang pemahaman, pandangan, dan tanggapan para informan dilapangan yang menghasilkan data deskriptif, yakni gambaran nyata pelaksanaan program secara sistematis dan faktuaI. Data tersebut diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan para informan, disamping studi dokumentasi, dan observasi. Penentuan informan di lakukan secara purposive sampling (non probability), yakni atas dasar penilaian bahwa para informan mengetahui secara balk pemasalahan yang sedang diteliti. Untuk itu, informan dalam penelitian ini adalah Ketua dan Anggota Pokmas; Ketua Satuan Pelaksana (Satlak) Desa, Sarjana Pendamping, unsur Pemuka Masyarakat, dari unsur 13adu.i Perwakilan Desa (BPD).
Sebagai alat analisis hasil penelitian lapangan, digunakan kerangka teori pemberdayaan untuk memahami program dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian komunitas sasaran, baik secara individu maupun kelompok dalam upaya memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi. Konsep pemberdayaan juga digunakan untuk melihat bagaimana kelompok mampu memfasilitasi para anggota untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan, dan bagaimana masyarakat mengorganisir diri melalui kelembagaan Satlak Desa yang dikembangkan. Perhatian juga diarahkan pada keterlibatan masyarakat dalam pembentukan dan kegiatan kelompok serta dalam kelembagaan Satlak Desa untuk mengetahui proses pemberdayaan melalui implementasi program.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan tidak terjadinya upaya pemberdayaan melalui Program Raksa Desa, karena tidak ada partisipasi dan kemandirian dari masyarakat khususnya komunitas sasaran yang rnerupakan prasyarat bagi upaya pemberdayaan. Hal itu terlihat dari sejak awal kegiatan (persiapan dan perencanaan), yang antara lain adalah kegiatan sosialisasi program melalui forum musyawarah desa, dimana komunitas sasaran tidak dilibatkan. Forum dimaksud hanya dihadiri oleh alit desa, yaitu unsur pemuka masyarakat, perangkat desa, dan unsur BPD, disamping tentunya pengurus lembaga Satlak Desa. Demikian halnya pada implementasi program, yaitu pelaksanaan pembangunan prasarana desa dan penyaluran modal bergulir kepada komunitas sasaran, serta pemantauan, pengawasan, dan evaluasi, masyarakat khususnya komunitas sasaran tidak terlibat secara aktif, dimana dalam konteks pemberdayaan, keterlibatan masyarakatlkomunitas sasaran merupakan elemen penting.
Hasil program memang telah dirasakan oleh masyarakat khususnya komunitas sasaran, baik pembangunan prasarana yang antara lain menambah kelancaran transportasi dan komunikasi antar warga, serta penyediaan air bersih bagi warga, maupun bantuan pinjaman modal bergulir yang antara lain untuk menambah modal usaha dan juga sebagai Modal awal usaha. Akan tetapi, unsur penting dalam upaya pemberdayaan, yaitu proses belajar sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan baik kebutuhan diri, keluarga, kelompok, dan masyarakat, maupun proses belajar memecahkan masalah tidak berlangsung. Kendala dalam implementasi program antara lain adalah kctidaktahuan di kalangan masyarakat sendiri dan kecenderungan prilaku aparat pemerintah yang masih bersifat paternalistik feodalistik (birokrasi tradisional).
Rekomendasi yang diajukan adalah: (a) perlu dilakukan kegiatan pelatihan dan pemantapan secara intensif bagi para pelaksana program mulai tingkat propinsi hingga tingkat lapangan (desa), dalam upaya peningkatan pemanaman mereka balk mengenai teknis operasional dan manajemen penyelenggaraan program maupun perspektif pembangunan berpusat pada manusia; (b) perlu dilakukan kegiatan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi oleh para pelaksana program mulai tingkat propinsi sampai tingkat lapangan secara profesional, dan yang tidak kalah penting adalah perlunya melibatkan komunitas sasaran dalam rangkaian kegiatan dimaksud sejak assesment hingga evaluasi; (c) perlu kecermatan penanggungjawab program dalam merancang program pemberdayaan secara profesional, dengan mempertimbangkan berbagai aspeknya, antara lain adalah ketersediaan dana dan kesiapan sumber daya manusia yang cakap, terampil, dan berdedikasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasuglan, Fordolin
"ABSTRAK
Hasil identtfikasi sosial awal yang dilakukan P3M Widuri dengan warga masyarakat Desa Karanggan adalah berbagai permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat, antara lain : rendahnya tingkat sosial ekonomi, terbatasnya lahan pekarangan, rendahnya partisipasi dalam program pembangunan. Untuk membantu memecahkan permasalahan tersebut, maka P3M Widuri bekerjasama dengan pengurus GKP Gunung Putri (sebagai titik masuk) dan pemerintah setempat, menyelenggarakan program-program pemberdayaan. Program-programnya cukup beragam sebagai konsekuensi logis dari beragamnya permasalahan yang ada.
Tesis ini mencoba mengkaji secara deskriptif proses pelaksanaan program-program pemberdayaan tersebut dan hasil-hasil yang telah dinikmati oleh warga masyarakat setempat. Apabila dipandang berhasil ataupun kurang berhasil, faktor-faktor apa yang mendukung atau yang menghambat.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif dengan studi kasus masyarakat Desa Karanggan. Terlebih dahulu dikemukakan proses pelaksanaan program seperti apa adanya, kemudian dianalisis berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan sebelumnya, khususnya variabel-variabel yang dipandang sebagai penentu bagi suatu program pemberdayaan.
Permasalahan dan proses pelaksanaan program-programnya didekati dengan perspektif pembangunan sosial dengan strategi pemberdayaan. Bahwa program-program pemberdayaan bermuara pada 3 bidang, yaitu bidang sosial, pemberian informasi, pengetahuan, keterampilan, penciptaan akses, dan partisipasi, Bidang politik : partisipasi aktif warga dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka. Bidang psikologis : meliputi penggalian potensi dan kepecayaan diri. Inti ketiga bidang ini adalah proses pendidikan, sebagai upaya penyadaran diri dan menambah pengetahuan, keterampilan dan wawasan. Program-program tersebut dilaksanakan melalui LSM, yang dalam hal ini adalah P3M Widuri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam proses pemberdayaan sangat memerlukan peran sosial masyarakat, agar mereka mau berpartisipasi dalam penetapan masalah, perencanaan program dan bertanggungjawab atas program yang diselenggarakan. Hal itu telah dapat dilaksanakan oleh P3M bersama-sama dengan warga masyarakat. Selain itu masyarakat juga berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan dan evaluasi program, sebab selama proses berlangsungnya program, warga juga sudah berinisiatif dan memprakarsai, mengusulkan program-program lanjutan. Dalam hal ini warga sudah mulai memiliki kepercayaan diri.
Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa meskipun warga masyarakat sudah disiapkan, berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program, sudah mulai menikmati hasil-hasilnya, namun di dalam perencanaan dan pelaksanaan program mandiri belum dapat dicapai, karena masih ada sifat ketergantungan terhadap P3M. Untuk menunjang keberhasllan program pemberdayaan ini masih perlu diimbangi dengan upaya penciptaan akses terhadap organisasi ataupun instansi lain, sebagai perluasan jaringan pemasaran produk. Perlu pula diupayakan pemberian dana bantuan kepada keluarga, agar pinjaman modal melalui Dana Bergulir dapat mencapai sasaran atau tidak menyalahgunakannya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Masih perlu pula diupayakan perbaikan sikap mental warga agar mau belajar memperbaiki nasib sendiri, tidak pasrah dan apatis, sehingga mampu mandiri atau tidak tergantung pada orang lain ataupun lembaga. Dari semua faktor-faktor tersebut di atas, dan dalam kenyataannya di lapangan, belum lerlihat perbaikan ekonomi rumah tangga secara berarti dan bila dikaitkan dengan tujuan program pemberdayaan, yaitu agar mampu membentuk kelompok usaha bersama, masih belum dapat tercapai. Selama penyelenggaraan program-program pemberdayaan ini, peran yang menonjol dimainkan oleh petugas P3M adalah adalah sebagai guide, enabler, expert mediator, dan fasilitator.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Anshar Mujahid
"Populasi masyarakat terasing di seluruh Indonesia sebesar 1,1 juta jiwa atau 214.488 kk (Depsos : 96/97). Masyarakat terasing sendiri, oleh Departemen Sosial R.I (1999: 2) diartikan sebagai "kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum mampu terlibat dalam jaringan pelayanan, baik sosial, ekonomi maupun politik". Kondisi kehidupan mereka sangat tertinggal dibandingkan masyarakat lain di sekitarnya, dalam seluruh aspek kehidupan. Upaya pemberadayaan masyarakat terasing bertujuan agar mereka menjadi setara dengan masyarakat di sekitarnya.
Namun, sebagaimana juga diakui oleh Departemen Sosial, bahwa hasilnya banyak yang mengalami kekurang berhasilan. Dengan kata lain program yang telah menghabiskan banyak sumber daya berupa biaya, waktu dan tenaga tidak banyak memberikan perubahan pada kehidupan warga masyarakat terasing. Untuk mengurangi tingkat kekurang berhasilan, pemberian pelayanan kepada masyarakat terasing diubah. Melalui Sistem Pemukiman Sosial, pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menggunakan Metoda Community Development. Dengan metoda ini, warga masyarakat terasing tidak lagi sebagai obyek, namun sebagai subyek dan mitra dalam pelaksanaan kegiatan.
Karena merupakan metoda yang tepat dalam upaya pemberdayaan masyarakat terasing, maka perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas penerapan metoda tersebut. Untuk tujuan tersebut penulis melakukan beberapa langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Melakukan studi literatur yang berhubungan dengan konsep masyarakat, masyarakat terasing, Pembangunan, Community Development.dan pemberdayaan.
  2. Membuat research design untuk menentukan metode penelitian yang akan digunakan Melakukan pengumpulan data dengan tehnik wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.
  3. Responden yang dijadikan sumber data primer adalah kepala keluarga warga masyarakat terasing sebanyak 35 orang yang masing-masing mewakili keluarganya, dua orang petugas lapangan, satu orang pejabat Departemen Sosial tingkat propinsi dan satu orang pejabat Departemen Sosial tingkat pusat.
Setelah mengkaji semua informasi, baik yang diperoleh dari hasil kajian dokumentasi maupun wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, diperoleh berbagai kesimpulan, di antaranya :
  1. Dilihat dari segi kuantitas, kapasitas pemberdayaan masyarakat terasing sangat kecil. Jumlah yang telah mendapatkan pelayanan selama 20 tahun, sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1998 adalah sebanyak 34.185 kepala keluarga dari populasi sebanyak 214.488 kepala keluarga, atau sebesar 16,41% atau 0,82% setiap tahun. Rendahnya kapasitas pemberdayaan masyarakat terasing tersebut terkait dengan visi pembangunan yang selama ini mengutamakan pertumbuhan dan memberikan perhatian yang kecil kepada pembangunan sosial. Pembangunan masyarakat terasing merupakan bagian dari pembangunan sektor kesejahteraan sosial yang merupakan bagian pembangunan sosial. Kecilnya perhatian terhadap pembangunan sektor sosial, menyebabkan alokasi anggaran untuk sektor inipun kecil.
  2. Dilihat dari segi kualitas, pelayanan yang telah diberikan selama ini juga belum mampu memberikan perubahan yang berarti, dalam pengertian kemajuan dan peningkatan mutu kehidupan warga masyarakat terasing.
  3. Dari informasi yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat terasing ToBentong di Desa Bulo-Bulo, setelah memasuki tahun ke lima, juga belum memberikan perubahan yang berarti. Bahkan tingkat hunian rumah yang disediakan di pemukiman sangat rendah dan sebanyak 33 kepala keluarga menyatakan mengundurkan diri dari program setelah masa pemberian jaminan hidup selesai. Masa jaminan hidup lamanya 15 bulan di awal pelaksanaan program. Selain ke 33 kepala keluarga tersebut, 18 kepala keluarga lainnya tidak menetap di lokasi pemukiman karena rumahnya telah rusak total akibat terkena musibah angin kencang. Pada sisi lain, pengadaan sarana dengan biaya yang relatif besar tidak dapat dimanfaatkan oleh warga penghuni pemukiman, seperti jamban keluarga dan bak penampungan air bersih. Lokasi pemukiman yang ada di puncak-puncak perbukitan menyebabkan kesulitan memperoleh air bersih. Karena sumbersumber mata air adanya di sela-sela perbukitan. Dengan demikian terjadi "inefficiency dalam pembiayaan program disamping cermin bahwa dalam proses pelaksanaan program belum sepenuhnya mengakomodasi aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat.
  4. Perubahan yang terlihat adalah makin tingginya frekuensi dan intensitas interaksi masyarakat terasing dengan masyarakat dari desa-desa sekitarnya. Minat orang luar untuk datang ke desa Bulo-Bulo meningkat sejak tahap-tahap pelaksanaan program, karena melihat adanya kegiatan besar, yaitu pembukaan lahan dan pembangunan rumah pemukiman. Kunjungan orang luar semakin meningkat ketika mulai dibangun pasar tradisional dan pasar desa masuk ke dalam jaringan pasar antar desa yang bergiliran setiap lima hari sekali.
Bedasarkan beberapa kesimpulan tersebut, dalam tulisan ini juga diajukan beberapa saran, yakni :
  1. Masih besarnya populasi masyarakat terasing secara nasional dan kaitannya dengan hak mereka untuk mendapatkan pelayanan, mereka sebagai salah satu potensi pembangunan, maka upaya pemberdayaan masyarakat tetap perlu dilanjutkan.
  2. Agar penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terasing selanjutnya menerapkan prinsip-prinsip Community Development secara lebih efektif, sehingga pencapaian tujuan dan perolehan hasil semaksimal mungkin.
  3. Mengingat bahwa salah satu faktor yang dapat mempercepat kemajuan suatu masyarakat adalah pendidikan, maka sebaiknya dalam setiap penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat terasing, kegiatan pendidikan formal setingkat SD dan SMP untuk anak usia sekolah dan non formal, seperti Kelompok Belajar dan pemberantasan buta huruf untuk orang dewasa, juga lebih diperhatikan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bob Mizwar
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Pengembangan Masyarakat Sebagai Proses dalam Pemberdayaan Masyarakat di Mukim Meuraxa termasuk hambatan-hambatan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasinya. Penelitian ini dipandang penting mengingat adanya pergeseran paradigma pembangunan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang menempatkan Mukim sebagai unit pemerintahan yang membawahi beberapa gampong dibawahnya sekaligus menjadi pusat pertumbuhan bagi gampong-gampong tersebut. Sehingga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, maka dilaksanakan Program Gema Assalam. Dalam proses pengembangan masyarakat ini sangat dibutuhkan peran Fasilitator Mukim sebagai agen perubah (change agent) karena pada dasarnya masyarakat masih memiliki berbagai kekurangan dan keterbatasan dalam mengembangkan patensi yang ada pada mereka.
Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif melalui studi kepustakaan (library research), wawancara mendalam (indepth interview) semi terstruktur dengan para informan dan observasi terhadap objek penelitian di lapangan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling dengan lingkup informan antara lain Aparat Pemerintah Provinsi NAD, Aparat Pemerintah Kota Banda Aceh, Aparat Mukim Meuraxa dan gampong di wilayah Mukim Meuraxa, Fasilitator Mukim, tokoh-tokoh dan warga masyarakat Mukim Meuraxa sebagai kelompok sasaran serta Koordinator Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dan hasil penelitian yang dilaksanakan di Mukim Meuraxa, khususnya Gampong Ulee Lheue dan Deah Glumpang yang dijadikan sebagai sampel, dapat diketahui bahwa pelaksanaan Program Gema Assalam telah mencakup seluruh tahapan-tahapan sesuai dengan kebijakan program dan mencerminkan berlangsungnya proses pengembangan masyarakat. Hal ini terlihat setelah dilakukannya kegiatan sosialisasi program pada masyarakat mulai tumbuh inisiatif dan prakarsa serta keikutsertaan dan partisipasi yang ditunjukkannya pada tahapan-tahapan kegiatan Program Gema Assalam berikutnya. Keadaan ini ditunjang oleh peran community worker yang ditunjukkan oleh Fasilitator Mukim dan Fasilitator Gampong yang senantiasa mendampingi masyarakat dengan memberikan bantuan pendampingan dan bimbingan teknis sesuai dengan tahapan kegiatan program. Disamping itu, keberadaan Imuem Mukim dan aparatumya termasuk para keuchik yang cukup kooperatif dalam pelaksanaan program memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat untuk merencanakan dan menentukan sendiri kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan mereka (felt needs).
Pelaksanaan Program Gema Assalam mencakup kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif (UEP) masyarakat, pembangunan prasarana dan sarana kebutuhan dasar masyarakat dan penguatan lembaga pemerintahan mukim. Untuk memudahkan proses pengembangan masyarakat, maka dilakukan pembentukan kelompok masyarakat (pokmas) yang didasarkan etas kesamaan atau latar belakang mata pencaharian masyarakat tersebut. Seiring dengan pendekatan yang dilakukan oleh Fasilitator Mukim maka selanjutnya mereka mulai memikirkan kegiatan apa yang layak untuk dikembangkan. Dengan terbentuknya pokmas ini maka kegiatan penggalian gagasan (needs assessment) akan lebih mudah dilakukan. Begitu pula dalam pelaksanaan tahapan-tahapan kegiatan selanjutnya terlihat adanya partisipasi yang ditunjukkan oleh masyarakat dalam menyukseskan pelaksanaan program. Disamping itu, dalam pelaksanaan program dilakukan pemantauan baik secara internal oleh masyarakat, Fasilitator Mukim dan aparatur pemerintah maupun secara eksternal yang dilakukan oleh LSM Monitoring dan media massa. Meskipun pelaksanaan kegiatan pada Program Gema Assalam sudah berjalan sebagaimana harapan masyarakat, akan tetapi masih saja ditemui adanya kendala-kendala baik dari masyarakat, pengelola program maupun LSM monitoring. Kendala-kendala tersebut antara lain menyangkut Sumber Daya Manusia (SDM), perilaku masyarakat, koordinasi antar pengelola program, proses administrasi pengelolaan kegiatan dan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sehingga dengan adanya kendala-kendala yang dihadapi ini maka perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dan penyempumaan untuk pelaksanaan Program Gema Assaiam pada masa mendatang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfian Putra Ifadi
"Akibat program pembangunan bidang kelautan di masa lalu pelaksanaannya menunjukkan hasil yang kurang optimal dan cenderung tidak berkelanjutan (unsustainable), kehidupan perikanan rakyat tetap masih memprihatinkan. Untuk itu pemerintah senantiasa berusaha mengangkat derajat komunitas pesisir tersebut dengan berbagai program pembangunan.
Salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan meluncurkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada tahun 2001. Program yang dibiayai dengan dana subsidi BBM tersebut, fokus utamanya adalah pengembangan kelembagaan masyarakat pesisir berbasis sumber daya lokal serta pengembangan kapasitas kewirausahaan yang terorganisir secara baik. Tujuan program adalah tercapainya pendayagunaan sumber daya pesisir dan lautan secara lestari.
Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan dengan dilaksanakannya Program PEMP tersebut di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Penelitian ini pendekatannya kualitatif dengan dukungan data kuantitatif yang tidak diperlakukan secara statistik. Informan penelitian ditentukan dengan cara purposive sampling yakni sebanyak 20 orang; terdiri dari aparat pemerintah, pihak pengelola program, serta pemuka masyarakat. Sedangkan responden ditentukan dengan cara yang sama yaitu sebanyak 53 orang nelayan penerima manfaat. Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam (in depth interview) langsung dengan informan kemudian dilakukan observasi lapangan. Data kuantitatif dari nelayan pemanfaat dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen atau arsip. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis untuk kemudian dideskripsikan.
Hasil penelitian menemukan pelaksanaan Program PEMP telah meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Meski masih ada kekurangan dalam pelaksanaan yaitu strategi pengelolaan kegiatan yang terlalu berorientasi hasil (out put) bukan pada proses kegiatan, akan tetapi telah cukup merubah pola nelayan mencari ikan di laut.
Sebelumnya mereka selalu dihadapkan pada masalah kekurangan alat (teknologi), tetapi sekarang nelayan memiliki alat tangkap yang dikelola berkelompok sesuai keinginan mereka. Dengan adanya alat tangkap yang lebih baik, walaupun operasionalnya masih relatif konvensional dan cenderung bersifat subsisten, tetapi 34 orang (64,15 persen) penerima manfaat (responden) menyatakan penghasilan mereka bertambah setiap bulan. Pengelolaan usaha dengan cara masih konvensional tersebut adalah akibat tidak diberikannya pelatihan oleh konsultan yang seharusnya dilakukan sebagaimana yang dikehendaki oleh program maupun langkah-langkah pemberdayaan masyarakat.
Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan. Pertama yakni karena pihak luar dalam hal ini aparat Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang serta aparat kecamatan dan kelurahan sangat berperan aktif dalam menyelesaikan persoalan nelayan. Hal ini diakui oleh 24 orang (45,28 persen) responden. Termasuk 21 orang lagi (39,62 persen) responden yang menyatakan bahwa semua pihak termasuk aparat pemerintah terlibat aktif. Kedua; adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Diakui oleh 18 orang (33,96 persen) responden bahwa mereka mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru oleh pelaksanaan program. Ketiga; keikutsertaan dalam organisasi. Dengan dukungan terbiasanya nelayan pemanfaat ikut berorganisasi, maka akan memudahkan bagi pengelola mengorganisir usaha ekonomi produktif mereka. Sebanyak 45 orang (84,91 persen) responden ikut terlibat dalam kegiatan berbagai organisasi dengan berbagai posisi dan kader keaktifan. Keempat; karena pemberdayaan dimulai dari rumah tangga. Eksistensi rumah tangga sangat menentukan dalam pemberdayaan. Karena rumah tangga tidak terlepas dari berbagai tuntutan kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka penghasilan keluarga harus diperbaiki. Sebanyak 52 orang (98,11 persen) responden adalah kepala keluarga yang mempunyai tanggungan rata-rata enam orang setiap keluarga. Kelima, karena baiknya partisipasi. Sebanyak 37 orang (69,81 persen) responden menyatakan bahwa mereka selalu aktif mengikuti kegiatan. Keenam yaitu kerjasama, dimana sebanyak 49 orang (92,45) responden sangat kooperatif. Mereka bersedia membantu setiap kegiatan tanpa perlu diminta. Ketujuh yakni adanya kaderisasi yang ditandai dengan tanggung jawab pengurus kelompok sangat bisa diandalkan untuk memelihara keberlanjutan program, karena senantiasa memotivasi dan mengawasi kegiatan anggota. Sebanyak 10 orang (18,86 persen) responden dianggap bisa diandalkan untuk menjadi kader karena punya motivasi untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuannya kepada masyarakat.
Hasil penelitian merekomendasikan usulan, pertama; agar disusun program lanjutan oleh Pemerintah Daerah untuk kelanjutan Program PEMP tersebut agar lebih berhasil. Kedua, struktur dan mekanisme kegiatan organisasi LEPP-M3 harus dibenahi cara kerjanya. Ketiga, pemantauan dan pengawasan kegiatan KMP harus lebih optimal oleh Dinas Perikanan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>