Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124731 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iqrak Sulhin
"Problem of poor children should not stop at the point where children's family can be blamed from being poor. The writer argues that the state has to take responsibility due to its duty to provide welfareness to society. However, in reality, the writer also argues there are many government's policies which contradict and do not really reflect the best interest of children.
It is the writer's intention to see the state provides more pro-children policy so as to be in line with what the state has positioned children as the next generation of society.
"
2004
JKIN-3-III-Sept2004-39
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dhading Mahendra
"Anak yang hidup dalam kemiskinan akan berdampak pada keberlangsungan hidupnya. Kemiskinan membuat anak-anak kehilangan kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang, serta anak-anak akan lebih rentan terhadap eksploitasi, pelecehan dan diskriminasi. Sehingga kemiskinan menjadi ancaman serius yang menghambat tumbuh kembang anak secara optimal dan berpotensi merampas masa depan mereka. Oleh karena itu pengentasan kemiskinan anak perlu menjadi perhatian lebih. Sesuai dengan target SGD’s pada tahun 2030 yaitu dapat mengurangi setidaknya proporsi laki-laki, perempuan dan anak-anak dari semua usia, yang hidup dalam kemiskinan di semua dimensi. Kemiskinan anak multidimensi lebih menggambarkan kondisi kekurangan pada anak yang sebenarnya dibandingkan dengan kemiskinan yang bersifat moneter. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemiskinan anak multidimensi yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan data Susenas Maret 2022. Pengukuran kemiskinan anak multidimensi menggunakan konsep Child MPI yang dibangun oleh UNDP dan OPHI yang tersusun berdasarkan indikator terkait standar kehidupan seorang anak. Tingkat kemiskinan anak multidimensi di Indonesia secara total sebesar 30,7 persen. Indikator kepemilikan aset, indikator sanitasi dan indikator nutrisi dan pekembangan anak menjadi 3 indikator yang terdeprivasi terbesar. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji peran dari pekerjaan orang tua dalam pengentasan kemiskinan anak multidimensi dengan menggunakan analisis regresi logistik biner. Berdasarkan hasil estimasi, status pekerjaan orang tua berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan anak multidimensi.  Kecenderungan anak dengan status pekerjaan orang tua yang hanya bekerja pada sektor informal saja untuk mengalami miskin multidimensi lebih tinggi dibanding orang tua yang tidak bekerja. Dan sebaliknya kecenderungan anak dengan status pekerjaan orang tua yang bekerja pada sektor formal saja untuk mengalami miskin multidimensi lebih rendah dibanding orang tua yang tidak bekerja. Selain itu, kedua orang tua yang bekerja juga menurunkan peluang anak untuk miskin multidimensi dibandingkan satu orang tua yang bekerja. Namun, orang tua yang bekerja tidak menjamin anak untuk keluar dari kemiskinan, hal tersebut tergantung dari kualitas pekerjaannya. Sementara itu, variabel umur anak, jenis kelamin anak, status disabilitas anak, umur KRT, disabilitas orang tua, ukuran keluarga, keterlibatan orang tua, bantuan sosial dan daerah tempat tinggal signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan anak multidimensi.

Children living in poverty face significant impacts on their survival and development. Poverty deprives children of the ability to thrive and grow, making them more vulnerable to exploitation, abuse, and discrimination. Consequently, poverty becomes a serious threat that hinders optimal child development and has the potential to rob them of their future. Therefore, addressing child poverty requires greater attention. This aligns with the SDG's target for 2030, which aims to reduce at least the proportion of men, women, and children of all ages living in poverty in all its dimensions. Multidimensional child poverty better reflects the actual conditions of deprivation faced by children compared to monetary poverty alone. This study aims to analyze multidimensional child poverty in Indonesia using data from the March 2022 Susenas survey. The measurement of multidimensional child poverty utilizes the Child MPI concept developed by UNDP and OPHI, based on indicators related to a child's standard of living. The total rate of multidimensional child poverty in Indonesia stands at 30.7 percent. The indicators of asset ownership, sanitation, and child nutrition and development are the three most significant indicators of deprivation. Furthermore, this study examines the role of parental employment in alleviating multidimensional child poverty using binary logistic regression analysis. The estimation results indicate that parental employment status significantly influences multidimensional child poverty. Children whose parents work only in the informal sector are more likely to experience multidimensional poverty compared to those whose parents are unemployed. Conversely, children whose parents work solely in the formal sector are less likely to experience multidimensional poverty compared to those with unemployed parents. Parental employment does not guarantee that children will escape poverty, it depends on the quality of the job. Additionally, variables such as the child's age, gender, disability status, the age of the household head, parental disability, family size, parental involvement, social assistance, and area of residence significantly influence multidimensional child poverty."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh negara di dunia dengan angka absolut tertinggi pengantin anak. Indonesia adalah tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Diperkirakan satu dari lima anak perempuan di Indonesia menikah sebelum mereka mencapai 18 tahun. Di Indonesia anak perempuan merupakan korban paling rentan dari pernikahan anak, dengan prevalensi : 1. anak perempuan darindaerah pedesaan mengalami kerentanan dua kali lipat lebih banyak untuk menikah dibanding daridaerah perkotaan. 2. pengantin anak yang paling mungkin berasal dari keluarga miskin. 3. anak perempuan yang kurang berpendidikan dan drop out dari dari sekolah umunya lebih rentan menjadi penganti anak daripada yang bersekolah. Jawa Barat merupakan provinsi tertinggi dalam kasus AKI dan trafficking. Mengapa Jawa Barat? Jawa Barat dan Kalimantan Barat adalah dua provinsi utama tempat asal perdagangan manusia di Indonesia. Sementara Kepulauan Riau dan Jakarta adalah tujuan utama dan zona transit. Anak-anak yang diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual komersial, seperti pekerja rumah tangga, pengantin anak, dan pekerja anak, sering dikirim untuk bekerja di lingkungan yang berbahaya seperti di perkebunan, sementara bayi yang diperdagangkan untuk diadopsi ilegal dan diambil organnya. Anak-anak ini beresiko ditinggalkan, diabaikan, dan diperdagangkan. Selama ini Kabupaten dan kota di Jawa Barat yang menjadi pemasok terbesar perempuan pekerja imigran serta pengantin anak perempuan untuk pernikahaan anak datang dari beberapa kantung daerah seperti Indramayu, Cirebon, Bandung, Sukabumi, dan Cianjur. Riset ini fokus pada kabupaten Sukabumi. Data dikumpulkan dengan intervies mendalam pada anak-anak perempuan korban pernikahan anak dan orang tua juga melaksanakan focus group discussion di Desa Cikidang bersama para pemangku kepentingan. Pernikahan anak di Sukabumi mengonfirmasi bahwa hal-hal berikut merupakan penyebab utama dari pernikahan anak : 1. kemiskinan dan akses buruk atas pendidikan 2. naiknya fundamentalisme agama yang membuat tabunya diskusi seksualitas dan takut akan zina, dan terakhir 3. akses buruk atas hak kesehatan reproduski seksual."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Bayo Ala
Yogyakarta: Liberty, 1981
362.5 Ala k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Sumodiningrat
Jakarta: IMPAC, 1999
305.569 GUN k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Rajawali, 1982
362.5 KEM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Erwing
"Salah satu permasalahan utama pembangunan adalah masih besarnya jumlah penduduk Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan. Sebagai upaya untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan maka pada tahun 2009 pemerintah Indonesia memprioritaskan penanggulangan kemiskinan dalam Rencana Kerja Pemerintah 2009 yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2008 dengan tema utama ?Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan?. Prioritas tersebut fokus pada 1) Pembangunan dan Penyempurnaan Sistem Perlindungan Sosial Khususnya Bagi Masyarakat Miskin dan fokus 2) Penyempurnaan dan Perluasana Cakupan Program Pembangunan Berbasis Masyarakat serta fokus 3) Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil.
Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil evaluasi yang terkait dengan relevansi perencanaan, efektivitas biaya, proses, keluaran dan hasil kebijakan penanggulangan kemiskinan dalam RKP 2009 di Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Kalimantan Barat.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk untuk mengetahui penyebab perbedaan penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Kalimantan Barat dibandingkan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dilihat dari aspek relevansi perencanaan, efektivitas alokasi biaya penanggulangan kemiskinan, proses, keluaran dan hasil pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan serta aspek lainnya. Dengan demikian dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi perbaikan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, metode kualitatif akan digunakan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis data kuantitatif ataupun data kualitatif melalui pemaknaan (understanding of understanding) Hasil evaluasi berdasarkan persepsi pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan, maka diketahui faktor penyebab lebih cukup tingginya penurunan tren penduduk miskin di Kalimantan Barat yaitu faktor relevansi perencanaan, keluaran, hasil dan efektifitas biaya pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan RKP 2009 yang cukup baik.
Namun jika dinilai dari skor maksimal yaitu 10, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan di kedua lokasi belum maksimal memberikan kontribusi terhadap penurunan jumlah penduduk miskin, karena rata-rata skor semua aspek yang dievaluasi di kedua lokasi hanya pada skor 7.
Atas dasar inilah kemudian faktor lain diidentifikasi, berdasarkan hasil identifikasi kebijakan lokal dan identifikasi kegiatan masyarakat, maka ditemukan faktor lain yang secara kualitatif dinilai memiliki pengaruh terhadap penurunan persentase penduduk miskin di Kalimantan Barat yaitu adanya Credit Union (CU) yang dikembangkan oleh masyarakat. Walaupun demikian kami rekomendasikan untuk dilakukan penelitian lebih mendalam tentang CU ini, untuk mengetahui secara pasti tingkat pengaruhnya terhadap penurunan persentasi penduduk miskin.
Untuk pelaksanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan dimasa datang, penulis memberi usulan (sesuai skenario III) agar pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai dengan karakteristik lokal, maka aspek pertama yang perlu dibenahi adalah sistem perencanaan dan penganggaran penanggulangan kemiskinan yang ada dalam RKP. Dimana anggaran penanggulangan kemiskinan masih menggunakan mekanisme Dana Urusan Bersama (DUB). DUB yang tersentralisasi perencanaan dan penganggarannya ini direkomendasikan untuk direformulasi menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) sehingga daerah lebih berdaya dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi penanggulangan kemiskinan sesuai dengan karakteristik daerah sebagaimana hasil penelitian ini. Pengalihan menjadi DAK bukanlah merupakan hal tidak mungkin, karena sudah didukung oleh 2 kebijakan yaitu UU nomor 33 tahun 2004 pasal 108 dan PP no 7 tahun 2008 pasal 76 ayat 1. Selanjutnya penyempurnaan formulasi DAK tidak hanya untuk pembangunan sarana fisik saja tetapi dapat digunakan untuk non-fisik dengan perencanaan dan pelaksanaannya dikembangkan oleh pemerintah daerah bersama dengan stakeholders lainnya.

One major problem of development is a large number of Indonesian population live below the poverty line. In an effort to accelerate poverty reduction in 2009, the Indonesian government to prioritize poverty reduction in the Government Work Plan 2009 (RKP 2009) which was ratified by Presidential Decree No. 38 in 2008 with the main theme of "Improving People's Welfare and Poverty Reduction." These priorities focus on a) Development and Improvement of Social Protection System Particularly for the Poor and focus 2) Improvement and Expansion of Scope of Community Based Development Program and focus 3) Empowerment of Small and Micro Enterprises.
This paper aims to describe the evaluation results relating to the relevance of planning, cost effectiveness, processes, outputs and results of poverty reduction policies in the RKP 2009 in South Sulawesi Province and West Kalimantan Province. The research aims to find the cause of the differences decrease in the number of poor people in West Kalimantan Province, compared with the South Sulawesi Province. This can be seen from the aspect of relevance to the planning, effectiveness of budget allocation for poverty reduction, processes, outputs and results of the implementation of poverty reduction policies and other aspects so that it can be used as a policy recommendation to reduce poverty. The evaluation was done with a qualitative methods, qualitative methods will be used to describe and analyze the quantitative data or qualitative data through understanding of understanding.
Evaluation results based on the perceptions of stakeholders towards the implementation of poverty reduction in West Kalimantan and South Sulawesi shows the unknown factors causing the high decline in the trend of poor people in West Kalimantan. The factors are the relevance factor of planning, outputs, outcomes and cost effectiveness of the implementation of poverty reduction policies in RKP 2009 that good enough.
However, if judged from the maximum score is 10, it can be said that the implementation of poverty reduction policies in the two provinces were not optimally contribute to the decline in the number of poor people, because the average score of all the aspects that were evaluated in both locations have only scored seven.
On the basis of this evaluation, other factors have been identified. Based on the identification of local policies and identification of community activities, other factors have been founded that are qualitatively judged to have the effect of decreasing the percentage of poor people in West Kalimantan, namely the Credit Union, which was developed by the community. For the implementation of poverty reduction policies in the future, the author gives a suggestion that the implementation of poverty reduction in accordance with local characteristics, the first aspect that needs to be addressed is the planning and budgeting system of the existing poverty reduction in the RKP, where the budget is still using the mechanism of poverty reduction Affairs Joint Fund (DUB). DUB centralized planning and budgeting is recommended to be reformulated into the Special Allocation Fund (DAK), so regions can be more powerful in planning, implementing and evaluating poverty reduction in accordance with regional characteristics as the results of this research. Transfer of DUB to DAK is not an impossible thing, because it was supported by the two policies namely The Law No. 33 year 2004 Article 108 and Government Regulation No. 7 year 2008 article 76, paragraph 1. Further improvements are recommended for the formulation of DAK not only for infrastructure but it can be used only for non-physical, with the planning and implementation developed by local government together with other stakeholders."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27898
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini mengkaji tentang perkawinan anak di daerah pedesaan yang masih menjunjung tinggi hukum adat di Kalimantan Barat. Studi kasus yang penulis lakukan di Desa Cowet, Kalimantan Barat yang mayoritas etnis Dayak Mali. Isu tentang perkawinan anak di Indonesia memang sudah lama bergejolak. Namun upaya upaya untuk menghentikannya masih dirasa kurang maksimal dikarenakan tidak adanya ketegasan hukum. Justru sebaliknya, hukum seolah mednukung terhadap praktik perkawinan anak dibawah umur. Praktik seperti ini memang sudah sejak ratusan tahun terjadi di daerah desan pedalaman di Kalimantan Barat, sebagai akibat dari kemiskinan yang terjadi. Dalam hukum adat Dayak mali tidak ada ketentuan khusus yang menjadi dasar hukum untuk perkawinan anak. Jika terdapat anak laki-laki atau anak perempuan berumur di bawah 15 tahun hendak menikah, maka ketentuannya harus mendapatkan izin dari orang tua kedua belah pihak (pihak laki-laki maupun pihak perempuan)."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Shaliha
"Pekerja anak tetap menjadi masalah yang terus-menerus di negara berkembang seperti Indonesia, yang diperparah oleh pandemi COVID-19 karena gangguan ekonomi dan kehilangan sumber pendapatan. Akses rumah tangga terhadap kredit adalah faktor penting yang memengaruhi keputusan untuk mempekerjakan anak, karena hal ini memengaruhi kemampuan untuk berinvestasi dalam modal manusia dan mengurangi dampak ekonomi. Penelitian ini mengeksplorasi hubungan antara akses rumah tangga terhadap kredit dan insiden pekerja anak di Indonesia selama gangguan ekonomi, menggunakan analisis kuantitatif dari data Susenas 2021. Penelitian ini menemukan bahwa probabilitas pekerja anak dalam rumah tangga adalah 6,34% selama tahun yang sama, dan akses kredit mengurangi probabilitas pekerja anak, yang menunjukkan pentingnya stabilitas keuangan. Penelitian ini juga menemukan bahwa rumah tangga yang lebih besar, rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan, tempat tinggal di pedesaan, dan tahun pendidikan kepala rumah tangga yang lebih rendah berkorelasi dengan tingkat pekerja anak yang lebih tinggi. Secara khusus, kemiskinan memediasi efek akses kredit terhadap pekerja anak. Penelitian ini memberikan wawasan untuk menginformasikan pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan dalam mengembangkan strategi efektif untuk memerangi pekerja anak, terutama selama krisis ekonomi.

Child labor remains a persistent issue in developing countries like Indonesia, exacerbated by the COVID-19 pandemic due to economic disruptions and income losses. Household access to credit is a crucial factor influencing the decision to engage in child labor, as it affects the ability to invest in human capital and mitigate economic shocks. This study explores the relationship between household access to credit and the incidence of child labor in Indonesia during an economic disruption, using quantitative analysis from Susenas 2021 data. The study found that the probability of household child labor is 6.34% during this same year, and credit access reduced the probability of child labor, suggesting the importance of financial stability. The study also found that larger households, female-headed households, rural residences, and lower years of schooling of household heads correlated with higher rates of child labor. Notably, poverty mediates the effect of credit access on child labor. This research provides insights to inform policymakers and stakeholders in developing effective strategies to combat child labor, especially during economic crises.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>