Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66379 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Cipta Manunggal, 2003
323 IKH
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Romli Atmasasmita
"Legal reform, law enforcement, and human rights protection in Indonesia; collection of articles."
Bandung : Mandar Maju, 2001
340.3 ROM r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
A. Salman Maggalatung
"ABSTRAK
Masalah penegakan hukum dan keadilan serta hak asasi manusia
harus mendapat perhatian secara khusus dan serius guna memenuhi
tuntutan rasa keadilan dalam kehidupan masyarakat lebih-lebih dalan era
reformasi dewasa ini, dimana penegakan supremasi hukum merupakan salah
satu agenda yang perlu diwujudkan dan diprioritaskan. Mengingat penduduk
Indonesia mayoritas beragama Islam, maka dalam tesis ini perlu dilakukan
suatu analisis dan pengkajian secara sistimatis tentang prinsip-prinsip
penegakan hukum, keadilan dan hak asasi manusia dalam perspektif hukum
Islam dengan pokok permasalahan yang diajukan adalah: (1) Bagaimana
prinsip-prinsip penegakan hukum dan keadilan dalam perspektif hukum Islam;
(2) Bagaimana prinsip-prinsip penegakan hak asasi manusia dalam perspektif
hukum Islam; (3) Bagaimana prinsip-prinsip penegakan hukum dan keadilan
serta hak asasi manusia di Indonesia dalam perspektif hukum Islam;
(4) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penegakan hukum dan keadilan
serta hak asasi manusia di Indonesia, dan bagaimana mengatasinya.
Untuk menjawab permasalahn di atas, maka penulis melakukan
penelitian kepustakaan dan lapangan dengan metode pendekatan yuridis dan
historis, dengan mengutamakan data sekunder (Kepustakaan) sebagai data
utama, sedangkan data primer (Data lapangan) sebagai data penunjang yang
diperoleh melalui wawancara dengan pakar hukum Islam dan praktisi hukum
lainnya. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan hasilnya diuraikan
secara deskritif.
Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah: (1) Prinsip-prinsip
penegakan hukum dan keadilan dalam perspektif hukum Islam merupakan
suatu landasan yang sangat fundamental dan sekaligus sebagai satu
kesatuan yang mengilhami hukum Islam, baik dalam ide maupun dalam
operasionalnya, yaitu itu aqidah yang benar merupakan patokan dan prinsip
pertama dan utama dalam upaya penegakan hukum dan keadilan dalam
Islam, kemdian diikuti dengan prinsip-prinsip lainnya. Seperti; Prisnip
amanah, persamaan dan keadilan, musyawarah dan perdamaian; (2)
Prinsip-prinsip penegakan Hak Asasi manusia dalam perspektif hukum Islam
adalah merupakan wujud dari esensi ajaran Islam, dimana tampa penegakan,
perlindungan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, ke-Islaman
seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan.
Penegekan, perlindungan dan penghormatan Hak Asasi Manusia
dalam hukum Islam, telah diperaktekkan jauh sebelum ?Declaration of Human
Rigts' oleh PBB dan konvensi-konvensi Internasional lannya. Hal ini dapat
dilihat pernyataan-pernyataan dalam berbagai teks-teks keagamaan (Al-
Qur?an dan Hadis) dan juga dalam konstitusi *Piagam Madinah" yang
dideklarasikan langsung oleh Rasulullah saw; (3) Prinsip-perinsip penegakan hukum dan keadilan serta hak asasi manusia di Indonesia sebagai mana
yang termaktub dalam pembukaan Undang-Undang dasar 1945, Batang
tubuh dan penjelasannya serta berbagai peraturan perundang-undangan
lainnya sebagai penjabaran dari falsafah Pancasila pada umunya sangat
relevan dan sesuai dengan pandangan hukum Islam; dan (4) Faktor-faktor
yang mempengaruhi lemahnya penegakan hukum dan keadilan serta hak
asasi manusia di Indonesia, di antaranya: (a) Perangkat hukum atau undangundang
itu sendiri; (b) Kualitas SDM aparat penegak hukum; (c) fasilitas
penegakan hukum yang kurang memadai; (d) Budaya hukum atau kesadaran
hukum masyarakat yang masih lemah; (e) Pengaruh Globalisasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak seimbang dengan
pengetahuan dan keterampilan aparat penegak hukum; (f) Sistem rekrukmen
pejabat penegak hukum yang kurang tepat.
Adapun cara mengatasinya adalah (1) Dalam penyusunan suatu
undang-undang di samping memperhatikan kepentingan nasional, juga
kendaknya aspirasi masyarakat lokal jangan diabaikan. Di samping itu perlu
pula memperhatikan ide-ide dan intitusi-instusi modern yang berkembang di
negara-negara maju setelah disaring sesuai dengan aspirasi dan kepentingan
bangsa Indonesia; (2) Aparat penegak hukum harus memiliki nilai-nilai
propsesionalisme yang cukup, (3) fasilitas pendukung dalam penegakan
hukum dan keadilan serta hak asasi manusia harus ditingkatkan, (4) Dalam
upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, setiap peraturan
perundang-undangan yang akan diberlakukan harus disosialisasikan:
(5) Sistem rekrukmen aparat penegak hukum harus melalui saringan yang
ketat dengan kriteria-kriteria terentu, termasuk pengangkatan seorang
pejabat penegak hukum khususnya kehakiman dan kejaksaan harus bersih
dari campur tangan eksekutif."
2000
T36492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Widiada Gunakarya
Yogyakarta: Andi, 2017
341.48 WID h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008
323.4 HUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Darwan Prinst
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001
323.4 DAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Budiaji
"MPR hasil pemilihan umum tahun 1997 dalam sidang umumnya yang diselenggarakan tahun 1998 telah membahas materi tentang HAM untuk ditetapkan menjadi ketetapan MPR tersendiri sebagai usulan dari Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI). Pada akhirnya, HAM gagal disahkan dalam bentuk ketetapan tersendiri tetapi ada beberapa butir pokok-pokok pemikiran tentang HAM yang masuk menjadi bagian Ketetapan MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), gagasan yang awalnya di dukung oleh tri-fraksi terdiri F-KP, F-ABRI, dan F-UD. Tesis ini mencoba mencari jawaban mengapa HAM tidak dijadikan Ketetapan MPR tersendiri.
Idealnya hak asasi manusia adalah muatan sebuah konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Namun, karena ada konsensus politik pada masa Orde Baru yang tidak berkehendak untuk mengubah UUD 1945 maka gagasan untuk memasukkan HAM dalam UUD 1945 dengan jalan mengubah atau mengamandemen menemui jalan buntu. Oleh karena itu, usulan agar HAM ditetapkan dalam satu naskah ketetapan MPR sehingga menjadi semacam bill of rights, menjadi pilihan yang wajar apalagi sejarah menunjukkan pada masa MPRS tahun 1968 telah berhasil menyusun naskah HAM.
Hasil penelitian menunjukkan maksud mengajukan rantap HAM adalah agar secara yuridis konstitusional menjadi pedoman pelaksanaan perlindungan HAM dan kewajiban serta tanggungjawah sosial secara kolektif maupun individu, yang bersifat menyeluruh bukan sekedar kebijaksanaan parsial. Bila HAM hanya ditampung dalam GBHN kurang tepat karena (1) hanya memuat garis-garis besar sehingga materi HAM tak tertampung seluruhnya, (2) hanya berlaku selama lima tahun, (3) selalu terbuka untuk ditinjau kembali dan (4) selalu terbuka diubah sama sekali.
Dari proses usulan dan pembahasan ditemukan bahwa tri-fraksi menilai lahirnya TAP MPR tentang HAM akan menyulitkan pemerintah yang sedang dihadapkan pada kondisi pemulihan krisis ekonomi dan ancaman instabilitas politik. Secara bersamaan, adanya usulan yang gagasannya datang dari Presiden Suharto untuk melahirkan TAP MPR tentang pelimpahan tugas dan wewenang khusus kepada Presiden, menjadi salah satu faktor yang kontradiktif bagi penegakan hak asasi manusia dan usulan TAP MPR tentang HAM. Pada akhirnya sumbangan terbesar penyebab kegagalan TAP MPR tentang HAM adalah konstelasi politik MPR yang lebih merepresentasikan politik Orde Baru yang bercorak birokratik otoritarian dengan korporatisme negara yang terjelma dalam hubungan kekuasaan antara Presiden Suharto dengan tri-fraksi sebagai kekuatan politik dominan. Pada sisi yang lain, F-PP dan F PDI sebagai fraksi pengusul Rantap HAM merupakan kekuatan minoritas yang tak mampu menjalankan fungsi kontrol atau bertindak sebagai kekuatan oposisi.
Perdebatan HAM yang diwarnai isu dalam konteks hubungan internasional menunjukkan adanya kesadaran pengaruh eksternal terhadap tekanan dan tuntutan untuk penegakan HAM, melalui badan kerjasama internasional atau kerjasama bantuan ekonomi. Demikian juga ada kesadaran dari semua fraksi bahwa dinamika internal berupa tuntutan penegakan hak asasi manusia merupakan konsekuensi logis dari hasil pembangunan yang melahirkan kelas terdidik dalam masyarakat yang menginginkan partisipasi politik dalam konteks penegakan hak asasi. Isu HAM pada konteks pemahaman universalitas dan relativisme menunjukkan posisi fraksi yang berbeda, pada sisi tri-fraksi ada kecenderungan kuat menolak paham universalisme. sedang sisi yang lain antara F-PP dan F-PDI tidak mempermasalahkan pandangan universalisme meskipun mengakui relativisme dalam konteks Indonesia. Isu pelanggaran HAM yang muncul dalam perdebatan ditengarai lebih banyak dilakukan oleh unsur negara, karena faktor struktural kuatnya negara dan kebijakan pembangunan yang berasumsi pembangunan ekonomi dengan pengorbanan aspek politik, disisi lain aspek kultural masyarakat yang bersikap menerima."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Asri Yustia
"Indonesian Police ( POLRI ) is one of some other institutions which is responsible for The Rule of Law. The other institutions which have the same duties as the police are Attorney Office, Court of Justice, and Prison. The four institutions are expected to cooperate to form the so-called "Integrated Criminal Justice Administration".
The Implementation of national police duties, both preventive and repressive, must be done according to the strict law and regulation in order to avoid the human right violation. There are some regulations among others KUHAP ( Act. No. 8 in 1981 ), Police Act ( Act. No. 2 in 2002 ), Human Right Act ( Act. No. 39 in 1999 ) that protect human right.
The rule of law carried out by the police is very risky because the people, both criminals and victims are often in a state of anarchy. The police often become the victim of a crime that results in a problematic situation. In one hand, the police have to protect the people is human right, on the other hand, they don?t get enough law protection.
The writer thinks that the police can get the protection from the police Act (UU KEPOLISIAN) that includes general criminal law. This Act (UU No.2 in 2002) must be applied in the basis of "Lex Specialist Derogat Lex Generalis", but it is not fully implemented. The writer suggests to amendment it, both material and formal law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T37716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Ryan Bakry
"Perkembangan konsep hak asasi manusia di Indonesia yang meliputi berbagai sektor kehidupan, baik politik, ekonomi, budaya, sosial telah merubah paradigma klasik pemerintah sebagai "government is to govern" menjadi paradigma baru tentang pemerintah sebagai "government is to serve the people" sehingga masyarakat, tidak lagi menjadi objek dari kegiatan pemerintah tetapi berubah menjadi subyek dalam kegiatan pemerintah. Paradigma baru ini mengakibatkan perubahan peran pemerintah dari peran penguasa menjadi peran pelayan masyarakat, sehingga pemerintah tidak lagi sendirian untuk melakukan tugas-tugas kenegaraannya, akan tetapi pemerintah didampingi oleh sektor swasta dan masyarakat sebagai mitra menciptakan good governance melalui pelaksanaan administrasi publik dalam proses governance.
Adapun yang menjadi masalah adalah bagaimana sesungguhnya kaitan antara hak asasi manusia dan good governance, kemudian bagaimana birokrasi sebagai mesin utama pemerintahan merubah struktur, substansi hukum dan budaya birokrasi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia? Tujuan penelitian ini adalah mengemukakan kaitan antara hak asasi manusia dan good governance serta bagaimana perubahan struktur, aturan dan budaya birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan hukum empiris yang lebih dititik beratkan pada metode penelitian hukum normatif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertama, kaitan antara hak asasi manusia dan good governance adalah terletak pada administrasi publik, jika administrasi publik dibuat serta dilaksanakan dengan baik maka akan tercipta good governance yang merupakan realisasi perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia. Kedua, Birokrasi sebagai mesin utama pemerintahan sangat berperan dalam mewujudkan good governance di Indonesia. Hal ini terkait dengan fungsi birokrasi sebagai pelaksana dari administrasi publik sehingga struktur, substansi dan budaya hukum birokrasi yang baik akan mewujudkan administrasi publik yang baik, sebaliknya jika birokrasi secara struktur, substansi dan budaya hukumnya buruk maka akan tercipta maladministrasi.

The development of the human rights concept that covers various sectors of life whether political, economic, cultural, social, in Indonesia have changed the classic paradigm of government from "government is to govern" to a new paradigm of government as "the government is to serve the people" so that people are no longer be object of government activity but turned into a subject in government activities. This new paradigm resulted in changes the role of government from the public ruler becoming public servants, so to perform states duties, the government was no longer alone, it will be accompanied by the private sector and civil society as partners to create good governance through the implementation of public administration in the process of governance.
As for the problem is how exactly the link between human rights and good governance, and how the bureaucracy as the main engine of government changing it structure, legal substance, and bureaucratic culture in realizing good governance in Indonesia? Purpose of this research is suggested a link between human rights and good governance as well as how changes be made in the structure, rules and culture of bureaucracy in order to achieve good governance in Indonesia. This research uses the method of normative and empirical legal research, but more focused on normative legal research methods.
Thus it can be concluded that first, the link between human rights and good governance are located on public administration, if the public administraton created and executed properly then it will realizing good governance which is connected with the protection and realization of human rights. Second, the government bureaucracy as the main engine of governance was an essential instrument in realizing good governance in Indonesia, because it is associated with bureaucracy functions as the executor of the public administration. So the structure, substance and legal culture of bureaucracy should be in ideal form, in order to achieve good public administration for the realization of good governance in Indonesia. On the contrary, if the bureaucracy is bad in the structure, substance and legal culture the result are maladministration.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27944
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>