Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 216449 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aloysius Gonzaga Eka Wenats Wuryanta
"Penelitian ini bertujuan mencarl pemahaman utuh mengenai hubungan antara media massa, proses ideologisasi, dan dinamika militerisme dalam konteks politik masyarakat dunia ketiga, terutama dalam konteks Indonesia. Dengan paradigma kritis, penelittan ini memakai dua pendekatan metode yang ditempuh tahap, yaitu tahap framing dan analisis wacana kritis. Penelitian ini menemukan bahwa pada proses komunikasi krisis ? terutama ketika kepentingan ideologi masuk dan menjadi penentu signifikan ? media massa merepresentasikan kekuasaan militer yang represif dan koersif dalam proses konsolidasi ekonomi-politiknya."
2004
TJPI-III-3-SeptDes2004-47
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aloysius Gonzaga Eka Wenats Wuryanta
"Penelitian ini sebenarnya mau mencoba memberikan pandangan awal bagaimana para Indonesia merajut pengalaman dalam bentuk berita, terutama ketika para Indonesia dan bangsa Indonesia sendiri sedang mengalami krisis sosial pada pertengahan dekade tahun 1960-an. Dalam studi ini, fokus penelitian akan memusatkan pada simpul utama representasi ideologis dan konteks sosialekonomi-politik yang mempengaruhi produksi dan pemaknaan tekstual, terutama dalam konteks situasi krisis dan transisi sosial multidimensi yang dialami oleh masyarakat Indonesia pada tahun 1965 - 1968.
Penelitian ini akan lebih berfokus menjawab tiga pertanyaan pokok sekaligus tujuan penelitian ini. Satu, representasi krisis macam apa yang direkam oleh media massa, terutama koran "Angkatan Bersenjata? dan "Berita Yudha? ? Bentuk representasi ideologi kapitalisme macam apa yang ada dalam dua harian surat kabar ?Angkatan Bersenjata? dan "Berita Yudha" ? Dua, bagaimana pola pembingkaian teks media massa berpengaruh proses legitimasi dan delegitimasi ? Bagaimana teks tersebut dapat dipahami secara lebih menyeluruh ? Tiga, mengapa ideologi represif dalam komunikasi krisis macam itu yang akhirnya banyak mempengaruhi proses legitimasi dan delegitimasi dalam seluruh proses kognisi social masyarakat Indonesia ?
Penelitian yang berupaya membongkar keterkaitan ideologi, media massa dan politik militerisme di Indonesia termasuk dalam kategori perspektif ekonomi politik kritis. Oleh sebab itu, penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan paradigma kritis. Sementara itu, varian perspektif sosial politik media yang digunakan adalah perspektif instrumentalisme. Perspektif ini memberikan penekanan pada determinisme ekonomi, di mana segala sesuatu pada akhirnya akan dikaitkan secara langsung dengan kekuatan-kekuatan ekonomi. Perspektif ini melihat media sebagai instrumen dari kelas yang mendominasi.
Penelitian teks media yang dilakukan lebih diletakkan dalam kesadaran bahwa teks atau wacana dalam media massa mempunyai pengaruh yang sedemikian rupa pada manusia. Dengan demikian, penelitian juga meletakkan seluruh proses analisis dalam kerangka pemikiran analisis wacana kritis. Pada tataran makro, penelitian melihat struktur sosiokultural Indonesia pada era tahun 1960-an. Pada tataran mesa, analisis lebih melihat struktur dan industri pers Indonesia waktu itu. Sementara pada tataran mikro, analisis dilakukan dengan melakukan analisa framing model Robert Entman.
Seluruh aktivitas dan pemaknaan simbolik dapat dilakukan dalam teks media massa. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu.
Pada tataran makro, penelitian ini menemukan bahwa situasi sosialekonomi dan politik global dan Indonesia mempengaruhi keberadaan dua harian tersebut. Setidaknya, pers berbasis militer ini membawa kepentingan Angkatan Bersenjata, terutama Angkatan Darat dalam melakukan perubahan mendasar, melegitimasikan kepentingan kapitalisme birokratik dengan simbolisasi "amanat penderitaan rakyat" dan mendelegitimasikan idea - kepentingan pemikiran sosialistik-komunis, diktatorial-populistik Soekamo dan praktek politik borjuistik tradisional.
Pada tataran meso, penelitian ini mengidentifikasi bahwa industri para militer diadakan dan dibentuk untuk melakukan wacana tandingan terhadap media berbasis komunis dan Orde Lama. Segala bentuk massifikasi dan pengontrotan media massa dilakukan oleh faksi militer demi tujuan ekonomi-politik militer waktu itu. Ada proses politik dagang sapi yang dilakukan oleh militer. Angkatan Bersenjata memetik keuntungan opini publik dari media massa tersebut tapi di lain pihak media massa diberi kesempatan hidup sejauh relevan dan berkepentingan sama dengan faksi militer.
Pada tataran mikro, terlihat bahwa teks memberikan pembingkaian penuh pada proses mendelegitimasikan sekaligus meminggirkan PKI/Soekarno, melegitimasikan Angkatan Darat sebagai pelaku perubahan social yang konstruktif, pemulihan ekonomi menuju sistern kapitalistik, baik secara global maupun nasional.
Temuan lain yang menonjol dan layak diperhatikan adalah bahwa pola pembingkaian dalam serial editorial dan beberapa teks utama yang ada dalam Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata memakai pola alterasi-konflik-negasi- dan legitimasi. Strategi pembingkaian kedua harian militer rupanya mengarahkan opini publik dalam tiga ragam strategi, yaitu strategi opini, strategi kontroversi dan strategi moral.
Pada tingkatan akademik, penelitian ini menemukan bahwa proses komunikasi krisis terutama ketika kepentingan ideologi masuk menjadi penentu signifikan maka pers atau media massa bisa menjadi alat efektif penyebaran dan hegemonisasi ideologis. lni berarti media massa merupakan garda paling depan alat ideologi negara atau alat represif ideologi. Padahal di sisi lain, media massa diharapkan menjadi alat kritik dan pengawasan sosial masyarakat terhadap Negara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati
"Peristiwa politik yang tak pernah luput dalam pemberitaan media, adalah pertarungan-pertarungan politik, melalui pemilu Iegisiatif dan pemilu presiden, pertarungan antara antara eksekutif dan Iegisiatif dalam masalah kebijakan, dan pertentangan aktor politik, baik antar partai politik maupun internal setiap partai poIitik.
Daiam konteks pertarungan-pertarungan politik tersebut, berbagai organisasi media tidak berada dalam satu peran. Pandangan populer (positivistism, fungsional, liberal) yang meletakkan media massa memerankan diri sebagai wasit (umpire) melalui pemberitaan berimbang, imparsial, dan objektif, sangat sulit diwujudkan. Media menjadi bagian dari
pertarungan tersebut, partisan pada satu pihak yang bertarung, sehingga ambil andil dalam menentukan siapa yang Iayak untuk memenangkan pertarungan.
Bagi para kandidat baik iegislatif maupun presiden, media massa menjadi saluran komunikasi utama untuk kampanye. Dalam pemilu presiden, para kandidat presiden teiah dimudahkan oieh media massa untuk memperkenalkan tentang dirinya dan mengkampanyekan program-program politiknya Berbagai macam kegiatan kampanye kandidat presiden telah memenuhi ruang pemberitaan politik media massa. Apalagi undang-undang pemilu memberi kesempatan yang Iuas kepada para kandidat untuk menggunakan media massa sebagai alat kampanye. Disini peranan media massa tidak hanya sekedar menjadi saluran dan sumber informasi tentang para kandidat untuk para pemilih, tetapi juga berfungsi sebagai pembentukan citra tertentu bagi seorang kandidat, yakni pembentukan opini publik bagi program politik yang mereka tawarkan dan pembentukan wacana politik
seperti yang mereka inginkan.
Berdasarkan Iatar belakang masalah tersebut, permasalahan yang ingin dikaji adalah (1) citra politik apakah yang disajikan oleh Kompas dan Media Indonesia terhadap para capres dalam teks berita? (2) faktor-faktor apakah yang mempengaruhi konstruksi citra politik para capres dalam berita oleh media? (3) kepentingan-kepentingan apakah yang mendominasi pengkonstruksian citra politik capres oleh media?
Sementara itu penelitian ini bertujuan hendak (1) mendiskripsikan citra politik yang disajikan oleh Kompas dan Media indonesia terhadap para capres dalam teks berita. (2) memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi citra politik para capres dalam berita. (3) menjelaskan mengapa kepentingan-kepentingan tertentu mendominasi pengkonstruksian citra politik capres oleh media.
Konstruksi citra politik para capres dianalis dengan menggunakan critical discourse analyisis (CDA) kaiya Norman Fairlough yang mengupas data pada tiga tataran yaitu teks, praktek wacana, dan sosiokultural.
Mengutip Eriyanto (2003:11) bahwa: ?Pada Analisa Wacana Kritis, kajian umumnya mempertimbangkan elemen kekuasaan (power) dalam analisisnya Setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan
Pada penelitian ini teks pada tataran mikro akan dianalisa dengan analisa Framing karya Gamson dan Modigliani. Sementara pada level messo, penelitian dilakukan pada tataran produksi dan konsumsi teks yang mengandalkan data sekunder. Sedangkan pada tataran makro dikaji juga konteks dan sosiokulturai pada saat--diiahirkannya teks berita terhadap calon presiden. Adapun satuan analisisnya adalah 2 (dua) surat kabar nasional, Harian Kompas dan Harian Media Indonesia yang memuat teks berita calon presiden Megawati dan calon preaiden Susiio Bambang Yudhoyono.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tataran teks, calon presiden umumnya dicitrakan sebagai public figure dengan jumlah penggemar yang besar dan fanatik sehingga memiliki nilai berita dengan nilai jual yang tinggi. Namun media pada kenyataannya tidak dapat berdiri independen, karena masing-masing media memiliki beberapa kepentingan
tertentu yang mendominasi beberapa kepentingan yang lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nina Widyawati
"Media merupakan institusi yang ikut bertanggung jawab terhadap kerusuhan Mei 1998. Karena media merupakan institusi yang bertanggung jawab mentransformasikan simbol-simbol rasis kecinaan. Simbol rasis tersebut antara lain dalam bentuk wacana peminggiran etnis Cina yang dibentuk melalui bahasa bersifat meminggirkan. Selain itu penggambaran tentang etnis Cina sering kali dihubungkan dengan persoalan ideologi pemerataan dimana Cina yang sebenarnya merupakan kelompok subordinat justru memiliki kekuasaan ekonomi yang tinggi. Representasi yang menggambarkan etnis Cina sebagai kelompok yang senang kolusi dan tidak jujur dalam berusaha telah membawa kebencian pribumi terhadap etnis Cina. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat bagaimana Kompas, Media Indonesia dan Republika mengartikulasikan jalannya kerusuhan Mei 1998 serta memetakan penyebab kerusuhan. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat bagaimana media memproduksi dan mereproduksi simbol-simbol rasisme baru dan bagaimanakah hubungan dominasi--subordinasi antara pribumi dan etnis Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 surat kabar yang dijadikan sampel memaknai kerusuhan dengan cara yang berbeda. Kompas memaknai kerusuhan ini sebagai kerusuhan antara rakyat dan penguasa ekonomi, oleh karena itu yang dijadikan sasaran adalah simbol kekuasaan ekonomi. Media Indonesia melihat kerusuhan Mei sebagai kerusuhan antara rakyat dengan penguasa, oleh karena itu sasaran kerusuhan adalah kekuasaan negara dan kekuasaan ekonomi. Republika membaca kerusuhan Mei sebagai perseteruan antara rakyat dan penguasa sebagai kelanjutan dari tragedi Trisakti. Penyebab kerusuhan juga dibaca secara berbeda oleh 3 surat kabar yang dijadikan sampel. Kompas menilai penyebab kerusuhan adalah masalah ekonomi, etnis dan agama. Media Indonesia lebih menitik beratkan pada keadilan ekonomi dan masalah etnis. Sedangkan Republika hampir sama dengan Kompas yaitu masalah keadilan ekonomi, etnis dan agama. Mekanisme produksi dan reproduksi simbol rasis pada Kompas, Media Indonesia dan Republika memiliki pola yang hampir sama. Media melakukan konstruksi sosial yang menampilkan imaji bahwa etnis Cina merupakan kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan kultural dengan pribumi. Dalam konstruksi tersebut nilai-nilai yang dianut pribumi selain dianggap baik sebaliknya nilai yana dianut etnis Cina dianggap kurang baik. Konstruksi yang dilakukan media disini adalah bahwa Cina adalah etnis yang memiliki nilai menyimpang atau dengan kata lain tidak waras. Selain itu etnis Cina bersifat tamak. Citra lain yang dibangun media kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, tidak mau berbaur dengan kelompok lain. Etnis Cina juga digambarkan memiliki nilai yang senang berkolusi, tidak jujur. Etnis Cina jarang ditampilkan sebagai narasumber. Dalam kasus perkosaan narasumber saksi dari etnis Cina dari masalah perkosaan hanya ada di Media Indonesia, teknik rasis dalam pemberitaan media juga dilakukan melalui lambatnya pemberitaan. Dalam kasus perkosaan pemberitaan media sangat terlambat. Sebutan yang diberikan oleh media merupakan sebutan-sebutan yang bermakna meminggirkan.. Sebutan non-piribumi atau warga keturunan memiliki makna bahwa etnis Cina merupakan "the others''. Hubungan dominasi-sub ordinasi yang digambarkan Kompas, Media Indonesia dan Republika juga memiliki pola yang hampir sama. Pribumi merupakan kelompok dominan (karena dari segi jumlah memang dominan) yang mampu memproduksi wacana rasis dalam konteks kultural. Wacana bahwa etnis Cina memiliki nilai yang kurang jujur, kolutif lebih banyak diproduksi oieh kelompok pribumi. Dilain pihak, etnis Cina walaupun jumlahnya minoritas, tetapi penguasaan asetnya bersifat mayoritas. Karena kemampuannya dibidang perdagangan lebih tinggi etnis Cina merasa superior dalam bidang perdagangan dan menganggap rendah kemampian pribumi. Wacana ini muncul dalam sebutan ?mampukan pribumi menggantikan peran etnis Cina dalam jalur distribusi'. Aplikasi teori yang disumbangkan dari penelitian ini adalah bahwa penggambaran yang berbeda tentang kerusuhan Mei tersebut diatas berbeda dengan teori yang dibangun oieh penganut strukturalis tentang proses pembentukan makna. Penganut strukturalis percaya bahwa makna yang menang adalah makna yang diproduksi oleh kelompok dominan. Dalam potret kerusuhan Mei 1998, 3 surat kabar sampeI ada dibawah sistem dominasi yang sama, tetapi kenyataannya makna yang ditampilkan oleh 3 surat kabar sampel tentang kerusuhan Mei 1998 berbeda. Oleh karena itu peneliti ingin mengajukan asumsi yang berbeda dengan pengikut strukturalis, bahwa dalam memproduksi makna terdapat hal lain yang mempengaruhi pembentukan makna selain ideologi dari kelompok dominan yang menguasai wacana. Ideologi yang dianut oleh organisasi media (yang tentunya berpengaruh pada pekerja media) memberi peran dalam pembentukan makna."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guspradana Sesridha Alius
"Sidang sengketa Pilpres 2014 merupakan peristiwa nasional yang diliput oleh banyak media massa. Dari sekian banyak media massa yang meliput, terdapat dua media massa yang petingginya aktif mendukung salah satu pasangan calon, yaitu Media Indonesia dan Koran SINDO. Untuk mengungkap sejauh mana pengaruh keberpihakan dua petinggi media massa terhadap artikel berita sidang sengketa Pilpres 2014 yang terdapat dalam dua media massa tersebut, nilai ciri kebahasaan apa saja yang digunakan untuk menunjukkan keberpihakan ditinjau dari sudut pandang linguistik, dan pelanggaran kode etik jurnalistik apa saja yang dilakukan kedua media massa tersebut, dilakukan penelitian menggunakan metode analisis wacana kritis Norman Fairclough.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dukungan petinggi Media Indonesia dan Koran SINDO berpengaruh pada pilihan kata, tata bahasa, dan struktur berita sidang sengketa Pilpres 2014. Media Indonesia menggunakan rata- rata tujuh ciri nilai kebahasaan untuk menunjukkan keberpihakan. Koran SINDO menggunakan rata-rata tujuh nilai ciri kebahasaan untuk menunjukkan keberpihakan. Pelanggaran kode etik jurnalistik pasal tiga ditemukan dalam dua media massa tersebut

The 2014 presidential election dispute session is a national event that is covered by many mass media. Of the many mass media cover, there are leader of two mass media actively support one candidate, Media Indonesia and Koran SINDO. To uncover the extent of the influence of the mass media leader against two high-ranking news articles disputed 2014 presidential election session contained in two of the mass media, the value of linguistic characteristics are to be used to show the alignments from the point of view of linguistics, and violation of journalism ethics what is being done both the mass media, research conducted using Norman Fairclough method of critical discourse analysis.
From the results of this study concluded that the influence of Media Indonesia and Koran SINDO leader affecting on the choice of words, grammar, and structure of the session of dispute of presidential election 2014. Media Indonesia using seven values linguistic characteristics to show partiality. Koran SINDO using seven values linguistic characteristics to show partiality. Violations of third chapter of journalistic ethics found in the two media."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S61077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paska Lia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap representasi sosial yang dominan dan perubahan dari tahun ke tahun tentang disabilitas dalam pemberitaan di media Kompas.com dan Detik.com. Paradigma dalam penelitian ini adalah kritis dengan melihat tatanan bahasa dapat membangun ketidakseimbangan dan perbedaan kekuatan sosial. Penelitian ini menerapkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan metode penelitian corpus-assisted discourse study (CADS). Metode ini merupakan gabungan dari corpus linguistic dan analisis wacana kritis yang memanfaatkan data digital sebagai bagian dari jurnalisme data dengan analisis menggunakan perangkat lunak, serta mengelaborasikannya dengan analisis wacana kritis. Objek penelitian ini yaitu pemberitaan di Kompas.com dan Detik.com sejak 2004 hingga awal 2023 dengan kata kunci pencarian utama "disabilitas", "difabel", "cacat", dan "tuna". Hasil penelitian mengungkap terdapat empat representasi sosial yang dominan dalam pemberitaan tentang disabilitas. Pertama, disabilitas dipandang sebagai kelompok yang membebankan masyarakat dan pemerintah, sehingga layak memperoleh bantuan. Kedua, perempuan disabilitas sebagai kelompok yang terdiskriminasi (menjadi korban). Ketiga, representasi disabilitas supercrip dalam konteks paling dominan pada pemberitaan bertema olahraga, pendidikan, dan seni. Keempat, representasi sosial anak-anak dengan disabilitas sebagai kelompok lemah. Dari aspek diakronik, belum ada perubahan dalam representasi sosial disabilitas. Namun stigmatisasi dan stereotip disabilitas secara repetitif diberitakan oleh media dari tahun ke tahun.

This research aims to unveil the dominant social representations and their evolution over the years regarding disabilities in the reporting of Kompas.com and Detik.com. The paradigm employed in this research is critical, as it investigates how language structures can foster social imbalances and power disparities. The study utilizes both quantitative and qualitative approaches, employing the corpus-assisted discourse study (CADS) research method. CADS is an amalgamation of corpus linguistics and critical discourse analysis, leveraging digital data as part of data journalism and analyzed through software, while also subjecting it to critical discourse analysis. The research focuses on the reporting on Kompas.com and Detik.com from 2004 to early 2023, using keywords like "disabilities," "differently-abled," "disabled," and "handicap." The research findings reveal four dominant social representations in the reporting on disabilities. First, disabilities are perceived as a burden on both society and the government, thereby justifying the need for assistance. Second, women with disabilities are portrayed as a discriminated group (victims). Third, the supercrip representation of disabilities prevails in reports related to sports, education, and arts. Fourth, there is a social representation of disabled children as a vulnerable group. From a diachronic perspective, there have been no changes in the social representation of disabilities. However, media consistently reports stigmatization and perpetuates stereotypes of disabilities year after year."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sufardi Nurzain
"Kemenangan Partai Golkar pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 sangat berpengaruh pada konstelasi kekuasaan politik nasional Pasca reformasi. Keberadaan pemimpin umum Partai Golkar dalam hal ini memiliki posisi yang signifikan di dalam menggerakkan arah kebijakan politik partai tersebut. Oleh karena itu, setiap kali berlangsung pemilihan pimpinan puncak Partai Golkar-melalui Munas-para elit Partai Golkar melakukan kompetisi politik untuk memperebutkan posisi tersebut. Termasuk apa yang berlangsung pada Munas Golkar VII di Bali yang berlangsung pada tanggal 15-20 Desember 2004.
Media Massa didalam Munas golkar VII Bali, ini tidak hanya sekedar menafsirkan realitas tetapi lebih dari media telah memainkan perannya yan lain yaitu memberi pemaknaan terhadap Peristiwa dan menampilkan obyek atau Peristiwa sesuai dengan subyektifitasnya masing-masing. Hal ini membuat keberadaan surat kabar sangat signifikan dinamika politik yang berlangsung pada Munas tersebut. Sebagai media komunikasi massa, surat kabar melakukan proses representasi dan konstruksi wacana politik melalui pemberitaan yang dilakukannya. Representasi dan konstruksi wacana yang berlangsung melalui surat kabar-surat kabar inilah yang kemudian memberikan kontribusi bagi pembentukan opini publik. Dalam hal ini, bagaimana masing-masing elit yang berkompetisi melalui Munas Golkar VII Bali tersebut direpresentasikan dan dikonstruksikan melalui pemberitaan masing-masing.
Penelitian ini berfokus pada analisis framingtrhadap pemberitaan terhadap Akbar tandjung dan Jusuf Kalla di Harlan Kompas, Media Indonesia dan Suara Karya. Analisis framing dipakai untuk melihat bagaimana bukti masing-masing harian tersebut merepresentasikan elit politik yang bersaing untuk memperebutkan ketua umum Golkar dalam Munas golkar VII Bali.
Representasi yang dilakukan oleh media terhadap Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla yang disimpulkan bahwa media berdasarkan analisi Framing "berpihak" pada masing-masing kandidat. Hal ini menegaskan disamping menjawab pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini juga menegaskan bahwa dalam prakteknya media tidak pernah bisa berfungsi "ideal". Oleh karenanya penelitian ini menjadi salah satu kahasanah penelitian bagi yang ingin studi tentang media massa. Kemudian, penelitian lebih lanjut diharapkan bisa untuk menghantarkan pada pertanyaan mengapa Media bersikap seperti berpihak dan apa yang melatar belakanginya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rinaldi
"Penelitian ini menempatkan media massa sebagai ruang kontestasi. Untuk itu kemudian wacana yang tersaji adalah representasi dari kekuatan yang dominan. Penelitian ini ingin melihat bagaimana keterkaitan hegemoni ideologi demokrasiliberal Amerika terhadap pembentukan wacana war on terror di media massa tanah air. Penelitian ini dilakukan dengan paradigma kritis dan pendekatan kualitatif dengan menggunakan teori ekonomi politik kritis konstruktivis serta menggunakan strategi penelitian Analisis Wacana Kritis. Dengan Analisis Wacana Kritis penelitian kemudian dilakukan di tiga level yaitu pada level mikro yaitu teks dengan menganalisis teks berita, pada level meso yaitu praktik diskursus dengan data wawancara terhadap dua wartawan desk internasional, dan pada level makro yaitu praktik sosiokultural. Untuk memenuhi kriteria kualitas penelitian kritis dilakukan juga analisis historical situatedness. Hasil penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara hegemoni ideologi demokrasi-liberal Amerika Serikat yang dibangun oleh proses sejarah dengan wacana 'War On Terror' yang tersaji kepada publik dalam ruang-ruang media massa.

This research observed mass media as a contested terrain. In such context, the discourse represented through news in mass media was perceived as representing the dominant power. This research analyzed how US liberal-democracy ideology hegemony was taken part into the war on terror discourse propagation throughout Indonesian national mass media. This research applies critical paradigm and qualitative approach with constructivist critical political economy theory and critical discourse analysis strategy. Through conducting critical discourse analysis, this research focuses on three level of analyses: (1) at the micro level, by doing news text analysis, (2) at the meso level, by doing discourse analysis through administering interviews with two journalists in international desk, and (3) at the macro level, by doing socio-cultural practice analysis. To ensure the critical research quality, historical situatedness analysis was undertaken, as well. The result of this research revealed that there is a relation between the US democracy-liberal ideology hegemony that is continuously constructed through historical process with the 'War On Terror' discourse disseminated to the public and represented in mass media."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sukosono
"Pokok masalah dalam penelitian ini adalah wacana media tentang pengadobsian dan perdagangan anak-anak Aceh korban bencana. Tujuan penelitian untuk mengetahui makna yang tidak terungkap di balik teks berita dan keperpihakan, serta ideologi yang dianut harian media Indonesia.
Kerangka pemikiran yang dipakai adalah teori interpretasi, Hans Georg Gadamer.
Prinsip utama teorinya adalah bahwa orang selalu memahami pengalaman dari perspektif praduga. lnterpretasi terhadap suatu teks melibatkan pengamatan terhadap makna teks yang menyatu dengan Iinguistik. Studi analisis wacana ini menggunakan pendekatan teori-teori hegemoni terutama dari Antonio Gramsci, dimana dalam teorinya menekankan bagaimana penerimaan keiompok didominasi oleh kehadiran kelompok dominan. Media dapat menjadi sarana dimana satu kelompok mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakakan pendekatan analisis model Norman Fairclough. Konteks penelitian akan difokuskan pada teks berita dari berbagai kategori berita, yaitu: hard news, soft news, developing news, dan continuing news. Metode pengumpulan data dilakukan dengan jalan mengumpulkan dan menyeleksi berita pasca peristiwa gempa bumi dan tsunami di Surat Kabar Harian (Skh) Media Indonesia yang terbit dari 27 Desember 2004 - 27 Januari 2005. Unit analisis penelitian ini dilakukan dalam level mikro. Analisa akan dilakukan pada level teks berita, yaitu untuk melihat koherensi dan kohesivitas, melihat bagaimana antar kata atau kalimat digabungkan sehingga membentuk suatu pengertian pengertian. Dalam perspektif ini, akan melihat bagaimana bahasa digunakan sebagai praktek kekuasaan dan bagaimana pengguna bahasa membawa ideologis tertentu.
Sedang teknis analisis yang dipakai adalah model Nomian Fairclouch. Pendekatan ini melihat dan menitikberatkan perhatian pada bagaimana teks yang mikro dengan konteks masyarakat yang makro. Teks dianalisis seoara linguistik, dengan melihat kosa kata, semantik, dan tata kalimat, serta bagaimana antar kata kalimat tersebut digabung sehingga membentuk pengertian.
Hasil analisis menunjukkan, pemakaian bahasa oleh para tokoh menimbulkan penafsiran makna yang berbeda-beda. Pernyataan yang disampaikan para tokoh sering menggunakan gaya bahasa eutimisme. Gaya bahasa ini dipergunakan untuk mengganti kata lain dengan tujuan menghaluskan arti yang sesungguhnya. Namun, di sisi lain hal ini dapat menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat.
Media Indonesia melakukan keperpihakannya terhadap salah satu kelompok rnasyarakat tertentu, walaupun tetap menampilkannya dengan kemasan yang seolah independen. Pengambilan berbagai tokoh sebagai nara sumber berita hanya dari satu kelompok masyarakat atau tokoh golongan tertentu, menunjukkan keperpihakan media tersebut. Penelitian ini memberikan pembenaran atas teori Antonio Gramsci, bahwa penerimaan kelompok didominasi oleh kehadiran kelompok dominan dan media massa menjadi sarana satu kelompok untuk mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain. Di dalam isu ini terlihat jelas adanya pertarungan ideologi dalam masyarakat, khususnya golongan Islam dengan Kristen."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>